Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KASUS

GAGAL JANTUNG AKUT TIDAK TERKOMPENSASI

Oleh:

Annisa Putri Zahroh

Febri Diotama

Nik Muhammad Daniel Haiqal

Kepaniteraan Klinik Stase Kardiologi RSUP Fatmawati

sekunder atau tersier. Gagal jantung adalah

penyebab utama rawat inap


Pendahuluan
pada pasien
Gagal jantung dekompensasi akut (ADHF)

adalah episode atau perubahan gejala dan

tanda gagal jantung. Ini bisa menjadi kondisi

yang mengancam jiwa yang membutuhkan


dengan usia diatas 65 tahun. Tingkat rawat
perawatan medis segera, perawatan biasanya
inap kembali adalah setinggi 35% pada 60
mengarah ke rawat inap. Gagal jantung akut
hari. Sebagian besar biaya (80%) dari
dekompensasi terus meningkat dalam
perawatan gagal jantung disebabkan oleh
prevalensi dan berhubungan dengan mortalitas
rawat inap. Semakin banyak penelitian mulai
dan morbiditas yang tinggi. Pada negara maju
membahas manajemen ADHF mengulas
lebih dari 1 juta pasien dirawat di rumah sakit
evaluasi dan pengelolaan ADHF yang optimal
setiap tahun dengan HF sebagai diagnosis
dan diskusikan hasil uji coba terbaru.
primer dengan tambahan 3 juta rawat inap
Anamnesis
dengan HF terdaftar sebagai diagnosis
Seorang laki-laki usia 55 tahun dengan Pasien mengaku mempunyai riwayat

keluhan sesak napas 3 hari SMRS ketika maag sebelum ini. Selain itu pasien juga

beraktivitas dan saat beristirahat sesak pasien mengaku mempunyai tekanan darah tinggi

sulit menghilang. Sesak napas disertai batuk- yang tidak terkontrol sejak 11 tahun yang lalu.

batuk namun tidak berdahak. 1 hari SMRS Pasien juga mengaku suka merokok sebungkus

pasien merasakan sesak makin memberat. perhari dan pasien suka minum kopi disertai

Pasien mengaku merasakan sesak saat tiduran suka makan yang bergoreng. Selain itu pasien

tanpa menggunakan bantal. mengaku suka minum air dingin yang

dicampur es batu.
pasien mengeluh saat tidur malam hari

beberapa jam kemudian terbangun karena Pasien mempunyai penyakit yang

batuk dan sesak. Pasien mengaku tidak mampu sama dan pernah dirawat inap RSUPF 6 kali,

beraktivitas dan memilih beristirahat. Pasien RS Sari Asih 4 kali dan di RS lain 4 kali

mengeluh mengalami bengkak pada kedua dengan keluhan yang semuanya sama yaitu

pergelangan kaki. sesak nafas. Pasien mengaku tidak patuh

minum obat yang diberikan dengan alasan


Pasien juga mengaku mengalami
tidak pernah sembuh.
penurunan nafsu makan. Selain itu,

mempunyai keluhan mual namun tidak muntah Keluhan kencing manis disangkal, dan

disertai keringat dingin. Pasien mengaku tidak keluhan pada ginjal juga disangkal. Riwayat

ada nyeri dada yang menjalar, namun serangan jantung pada pasien disangkal.

berdebar-debar serta terdapat nyeri ulu hati. Riwayat penyakit asam urat disangkal. Pasien

seorang pekerja bengkel, pasien suka minum

kopi dan makan yang bergoreng dan berkuah.


