Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ANESTESI Makassar, 8 Mei 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN KASUS DAN REFERAT

SYOK KARDIOGENIK

DISUSUN OLEH :

PRATIWI PURNAMA

110 2015 0133

PEMBIMBING:

dr.Faisal Sommeng,Sp.An.,M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai gangguan jantung primer


yang menghasilkan bukti klinis dan biokimia dari hipoperfusi jaringan.
Kriteria klinis termasuk tekanan darah sistolik kurang dari atau sama dengan
90 mm Hg untuk lebih dari atau sama dengan 30 menit atau dukungan untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik kurang dari atau sama dengan 90
mm Hg dan output urin kurang dari atau sama dengan 30 mL / jam atau
dinginkan ekstremitas. Kriteria hemodinamik meliputi indeks jantung tertekan
(kurang dari atau sama dengan 2,2 liter per menit per meter persegi luas
permukaan tubuh) dan tekanan baji paru-kapiler meningkat lebih besar dari
15 mm Hg.
Manifestasi Klinis Syok kardiogenik terlihat tanda-tanda hipoperfusi
(curah jantung yang rendah) yang terlihat dari adanya sinus takikardia,
volume urine yang sedikit, serta ekstremitas dingin. Hipotensi sistemik
(TDS < 90mmHg atau turunnnya TD < 30 mmHg dari TD rata-rata)
belakangan akan muncul dan meyebabkan hipoperfusi jaringan. Gejala-
gejala autonomik lain bisa juga muncul seperti mual, muntah, serta
berkeringat. Riwayat penyakit jantung sebelumnya, riwayat penggunaan
kokain, riwayat infark miokard sebelumnya, atau riwayat pembedahan
jantung sebelumnya perlu ditanyakan. Faktor resiko penyakit jantung
perlu dinilai pada pasien yang disangkakan mengalami iskemik miokardial.
Evaluasinya antara lain mencakup riwayat hiperlipidemia, hipertrofi
ventrikel kiri, hipertensi, riwayat merokok, serta riwayat keluarga yang
mengalami penyakit jantung koroner premature. Dikatakan syok jika terdapat
bukti adanya hipoperfusi organ yang dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik.
Adapun karakteristik pasien-pasien syok kardiogenik antara lain : Kulit
berwarna keabu-abuan atau bisa juga sianosis. Suhu kulit dingin dan bisa
muncul gambaran mottled skin pada ekstremitas. Nadi cepat dan
halus/lemah serta dapat juga disertai dengan irama yang tidak teratur jika
terdapat aritmia Distensi vena jugularis dan ronkhi basah di paru biasanya
ada namun tidak harus selalu. Edema perifer juga biasanya bisa dijumpai.
Suara jantung terdengar agak jauh, bunyi jantung III dan IV bisa terdengar
Tekanan nadi lemah dan pasien biasanya dalam keadaan takikardia.
Tampak pada pasien tanda-tanda hipoperfusi misalnya perubahan status
mental dan penurunan jumlah urine Murmur sistolik biasanya terdengar
pada pasien dengan regurgitasi mitral, murmur biasanya terdengar di awal
sistol Dijumpainya thrill parasternal menandakan adanya defek septum
ventrikel.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Survey Primer
Ny. SR, 59 tahun, P.
Vital Sign :
Tekanan Darah : 70/50 mmHg
Denyut Nadi : 82x/m
Frekensi Napas : 26x/m
Suhu : 36,4°C
Airways : Bebas, tidak ada sumbatan jalan
napas
Breathing : Spontan, 24 kali/menit, pernapasan
abdominal torakal, pergerakan
thoraks simetris kiri dan kanan
Circulation : Denyut nadi 82 kali/menit, reguler,
kuat angkat, dan isi cukup. CRT > 2
detik
Disability : GCS (E2M5V1), pupil isokor +/+,
diameter 4mm/4mm
Evaluasi Masalah :Berdasarkan survey primer sistem
triase, kasus ini merupakan kasus
yang termasuk dalam priority sign
karena pasien datang dalam
keadaan penurunan kesadaran.
Pasien diberi label merah.
Tatalaksana Awal : Tatalaksana awal pada pasien ini
adalah ditempatkan diruangan
resusitasi/merah,pemberian oksigen
simple mask 7 liter/menit, dilakukan
pemasangan akses infus intravena
menggunakan cairan NaCl 0,9% 15
tetes/menit.

