Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2021


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SURGICAL MANAGEMENT OF MULTILEVEL LUMBAR


SPONDYLOLYSIS: A CASE REPORT AND REVIEW OF THE
LITERATURE

Disusun Oleh:

Sayyidatul Auliya
111 2020 2020

Pembimbing
dr. Yusuf Kidingallo, M.Kes, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : SAYYIDATUL AULIYA

NIM : 111 2020 2020

Laporan Kasus : Surgical Management Of Multilevel Lumbar

Spondylolysis: A Case Report and Review Of The

Literature

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian

Ilmu Kedokteran Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia.

Makassar, Maret 2021

Mengetahui,

Dokter Pendidik Klinik Penulis

dr. Yusuf Kidingallo, M.Kes, Sp.Rad Sayyidatul Auliya


ABSTRAK

Spondilolisis lumbal bertingkat menyumbang kurang dari 6% dari

kasus spondilolisis lumbal dan pengobatannya, seperti yang dilaporkan

dalam literatur, belum konsisten. Kurang dari sepuluh kasus yang

menunjukkan triple lumbar spondylosis telah dipublikasikan. Kami

menjelaskan kasus seorang pria 33 tahun yang mengalami lisis isthmic

L3, L4, dan L5 bilateral tanpa spondylolisthesis atau degenerasi diskus.

MRI dan CT dari elemen-elemen keputusan tulang belakang lumbal dalam

pilihan terapeutik dan perawatan bedah yang dilakukan adalah perbaikan

ismik L3 dan L4 bilateral melalui pendekatan gabungan L5S1 anterior

danposterior. Hasil klinis dan radiologi baik pada kunjungan tindak lanjut

terakhir.

Kata Kunci: Spondylosis Lumbar Bertingkat, Spinal Fusion, Direct Repair,

Isthmic Spondylosis, MRI


BAB I

PENDAHULUAN

Spondylolisthesis didefinisikan oleh anterior tergelincir dari tubuh

vertebral dalam kaitannya dengan vertebra subjacent. klasifikasi

spondylolisthesis ke dalam lima kategori: displastik, degeneratif, traumatis,

patologis, dan isthmic, yang terakhir menjadi penyebab tersering. Insiden

spondilolisis lumbal pada populasi dewasa sekitar 6% dan di lebih dari

90% kasus melibatkan tingkat L5 [3] . Spondilolisis lumbal bertingkat

jarang terjadi dapat menyebabkan hingga 5,6% kasus spondilolisis lumbal

dan lebih dari 60% melibatkan dua tingkat, L4 dan L5. Kurang dari

sepuluh kasus spondilolisis lumbal tiga tingkat telah dilaporkan dalam

literatur. Kami meninjau pilihan manajemen yang dibuat dalam kasus ini

dan menyajikan kasus spondilolisis bilateral lumbal rangkap tiga.


Laporan Kasus

Seorang laki-laki berusia 33 tahun mengalami nyeri punggung bawah

selama 5 tahun sebelumnya dengan iradiasi siatik ke tungkai kiri bawah.

Ia bekerja sebagai tukang listrik dan riwayatnya termasuk kecelakaan

sepeda motor 10 tahun sebelumnya dan obesitas: BMI = 32. Perawatan

medis dengan antalgesik, obat antiradang, dan myorelaxant tidak

memperbaiki situasi, begitu pula L4-L5 dan Infiltrasi sendi L5 – S1.

Pemeriksaan klinis menunjukkan tanda Lasègue positif di kaki kiri pada

usia 45 tahun, tanpa defisit motorik sensorik.

CT tulang belakang lumbal menunjukkan lisis isthmic L3, L4, dan L5

bilateral tanpa spondylolisthesis (Gambar 1 dan 2). Tidak ada kelainan

pada lengkung posterior, displasia, atau tulang belakang yang ditemukan.

