FAKULTAS KEDOKTERAN
SYOK KARDIOGENIK
DISUSUN OLEH :
PRATIWI PURNAMA
PEMBIMBING:
dr.Faisal Sommeng,Sp.An.,M.Kes
BAGIAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Riwayat Kebiasaan:
Merokok (-), Alkohol (-) pasien suka mengonsumsi sayuran dan tidak
terlalu sering memakan makanan berlemak dan manis.
2.2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Somnolen (E2M5V1)
Vital sign : Tekanan Darah : 70/50 mmHg
Denyut Nadi : 82 kali/menit (ireguler, lemah)
Frekuensi Napas : 26 kali/menit, abdominal-torakal
Suhu : 36,40C
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil isokor 4mm/4mm, RC
menurun.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid (-/-), Desakan Vena jugularis (+)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI axilaris anterior
Auskultasi : 92x/menit, Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, ireguler,
murmur (+), gallop (-), pulse defisit (+)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba besar
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
Akral Dingin, CRT > 2 detik, edem (+/+) ektremitas bawah, Motorik
2.2.4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 2.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan EKG
Kesan : Standar kecepatan 25 mm/s dan amplitudo 10 mm/mV didapatkan
heart rate 92x/menit, ritme irreguler, atrial fibrillation, LVH.
Pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Thoraks PA)
BAB III
PEMBAHASAN
Syok kardiogenik adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jantung; ditandai dengan nadi lemah,
penurunan tekanan rerata arteri (MAP) dan penurunan curah jantung. Syok
kardiogenik dapat disebabkan oleh sindrom koroner akut dan komplikasi
mekanik yang ditimbulkannya (seperti ruptur chordae, rupture septum
interventrikular (IVS), dan rupturdinding ventrikel), kelainan katup jantung,
dan gagal jantung yang berat pada gangguan miokard lainnya. 1,4
Tanda dan gejala yang didapatkan dari pasien yakni gangguan
kesadaran mulai dari kondisi ringan hingga berat, penurunan diuresis, dapat
disertai keringat dingin, nadi lemah. Hal ini sesuai dengan anamnesis yang di
dapatkan dari keluarga pasien yakni pasien gelisah dengan penurunan
kesadaran, kaki dan tangan dingin dan ada riwayat penyakit jantung dengan
pengobatan tidak teratur, BAK terakhir sekitar 8 jam SMRS. 4
Pemeriksaan Fisik pada pasien dengan syok kardiogenik dapat
ditemukan tanda-tanda hipoperfusi seperti (perabaan kulit ekstremitas dingin,
takikardi, nadi lemah, hipotensi, bising usus berkurang, oliguria), terdapat
tanda-tanda peningkatan preload seperti JVP meningkat atau terdapat ronki
basah di basal, profil hemodinamik basah dingin (wetand cold). Pada
pemeriksaan fisik di pasien ditemukan GCS menurun, hipotensi, nadi lemah,
napas cepat, suhu tubuh di bawah normal, refleks cahaya pupil menurun,
terdapat desakan vena jugularis, irama jantung ireguler, murmur, pulse defisit,
bising usus menurun, akral dingin, CRT>2’, oliguria dari hasil pemasangan
kateter urine.1,2,4
Menentukan etiologi syok kardiogenik merupakan suatu tantangan
yang tidak mudah. Anamnese dan pemeriksaan klinis dapat memberikan
informasi penting dalam menentukan etiologi syok kardiogenik. Misalnya, jika
keluhan utama pasien yang masuk adalah nyeri dada, maka hal yang dapat
diperkirakan adalah adanya infark miokard akut, miokarditis, atau tamponade
perikard. Selanjutnya, jika ditemukan murmur pada pemeriksaan fisik, maka
dapat 11
dipikirkan kemungkinan adanya ruptur septum ventrikel, ruptur otot-otot
papillaris, penyakit akut katup mitral atau aorta. Adanya murmur pada syok