2.2 Survey Sekunder


2.2.1 Identitas
Nama :Ny. SR
RM : 00.29.87
Usia : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Tjilik Riwut
Tanggal Masuk RS : 27/11/17 pukul 17.00 WIB
2.2.2 Anamnesis
Alloanamnesis dengan suami pasien
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari RS Bhayangkara dengan penurunan kesadaran
susp.DBD. Keluarga pasien mengatakan pasien mulai mengantuk dan
gelisah sejak ± 4 jam SMRS Doris Sylvanus, sebelumnya 14 jam SMRS
pasien berobat ke RS Doris Sylvanus dengan keluhan batuk berdahak,
demam dan nyeri ulu hati, kemudian pasien diperbolehkan pulang dengan
diberi resep obat. Selang 14 jam kemudian pasien mulai terlihat gelisah
dan mengantuk. Keluarga membawa pasien ke RS Bhayangkara
kemudian pasien di rujuk ke RS Doris Sylvanus. Suami pasien
mengatakan sekitar 2 hari yang lalu pasien sudah sering mengeluh nyeri
ulu hati, batuk berdahak dan demam, tidak ada nyeri dada. Sekarang
pasien sudah tidak bisa diajak berkomunikasi pasien selalu gelisah dan
kedua tangan serta kaki dingin. BAB terakhir kemarin sore dan BAK
terakhir sekitar 8 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (+) pengobatan tidak rutin, Riwayat Sakit Jantung (+)
sejak ± 20 tahun yang lalu pengobatan tidak dilanjutkan sejak ±15 tahun
yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat hipertensi pada
keluarga dan riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat Kebiasaan:
Merokok (-), Alkohol (-) pasien suka mengonsumsi sayuran dan tidak
terlalu sering memakan makanan berlemak dan manis.
2.2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Somnolen (E2M5V1)
Vital sign : Tekanan Darah : 70/50 mmHg
Denyut Nadi : 82 kali/menit (ireguler, lemah)
Frekuensi Napas : 26 kali/menit, abdominal-torakal
Suhu : 36,40C
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil isokor 4mm/4mm, RC
menurun.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid (-/-), Desakan Vena jugularis (+)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI axilaris anterior
Auskultasi : 92x/menit, Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, ireguler,
murmur (+), gallop (-), pulse defisit (+)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba besar
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
Akral Dingin, CRT > 2 detik, edem (+/+) ektremitas bawah, Motorik
2.2.4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 2.1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan EKG
Kesan : Standar kecepatan 25 mm/s dan amplitudo 10 mm/mV didapatkan
heart rate 92x/menit, ritme irreguler, atrial fibrillation, LVH.
Pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Thoraks PA)

Kesan : CTR 85% = Kardiomegali (+)


Corakan bronvaskuler tidak meningkat: edem pulmo (-)

CT Scan tanpa Kontras


Kesan : Perdarahan (-), Infark (-), Atrofi cerebri(+)
2.2.5. Diagnosa
Syok Kardiogenik
CHF + AF + HHD
Trombositopenia
Hiponatremi
2.2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal di IGD
- O2 Mask 7 liter/menit  NRM 10liter/menit
- IVFD NaCl 0,9% loading 200ml
- Observasi kesadaran dan tanda vital
- Pasang kateter urin
- Evaluasi setelah 15 menit:
E2V1M5, TD: 80/60 mmHg, denyut nadi: 84x/menit (ireguler, lemah),
frekuensi napas: 26x/menit, spO2 : 89% suhu: 36,40C, urine 300mL/8 jam
- Konsul bagian jantung dan neurologi
Tatalaksana tambahan
- SP Dopamin 40mg/50kg dalam NaCl 0,9%  start dari 5mcg/kgBB/menit
Pro Rawat ICVCU
- Inj. Citicolin 2x500mg
- Inj. Piracetam 4x1gr
- Inj. Sohobion 2x1 amp
- Inj. Mecobalamin 2x1 amp
- Inj. Lansoprazole 2x30mg
2.2.7. Prognosa
- Quo ad vitam : Dubia