Pasien juga suka merokok 1 bungkus perhari. palpasi didapatkan hepatojugular refluks. Saat

Pasien tidak berolahraga. Pasien tidak perkusi didapatkan ada asites. Pada

konsumsi alkohol. pemeriksaan ektremitas didapatkan edma pada

kedua tungkai kaki pasien dengan CRT lebih

dari 2 detik.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penunjang
Tekanan Darah 104/94mmHg,
Pada pemeriksaan EKG (gambar 1)
frekuensi nadi 110x/m, frekuensi napas
Kalibrasi 25 mm/s, 10 mm/mV. Irama sinus
23x/m, suhu 36,6 oC. Dengan JVP meningkat
rythm. HR 1500/14= 107x/mins takikardi,
5+3,5 cmH2O, pada pemeriksaan auskultasi
reguler. Aksis Normo aksis. P wave durasi
paru terdapat ronkhi basah kedua-dua lapang
0,10s, amplitude 2mm, morfologi P normal.
paru.
PR Interval 0,24s. QRS complex durasi 0.12
Pada pemeriksaan jantung saat
sec. amplitudo 10 mm, RV1+SV5 = 12mm, Q
inspeksi tampak ictus cordis, saat palpasi
patologis tidak ada. ST segment normal T
teraba pulsasi ictus cordis, didapatkan thrill
wave normal. QT Interval 0,32 normal. U
dan heaving. Saat perkusi didapatkan kesan
wave tidak ada. Kesan Av Block Derajat 1.
batas jantung kiri bergeser, saat auskultasi
Saat dilakukan rotgen (gambar 2)
didapatkan BJ I-II disertai gallop.
didapatkan infiltrat di kedua lapangan paru
Pada pemeriksaan abdomen pada
DD/ Edema paru Efusi pleura kiri
inspeksi didapatkan perut membuncit, pada
Kardiomegali dengan klasifikasi aorta. Saat
dilakukan Ekokardiografi pada kontraktilitas

LV ejeksi fraksi 27%, kontraktilitas RV 2,5


Pembahasan
cm, didapatkan dilatasi atrium kanan dan
Gagal Jantung adalah sindrom yang
atrium kiri. Terdapat regurgitasi katup mitral
dikarakteristikkan dengan gejala tipikal dan
severe. Pada analisa segmental didapatkan
dapat disertai tanda elevasi JVP, ronkhi, dan
global hipokinetik.
edema perifer yang disebabkan oleh

(Gambar 1)

abnormalitas struktur dan atau fungsi jantung

sehingga terjadi penurunan cardiac output dan

atau peningkatan tekanan intrakardiak saat

istirahat maupun aktivitas.

Gagal Jantung Akut (Acute Heart

(Gambar 2) Failure/AHF) Onset cepat atau memburuknya

gejala dan atau tanda-tanda dari gagal jantung


yang merupakan kondisi medis yang pada gagal jantung kronis paling sering

mengancam jiwa sehingga membutuhkan dijumpai pada usia tua mulai dari 50-90 tahun

evaluasi dan perawatan segera, biasanya dan laki-laki memiliki faktor resiko lebih

(emergency). besar.

ADHF (acute decompensated hearth failure) Etiologi ADHF terbagi atas keadaan

adalah eksaserbasi akut gagal jantung kronis cepat yang dapat menyebabkan gagal jantung

yang ditandai dengan edema perifer dengan dan keadaan yang tidak secara cepat

onset bertahap (sering signifikan) dan dispnea. menyebabkan gagal jantung. Yang secara

cepat menyebabkan gagal jantung adalah


Epidemiologi gagal jantung akut
gangguan takiaritmia,bradiaritmia, SKA,
merupakan penyebab pertama hospitalisasi
emboli paru, krisis hipertensi, diseksia aorta,
pada kelompok usia 65 tahun keatas di negara
tamponade jantung. Keadaan yang dapat
barat. Prevalensi kejadian Gagal Jantung
menyebabkan gagal jantung tidak terlalu cepat
terjadi pada 1-2% populasi dewasa pada
diantaranya infeksi, PPOK, asma, anemia,
negara berkembang dan ≥10% diantaranya
hipertensi tidak terkontrol, hipo atau
adalah usia >70 tahun.
hipertiroid, iatrogenik, ketidakpatuhan berobat.
Diantara orang berusia >65 tahun
Manifestasi klis pasien diantaranya
datang ke pelayanan primer dengan sesak
terdapat gejala tipikal sesak nafas, ortopneu,
nafas saat aktivitas, dan 1 dari 6 mengalami
PND, cepat lelah, bengkak kaki. Sedangkan
HF terutama HF preserved Ejection Fraction.
gejala kurang tipikal diantaranya batuk malam
Risiko terjadinya HF pada usia 55 tahun yaitu
hari, berat badan bertambah 2 kg/minggu,
33% pada pria dan 28% wanita. Sedangkan
berat badan menurun, nafsu makan berkurang,
bingung, depresi, berdebar-debar dan pingsan. terdapat dua kriteria mayor atau satu mayor