kardiogenik merupakan suatu indikasi untuk segera dilakukan pemeriksaan
echocardiography.1,3
Hipotensi sistemik, merupakan tanda yang terjadi pada hampir semua
syok kardiogenik. Hipotensi terjadi akibat menurunnya volume
sekuncup/stroke volume serta menurunnya indeks kardiak. Turunnya tekanan
darah dapat dikompensasi oleh peningkatan resistensi perifer yang
diperantarai oleh pelepasan vasopresor endogen seperti norepinefrin dan
angiotensin II. Namun demikian gabungan dari rendahnya curah jantung dan
meningkatnya tahanan perifer dapat menyebabkan berkurangnya perfusi
jaringan. Sehubungan dengan itu, berkurangnya perfusi pada arteri koroner
dapat menyebabkan suatu lingkaran setan iskemik, perburukan disfungsi
miokardium, dan disertai dengan progresivitas hipoperfusi organ serta
kematian. Hipotensi dan peningkatan tahanan perifer yang disertai dengan
peningkatan PCWP terjadi jika disfungsi ventrikel kiri merupakan kelainan
jantung primernya. Meningkatnya tekanan pengisian ventrikel kanan terjadi
jika syok akibat kegagalan pada ventrikel kanan, misalnya pada gagal infark
luas ventrikel kanan. Namun pada kenyataannya sebuah penelitian SHOCK
trial menunjukkan pada beberapa pasien post MI, syok malahan disertai oleh
vasodilatasi. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya respon inflamasi
sistemik seperti yang terjadi pada sepsis. Respon inflamasi akut pada infark
miokard berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sitokin. Aktivasi sitokin
menyebabkan induksi nitrit oksida (NO) sintase dan meningkatkan kadar NO
sehingga menyebabkan vasodilatasi yang tidak tepat dan berkurangnya
perfusi koroner dan sistemik. Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada
syok septik yang juga ditandai dengan adanya vasodilatasi sistemik.
Manifestasi Klinis Syok kardiogenik terlihat tanda-tanda hipoperfusi
(curah jantung yang rendah) yang terlihat dari adanya sinus takikardia,
volume urine yang sedikit, serta ekstremitas dingin. Hipotensi sistemik ( TDS
< 90mmHg atau turunnnya TD < 30 mmHg dari TD rata-rata) belakangan
akan muncul dan meyebabkan hipoperfusi jaringan. Gejala-gejala autonomik
lain bisa juga muncul seperti mual, muntah, serta berkeringat. Riwayat
penyakit jantung sebelumnya, riwayat penggunaan kokain, riwayat infark
miokard sebelumnya, atau riwayat pembedahan jantung sebelumnya perlu
ditanyakan. Faktor resiko penyakit jantung perlu dinilai pada pasien yang
disangkakan mengalami iskemik miokardial. Evaluasinya antara lain
mencakup riwayat hiperlipidemia, hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi, riwayat
merokok, serta riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner
premature. Dikatakan syok jika terdapat bukti adanya hipoperfusi organ yang
dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Adapun karakteristik pasien-pasien
syok kardiogenik antara lain : Kulit berwarna keabu-abuan atau bisa juga
sianosis. Suhu kulit dingin dan bisa muncul gambaran mottled skin pada
ekstremitas. Nadi cepat dan halus/lemah serta dapat juga disertai dengan
irama yang tidak teratur jika terdapat aritmia Distensi vena jugularis dan
ronkhi basah di paru biasanya ada namun tidak harus selalu. Edema perifer
juga biasanya bisa dijumpai. Suara jantung terdengar agak jauh, bunyi
jantung III dan IV bisa terdengar Tekanan nadi lemah dan pasien biasanya
dalam keadaan takikardia. Tampak pada pasien tanda-tanda hipoperfusi
misalnya perubahan status mental dan penurunan jumlah urine Murmur
sistolik biasanya terdengar pada pasien dengan regurgitasi mitral, murmur
biasanya terdengar di awal sistol Dijumpainya thrill parasternal menandakan
