SEMOL KUBOL
NIM : 201701139
SEKOLAH TINGGI ILMU KESAHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
127
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 127 - 134, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
128
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 127 - 134, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
129
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 127 - 134, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
130
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 127 - 134, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
131
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 127 - 134, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
mahasiswa pada setiap tingkatnya. maka dari itu, setiap mahasiswa dan
pihak kampus diharapkan dapat menerapkan iklim caring di dalam
kampus sehingga interaksi caring pada mahasiswa dapat meningkat.
132
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 127 - 134, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
ABSTRAK
Mahasiswa dihadapkan pada berbagai macam hambatan dalam proses mengerjakan skripsi
sehingga menyebabkan mahasiswa menjadi stress. Tingkat stres mahasiswa erat kaitannya
dengan kondisi kesejahteraan psikologis yang dialaminya di kehidupan kampus.Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara kesejahteraan psikologis dan tingkat stres
pada mahasiswa tingkat akhir. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi
dengan pendekatan cross sectional terhadap 108 mahasiswa tingkat akhir FIK UI yang sedang
mengerjakan skripsi dengan menggunakan metode pengampilan sampel total sampling.
Instrumen yang digunakan yaitu Ryff’s Scale of Psychological Well-being dan Student Nurse
Stress Index ( SNSI).Analisis uji statistik menggunakan uji korelasigamma. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara kesejahteraan psikologis dengan
tingkat stres dengan korelasi negatif (r= -0,649; p= 0.000). Pendidikan kesehatan dan
meningkatkan kesejahteraan psikologis perlu dilakukan sebagai cara untuk menurunkan
tingkat stres yang dialami mahasiswa tingkat akhir.
ABSTRACT
College students are faced with various kinds of obstacles in the process of working on a
thesis that causes students to become stressed.The level of student stress is closely related to
the conditions of psychological well-being experienced in campus life.This study was
conducted to correlation between psychological well-being and level of stress among the last
year college students. Methodology used descriptive correlative with cross sectional study,
used 108 the last year students in Faculty of Nursing Universitas Indonesia who is working
on a thesis and used total sampling. The instrument in this study was Ryff’s Scale of
Psychological Well-being and Student Nurse Stress Index (SNSI). Statistical analysis test
using gamma correlation test. Result this study, there is strong correlation between
psychological well-being and level of stress with the negative correlation (r = -0 ,649; p =
0.000). Health education and increasing psychological well-being need to be done as a way
to decrease level of stress among the last year college students.
133
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 127 - 134, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
134
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 127 - 134, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
Instrumen penelitian ini berupa kuesioner pengambilan data, pengolahan data, dan
yang terdiri dari tiga bagian. Bagian analisis data. Analisis data yaitu univariat
pertama yaitu karakteristik responden (karakteristik responden, kesejahteraan
(usia, jenis kelamin, IPK, alasan memilih psikologis dan tingkat stres) dan analisis
jurusan). Instrumen kesejahteraan bivariat (kesejahteraan psikologis dan
psikologis menggunakan Ryff’s Scale of tingkat stres) dengan uji korelasi.
Psychological Well-being terdiri dari 18
pertanyaan dengan skala Likert 1-6. HASIL
Instrumen tingkat stres yang digunakan Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil analisis
Student Nurse Stress Index ( SNSI) terdiri rata-rata umur responden 21,44 tahun
dari 22 pertanyaan dengan skala Likert 1-5. dengan standar deviasi 0,585. Usia
Prosedur pengumpulan data meliputi surat responden yang tertua yaitu 23 tahun dan
izin pengambilan data, penjelasan kepada usia termuda yaitu 21 tahun.
responden, pengisian persetujuan,
Tabel 1.
Usia Responden (n=108) Tabel 2.
Karakteristik responden Variabel Mean Median SD Min-
(n=108) Max
Variabel Usia 21,44 21,00 f 0,585 % 21-23
Jenis Kelamin
Laki-Laki 3 2,8
Perempuan 105 97 , 2
Indeks Prestasi Kumulatif
Baik (2,76-3,50) 93 86 , 1
Cumlaude (3,50-4,00) 15 13 , 9
Alasan Memilih Jurusan
Berdasarkan minat dan dorongan diri sendiri 62 57 , 4
Berdasarkan kehendak orang tua atau orang lain 21 19 , 4
Tidak berdasarkan minat, namun tetap menyelesaikan studi 25 23 , 1
Tabel 3.
Tingkat kesejahteraan psikologis dan tingkat stres ( n
=1 08)
Variabel f %
Kesejahteraan Psikologis
Tinggi 57 52,8
Rendah 51 47,2
Tingkat Stres
Berat 16 14 , 8
Sedang 77 71 , 3
Ringan 15 13 , 9
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil analisis lain dan 25 responden (23,1%) tidak
dari 108 responden mayoritas berjenis berdasarkan minat. Berdasarkan hasil
kelamin perempuan sebanyak 105 analisis pada Tabel 3 menunjukkan
responden (97,2%), memiliki IPK dengan
kategori baik 93 responden bahwa lebih dari separuh responden
(86,1%). Berdasarkan memiliki kesejahteraan psikologistinggi
alasan memilih jurusan, dengan jumlah 57 responden (52,8%),
135
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 127 - 134, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
136
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864 Vol. 5, No. 1,
April 2020, pp. 8-19 p-ISSN 2502-5570
Hasil analisis bivariat antara kesejahteraan psikologis dan tingkat stres pada Tabel
4menunjukkan bahwa (r= –0,649; p= 0,000) berarti ada hubungan antara kesejahteraan
psikologis dan tingkat stres pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia yang sedang mengerjakan skripsi.