Sedangkan tanda spesifik diantaranya terdapat dan 2 minor.

peningkatan JVP, refluks hepatojugular, suara


Tujuan keseluruhan terapi pada ADHF
S3 gallop, apex jantung bergeser ke lateral,
meliputi: mengidentifikasi faktor pencetus,
murmur jantung.
menghilangkan gejala, secara langsung

Sedangkan gejala kurang tipikal meningkatkan hasil terapi jangka pendek dan

diantaranya edema perifer, krepitasi pulmonal, jangka panjang, memulai dan mengoptimalkan

suara pekak dibasal paru saat perkusi, terapi jangka panjang secara efektif.

takikardia, nadi ireguler, nafas cepat,


Penatalaksanaan Terapi selama
hepatomegali, asites, kaheksia.
episode ADHF inisiasi atau uptitrasi dosis

Untuk mendiagnosis gagal jantung dapat beta-bloker bertanggung jawab untuk

menggunakan kriteria frammingham. Kriteria dekompensasi tanpa adanya syok kardiogenik,

framingham mempunyai 2 kriteria utama yang peningkatan dosis diuretik seringkali cukup

terbagi atas kriteria mayor dan minor. hanya dengan melanjutkan beta-bloker.

Kriteria mayor diantaranya edema Penghentian sementara angiotensin

pulmo, cardiomegali, hepatojugular reflux, converting enzyme (ACE)inhibitor/angiotensin

peningkatan JVP, PND/ortopnea. Sedangkan receptor blocker (ARB) atau beta-blocker

krieria minor diantaranya edema kaki, sesak, mungkin diperlukan untuk pengaturan syok

hepatomegali, batuk malam hari, efusi pleura, kardiogenik atau hipotensi simptomatik. ACE-

dan takikardi 120x/mnt. Pasien dapat I/ARB dan antagonis reseptor mineralkortikoid

didiagnosis mengalami gagal jantung jika (MRA) mungkin juga perlu stop sementara
jika ditemukan disfungsi ginjal, terutama jika dyspnea, ortopnea, paroxysmal nocturnal

ada oliguria atau hiperkalemia. dyspnea saat aktivitas dan istirahat (NYHA

IV), edema tungkai, anorexia, nausea,


Namun inisiasi terapi beta-blocker
diaforesis, palpitasi, nyeri epigastrium,
selama ADHF adalah kontraindikasi karena
hipertensi tidak terkontrol sudah 11 tahun,
efek inotropik negatif akut, tetapi ketika pasien
merokok 1 bungkus/hari, sering minum kopi
euvolemic aman untuk memulai dosis rendah
dan makan gorengan, sering minum.
sebelum dipulangkan maka hasil yang lebih

baik didapatkan pada pasien yang memulai Pasien memiliki riwayat dirawat inap

dengan beta-blocker sebelum pemulangan. di RSUP Fatmawati sebanyak 6 kali, RS Sari

Asih sebanyak 4 kali dan di RS lain sebanyak


Dengan demikian inisiasi beta-
4 kali dengan keluhan yang semuanya sama
blocker di pasien yang euvolemic dan
yaitu sesak nafas yang diakibatkan oleh gagal
melanjutkan terapi beta-blocker selama ADHF
jantung karena ketidak patuhan minum obat
aman namun terkait juga dengan peningkatan
pasien.
kepatuhan jangka panjang untuk kepatuhan

terapi. Dari kasus diatas dapat ditemukan

gejala tipikal gagal jantung yaitu dyspnea saat


Pada kasus ini didapatkan pasien laki-
aktivitas dan istirahat (nyha iv), ortopnea,
laki berusia 55 tahun dengan keluhan sesak.
paroxysmal nocturnal dyspnea, edema kaki,
Dilihat dari epidemiologi kasus gagal jantung
sedangkan gejala atipikal diantaranya batuk
banyak pada laki-laki berusia tua diatas 50
malam hari, anorexia, palpitasi.
tahun, maka dalam kasus ini sudah terdapat

faktor resiko. Pasien memiliki keluhan


Ditemukan juga faktor resiko Diantaranya kriteria mayor yang terdapat pada

tercetusnya ADHF pada pasien yaitu pasien yaitu edema pulmo, cardiomegali,

hipertensi tidak terkontrol selama 11 tahun. hepatojugular reflux, peningkatan JVP,