MRI lumbar menemukan cakram L3L4 dan L4L5 utuh tanpa kompresi akar

saraf dan cakram L5-S1 dengan tanda-tanda awal diskopati. Hasil rontgen

tulang belakang menunjukkan tiga lisis isthmic bilateral pada punggung

tipe 4 menurut klasifikasi Roussouly.

Mengingat ketidaknyamanan fungsional pasien ini dan kegagalan

perawatan medis, indikasin untuk manajemen bedah dengan perbaikan

isthmic L3 dan L4 dan artrodesis L5-S1 tetap dipertahankan. Intervensi

bedah dilakukan dalam dua tahap. Fase operasi pertama adalah fusi L5-

S1 menggunakan pendekatan gabungan. Setelah menempatkan L5-S1

melalui pendekatan retroperitoneal, pasien dibalik ke posisi dekubitus

ventral dan stabilisasi L5-S1 dilakukan melalui pendekatan posterior serta


perbaikan isthmic L3 dan L4 bilateral. Setelah arthrectomy L5-S1 bilateral,

artrodesis dilakukan dengan menempatkan dua batang titanium berkontur

dengan empat sekrup pedikuler. Isthmic L3 dan L4 diidentifikasi dan area

lisis dikuret, disegarkan, dan kemudian dicangkok dengan substansi

tulang autologous. Pemulihan pascabedah imun terjadi dengan baik,

dengan defisit neurologis. Penyangga dipasang selama 3 bulan.

Rontgen lanjutan dan CT diambil pada hari ke-3 pasca operasi dan

perkembangan klinis dan radiologis menguntungkan 6 bulan setelah

operasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Spondilo berasal dari Bahasa Yunani yang berarti tulang belakang.

Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang

belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus

intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak,

atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang

terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang

posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus).

Secara singkat, sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi

degenerasi pada  sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus

vertebra dan ligament (terutama ligament flavum).

B. Anatomi dan Fisiolgi

1. Struktur vertebra lumbalis

Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang

memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis,

meliputi 7 columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal,

5 columna vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4

columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan ampak os

menyatu menjadi sacrum-coccyx pada umur 20 sampai 25 tahun.

Susunan tulang vertebra secara umum terdiri dari corpus, arcus

dan foramen vertebra.


a. Korpus

Merupakan bagian terbesar dai vertebra, berbentuk silindris

yang mempunyai beberapa facies, yaitu : anterior dan superior.

b. Arcus

Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangal

pada korpus menuju dorsal dan ada tonjolan kearah lateral yang

disebut prosesus spinosus.

c. Foramen vertebra

Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara korpus

dan arkus. Formen vertebra ini membentuk saluran yang

disebut canalis vertebralis yang berisi medula spinalis. Canalis

spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di lateral di tiap

segmen, yaitu foramina intervertebralis.

2. Diskus intervertebralis

Merupakan struktur elastis diantara korpus vertebra. Struktur diskus

bagian dalam disebut nukleus pulposus sedangkan bagian tepi

disebut anulus fibrosus. Diskus berfungsi sebagai bantalan sendi

antar korpus yang berdekatan untuk menahan tekanan dan

menumpu berat badan.

3. Stabilitas

Stabilitas pada vertebra ada dua macam, yaitu pasif dan aktif.

Stabilitas pasif terdiri dari:


a. Ligamentum longitudinal anterior yang melekat pada bagian

anterior tiap diskus dan anterior korpus vertebra yang berfungsi

mengontrol gerakan ekstensi.

b. Ligamentum longitudinal posterior yang memanjang dan

melekat pada bagian posterior diskus dan posterior korpus

vertebra yang berfungsi untuk mengontrol gerakan fleksi.

c. Ligamentum flavum terletak di dorsal vertebra diantara lamina

yang berfungsi melindungi ampak spinalis dari posterior

d. Ligamentum transversus melekat pada tiap prosesus tranversus

yang berfungsi mengontrol gerakan fleksi.

Sedangkan yang berfungsi sebagai stabilitas aktif adalah

otot-otot penggerak lumbal, antara lain: m. rektus abdominis, m.

psoas mayor, m. quadratus lumborum yang terletak di anterior dan

lateral serta m. longisimus torakalis, m. iliocostalis di posterior.