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden. Hasil penelitian didapatkan bahwa rerata usia responden 21,44
tahun dengan rentang usia 21-23 tahun, dimana usia tersebut berada pada kategori dewasa
awal. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Maftukhah (2014) yang menyatakan
bahwa mahasiswa tingkat akhir berada pada kategori usia dewasa awal. Masa dewasa awal
merupakan masa pengaturan, dimana seseorang mulai dibebankan dengan tanggung jawab
untuk menentukan karir serta kehidupan masa depannya. Menyelesaikan pendidikan di
perguruan tinggi merupakan kewajiban bagi dewasa muda agar memiliki bekal untuk berkarir.
Jenis kelamin responden yang paling banyak perempuan (97,2%). Hasil ini
mendukungpenelitian Gras et.al (2013) bahwa perawat pria hanya 15% dari total tenaga kerja
keperawatan disalah satu rumah sakit di Spanyol. Perawatan kesehatan dianggap sebagai
aktivitas secara alami perempuan.Akibatnya, profesi yang berkaitan dengan perawatan pada
dasarnya harus dikelola oleh perempuan.Dalam profesi keperawatan laki-laki dianggap tidak
wajar karena mereka telah memilih status profesi berbasis perempuan (Battice, 2010).Peneliti
berasumsi bahwa anggapan perawat laki-laki terlihat feminin, membuat laki-laki cemas dan
tidak percaya diri, sehingga laki-laki jarang memilih keperawatan sebagai profesi.
Mahasiswa tingkat akhir FIK UI reguler memiliki kemampuan yang baik dalam melewati
proses pembelajaran di kampus. Mayoritas responden memiliki IPK dengan kategori baik
sebesar (86,1%) dan tidak terdapat responden yang memiliki IPK cukup ataupun kurang. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Luthfia (2013) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat mahasiswa yang memiliki kategori IPK cukup ataupun kurang pada
mahasiswa tingkat akhir FIK UI angkatan 2009.
Memperoleh nilai Indeks Prestasi Kumulatif yang tinggi adalah suatu indikator keberhasil
mahasiswa dalam menjalankan studinya.Melihat hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa
mahasiswa tingkat akhir FIK UI reguler memiliki kemampuan yang baik dalam melewati
proses pembelajaran di kampus, sehingga dapat memperoleh nilai yang termasuk dalam
kategori baik.
Berdasarkan alasan memilih jurusan, lebih dari separuh responden memilih jurusan
berdasarkan minat dan dorongan pribadi 57,4%. Hasil penelitian ini berkaitan dengan
penelitian Alimah., et al (2016) yang menyatakan bahwa mahasiswa yang memilih jurusan
keperawatan sesuai minat yaitu sebanyak 67,9%. Silaban (2016) menyatakan bahwa minat
yang tinggi terhadap sesuatu bidang tertentu akan membuat seseorang mempunyai rasa ingin
tau yang lebih dan akan lebih giat untuk mempelajari bidang tersebut.Berdasarkan penjelasan
tersebut maka dapat diasumsikan bahwa mahasiswa tingkat akhir FIK UI yang memilih
jurusan berdasarkan minatnya, akan memperoleh prestasi akademik yang baik.
Chao (2012) menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki kesejahteraan psikologis yang
rendah lebih cenderung terlibat dalam kegiatan negatif seperti penggunaan alkohol, perilaku
menetap, terlalu sedikit atau terlalu banyak tidur, ketidakpuasan hidup atau bahkan perilaku
bunuh diri . Sebaliknya, Individu yang tinggi pada kesejahteraan psikologis mampu
menavigasi dirinya secara efektif dan terampil dalam menghadapi tantangan yang muncul
( Bowman, 2010).
Kesejahteraan psikologis yang rendah pada mahasiswa dapat diakibatkan karena beberapa
faktor seperti pengaturan waktu yang buruk, kualitas tidur yang buruk dan kurangnya
dukungan. Husted (2017) mengatakan bahwa mengatur waktu secara efektif dapat menyangga
efek dari tekanan akademik yang mengarah pada kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi.
Kualitas dukungan sosial juga terkait erat dengan kesejahteraan psikologis dalam konteks
akademik (Fernández-González et al., 2015). Penelitian menunjukkan bahwa kualitas tidur
yang buruk menyebabkan peningkatan risiko masalah mental, termasuk depresi dan
kecemasan (Glozier et al., 2010).
Tingkat stres akademik sedang maupun berat perlu diantisipasi karena dapat memberikan
masalah yang lebih serius bagi kondisi fisik, psikologis dan prestasi akademik responden.
Menurut Psychology Foundation of Australia (2010), pada kondisi stres akademik sedang,
mahasiswa cenderung menjadi mudah marah dan tidak fokus, sehingga dapat mempengaruhi
kemampuan dan orientasi terhadap kegiatan proses pembelajaran yang diikuti oleh mahasiswa.
Selain itu, menurut Glozah &Pevalin (2014) stres dapat memberikan efek psikologis yang lain
seperti terganggunya kesehatan mental, emosi menjadi labil, mudah marah dan bahkan bisa
menyebabkan depresi. Sedangkan stres berat jika terjadi terlalu lama dapat memberikan efek
negatif terhadap tubuh seseorang, berupa gangguan fisik seperti penyakit jantung, tekanan
darah tinggi, dan sesak napas (Berman, Snyder & Frandsen., 2016).
Bukan hanya kondisi fisik dan psikologis mahasiswa yang terganggu, akan tetapi ketika
mereka mengalami stres akademik pada tingkat stres sedang dan stres berat, mereka akan
memiliki performa dan hasil yang kurang baik ketika sedang ujian atau ketika menyelesaikan
tugas akademik (Hamaideh & Mansour, 2014). Agolla & Ongori (2009) menyatakan bahwa
stres dapat berdampak positif atau negatif tergantung pengelolaan dari masing-masing
individu.Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan menggunakan koping yang adaptif untuk
mengurangi dampak negatif stres.