adanya defek septum ventrikel. Diagnosa diferensial yang mungkin dipikirkan
pada kasus syok kardiogenik antara lain Sepsis bacterial, Syok septic, Syok
distributive, Syok hemoragik. Infark miokard, Iskemik miokard, Ruptur
miokard, Miokarditis, Edema paru kardiogenik dan Emboli paru. 1,2,3
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap
terutama berguna untuk mengeksklusikan anemia. Peningkatan jumlah
leukosit hitung menandakan kemungkinan adanya infeksi, sedangkan jumlah
platelet yang rendah mungkin disebabkan oleh koagulopati yang disebabkan
oleh sepsis. Pemeriksaan biokimia darah termasuk elektrolit, fungsi ginjal,
fungsi hati, bilirubin, aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), laktat dehidrogenase (LDH), dapat dilakukan untuk
menilai fungsi organ-organ vital. Pemeriksaan enzim jantung perlu dilakukan
termasuk kreatinin kinase dan subklasnya, troponin, myoglobin, dan LDH
untuk mendiagnosa infark miokard. Kreatinin kinase merupakan pemeriksaan
yang paling spesifik namun dapat menjadi positif palsu pada keadaan
myopathy, hipotroidisme, gagal ginjal, serta injuri pada otot rangka. Nilai
myoglobin merupakan pemeriksaan yang sensitif pada infark miokard,
nilainya dapat meningkat 4 kali lipat dalam 2 jam. Nilai LDH dapat meningkat
pada 10 jam pertama setelah onset infark miokard dan mencapai kadar
puncak pada 24-48 jam, selanjutnya kembali ke kadar normal dalam 6-8 hari.
Troponin T dan I banyak digunakan dalam mendiagnosa infark miokard. Jika
kadar troponin meningkat namun tidak dijumpai adanya bukti klinis iskemik
jantung, maka harus segera dicari kemungkinan lain dari kerusakan jantung
misalnya miokarditis. Kadar troponin T meningkat dalam beberapa jam
setelah onset infark miokard. Kadar puncak dicapai dalam 14 jam setelah
onset, mencapai kadar puncak kembali pada beberapa hari setelah onset
(kadar puncak bifasik) dan tetap akan menunjukkan nilai abnormal dalam 10
hari. Hal ini menyebabkan kombinasi troponin T dan CK-MB menjadi
parameter diagnostik retrospektif yang amat bermanfaat bagi pasien yang
datangnya terlambat dari onset penyakit. Troponin T juga merupakan suatu
indikator prognostik independen sehingga dapat digunakan sebagai
stratifikator resiko pada pasien angina tidak stabil dan infark miokard
gelombang non-Q. pemerksaan analisa gas darah dapat melihat homeostasis
asam basa secara keseluruhan serta tingkat oksigenasi darah di arteri.
Peningkatan defisit basa di darah berhubungan dengan keparahan syok dan
sebagai marker dalam pemantauan selama resusitasi terhadap pasien syok.
Pemeriksaan laktat serial bermanfaat sebagai marker hipoperfusi dan
indikator dari prognosis. Meningkatnya kadar laktat pada pasien dengan
adanya gejala hipoperfusi menunjukkan prognosis yang buruk. Meningkatnya
kadar laktat selama proses resusitasi menunjukkan mortalitas yang sangat
tinggi. Kadar brain natriuretic peptide (BNP) berguna sebagai pertanda
adanya gagal jantung kongestif dan merupakan suatu indikator prognostik
yang independen. Nilai BNP yang rendah dapat menyingkirkan syok
kardiogenik pada keadaan hipotensi. Namun demikian, nilai BNP yang
meningkat tidak serta merta dikatakan syok kardiogenik. Pemeriksaan
saturasi oksigen juga bermanfaat khusunya dapat mendeteksi defek septum
ventrikel. 1,2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Epidemiologi
CS memperumit 5% hingga 10% dari kasus MI akut dan
merupakan penyebab utama kematian setelah MI ST Elevasi infark
miokard (STEMI) dikaitkan dengan peningkatan risiko 2 kali lipat untuk CS
dibandingkan dengan non ST elevation myocardial infarction (NSTEMI).