Fungsi kolumna vertebralis yaitu sebagai berikut:

(1) Menyangga berat kepala dan batang tubuh

(2) Memungkinkan pergerakan kepala dan batang tubuh

(3) Melindungi medulla spinalis

(4) Memungkinkan keluarnya nervus spinalis dari kanalis

spinalis

(5) Tempat untuk perlekatan otot.

Di sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang nervus

spinalis melalui radix anterior (motorik dan posterior (sensorik).

Masing-masing radix melekat pada medula spinalis melalui

sederetan radices (radix kecil) yang terdapat di sepanjang

segmen medulla spinalis. Setiap radix mempunyai sebuah

ganglion radix posterior yang axon sel-selnya memberikan

serabut-serabut saraf perifer dan pusat. Radix nervus spinalis

berjalan dari masing-masing segmen spinalis foramen

intervertebralis yang sesuai tempat keduanya menyatu


membentuk nervus spinalis. Di sini antara saraf sensorik dan

motorik bercampur. Karena pertumbuhan memanjang columna

vertebralis tidak sebanding dengan pertumbuhan medulla

spinalis, panjang radix n.spinalis bertambah panjang dari atas

ke bawah. Di daerah cervikal atas, radix nervus spinalis pendek

dan bearjalan hampir horizontal, tetapi di bawah di ujung

medula (pada orang dewasa di L1) membentuk seberkas saraf

vertikal di sekitar filum terminal vertebra yang disebut cauda

equina.

C. Epidemiologi

Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang

asimtomatis. Di Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia

lebih dari 40 tahun mengalami spondiosis lumbalis, meningkat dari 3%

pada individu berusia 20-29 tahun. Di dunia, spondilosis lumbal dapat

mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan mungkin

tidak dapat dihindari, bersamaan dengan usia. Kira-kira 84% pria dan

74% wanita mempunyai osteofit vertebralis, yang sering terjadi setinggi

T9-10. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita berusia 55-64 tahun

mempunyai osteofit lumbalis. Kira-kira 20% pria dan 22% wanita

berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis.

D. Etiologi dan faktor risiko

Spondilosis lumbal muncul karena proses penuaan atau

perubahan degeneratif.  Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45


tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak

menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang

dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah :

1. Kebiasaan postur yang jelek

2. Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang

melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan

membawa/memindahkan barang.

3. Tipe tubuh

Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi

degenerasi pada vertebra lumbal yaitu:

a. Faktor usia

Beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan

bahwa proses penuaan merupakan faktor resiko yang sangat

kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra.

Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis

deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0%

- 72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus

terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98% pada

usia 70 tahun.

b. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan

Degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas

tertentu. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden

trauma pada lumbal, indeks massa tubuh, beban pada lumbal


setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek

yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti

berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat

meningkatkan kemungkinan spondylosis dan keparahan

spondylosis.

c. Peran herediter

Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan

degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor

menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada

osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua

penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan

degenerative yang menunjukkan bahwa sekitar 47–66%

spondylosis berkaitan dengan faktor genetic dan lingkungan,

sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan

resistance training.

d. Adaptasi fungsional

Perubahan   ampak osis pada diskus berkaitan dengan beban

mekanikal dan ampak os vertebra. Osteofit mungkin terbentuk

dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin

terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk

akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau

perubahan tuntutan pada vertebra lumbal.


E. Patogenesis

Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis

yang tersusun atas banyak unit rigid (vertebra dan unit fleksibel (diskus

intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset,

ligament-ligament dan otot paravertebralis. Konstruksi yang unik ini

memungkinkan fleksibilitas dan memberikan perlindungan yang

maksimal terhadap sumsum tuang belakang. Lengkungan tulang

belakang akan menyerap goncangan saat lari atau melompat.

Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia

bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas

fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi

fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Penonjolan faset dapat

mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis

spinalis yang menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf tersebut.