Hubungan Kesejahteraan Psikologis dan Tingkat Stres pada Mahasiswa Tingkat Akhir
FIK UI.Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara
kesejahteraan psikologis dan tingkat stress, maka semakin tinggi kesejahteraan psikologis,
semakin rendah tingkat stres mahasiswa tersebut.Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (2009), menyatakan bahwa stres yang dirasakan
mahasiswa memiliki hubungan yang negatif signifikan terhadap kesejahteraan psikologis.
Freire et al., (2016) dalam penelitiannya menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis terkait
dengan kemampuan untuk mengadopsi strategi koping adaptif dalam konteks akademik.
Mereka yang mendapat skor lebih tinggi dalam kesejahteraan psikologis cenderung
mengadopsi strategi adaptif seperti komitmen, penilaian ulang positif, atau mencari dukungan
instrumental dan emosional.Mereka yang memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih rendah
cenderung menggunakan strategi koping yang lebih disfungsional seperti mengabaikan
masalah, menyalahkan diri mereka sendiri tentang situasi, atau berlindung dalam
pikiranpikiran fantastis (Freire et al, 2016). Videbeck (2008) mengungkapkan bahwa individu
yang memiliki koping adaptif dapat berada pada tingkat stres ringan, dan sebaliknya individu
yang memiliki koping maladaptif maka individu tersebut masuk dalam rentang stres sedang
hingga berat.
Individu yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi akan memiliki kemandirian
dalam hidupnya, mampu mengembangkan potensi yang dimiliki, mampu mengontrol dan
memanfaatkan lingkungan tempat individu berada, memiliki tujuan hidup yang ingin dicapai,
mampu menjalin hubungan yang positif dengan orang lain, serta dapat memiliki penerimaan
diri yang baik. Hal-hal tersebut akan membuat individu selalu merasa bahagia dan
bersemangat dalam menjalani setiap kegiatan sehari-harinya.
SIMPULAN
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ada hubungan antara kesejahteraan psikologis dan
tingkat stres mahasiswa tingkat akhir sarjana reguler Fakultas Ilmu keperawatan Universitas
Indonesia dengan arah hubungan negatif. Penelitian ini merekomendasikan upaya peningkatan
kesejahteraan psikologis seperti pelatihan manajemen waktu dan pendidikan kesehatan untuk
mengurangi tingkat stres dan dampak stres yang ditimbulkan pada mahasiswa tingkat akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Agolla,J.E.,dan Ongori,H. (2009). An assessment of academic stress among undergraduate
students: The case of University of Botswana. Educational Research and Review,Vol. 4
(2), pp. 063-070.
Alimah, Sopiati, Swasti, K. G, Ekowati, Wahyu. (2016). Gambaran burnout pada mahasiswa
keperawatan di purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman, Volume 11, no 2 Juli 2016.
Universitas Jendral Soedirman
Aslan, Hakime &Akturk, Ummuhan. (2018). Nursing education stress levels of nursing
students and the associated factors. Annals of Medical Research Publishing Inc. Inonu
University School of Health Public Health Nursing
Department, Malatya,
Turkey.https://doi.org/10.5455/annalsme dres.2018.06.108
Battice, J. (2010). The changing face of nursing in a developing country. Journal of Clinical
Nursing, 19, 1765-1766 . doi : 10.1111/j.1365-2702.2009.02882.x
Becker, S.P, et al. (2018). Suicidal Behaviors in College Students: Frequency, Sex Differences,
and Mental Health
Correlates Including Sluggish Cognitive Tempo. Journal of Adolescent Health 63
(2018) 181_188. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2018
.02.013
Berman, A., Snyder, S.J., Frandsen, G. (2016).
Kozier & Erb’s Fundamentals of
Nursing: Concepts, Process, and Practice (Tenth Edition). New York: Pearson
Education, Inc.
Chao, R. (2012). Managing Perceived Stress Among College Students: The Roles of
Social Support and Dysfunctional Coping. Journal Of College Counseling, 15(1), 5-21.
doi:10.1002/j.2161-1882.2012.00002 .x
Chen et al. (2009). Stress among Shanghai University Students. Journal of Social Work 9(3):
323–344 . Sage Publications : Los Angeles, London, New Delhi, Singapore and
Washington
DC.https://doi.org/10.1177/1468017309
334845
Fawzy, M & Hamed, S.A. (2017). Prevalence of psychological stress, depression and anxiety
among medical students in Egypt. Psychiatry Research 255 (2017) 186–194.
https://doi.org/10.1016/j.psychres.2017.
05.027
Freire C, Ferradás MM, Valle A, Núñez JC and Vallejo G. (2016). Profiles of Psychological
Well-being and Coping Strategies among University Students.
Front. Psychol. 7:1554. doi:
10.3389/fpsyg.2016.01554
Glozah, F. N., & Pevalin, D. J. (2014). Social support, stress, health, and academic success in
Ghanaian adolescents: A path analysis. Journal of Adolescence 30, 451-460. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.adolescence.
2014.03.010
Glozier, N.; Martiniuk, A.; Patton, G.; Ivers, R.; Li, Q.; Hickie, I. (2010). Short sleep duration
in prevalent and persistent psychological distressing young adults: The Drive study. 33,
1139–1145.
Gras, R.M.L et al. (2013). Health and Gender in Female-Dominated Occupations: The Case of
Male Nurses. The Journal of Men’s Studies, VOL. 21, NO. 2,
Husted, Hilary Sara. (2017). The Relationship Between Psychological Well-Being and
Successfully Transitioning to University. Undergraduate Honors
Theses. 54.
https://ir.lib.uwo.ca/psychK_uht/54
Khalika, N.N. (2019). Depresi Karena Skripsi, Kampus & Dosen Wajib Menolong Mahasiswa.