- Quo ad functionam : Dubia

- Quo ad sanationam : Dubia

BAB III
PEMBAHASAN
Syok kardiogenik adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jantung; ditandai dengan nadi lemah,
penurunan tekanan rerata arteri (MAP) dan penurunan curah jantung. Syok
kardiogenik dapat disebabkan oleh sindrom koroner akut dan komplikasi
mekanik yang ditimbulkannya (seperti ruptur chordae, rupture septum
interventrikular (IVS), dan rupturdinding ventrikel), kelainan katup jantung,
dan gagal jantung yang berat pada gangguan miokard lainnya. 1,4
Tanda dan gejala yang didapatkan dari pasien yakni gangguan
kesadaran mulai dari kondisi ringan hingga berat, penurunan diuresis, dapat
disertai keringat dingin, nadi lemah. Hal ini sesuai dengan anamnesis yang di
dapatkan dari keluarga pasien yakni pasien gelisah dengan penurunan
kesadaran, kaki dan tangan dingin dan ada riwayat penyakit jantung dengan
pengobatan tidak teratur, BAK terakhir sekitar 8 jam SMRS. 4
Pemeriksaan Fisik pada pasien dengan syok kardiogenik dapat
ditemukan tanda-tanda hipoperfusi seperti (perabaan kulit ekstremitas dingin,
takikardi, nadi lemah, hipotensi, bising usus berkurang, oliguria), terdapat
tanda-tanda peningkatan preload seperti JVP meningkat atau terdapat ronki
basah di basal, profil hemodinamik basah dingin (wetand cold). Pada
pemeriksaan fisik di pasien ditemukan GCS menurun, hipotensi, nadi lemah,
napas cepat, suhu tubuh di bawah normal, refleks cahaya pupil menurun,
terdapat desakan vena jugularis, irama jantung ireguler, murmur, pulse defisit,
bising usus menurun, akral dingin, CRT>2’, oliguria dari hasil pemasangan
kateter urine.1,2,4
Menentukan etiologi syok kardiogenik merupakan suatu tantangan
yang tidak mudah. Anamnese dan pemeriksaan klinis dapat memberikan
informasi penting dalam menentukan etiologi syok kardiogenik. Misalnya, jika
keluhan utama pasien yang masuk adalah nyeri dada, maka hal yang dapat
diperkirakan adalah adanya infark miokard akut, miokarditis, atau tamponade
perikard. Selanjutnya, jika ditemukan murmur pada pemeriksaan fisik, maka
dapat 11
dipikirkan kemungkinan adanya ruptur septum ventrikel, ruptur otot-otot
papillaris, penyakit akut katup mitral atau aorta. Adanya murmur pada syok
kardiogenik merupakan suatu indikasi untuk segera dilakukan pemeriksaan
echocardiography.1,3
Hipotensi sistemik, merupakan tanda yang terjadi pada hampir semua
syok kardiogenik. Hipotensi terjadi akibat menurunnya volume
sekuncup/stroke volume serta menurunnya indeks kardiak. Turunnya tekanan
darah dapat dikompensasi oleh peningkatan resistensi perifer yang
diperantarai oleh pelepasan vasopresor endogen seperti norepinefrin dan
angiotensin II. Namun demikian gabungan dari rendahnya curah jantung dan
meningkatnya tahanan perifer dapat menyebabkan berkurangnya perfusi
jaringan. Sehubungan dengan itu, berkurangnya perfusi pada arteri koroner
dapat menyebabkan suatu lingkaran setan iskemik, perburukan disfungsi
miokardium, dan disertai dengan progresivitas hipoperfusi organ serta
kematian. Hipotensi dan peningkatan tahanan perifer yang disertai dengan
peningkatan PCWP terjadi jika disfungsi ventrikel kiri merupakan kelainan
jantung primernya. Meningkatnya tekanan pengisian ventrikel kanan terjadi
jika syok akibat kegagalan pada ventrikel kanan, misalnya pada gagal infark
luas ventrikel kanan. Namun pada kenyataannya sebuah penelitian SHOCK
trial menunjukkan pada beberapa pasien post MI, syok malahan disertai oleh
vasodilatasi. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya respon inflamasi
sistemik seperti yang terjadi pada sepsis. Respon inflamasi akut pada infark
miokard berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sitokin. Aktivasi sitokin
menyebabkan induksi nitrit oksida (NO) sintase dan meningkatkan kadar NO
sehingga menyebabkan vasodilatasi yang tidak tepat dan berkurangnya
perfusi koroner dan sistemik. Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada
syok septik yang juga ditandai dengan adanya vasodilatasi sistemik.
Manifestasi Klinis Syok kardiogenik terlihat tanda-tanda hipoperfusi
(curah jantung yang rendah) yang terlihat dari adanya sinus takikardia,
volume urine yang sedikit, serta ekstremitas dingin. Hipotensi sistemik ( TDS
< 90mmHg atau turunnnya TD < 30 mmHg dari TD rata-rata) belakangan
akan muncul dan meyebabkan hipoperfusi jaringan. Gejala-gejala autonomik
lain bisa juga muncul seperti mual, muntah, serta berkeringat. Riwayat
penyakit jantung sebelumnya, riwayat penggunaan kokain, riwayat infark
miokard sebelumnya, atau riwayat pembedahan jantung sebelumnya perlu
ditanyakan. Faktor resiko penyakit jantung perlu dinilai pada pasien yang
disangkakan mengalami iskemik miokardial. Evaluasinya antara lain
mencakup riwayat hiperlipidemia, hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi, riwayat
merokok, serta riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner
premature. Dikatakan syok jika terdapat bukti adanya hipoperfusi organ yang
dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Adapun karakteristik pasien-pasien
syok kardiogenik antara lain : Kulit berwarna keabu-abuan atau bisa juga
sianosis. Suhu kulit dingin dan bisa muncul gambaran mottled skin pada
ekstremitas. Nadi cepat dan halus/lemah serta dapat juga disertai dengan
irama yang tidak teratur jika terdapat aritmia Distensi vena jugularis dan
ronkhi basah di paru biasanya ada namun tidak harus selalu. Edema perifer
juga biasanya bisa dijumpai. Suara jantung terdengar agak jauh, bunyi
jantung III dan IV bisa terdengar Tekanan nadi lemah dan pasien biasanya
dalam keadaan takikardia. Tampak pada pasien tanda-tanda hipoperfusi
misalnya perubahan status mental dan penurunan jumlah urine Murmur
sistolik biasanya terdengar pada pasien dengan regurgitasi mitral, murmur
biasanya terdengar di awal sistol Dijumpainya thrill parasternal menandakan
adanya defek septum ventrikel. Diagnosa diferensial yang mungkin dipikirkan
pada kasus syok kardiogenik antara lain Sepsis bacterial, Syok septic, Syok
distributive, Syok hemoragik. Infark miokard, Iskemik miokard, Ruptur
miokard, Miokarditis, Edema paru kardiogenik dan Emboli paru. 1,2,3
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap
terutama berguna untuk mengeksklusikan anemia. Peningkatan jumlah
leukosit hitung menandakan kemungkinan adanya infeksi, sedangkan jumlah
platelet yang rendah mungkin disebabkan oleh koagulopati yang disebabkan
oleh sepsis. Pemeriksaan biokimia darah termasuk elektrolit, fungsi ginjal,
fungsi hati, bilirubin, aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), laktat dehidrogenase (LDH), dapat dilakukan untuk
menilai fungsi organ-organ vital. Pemeriksaan enzim jantung perlu dilakukan
termasuk kreatinin kinase dan subklasnya, troponin, myoglobin, dan LDH
untuk mendiagnosa infark miokard. Kreatinin kinase merupakan pemeriksaan
yang paling spesifik namun dapat menjadi positif palsu pada keadaan
myopathy, hipotroidisme, gagal ginjal, serta injuri pada otot rangka. Nilai
myoglobin merupakan pemeriksaan yang sensitif pada infark miokard,
nilainya dapat meningkat 4 kali lipat dalam 2 jam. Nilai LDH dapat meningkat
pada 10 jam pertama setelah onset infark miokard dan mencapai kadar
puncak pada 24-48 jam, selanjutnya kembali ke kadar normal dalam 6-8 hari.
Troponin T dan I banyak digunakan dalam mendiagnosa infark miokard. Jika
kadar troponin meningkat namun tidak dijumpai adanya bukti klinis iskemik
jantung, maka harus segera dicari kemungkinan lain dari kerusakan jantung
misalnya miokarditis. Kadar troponin T meningkat dalam beberapa jam
setelah onset infark miokard. Kadar puncak dicapai dalam 14 jam setelah
onset, mencapai kadar puncak kembali pada beberapa hari setelah onset
(kadar puncak bifasik) dan tetap akan menunjukkan nilai abnormal dalam 10
hari. Hal ini menyebabkan kombinasi troponin T dan CK-MB menjadi
parameter diagnostik retrospektif yang amat bermanfaat bagi pasien yang
datangnya terlambat dari onset penyakit. Troponin T juga merupakan suatu
indikator prognostik independen sehingga dapat digunakan sebagai
stratifikator resiko pada pasien angina tidak stabil dan infark miokard
gelombang non-Q. pemerksaan analisa gas darah dapat melihat homeostasis
asam basa secara keseluruhan serta tingkat oksigenasi darah di arteri.
Peningkatan defisit basa di darah berhubungan dengan keparahan syok dan
sebagai marker dalam pemantauan selama resusitasi terhadap pasien syok.
Pemeriksaan laktat serial bermanfaat sebagai marker hipoperfusi dan
indikator dari prognosis. Meningkatnya kadar laktat pada pasien dengan
adanya gejala hipoperfusi menunjukkan prognosis yang buruk. Meningkatnya
kadar laktat selama proses resusitasi menunjukkan mortalitas yang sangat
tinggi. Kadar brain natriuretic peptide (BNP) berguna sebagai pertanda
adanya gagal jantung kongestif dan merupakan suatu indikator prognostik
yang independen. Nilai BNP yang rendah dapat menyingkirkan syok
kardiogenik pada keadaan hipotensi. Namun demikian, nilai BNP yang
meningkat tidak serta merta dikatakan syok kardiogenik. Pemeriksaan
saturasi oksigen juga bermanfaat khusunya dapat mendeteksi defek septum
ventrikel. 1,2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SYOK KARDIOGENIK