Dapat dilihat juga pasien sudah memiliki CHF PND/ortopnea. Sedangkan krieria minor yang

sebelumnya dari riwayat dirawat inap 14 kali dimiliki oleh pasien diantaranya edema kaki,

dengan keluhan yang semuanya sama (sesak sesak, batuk malam hari. Sehingga memiliki

nafas karena gagal jantungnya) yang kriteria 2 mayor ataupun memenuhi 1 mayor

diakibatkan ketidak patuhan minum obat. dan 2 minor.

Didapatkan faktor resiko terjadinya Pada pemeriksaan penunjang diantaranya EKG

hipertensi karena pasien suka meminum kopi, didapatkan kesan Av Block Derajat 1,

makan yang bergoreng , merokok 1 bungkus kemungkinan MI, pembesaran ventrikel kiri

perhari, tidak berolahraga. dan atrium kiri. Pembesaran ventrikel kiri

merupakan indikasi terdapatnya hipertensi


Sedangkan saat pemeriksaan fisik
yang kronis.
didapatkan tanda spesifik diantaranya

takikardi, JVP meningkat, batas jantung Hasil rontgen thoraks terdapat

bergeser, auskultasi gallop, refleks didapatkan kesan kardiomegali, Infiltrat kedua

hepatojugar. Sedangkan tanda tidak lapang paru, CTR didapatkan 80%. Dari EKG

spesifiknya didapatkan takikardi, asites, edema dan rontgen thorax memperkuat diagnosis

kaki. adanya hipertensi. Sedangkan pada

echocardiography EF 27%, Dilatasi LA daV


Pasien tegak didiagnosis gagal jantung
yang menandakan bahwa gagal jantung ini
karena memenuhi kriteria frammingham.
termasuk HFREF (Hearth Failure Reduce antihiperensi beta blocker (Concor) 1x1,25mg

Ejection Fraction) karena EF dibawah 40%. PO dan ACEI (Ramipril) 1x 2,5 mg PO.

Pada tipe HFREF terjadi cardiac

output yang menurun, terjadi trasmisi darah

dari ventrikel ke atrium kemudian terjadi

peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler

pulmonal dan terjadinya transudasi cairan ke

paru sehingga terjadi kongesti paru yang dapat

dilihat dari infiltrat radiologi rontgen thorax.

Terapi pada pasien gagal jantung akut ini

diantaranya diberikan diuretik, karena pasien

termasuk kedalam tipe klasifikasi Warm and

wet (well perfused but congested) yang dapat

dilakukan tatalaksana dengan posisikan

semifowler, pemasangan kateter untuk evaluasi

output urine, oksigenasi nasal kanul 2-4 L

kemudian diberikan diuretik Furosemide 2x 20

mg iv.

Pasien juga memiliki hipertensi

sehingga diobati dengan menggunakan


Lilly LS. Pathophysiology of heart disease:

Heart Failure.Edition 6. 2016.

GAZEWOOD JD. Heart Failure with

Preserved Ejection Fraction: Diagnosis and

Management. Virginia: Am Fam

Physician. 2017 Nov 1;96(9):582-588.

DAFTAR PUSTAKA

PERKI. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung.

2020

ESC Guidelines for the diagnosis and

treatment of acute and chronic heart failure.

2016

Kurmani S, Squire I. Acute Heart Failure:

Definition, Classification and Epidemiology.

Curr Heart Fail Rep. 2017

Teerlink JR, Alburikan K, Metra M. Acute

Decompensated Heart Failure Update: Current

Cardiology Reviews. 2015;11(1):53-62

Anda mungkin juga menyukai