F. Gambaran klinis

Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine

akibat iritasi nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint,

diskus intervertebralis, sacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan

struktur myofascial didalam axial spine. Perubahan degenerasi

anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam gambaran klinis

dari stenosis spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal melalui

pertumbuhan osteofit yang progresif, hipertropi processus articular


inferior, herniasi diskus, bulging (penonjolan) dari flavum, atau

spondylolisthesis. Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik

claudication, yang mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa

kebas dan kelemahan motoric pada ekstremitas bawah yang dapat

diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan diperingan saat duduk dan

tidur terlentang. Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan

kekakuan gerak pada pagi hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih

dari satu segmen. Pada saat aktivitas, biasa timbul nyeri karena

gerakan dapat merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus

fibrosus dan facet joint. Duduk dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan nyeri dan gejala-gejala lain akibat tekanan pada

vertebra lumbar. Gerakan yang berulang seperti mengangkat beban

dan membungkuk (seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat

meningkatkan nyeri.

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk melihat gambaran

yang mungkin dapat terlihat, seperti:

1. Penyempitan ruang discus intervertebralis

2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf

3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae

4. Pemadatan Corpus vertebrae

5. Porotik (Lubang) pada tulang


6. Vertebrae tampak seperti bamboo (Bamboo Spine)

7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur

8. Celah sendi menghilang

Adapun pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain:

a. Foto polos lumbosakral dengan arah anteroposterior, lateral dan

oblique sangat membantu untuk melihat keabnormalan pada

tulang. Menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan

bentuk foramina intervertebralis dan facet joint, menunjukkan

spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan

spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis

recessus lateralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini.

b. Mielografi merupakan tindakan invasif dengan memasukan

cairan berwarna medium ke kanalis spinalis sehingga struktur

bagian dalamnya dapat terlihat. Myelografi digunakan untuk

penyakit yang berhubungan dengan diskus intervertebralis,

tumor atau abses.

c. CT scan adalah metode terbaik untuk mengevaluasi adanya

penekanan tulang dan terlihat juga struktur yang lainnya, antara

lain ukuran dan bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet

joint, lamina, dan juga morfologi discuss intervertebralis, lemak

epidural dan ligamentum clavum juga.


d. MRI memberikan gambaran yang lebih jelas CT scan. Jelas

lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus

dan saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi

canalis spinalis. Disamping itu, di luar dari penampakan

degradasi diskus pada T2 weighted image, biasanya tidak

dilengkapi informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis

lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan

pemakaian MRI yang cepat yang merupakan metode non

invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan

bertambah. Khususnya kemungkinan untuk melakukan

rangkaian fungsional spinal lumbalis akan sangat bermanfaat.

Sangat penting bahwa semua gambaran radiologis

berhubungan dengan gejala-gejala, karena penyempitan

asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering ditemukan

baik stenosis dari segmen yang asimptomatik atau pasien yang

sama sekali asimptomatik dan seharusnya tidak diperhitungkan.

e. Electro miography (EMG)/Nerve conduction study (NCS)

digunakan untuk pemeriksaan saraf pada lengan dan kaki. EMG

dapat memberikan informasi tentang:

1). Adanya kerusakan pada saraf

2). Lama terjadinya kerusakan saraf (akut/kronik)

3). Lokasi terjadinya kerusakan saraf


4). Tingkat keparahan dari kerusakan saraf

5). Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf.

H. Penatalaksanaan

Pengobatan harus disesuaikan dengan pasien, usia dan tujuan.

Pada kebanyakan pasien dapa dicapai perbaikan yang nyata atau

berkurangnya gejala-gejala. Gejala-gejala radikuler intermitten

neurogenik lebih mudah berkurang dengan pengobatan daripada nyeri

punggung, yang menetap sampai pada 1/3 pasien.