a. Definisi
Ketidakstabilan hemodinamik jantung akut dapat terjadi akibat
gangguan yang merusak fungsi miokardium, katup, sistem konduksi, atau
perikardium. CS didefinisikan secara pragmatis sebagai keadaan di mana
keluaran jantung tidak efektif yang disebabkan oleh gangguan jantung
primer menghasilkan manifestasi klinis dan biokimiawi dari perfusi jaringan
yang tidak adekuat. Presentasi klinis biasanya ditandai dengan hipotensi
persisten yang tidak responsif terhadap penggantian volume dan disertai
dengan gambaran klinis hipoperfusi organ akhir yang memerlukan
intervensi dengan pengobatan farmakologis atau mekanik.

b. Epidemiologi
CS memperumit 5% hingga 10% dari kasus MI akut dan
merupakan penyebab utama kematian setelah MI ST Elevasi infark
miokard (STEMI) dikaitkan dengan peningkatan risiko 2 kali lipat untuk CS
dibandingkan dengan non ST elevation myocardial infarction (NSTEMI).
Pasien dengan CS yang terkait dengan NSTEMI lebih kecil
kemungkinannya untuk menjalani kateterisasi jantung, menunda PCI dan /
atau graft bypass coronaryartery dan meningkatkan risiko mortalitas
dibandingkan dengan pasien dengan CS yang berhubungan dengan
STEMI. pada wanita, Asia, dan pasien berusia> 75 tahun. Insiden CS
meningkat dalam beberapa tahun terakhi, diagnosis yang lebih baik dan
akses ke perawatan yang lebih baik keduanya mungkin berkontribusi.
syok incardiogenik Penyebab paling umum dari gagal jantung
arecongestive yang remisi dan infark miokard baru, perempuan, status
sosial ekonomi rendah, penempatan alat sirkulasi mekanik (MCS),
atrifibrilasi, dan ventrikulartakrosia merupakan predikto terjadinya remisi.
Etiologi
Syok kardiogenik dapat terjadi akibat jenis disfungsi jantung berikut:
 Disfungsi sistolik
 Disfungsi diastolik
 Disfungsi katup
 Aritmia jantung
 Penyakit arteri koroner
 Komplikasi mekanis