Pasien dengan CS yang terkait dengan NSTEMI lebih kecil
kemungkinannya untuk menjalani kateterisasi jantung, menunda PCI dan /
atau graft bypass coronaryartery dan meningkatkan risiko mortalitas
dibandingkan dengan pasien dengan CS yang berhubungan dengan
STEMI. pada wanita, Asia, dan pasien berusia> 75 tahun. Insiden CS
meningkat dalam beberapa tahun terakhi, diagnosis yang lebih baik dan
akses ke perawatan yang lebih baik keduanya mungkin berkontribusi.
syok incardiogenik Penyebab paling umum dari gagal jantung
arecongestive yang remisi dan infark miokard baru, perempuan, status
sosial ekonomi rendah, penempatan alat sirkulasi mekanik (MCS),
atrifibrilasi, dan ventrikulartakrosia merupakan predikto terjadinya remisi.
Etiologi
Syok kardiogenik dapat terjadi akibat jenis disfungsi jantung berikut:
Disfungsi sistolik
Disfungsi diastolik
Disfungsi katup
Aritmia jantung
Penyakit arteri koroner
Komplikasi mekanis
Infark RV
Iskemia
Hipoksia
Asidosis
Aritmia
Takaritmia ventrikel sering dikaitkan dengan syok kardiogenik. Selain itu,
bradaritmia dapat menyebabkan atau memperburuk syok karena etiologi
lain. Sinus takikardia dan takiaritmia atrium berkontribusi terhadap
hipoperfusi dan memperparah syok.
Patofisiologi
pengurangan kontraktilitas miokard akibat berkurangnya curah
jantung, hipotensi, hambatan sistemik, dan iskemia jantung. Terjadi
vasokontriksi perifer dan kerusakan organ akhir, yang berasal dari volume
stroke yang tidak efektif dan kompensasi sirkulasi yang tidak mencukupi.
Kompensasi vaso-konstriksi perifer pada awalnya dapat meningkatkan
perfusi koroner dan perifer, namun berkontribusi terhadap peningkatan
after-load jantung yang membebani miokardium yang rusak.1,13Hasil ini
mengurangi aliran darah teroksigenasi ke jaringan perifer dan pada
akhirnya jantung.
Diagnosis
Diagnosis cepat dengan terapi suportif yang cepat dan revaskularisasi
arteri koroner memainkan peran penting dalam mencapai hasil yang baik
pada pasien dengan syok kardiogenik.
Evaluasi/Pemeriksaan diagnostik syok kardiogenik meliputi:
Pemeriksaan darah lengkap
Analisis gas darah
Laktat
Tes enzim jantung
Rontgen dada
Elektrokardiogram
Ekokardiografi
Ultrasonografi untuk mengetahui manajemen cairan
Angiografi koroner
Hemodinamik Support
Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin adalah obat vasokonstriksi
yang membantu menjaga tekanan darah yang memadai selama hipotensi
yang mengancam jiwa dan membantu menjaga tekanan perfusi untuk
mengoptimalkan aliran di berbagai organ. Tekanan darah rata-rata yang
diperlukan untuk splanknik dan perfusi ginjal yang memadai (rerata
tekanan arteri [MAP] 60 atau 65 mm Hg) didasarkan pada indeks klinis
fungsi organ.
Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan
volume intravaskular yang adekuat, inisiasi terapi obat inotropik dan / atau
vasopresor mungkin diperlukan. Dopamin meningkatkan kontraktilitas
miokard dan mendukung tekanan darah; Namun, itu dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard. Dobutamine mungkin lebih disukai jika
tekanan darah sistolik lebih tinggi dari 80 mm Hg; ini memiliki keuntungan
tidak mempengaruhi oksigen miokard sebanyak dopamin. Namun,
takikardia yang dihasilkan dapat menghalangi penggunaan agen inotropik
ini pada beberapa pasien. Dopamin akan menyebabkan lebih banyak
takikardia daripada dobutamin untuk setiap peningkatan yang sesuai pada
curah jantung.