Diakses pada tanggal 17
Januari 2019 dari https://tirto.id/depresikarena-skripsi-kampus-amp-dosenwajib-
menolong-mahasiswa-ddqy Luthfia, Zulfa. (2013). Hubungan prokrastinasi akademik
dengan tingkat stres pada mahasiswa tingkat akhir reguler dan ekstensi fakultas ilmu
keperawatan universitas indonesia. Skripsi.
Universitas Indonesia.
Maftukhah, M. (2014). Hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat stres pada mahasiswa
Ilmu Keperawatan yang sedang mengerjkakan skripsi. Skripsi. Depok: Universitas
Indonesia
Molina-García, J. J., Castillo, I. I., & Queralt, A. A. (2011). Leisure-time physical activity and
psychological well-being in university students. Psychological
Reports, 109(2), 453- 460.
doi:10.2466/06.10.13.PR0.109.5.453-
460
Videbeck, S.L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa (alih bahasa: R. Komalasari, A. Hany).
Jakarta: EGC.
Wulandari, R. P. (2012). Hubungan Tingkat Stres dengan Gangguan Tidur pada Mahasiswa
Skripsi Di Salah Satu Fakultas Rumpun Science- Technology UI. Skripsi. Universitas
Indonesia.
PENDAHULUAN
Perubahan zaman dan era globalisasi menuntut suatu perguruan tinggi agar
menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang sesuai kebutuhan. Perkembangan dunia
pendidikan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup berarti. Pendirian tempat
pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan pasar juga berkembang. Perkembangan
tersebut dapat dilihat dari pendirian lembaga pendidikan profesional seperti halnya
Program Studi Keperawatan Anestesiologi di Yogyakarta.
Program Studi Keperawatan Anestesiologi adalah salah satu program studi yang bergerak
dibidang kesehatan dan merupakan program studi yang masih muda di Indonesia. Program
studi ini akan menghasilkan penata anestesi yang profesional, teliti dalam melaksanakan
kepenataan pre anestesi, intra anestesi, dan pasca anestesi di tatanan pelayanan rumah,
sehingga dapat berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan seluruh masyarakat
Indonesia yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Penata Anestesi adalah setiap orang yang
telah lulus pendidikan bidang keperawatan anestesi atau Penata Anestesi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (1).
Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Agustus 2018 terhadap Asosiasi
Institusi Pendidikan Keperawatan Anestesi Indonesia (AIPKANI) bahwa Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta merupakan perguruan tinggi swasta di Yogyakarta yang
menyediakan pendidikan jurusan Keperawatan Anestesiologi. Ada dua faktor yang
mempengaruhi perkembangan Jurusan Keperawatan Anestesiologi di Universitas‘Aisyiyah
Yogyakarta sebagai penyedia jasa pendidikan, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor
internal yang dapat dikontrol oleh penyedia jasa sedangkan faktor eksternal tidak dapat
dikontrol. Untuk itu lembaga pendidikan harus mampu mendiferensiasi jasa yang
ditawarkan, sehingga dapat dijadikan referensi utama dalam pemilihan jasa pendidikan.
Jurusan Keperawatan Anestesiologi di Universitas‘Aisyiyah Yogyakarta agar tetap
eksis, maka dituntut tidak hanya menawarkan jasa dalam bentuk fisik saja, tetapi juga
melayani mahasiswa lebih profesional sehingga mahasiswa merasakan kepuasan terhadap
proses pembelajaran di jurusan yang telah dipilih. Perguruan tinggi dituntut agar dapat
mengelola lembaganya secara profesional. Mereka harus meningkatkan kualitasnya dari
perbaikan sarana-prasarana fisik, mutu dosen dan mutu pelayanannya. Jika hal tersebut
tidak dilakukan akan muncul ketidakpuasan dari stakeholder kuncinya, yaitu mahasiswa
dan stakeholder lainnya, yaitu dunia kerja (end user), orang tua, masyarakat, dan dosen
serta karyawannya (2).
Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai kepuasan mahasiswa terhadap
kualitas proses pembelajaran Keperawatan Anestesiologi di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta yang belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Selanjutnya penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif, rancangan studi cross-sectional dengan cakupan
waktu bersifat one shot (satu titik waktu) dengan tipe data cross-section. Populasi pada
penelitian ini adalah mahasiswa tingkat pertama Jurusan Keperawatan Anestesiologi
Excel 2010).
PEMBAHASAN
Kepuasan mahasiswa adalah sikap positif mahasiswa terhadap pelayanan lembaga
pendidikan tinggi karena adanya kesesuaian antara harapan dari pelayanan dibandingkan
dengan kenyataan yang diterimanya (3). Kesesuaian antara keinginan atau persepsi
konsumen (customer voice) dan keinginan organisasi pengelola atau perguruan tinggi
(company voice) syarat penting dalam keberhasilan proses pendidikan (4). Kepuasaan
mahasiswa terhadap kualitas proses pembelajaran Keperawatan Anestesiologi di
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dapat diukur dari lima aspek yaitu aspek tangible (bukti
fisik), aspek reliability (kehandalan), aspek responsiveness (ketanggapan), aspek assurance
(jaminan), aspek emphaty (empati).
Aspek empati dosen atau tenaga pendidik sangatlah penting, empati (empathy),
merupakan keadaan mental yang membuat seseorang merasa dirinya di keadaan orang lain
(8). Dengan demikian bentuk empati lembaga/sekolah terhadap kebutuhan mahasiswa
adalah adanya pemahaman personil lembaga/terhadap kebutuhan mahasiswa dan berupaya
kearah pencapaiannya. Sesuai isi kandungan dalam Surat Al-Kahfi 18: 60-82 bahwa
seorang pendidik hendaknya memiliki kebijaksanaan, memahami kondisi intelektual dan
kondisi muridnya, sehingga dia tidak bersikap arogan/ memaksakan kehendak kepada
muridnya, selalu bersabar dan berlapang dada menghadapi muridnya dan memberikan maaf
atas kesalahannya dan selalu menegur jika murid melakukan kesalahan (9).