Sebagian besar kasus syok kardiogenik pada orang dewasa


disebabkan oleh iskemia miokard akut. Memang, syok kardiogenik
umumnya dikaitkan dengan hilangnya lebih dari 40% kontraktilitas
miokardium LV, meskipun pada pasien dengan fungsi LV yang
sebelumnya terganggu, bahkan infark kecil dapat memicu syok. Syok
kardiogenik lebih mungkin terjadi pada orang yang berusia lanjut atau
diabetes atau pada orang yang pernah mengalami MI inferior sebelumnya .
Komplikasi MI akut, seperti regurgitasi mitral akut, infark RV
besar, ruptur septum interventrikular, dan tamponade dapat menyebabkan
syok kardiogenik. Kelainan konduksi (misalnya, blok atrioventrikular, sinus
bradikardia) juga merupakan faktor risiko.
Banyak kasus syok kardiogenik yang terjadi setelah akut coronari
sindrom mungkin disebabkan oleh pemberian obat. Penggunaan beta
bloker dan penghambat enzim conversi angiotensin (ACE) pada akut
coronari sindrom harus diatur dan dipantau dengan cermat.
Mekanisme respons inflamasi sistemik juga terlibat dalam etiologi
syok kardiogenik. Peningkatan kadar sel darah putih, suhu tubuh,
komplemen, interleukin, dan protein C-reaktif sering terlihat pada infark
miokard besar. Demikian pula, inflamasi nitric oxide synthetase (iNOS)
juga dilepaskan dalam kadar tinggi selama stres miokard. Selain itu, iNOS
mengarah pada ekspresi interleukin, yang dapat menyebabkan hipotensi.
Gagal ventrikel kiri
Disfungsi sistolik
Kelainan utama pada disfungsi sistolik adalah berkurangnya
kontraktilitas miokard. MI akut atau iskemia adalah penyebab paling
umum; syok kardiogenik lebih cenderung dikaitkan dengan MI anterior.
Penyebab disfungsi sistolik yang menyebabkan syok kardiogenik dapat
diringkas sebagai berikut:
 Iskemia / MI
 Hipoksemia global
 Penyakit katup
 Obat depresan miokard (misalnya, beta blocker, blocker saluran
kalsium, dan antiaritmia)
 Asidosis respiratorik
 Gangguan metabolisme (misalnya, asidosis, hipofosfatemia, dan
hipokalsemia)
 Miokarditis berat
 Kardiomiopati tahap akhir (termasuk penyebab katup)
 Bypass kardiopulmoner yang berkepanjangan.
 Obat kardiotoksik (mis., Doxorubicin [Adriamycin])
Peningkatan kekakuan ruang diastolik LV berkontribusi terhadap
syok kardiogenik selama iskemia jantung, serta pada tahap akhir syok
hipovolemik dan syok septik. Peningkatan disfungsi diastolik sangat
merugikan ketika kontraktilitas sistolik juga tertekan. Penyebab syok
kardiogenik terutama karena disfungsi diastolik dapat diringkas sebagai
berikut:
 Iskemia
 Hipertrofi ventrikel
 Kardiomiopati restriktif
 Syok hipovolemik atau septik yang berkepanjangan
 Saling ketergantungan ventrikel
 Kompresi eksternal oleh tamponade perikardial

Afterload yang sangat meningkat


Peningkatan afterload, yang dapat merusak fungsi jantung, dapat
disebabkan oleh hal berikut:
 Stenosis aorta
 Kardiomiopati hipertrofik
 Obstruksi saluran keluar aorta dinamis
 Koarktasio aorta
 Hipertensi maligna

Kelainan valvular dan struktural


Disfungsi katup dapat langsung menyebabkan syok kardiogenik,
atau dapat memperburuk etiologi syok lainnya. Regurgitasi mitral akut
yang sekunder akibat ruptur atau disfungsi otot papiler disebabkan oleh
cedera iskemik. Jarang, obstruksi akut katup mitral oleh trombus atrium
kiri dapat menyebabkan syok kardiogenik dengan cara penurunan curah
jantung yang parah. Regurgitasi aorta dan mitral mengurangi aliran ke
depan,meningkatkan tekanan end-diastolik, dan memperparah syok
terkait dengan etiologi lain.
Kelainan valvular dan struktural yang berhubungan dengan syok
kardiogenik meliputi:
 Stenosis mitral
 Endokarditis
 Regurgitasi aorta mitral
 Obstruksi karena myxoma atrium atau trombus
 Disfungsi atau pecahnya otot papiler
 Septum pecah atau aritmia dinding bebas
 Tamponade
Berkurangnya kontraktilitas
Pengurangan kontraktilitas miokard dapat disebabkan oleh hal berikut:

 Infark RV
 Iskemia
 Hipoksia
 Asidosis

Gagal ventrikel kanan


Afterload yang sangat meningkat
Peningkatan afterload yang terkait dengan kegagalan RV dapat terjadi
sebagai berikut:
 Emboli paru (PE)
 Penyakit vaskular paru (mis., Hipertensi arteri pulmonalis dan
penyakit veno-oklusif)
 Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)
 Fibrosis paru
 Gangguan pernapasan saat tidur
 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

Aritmia
Takaritmia ventrikel sering dikaitkan dengan syok kardiogenik. Selain itu,
bradaritmia dapat menyebabkan atau memperburuk syok karena etiologi
lain. Sinus takikardia dan takiaritmia atrium berkontribusi terhadap
hipoperfusi dan memperparah syok.