Dopamin biasanya dimulai dengan dosis 5-10 mcg / kg / menit IV,
dan kecepatan infus disesuaikan dengan tekanan darah dan parameter
hemodinamik lainnya. Seringkali, pasien mungkin memerlukan dosis tinggi
dopamin (sebanyak 20 mcg / kg / menit).
Jika pasien tetap hipotensi meskipun dosis dopamin sedang,
vasokonstriktor langsung (misalnya, norepinefrin) harus dimulai dengan
dosis 0,5 mcg / kg / menit dan dititrasi untuk mempertahankan MAP 60
mm Hg. Vasokonstriktor poten (mis. Norepinefrin) paling baik digunakan
untuk situasi hipotensi refraktori dan hipoperfusi organ karena perannya
yang tidak menguntungkan dalam meningkatkan afterload dan tekanan
pengisian jantung dan, akibatnya, mengganggu curah jantung. Namun,
satu studi pasien dengan syok tidak menemukan perbedaan dalam hasil
antara pengobatan dengan norepinefrin dan pengobatan dengan dopamin
Tidak ada konsensus mengenai pilihan lini pertama vasopressor
pada syok kardiogenik. Namun, karena norepinefrin dikaitkan dengan
sedikit aritmia daripada vasopresor lainnya, ini mungkin merupakan
vasopresor pilihan untuk digunakan bagi banyak pasien dengan syok
kardiogenik.
Berikut ini adalah ulasan singkat tentang mekanisme aksi dan
indikasi untuk obat yang digunakan untuk dukungan hemodinamik syok
kardiogenik.
1. Dopamine
Dopamin adalah prekursor norepinefrin dan epinefrin yang memiliki
efek yang bervariasi sesuai dengan dosis yang diberikan. Dosis kurang
dari 5 mcg / kg / menit menyebabkan vasodilatasi pada ginjal,
mesenterika, dan koroner. Dengan dosis 5-10 mcg / kg / menit, efek
beta 1-adrenergik menginduksi peningkatan kontraktilitas jantung dan
denyut jantung.Pada dosis yang lebih tinggi dari 10 mcg / kg / menit,
efek alpha-adrenergik yang dominan menyebabkan vasokonstriksi
arteri dan peningkatan tekanan darah. Tekanan darah meningkat
terutama akibat efek inotropiknya. Efek yang tidak diinginkan adalah
takikardia dan peningkatan pirau paru, serta potensi penurunan perfusi
dan peningkatan tekanani arteri pulmonalis.
2. Norepinefrin
Norepinefrin adalah agonis alpha-adrenergik kuat dengan efek
agonis beta1-adrenergik minor. Norepinefrin dapat meningkatkan
tekanan darah dengan baik pada pasien yang tetap hipotensi setelah
dopamin. Dosis norepinefrin dapat bervariasi dari 0,2 hingga 1,5 mcg /
kg / mnt, dan dosis tinggi (hingga 3,3 mcg / kg / mnt) telah digunakan
karena regulasi reseptor alfa pada orang dengan sepsis.
3. Epinefrin
Epinefrin adalah agonis reseptor alfa1, beta1, dan beta2. Ini
dapat meningkatkan MAP dengan meningkatkan indeks jantung dan
volume stroke, serta resistensi vaskular sistemik (SVR) dan denyut
jantung. Epinefrin mengurangi aliran darah splanknik dan dapat
meningkatkan pengiriman dan konsumsi oksigen.
Administrasi agen ini dapat dikaitkan dengan peningkatan
konsentrasi laktat sistemik dan regional. Penggunaan epinefrin hanya
dianjurkan pada pasien yang tidak responsif terhadap agen tradisional.
Efek yang tidak diinginkan lainnya termasuk peningkatan konsentrasi
laktat, potensi untuk menghasilkan iskemia miokard, aritmia, dan
pengurangan aliran splanknik.
4. Levosimendan
1. Dobutamine