KESIMPULAN
Dari kelima aspek yang dinilai yaitu aspek tangible (bukti fisik), aspek reliability
(kehandalan), aspek responsiveness (ketanggapan), aspek assurance (jaminan), aspek
emphaty
(empati) terhadap kualitas proses pembelajaran Keperawatan Anestesiologi di Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta rata-rata mahasiswa sudah puas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Penata Anestesi. Jakarta: Kemenkes RI
3. Sopiatin. Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010
9. Al-Qur’an Karim
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Kebanyakan organisasi dewasa ini berupaya menciptakan budaya yang tanggap
terhadap pelanggan, karena merupakan jalur menuju kesetiaan pelanggan dan
menghasilkan laba jangka panjang (Robbins, 2003). Organisasi yang mendapat
keuntungan secara terus menerus inilah yang tentunya diharapkan sehingga organisasi
mampu bertahan. Organisasi yang tanggap terhadap pelanggan dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu pelayanan terhadap konsumen, pemasaran dan kualitas jasa, sedangkan
kualitas jasa secara relatif dipengaruhi oleh kinerja perusahaan (Lupiyoadi & Hamdani,
2006). Setiap organisasi atau instansi mempunyai budaya yang dianut oleh para
karyawannya. Robbins (2006) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem nilai
yang dianut oleh anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-
organisasi lain.
Sistem nilai yang diyakini bersama merupakan karakteristik dari organisasi dan
menjadi acuan bagi para anggota organisasi bagaimana cara menyelesaiakan masalah
pekerjaan dan cara bersikap serta berperilaku (Robbins, 2006). Sistem nilai merupakan
karakteristik organisasi yang dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman bagi
karyawan dalam bekerja. Sistem nilai tersebut merupakan acuan bagi anggota organisasi
dalam melakukan pekerjaannya.
Robbins (2006) menyampaikan hasil dari beberapa penelitian lain bahwa ada lima
variabel yang secara rutin ditemukan dalam budaya yang tanggap terhadap pelanggan
yaitu:1) tipe karyawan yang ramah dan terbuka, 2) formalitas yang rendah, 3) perluasan
formalitas yang rendah, 4) ketrampilan mendengar yang baik dan 5) kejelasan peran.
Internalisasi budaya organisasi dalam keperawatan di rumah sakit perlu dipertahankan
serta ditingkatkan sehingga sesuai dengan tujuan organisasi rumah sakit yaitu
memebrikan mutu pelayanan yang baik kepada setiap pasien. Internalisasi budaya
organisasi dalam keperawatan sebagai sebuah penerapan, penghayatan dan pengamaan
sistem nilai, keyakinan, dan asumsi, memiliki pengaruh yang kuat pada karyawan yang
berhubungan dengan sikap kerja, seperti kepuasan kerja dan komitmen organisasi, yang
pada akhirnya berkaitan dengan efektivitas organisasi yang hasil akhirnya akan dapat
memenuhi harapan pelanggan dalam bentuk kepuasan pelanggan (Sikorska & Elzbieta,
2006). Iklim kerja yang tanggap terhadap pelanggan akan menciptakan kepuasan
pelanggan (Keliat & Akemat, 2010).
Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap
evaluasi ketidak sesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual
yang dirasakan setelah memakainya (Tse & Wilson, 1998). Kepuasan pelanggan adalah
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan
dibandingkan dengan harapannya Kotler (1997, dalam Lopiyoadi & Hamdani, 2006).
Kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapan (Daryanto,
2011).
METODE
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan menggunakan rancangan
cross sectional, yang bertujuan menilai hubungan antara penerapan budaya organisasi
dengan kepuasan pasien. Populasi pasien adalah pasien yang dirawat di RSUD
Ambarawa. Jumlah populasi berdasarkan data dari bulan Januari sampai Oktober 2012
adalah 8256 pasien. Besarnya sampel yang didapat dengan rumus Slovin (1998) jumlah
sampel adalah 99 pasien. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 18-22 Februari 2013 di
RSUD Ambarawa. Alat pengumpul data yang digunakan untuk menilai penerapan
budaya organisasi adalah kuesioner yang dikembangkan dari teori Robbins (2003).
Sedangkan untuk mengukur kepuasan pasien berdasarkan dimensi kepuasan pasien dari
Nursalam (2012). Dimensi tersebut meliputi tampilan fisik, keandalan, ketanggapan,
jaminan dan empati. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square.
HASIL
1. Gambaran penerapan budaya organisasi di RSUD Ambarawa Diagram 1: Gambaran
penerapan Berdasarkan diagram 1 dapat dilihat bahwa penerapan budaya organisasi
lemah sebanyak 47 responden (47,5%) dan penerapan budaya organisasi kuat
sebanyak 52 responden (52,5%).
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa kepuasan pasien rendah sebagian besar juga
menilai bahwa penerapan budaya organisasi lemah sebanyak 22 responden (68,8%)
dan sebagian kecil menilai penerapan budaya organisasi kuat sebanyak 10 responden
(31,3%). Dan kepuasan pasien tinggi sebagian besar menilai bahwa penerapan
budaya organisasi dalam kategori kuat sebanyak 42 responden (62,7%) dan
penerapan budaya organisasi dalam kategori lemah sebanyak 25 responden (37,3%).
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan p value 0,007
artinya terdapat hubungan antara penerapan budaya organisasi dengan kepuasan
pasien di RSUD Ambarawa. Didapatkan juga nilai odd ratio (OR) sebesar 3,69
artinya penerapan budaya organisasi yang kuat memiliki peluang sebesar 3,96 kali
memberikan kepuasan dibandingkan dengan penerapan budaya organisasi lemah.