Patofisiologi
pengurangan kontraktilitas miokard akibat berkurangnya curah
jantung, hipotensi, hambatan sistemik, dan iskemia jantung. Terjadi
vasokontriksi perifer dan kerusakan organ akhir, yang berasal dari volume
stroke yang tidak efektif dan kompensasi sirkulasi yang tidak mencukupi.
Kompensasi vaso-konstriksi perifer pada awalnya dapat meningkatkan
perfusi koroner dan perifer, namun berkontribusi terhadap peningkatan
after-load jantung yang membebani miokardium yang rusak.1,13Hasil ini
mengurangi aliran darah teroksigenasi ke jaringan perifer dan pada
akhirnya jantung.

Peradangan sistemik menyebabkan vasodilatasi patologis,


melepaskan nitric oxide synthase dan peroxynitrite, yang memiliki efek
inotropik. Interleukin dan tumor necrosis factor alpha (TNF-a) adalah
mediator inflamasi sistemik tambahan yang menghasilkan vasodilatasi
dan berkontribusi terhadap mortalitas pada pasien dengan CS.
Di bawah tekanan fisiologis normal, volume stroke ventrikel kanan
dan volume stroke ventrikel kiri sama. Gagal ventrikel kanan (RVF) terjadi
ketika tekanan ventrikel diastolik dan / atau sistolik tidak diimbangi oleh
proses adaptasi miokard normal untuk memberikan volume stroke yang
tepat. Aliran darah ke depan yang tidak adekuat dalam ventrikel kanan
terkompromikan (RV) menyebabkan defisit perfusi organ akhir bersamaan
dengan peningkatan tekanan vena. RV kurang adaptif terhadap afterload
tekanan dan lebih toleran terhadap volume berlebih dibandingkan ventrikel
kiri (LV) dan ini menjelaskan ketidakmampuan ventrikel kanan untuk
mentoleransi tekanan arteri pulmonalis yang sangat meningkat. Sebagai
hasil RVF dalam pelebaran RV, septum interventrikular dipindahkan ke
ruang ventrikel kiri, kompromi pengisian diastolik LV dan lebih lanjut
memperburuk hipoperfusi sistemik.
Riwayat dan Pemerikssan Fisis
Anamnesis yang baik harus diperoleh dari pasien (jika
memungkinkan) dan / atau keluarga pasien. Juga, peninjauan catatan
medis rawat jalan pasien (informasi mengenai faktor risiko, obat-obatan,
dan pemeriksaan tanda-tanda vital awal termasuk tekanan darah), serta
catatan medis rumah sakit, dapat memberikan petunjuk mengenai risiko
pasien untuk syok dan etiologi potensial. Gambaran dan gejala klinis
dapat bervariasi sesuai dengan jenis dan tahap syok. Gambaran /
laboratorium klinis paling umum yang menunjukkan syok termasuk
hipotensi, takikardia, takipnea, perolehan atau status mental tidak normal,
dingin, ekstremitas lembap, kulit berbintik-bintik, oliguria, asidosis
metabolik, dan hiperlaktatemia.fitur-fitur yang berkaitan dengan penyebab
syok yang mendasarinya dapat hadir.
Gejala syok kardiogenik bervariasi. Manifestasi klinis syok yang paling
umum, seperti hipotensi, perubahan status mental, oliguria, dan akral
dingin , dapat dilihat pada pasien dengan syok kardiogenik.
Riwayat terdahulu memainkan peran yang sangat penting dalam
memahami etiologi syok dan dengan demikian membantu dalam
manajemen syok kardiogenik.
Pasien juga harus dinilai untuk faktor risiko jantung:
 Diabetes mellitus
 Merokok
 Hipertensi
 Hiperlipidemia
 Riwayat keluarga dengan penyakit arteri koroner prematur
 Usia lebih dari 45 pada pria dan lebih dari 55 pada wanita
   
Temuan pemeriksaan fisik pada pasien dengan syok kardiogenik meliputi:
 Perubahan status mental
 sianosis
 kulit dingin pada ekstremitas
 Denyut nadi lemah, cepat, dan kadang tidak teratur jika ada
aritmia yang mendasarinya
 Distensi vena jugulari
  Bunyi jantung berkurang, S3 atau S4, mungkin ada, murmur pada
kelainan katup seperti regurgitasi mitral atau stenosis aorta
 Kongesti paru mungkin berhubungan dengan ronkhi
 Edema perifer mungkin ada dalam pengaturan kelebihan cairan

Diagnosis
Diagnosis cepat dengan terapi suportif yang cepat dan revaskularisasi
arteri koroner memainkan peran penting dalam mencapai hasil yang baik
pada pasien dengan syok kardiogenik.
Evaluasi/Pemeriksaan diagnostik syok kardiogenik meliputi:
 Pemeriksaan darah lengkap
 Analisis gas darah
 Laktat
 Tes enzim jantung
 Rontgen dada
 Elektrokardiogram
 Ekokardiografi
 Ultrasonografi untuk mengetahui manajemen cairan
 Angiografi koroner

Syok kardiogenik adalah keadaan darurat yang membutuhkan


terapi resusitasi segera sebelum kerusakan permanen organ vital.
Diagnosis cepat dengan inisiasi terapi farmakologis yang cepat untuk
menjaga tekanan darah dan untuk mempertahankan pernafasan bersama
dengan pembalikan penyebab yang mendasari memainkan peran penting
dalam prognosis pasien dengan syok kardiogenik.