1. Pengobatan konservatif

Pengobatan ini terdiri dari analgesik dan memakai korset

lumbal yang mana dengan mengurangi lordosis lumbalis dapat

memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak saat berjalan. Pada

beberapa kelompok pasien, perbaikan yang mereka rasakan cukup

memuaskan dan jarak saat berjalan cukup untuk kegiatan sehari-

hari. Percobaan dalam 3 bulan direkomendasikan sebagai bentuk

pengobatan awal kecuali terdapat defisit motoric atau defisit

neurologis yang progresif. Terapi konservatif untuk stenosis spinalis

lumbalis dengan gejala-gejala permanen jarang sekali berhasil

untuk waktu yang lama, berbeda dengan terapi konservatif untuk

herniasi diskus.

Terapi medis dipergunakan untuk mencari penyebab

sebenarnya dari gejala nyeri punggung dan nyeri skiatika.


- Jangan menyimpulkan bahwa gejala pada pasien

berhubungan dengan osteofitosis. Carilah penyebab

sebenarnya dari gejala pada pasien.

- Jika muncul gejala terkenanya akar saraf, maka

diindikasikan untuk bed rest total selama dua hari. Jika hal

tersebut tidak mengatasi keluhan, maka diindikasikan untuk

bedah eksisi.

- Pengobatan tidak diindikasikan pada keadaan tanpa

komplikasi.

2. Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif

gagal dan adanya gejala-gejala permanen khususnya ampak

mototrik. Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa

komplikasi.

Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya

persinggungan dengan nervus skiatika yang tidak membaik dengan

bed rest total selama 2 hari.

- Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit

yang mungkin terjadi hanya jika sebuah neuroforamen ukurannya

berkurang 30% dari normal.


- Reduksi tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau

tinggi foramen sampai kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis

kompresi saraf yang diinduksi osteofit.

- Jika spondylosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis

spinalis adalah komplikasi yang mungkin terjadi.

- Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta.

Aneurisma aorta dapat menyebabkan erosi tekanan dengan

vertebra yang berdekatan. Jika osteofit muncul kembali, tanda yang

pertama muncul seringkali adalah erosi dari osteofitosteofit

tersebut, sehingga tidak ampak lagi.

- Terdapat kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang menekan

duodenum.

I. Komplikasi

Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan

pada penderita nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini

terjadi karena pasien selalu memposisikan tubuhnya kearah yang lebih

nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini didukung

oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.


BAB III

KESIMPULAN

Spondilosis lumbalis merupakan perubahan pada sendi tulang

belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus

intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak,

atau berupa pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit) . Spondilosis

lumbalis dapat simptomatis dan asimptomatis. Spondilosis lumbalis

menimbulkan manifestasi klinis berupa neurogenik claudication jika telah

mengenai nervus spinalis.

Spondilosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan

degeneratif.  Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan

paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang

pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat

menyebabkan spondylosis lumbal adalah kebiasaan postur yang jelek,

stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang

melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan

barang dan tipe tubuh.

Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication,

yang mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan

kelemahan motorik pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat

berdiri dan berjalan, dan diperingan saat duduk dan tidur terlentang.

Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak

pada pagi hari.


Pemeriksaan penunjang yaitu berupa Foto polos lumbosakral

dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique, Mielografi, CT scan,

MRI, dan Electro miography (EMG)/Nerve conduction study (NCS).

Penatalaksanaan spondilosis lumbalis dengan terapi konserfatif dan terapi

pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Lumbar Spine Stenosis A Common - Medical

Illustration_files. 1998. In : http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd.

2. Anonim. Anatomy of the Vertebral Column with Typical Cervical

and Lumbar Vertebrae-Medical Illustration_files. 2004. In :

http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd

3. Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur

Sistem Apley. Jakarta : Widya Medika.

4. Presentation and Treatment Approaches. Vol 2:94-104. Pubmed.

5. Prescher, Andreas. 2002. Anatomy and Pathology of the Aging

Spine. Vol 23:181-195. European Journal of Radiology.

6. Thamburaj V. Lumbar spondylosis. 2007. In:

http://www.pubmedcentral.nih.gov.

Anda mungkin juga menyukai