PEMBAHASAN
1. Gambaran penerapan budaya organisasi di RSUD Ambarawa
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa penerapan budaya organisasi lemah
sebanyak 47 responden (47,5%) dan penerapan budaya organisasi kuat sebanyak 52
responden (52,5%). Penerapan budaya organisasi kuat dapat dilihat berdasarkan
indikator sikap mendengarkan komplain pasien dan menyampaikan penjelasan atas
komplain yang disampaikan oleh pasien, merespon ketidakpuasan pasien dan
berusaha memberikan pelayanan sesuai dengan harapan pasien. Penerapan budaya
organisasi lemah dapat dilihat berdasarkan indikator sikap perawat masih belum
semua mengucapkan salam terhadap pasien, tidak segera memberikan bantuan
kepada pasien, tidak berpartisipasi dalam menjaga kebersihan, mendengarkan
keluhan pasien dengan tidak sepenuh hati perawat tidak tenang menanggapi
komplain dari pasien.
Penerapan budaya organisasi dalam keperawatan yang kuat didapatkan hanya 52,5%,
artinya bahwa secara umum penerapan budaya organisasi di RSUD Ambarawa masih
lemah. Hal ini karena perbandingan jumlah perawat dan pasien yang tidak seimbang
sehingga memicu munculnya stres pada perawat ditandai dengan tidak dapat secara
maksimal menerapkan budaya organisasi secara baik.
Penerapan budaya organisasi dalam keperawatan mencakup penerapan peningkatan
pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta
meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya
tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan.
Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan
profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang
tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral
yang tinggi. Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan
tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang
diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang
mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat
penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana
nilai-nilai pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati (Ardiansyah, 2010).
Budaya organisasi sebagai nilainilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk
menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi kedalam
perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai
yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan berperilaku (Susanto, 2007).
Menurut Robbins (2006) budaya merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai
apa yang harus dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai
mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk
sikap serta perilaku para karyawan.
Penanaman budaya organisasi kepada staf akan memberikan motivasi dalam bekerja
sehingga berdampak terhadap kinerja perawat pelaksana. Hasil penelitian yang
menunjukan berpersepsi perawat pelaksana antara budaya organisasi yang kuat dan
lemah hampir sama (52,5% kuat dan 47,5% lemah). Hal ini pihak manajer perlu
lebih meningkatkan sosialisasi dan memberikan keyakinan kepada staf dalam
menenamkan budaya organisasi, terutama tentang keyakinan akan tuntutan kerja,
dukungan kerja, hubungan interpersonal dan lingkungan yang lebih baik.
Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan sosialisasi kepada staf
perawat secara terus menerus dan berkesinambungan. Penerapan nilai-nilai dalam
pekerjaan juga harus menjadi pedoman kerja bagi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien.
Tuntutan kerja didasarkan kepada standar yang ada pada organisasi sebagai dasar
dalam penilaian kinerja stafnya. Menurut Ilyas (1999) kinerja dapat dinilai secara
kuantitatif maupun kualitatif dengan membandingkan standar yang ada pada setiap
tugas dan jabatan personal. Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian kinerja
dengan deskripsi tujuan, ukuran operasional dan penilaian dalam meningkatkan
motivasi personal. Lebih lanjut Hasibuan (2003) menjelaskan penilaian kinerja dapat
membuat bawahan mendapat perhatian dari atasannya sehingga dapat memotivasi
gairah kerja, memindahkan secara vertikal/horizontal, mempunyai peran penting
pemberhentian dan perbaikan mutu karyawan sehingga dapat dipakai dasar
penetapan kebijakan program kepegawaian selanjutnya.
Perawat pelaksana yang mempunyai persepsi baik tentang tuntutan kerja dari hasil
penelitian ini lebih sedikit dari pada yang mempunyai persepsi kurang. Hal ini
menunjukan bahwa perawat pelaksana harus lebih diberikan pemahaman akan
tugas-tugas agar mengerti apa yang harus dikerjakan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya sebagai perawat. Hal yang perlu dilakukan oleh manajer untuk
meningkatkan motivasi adalah memberikan pemahaman dan penekanan agar
perawat mampu melakukan pekerjaan sesuai dengan uraian tugas dan
kewenangannnya. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi secara rutin
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa kepuasan pasien rendah sebagian
besar dilakukan dipersepsikan oleh responden bahwa penerapan budaya organisasi
yang lemah sebanyak 22 responden (68,8%) dan penerapan budaya organisasi yang
kuat sebanyak 10 responden (31,3%). Dan kepuasan pasien tinggi sebagian besar
mempersepsikan bahwa penerapan budaya organisasi dalam kategori kuat sebanyak
42 responden (62,7%) dan penerapan budaya organisasi dalam kategori lemah
sebanyak 25 responden (37,3%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi
square didapatkan p value 0,007 artinya terdapat hubungan antara penerapan budaya
organisasi dengan kepuasan pasien di RSUD Ambarawa. Didapatkan juga nilai OR
sebesar 3,69 artinya penerapan budaya organisasi yang kuat memiliki peluang
sebesar 3,96 kali memberikan kepuasan dibandingkan dengan penerapan budaya
organisasi lemah.
Hasil penelitian didapatkan bahwa perawat yang memiliki penerapan budaya
organisasi lemah akan menyebabkan pasien tidak mendapatkan kepuasan. Oleh
karena itu penerapan budaya organisasi harus dilakukan sampai tingkat membudaya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi kepuasan pasien adalah penerapan budaya organisasi. Hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan budaya organisasi sangat penting
dilakukan dalam upaya memberikan kepuasan pada pasien yang dilakukan
perawatan.
Aplikasi penerapan budaya organisasi dalam praktek klinis bagi perawat
diperlukan untuk menempatkan nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya.