Resusitasi, Ventilasi, dan Intervensi Farmakologis

1. Pastikan Airway dan Breathing stabil, posisikan setengah duduk,


pasang akses vena dan kateter urin, serta berikan oksigen
2. Penatalaksanaan awal meliputi resusitasi cairan untuk memperbaiki
hipovolemia dan hipotensi, kecuali ada edema paru. Pasang
kateter arteri pulmonalis (Swan-Ganz) untuk melihat tekanan
pengisian dan curah jantung terutama pada pasien hipotensi berat.
dan oksimetri perkutan memantau secara rutin.
Pada keadaan dimana terdapat keraguan tentang kecukupan
volume intravaskular, dapat dilakukan fluid challenge, test sebagai
berikut : berikan sekitar 250 cc cairan kristaloid melalui infus dalam 2
menit (diperlukan kanul iv dan tekanan cairan yang besar), respon
berupa peningkatan tekanan darah, berkurangnya frekuensi detak
jantung dan perbaikan perfusi perifer menandakan adanya
hipovolemia. Pada keadaan dimana terpasang kateter
CVP,hipovolemia di indikasikan sebagai peningkatan yang kecil
(kurang sama dengan 3 mm Hg) dari CVP saat diberikan kristaloid 250
cc kristaloid.CVP yang meningkat lebih 3 mmHg mengindikasikan
sistem vena telah jenuh cairan dan pemberian cairan berikutnya akan
membebani ventrikel kanan.

Hemodinamik Support
Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin adalah obat vasokonstriksi
yang membantu menjaga tekanan darah yang memadai selama hipotensi
yang mengancam jiwa dan membantu menjaga tekanan perfusi untuk
mengoptimalkan aliran di berbagai organ. Tekanan darah rata-rata yang
diperlukan untuk splanknik dan perfusi ginjal yang memadai (rerata
tekanan arteri [MAP] 60 atau 65 mm Hg) didasarkan pada indeks klinis
fungsi organ.
Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan
volume intravaskular yang adekuat, inisiasi terapi obat inotropik dan / atau
vasopresor mungkin diperlukan. Dopamin meningkatkan kontraktilitas
miokard dan mendukung tekanan darah; Namun, itu dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard. Dobutamine mungkin lebih disukai jika
tekanan darah sistolik lebih tinggi dari 80 mm Hg; ini memiliki keuntungan
tidak mempengaruhi oksigen miokard sebanyak dopamin. Namun,
takikardia yang dihasilkan dapat menghalangi penggunaan agen inotropik
ini pada beberapa pasien. Dopamin akan menyebabkan lebih banyak
takikardia daripada dobutamin untuk setiap peningkatan yang sesuai pada
curah jantung.
Dopamin biasanya dimulai dengan dosis 5-10 mcg / kg / menit IV,
dan kecepatan infus disesuaikan dengan tekanan darah dan parameter
hemodinamik lainnya. Seringkali, pasien mungkin memerlukan dosis tinggi
dopamin (sebanyak 20 mcg / kg / menit).
Jika pasien tetap hipotensi meskipun dosis dopamin sedang,
vasokonstriktor langsung (misalnya, norepinefrin) harus dimulai dengan
dosis 0,5 mcg / kg / menit dan dititrasi untuk mempertahankan MAP 60
mm Hg. Vasokonstriktor poten (mis. Norepinefrin) paling baik digunakan
untuk situasi hipotensi refraktori dan hipoperfusi organ karena perannya
yang tidak menguntungkan dalam meningkatkan afterload dan tekanan
pengisian jantung dan, akibatnya, mengganggu curah jantung. Namun,
satu studi pasien dengan syok tidak menemukan perbedaan dalam hasil
antara pengobatan dengan norepinefrin dan pengobatan dengan dopamin
Tidak ada konsensus mengenai pilihan lini pertama vasopressor
pada syok kardiogenik. Namun, karena norepinefrin dikaitkan dengan
sedikit aritmia daripada vasopresor lainnya, ini mungkin merupakan
vasopresor pilihan untuk digunakan bagi banyak pasien dengan syok
kardiogenik.
Berikut ini adalah ulasan singkat tentang mekanisme aksi dan
indikasi untuk obat yang digunakan untuk dukungan hemodinamik syok
kardiogenik.
1. Dopamine
Dopamin adalah prekursor norepinefrin dan epinefrin yang memiliki
efek yang bervariasi sesuai dengan dosis yang diberikan. Dosis kurang
dari 5 mcg / kg / menit menyebabkan vasodilatasi pada ginjal,
mesenterika, dan koroner. Dengan dosis 5-10 mcg / kg / menit, efek
beta 1-adrenergik menginduksi peningkatan kontraktilitas jantung dan
denyut jantung.Pada dosis yang lebih tinggi dari 10 mcg / kg / menit,
efek alpha-adrenergik yang dominan menyebabkan vasokonstriksi
arteri dan peningkatan tekanan darah. Tekanan darah meningkat
terutama akibat efek inotropiknya. Efek yang tidak diinginkan adalah
takikardia dan peningkatan pirau paru, serta potensi penurunan perfusi
dan peningkatan tekanani arteri pulmonalis.
2. Norepinefrin
Norepinefrin adalah agonis alpha-adrenergik kuat dengan efek
agonis beta1-adrenergik minor. Norepinefrin dapat meningkatkan
tekanan darah dengan baik pada pasien yang tetap hipotensi setelah
dopamin. Dosis norepinefrin dapat bervariasi dari 0,2 hingga 1,5 mcg /
kg / mnt, dan dosis tinggi (hingga 3,3 mcg / kg / mnt) telah digunakan
karena regulasi reseptor alfa pada orang dengan sepsis.