Perawat bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi
kepada pasien yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat
rendah. Hal ini disebabkan karena pasien kurang memperhatikan status
kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat adalah berusaha
membantu pasien untuk mengidentifikasi nilainilai dasar kehidupannya sendiri.
Kozier (2010) mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan
perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang
meliputi pengetahuan ilmu humanistik, filosofi perawatan, praktik klinis
keperawatan, komunikasi dan ilmu sosial. Konsep ini ingin memberikan penegasan
bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah
bersifat bio-psycho-socialspiritual. Oleh karenanya, tindakan perawatan harus
didasarkan pada tindakan yang komperhensif sekaligus holistik.
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata
sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma, adat istiadat
menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain. Pola kehidupan
yang berlangsung lama dalam suatu tempat, selalu diulangi, membuat manusia
terikat dalam proses yang dijalaninya. Keberlangsungaan terus menerus dan lama
merupakan proses internalisasi dari suatu nilai-nilai yang mempengaruhi
pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan
KESIMPULAN
1. Gambaran penerapan budaya organisasi di RSUD Ambarawa menunjukkan bahwa
penerapan budaya organisasi yang lemah sebanyak 47 responden (47,5%) dan
penerapan budaya organisasi yang kuat sebanyak 52 responden (52,5%).
2. Gambaran kepuasan pasien di RSUD Ambarawa bahwa kepuasan pasien rendah
sebanyak 32 responden (32,3%) dan kepuasan pasien tinggi sebanyak 67 responden
(67,7%).
3. Terdapat hubungan antara penerapan budaya organisasi dengan kepuasan pasien di
RSUD Ambarawa (p value
0,007).
DAFTAR PUSTAKA
Adiansyah, (2010), Manajemen sumber daya manusia, Edisi Kesepuluh. PT. Indeks.
Jakarta
Haryanti (2005), Analisis jumlah karyawan berdasarkan beban kerja di seksi
kepegawaian & diklat RS Karya Bhakti Bogor Tahun 2002, Skripsi Program
Studi Sarjana Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia; Depok.
Hasibuan, M., (2003), Manajemen,
Penerbit: Haji Masagung, Jakarta
Ilyas,Yaslis. (1999), Perencanaan sumber daya manusia rumah sakit. UGM
Keliat, BA, & Akemat, (2010), Model pelayanan keperawatan profesional, EGC,
Jakarta.
email: madya_sulisno@undip.ac.id
email: hilda_Qyu@yahoo.com
ABSTRAK
Interaksi caring adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, yang
saling mempengaruhi dan saling membantu dengan adanya rasa peduli, hormat dan
menghargai orang lain. Idealnya setiap tahun mahasiswa mengalami peningkatan
interaksi caring. Namun, belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti teori tersebut.
Studi pendahuluan sebelumnya menemukan bahwa dari 6 responden mahasiswa tingkat
IV, semuanya mengatakan interaksi caring dalam satu angkatan dinilai masih kurang.
Maka dari itu peneliti melakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui
perbedaan interaksi caring pada mahasiswa tingkat I,II dan III PSIK FK UNDIP.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif non eksperimental dengan studi
komparasi. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Jumlah responden sebanyak
187 orang dengan teknik proportionate stratified random sampling. Data yang diperoleh
diolah secara statistik dengan menggunakan metode analisis of varians (anova).
Berdasarkan hasil penelitian ini dengan uji anova didapatkan hasil p value 0,003 (p <
0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat interaksi caring pada
mahasiswa Tingkat I,II dan III. Hasil dari uji post hoc menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara tingkat 2 dan tingkat 3 (p=0,317 > 0,05), terdapat
perbedaan yang signifikan tingkat 2 dengan tingkat 1 (p=0,027 < 0,05) dan tingkat 1
dengan tingkat 3 (p=0,001< 0,05). Perbedaan dikarenakan adanya perkembangan
psikologi mahasiswa pada setiap tingkatnya. maka dari itu, setiap mahasiswa dan pihak
kampus diharapkan dapat menerapkan iklim caring di dalam kampus sehingga interaksi
caring pada mahasiswa dapat meningkat.
Caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan
(Sartika, 2011). Diperlukan pembentukan sikap caring sejak dini, yaitu sejak berada dalam
pendidikan. Artinya peran pendidikan dalam membangun caring perawat sangat penting.
Namun, pengetahuan saja tidak cukup untuk dapat membentuk sikap caring, tetapi perlu
adanya sikap dan suatu pembiasaan untuk dapat membentuk perilaku caring tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Slameto (2010), ditemukan tidak ada hubungan
bermakna antara pengetahuan dengan penerapan caring dalam pengalaman pembelajaran
praktik klinik (p value 1,000), ada hubungan bermakna antara sikap dengan penerapan caring
dalam pengalaman pembelajaran praktik klinik (p value 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa
pembelajaran klinik memungkinkan mahasiswa keperawatan untuk dapat menerapkan sikap
caring sehingga hal tersebut dapat melatih dirinya untuk menumbuhkan sikap caring menjadi
sebuah karakter yang harus dimilikinya.
Pembelajaran caring di PSIK FK UNDIP sendiri sudah di ajarkan sejak tingkat pertama.