3. Epinefrin
Epinefrin adalah agonis reseptor alfa1, beta1, dan beta2. Ini
dapat meningkatkan MAP dengan meningkatkan indeks jantung dan
volume stroke, serta resistensi vaskular sistemik (SVR) dan denyut
jantung. Epinefrin mengurangi aliran darah splanknik dan dapat
meningkatkan pengiriman dan konsumsi oksigen.
Administrasi agen ini dapat dikaitkan dengan peningkatan
konsentrasi laktat sistemik dan regional. Penggunaan epinefrin hanya
dianjurkan pada pasien yang tidak responsif terhadap agen tradisional.
Efek yang tidak diinginkan lainnya termasuk peningkatan konsentrasi
laktat, potensi untuk menghasilkan iskemia miokard, aritmia, dan
pengurangan aliran splanknik.
4. Levosimendan

Levosimendan, banyak digunakan di Eropa tetapi tidak disetujui


untuk digunakan di Amerika Serikat, dapat dipertimbangkan untuk
digunakan bersama dengan vasopresor untuk meningkatkan aliran
darah koroner. Agen ini bertindak dengan meningkatkan sensitivitas
myofilament jantung terhadap kalsium, daripada meningkatkan
konsentrasi kalsium bebas intraseluler. Levosimendan menstabilkan
troponin C dan kinetika jembatan silang aktin-myosin tanpa
meningkatkan konsumsi miokard dari adenosin trifosfat (ATP).
Levosimendan adalah inotrop kuat dan juga vasodilator dari sirkulasi
arteri, vena, dan koroner. Ini harus digunakan dengan hati-hati,
bagaimanapun, karena dapat menyebabkan hipotensi.

Terapi suportif inotropik

1. Dobutamine

Dobutamine (agen simpatomimetik) adalah agonis reseptor


beta1, meskipun memiliki beberapa reseptor beta2 dan aktivitas
reseptor alfa minimal. Ini digunakan dalam kisaran dosis 2 hingga 20
mcg / kg / menit dan memiliki paruh sekitar 2 menit. Dobutamin IV
menginduksi efek inotropik positif yang signifikan, dengan efek
kronotropik ringan melalui aktivasi adenil siklase, peningkatan siklik
adenosin monofosfat siklik (cAMP) dan, oleh karena itu, meningkatkan
kalsium. Ini juga menginduksi vasodilatasi perifer ringan (penurunan
afterload). Efek gabungan dari peningkatan inotropi dan penurunan
afterload menginduksi peningkatan yang signifikan pada curah jantung.
Terapi Trombolitik

Meskipun terapi trombolitik (TT) mengurangi angka kematian


pada pasien dengan MI akut, manfaatnya untuk pasien dengan syok
kardiogenik sekunder akibat MI tidak terlalu brpengaruh. Ketika digunakan
pada awal MI, TT mengurangi kemungkinan pengembangan syok
kardiogenik setelah kejadian awal.
Dalam uji coba Gruppo Italiano Per lo Studio Della Streptokinase
Nell'Infarto Miocardio, tingkat kematian 30 hari adalah 69,9% pada pasien
dengan syok kardiogenik yang menerima streptokinase, dibandingkan
dengan 70,1% pada pasien yang menerima plasminogen.
Demikian pula, penelitian lain yang menggunakan aktivator
plasminogen jaringan tidak menunjukkan penurunan angka kematian
akibat syok kardiogenik. Tingkat reperfusi arteri yang berhubungan
dengan infark yang lebih rendah pada pasien dengan syok kardiogenik
dapat membantu menjelaskan hasil yang mengecewakan dari TT. Alasan
lain untuk kemanjuran TT yang menurun adalah adanya hemodinamik,
mekanis, dan metabolik yang menyebabkan syok kardiogenik yang tidak
terpengaruh oleh TT.
Kasus dari tiwi
Anak dbd tidak diberikan cairan selama 4 jam oleh pertugas medis
Kasus dari kiki
Sholat di masjid pas PSSB, tapi mereka melanggar aturan PSSB dengan
cara kekerasan, dengan cara memukul orang yang sholat.
Kasus dari nisa
Seorang anak anak datang diantar orang tuanya mengeluhkan telah
disodomi oleh guru mengajinya. Orang tua mengantar anaknya untuk
visum, setelah dilakukan anamnesis ternyata anak ini mengaku telah di
cium oleh guru mengajinya, tp pemeriksaan fisisi tidak didapatkan tanda
tanda kekerasan pada anak tersebut.
Kasus dari fadil
Pasien konsultasi bedah app, hamil gravid 22 minggu, pasien sebenarnya
sudah bisa di opp tapi karena hamil jadi ditunda dengan pemberian oral
saja, tp di takuti dengan keluarga bahwa pemahaman usus buntu bisa
pecah, sehingga dia berpikir ingin mengngurkan anak nya/aborsi
Kasus dari fitria
Pas lagi jaga di icu , residen ulang tahun makan kue sendiri padahal
tempat icu, bukan tempat makan.

Anda mungkin juga menyukai