Selain itu, dosen di kampus ini selalu menyarankan kepada setiap mahasiswa untuk berperilaku
caring dalam kegiatan pembelajaran terutama saat berinteraksi dengan orang lain termasuk pada
teman satu angkatan. Hal tersebut akan memotivasi mahasiswa untuk dapat melatih sikap caring
mereka. Seharusnya, semakin lama interaksi caring yang terjadi antara mahasiswa dalam satu
angkatan akan semakin baik. Berdasarkan teori perkembangan psikologi mahasiswa yang
dikemukakan oleh Siregar (2010), tahap perkembangan mahasiswa dibagi menjadi 3 tahapan
yaitu tahap pengenalan (tingkat I), tahap eksplorasi (tingkat II & III) dan tahap pelepasan
(tingkat IV). Pada setiap tahap perkembangan terjadi peningkatan psikologi yang akan berbeda
pada setiap tingkat sehingga hal ini akan mempengaruhi mereka untuk dapat berinteraksi dengan
orang lain.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan interaksi caring antar
mahasiswa tingkat I,II dan III PSIK FK UNDIP. Penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi
mahasiswa tentang interaksi caring yang terjadi pada dirinya maupun pada teman satu
angkatannya. Sedangkan bagi institusi pendidikan penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan
evaluasi dan bahan pertimbangan dalam menciptakan lingkungan kampus yang baik dalam
pembentukan karakter caring pada mahasiswa.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan desain penelitian
survey analitik komparasi melalui pendekatan cross sectional. Responden dipilih dengan
metode proportionate stratified random sampling sejumlah 184 responden yang terdiri dari 57
mahasiswa tingkat I, 55 mahasiswa tingkat II dan 72 mahasiswa tingkat III. Penelitian dilakukan
pada di kampus PSIK FK UNDIP pada bulan Mei-Juni 2013. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner Peer Group Caring Interaction Scale (PGCIS) yang dikembangkan oleh Hughes
(1998). Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisa univariat
mendeskripsikan interaksi caring pada mahasiswa tingkat I, II dan III. Analisa bivariat
menerangkan perbedaan interaksi caring mahasiswa antara tingkat I dan II, tingkat II dan III,
dan tingkat I dan II dengan menggunakan uji statistik Analisis of Varian (Anova).
HASIL PENELITIAN
Tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan pada tingkat 3
sebanyak 55 orang (76,4%), tingkat 2 sebanyak 48 orang (87,3%), dan tingkat 1 sebanyak 52
orang (90,2%).
Tabel 3 : Deskripsi Interaksi Caring
Pada Mahasiswa Tingkat I,II dan III
PSIK FK UNDIP bulan Mei-Juni 2013
(n=187)
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai mean tingkat 3 sebesar 72,43, tingkat 2 sebesar 70,87
dan tingkat 1 sebesar 67,21.
I 17 32 8 57
(29,8%) (56,1%) (14%) (100%)
II 8 41 6 55
(14,5%) (74,5%) (10,9%) (100%)
III 57 9 72
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai signifikan tingkat 2 terhadap tingkat 3 sama dengan
nilai signifikan tingkat 3 terhadap tingkat 2 yaitu sebesar 0,317 yang artinya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara tingkat 2 dan tingkat 3. Nilai signifikan tingkat 2 dengan
tingkat 1 adalah 0,027 dan kurang dari 0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan.
Sedangkan nilai signifikan tingkat 1 dan 3 adalah 0,001 dan kurang dari 0,05 yang artinya
terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya.
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Rata-rata interaksi caring pada mahasiswa PSIK FK UNDIP mengalami peningkatan tiap
angkatan. Semakin tinggi tingkat, maka interaksi caring antar mahasiswa dalam satu angkatan
juga mengalami peningkatan. Walaupun terdapat perbedaan nilai rata-rata interaksi caring,
ketiga tingkat mempunyai rata-rata interaksi yang cukup baik. Terdapat perbedaan interaksi
caring yang signifikan antara antara tingkat I dan II maupun antara tingkat I dan tingkat III.
Sedangkan pada tingkat II dan tingkat III tidak terdapat perbedaan interaksi caring yang
signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Hipertensi merupakan salah satu penyakit dengan perawatan jangka panjang yang mematikan di dunia,
karena dapat memicu terjadinya penyakit lain seperti resiko serangan jantung, gagal jantung, dan stroke.
Masalah keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarga menderita
hipertensi adalah Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini
untuk mengetahui Gambaran Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga dengan Hiperetensi.
Penelitian ini menggunkan rancangan deskriptif berupa studi kasus dengan sampel laporan asuhan
keperawatan Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga dengan Hipertensi tahun 2015. Penelitian
dilaksanakan di Kampus Akper YKY Yogyakarta pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni tahun 2020.
Hasil penelitian menunjukkan pada pengkajian belum lengkap pada genogram, pengkajian pada seluruh
anggota keluarga, persepsi dan pengetahuan keluarga tentang hipertensi, serta penatalaksanaannya.
Masalah keperawatan yang ditetapkan sudah sesuai dengan batasan karakteristik, meskipun etiologi
masih menggunakan 5 tugas kesehatan keluarga. Rencana belum sepenuhnya mengacu pada NOC dan
NIC. Evaluasi telah sesuai dengan dan tujuan asuhan keperawatan. Kesimpulan penulisan yaitu
diketahuinya gambaran pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi masalah
keperawatan Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga dengan Hipertensi.
Abstract
Hypertension is a disease with long-term deadly treatment in the world, because it can trigger other
diseases such as the risk of heart attack, heart failure and stroke. Nursing problems that often arise in
families with one family member suffering from hypertension is the Ineffectiveness of Family Health
Management. The purpose of writing this scientific paper is to find out the ineffective picture of family
health management with hyperetension. This study uses a descriptive design in the form of a case study
with a sample of nursing care reports. Ineffectiveness Management of Family Health with Hypertension in
2015. The research was conducted at the Akper YKY Yogyakarta in February to June 2020. The results
showed that the assessment was not complete on the genogram, the study to all family members,
perceptions and family knowledge about hypertension, and its management. Nursing problems that are
set are in accordance with the limitations of the characteristics, although etiology still uses 5 family health
tasks. The plan does not fully refer to NOC and NIC. Evaluation is in accordance with and the goals of
nursing care. Writing conclusions, namely knowing the description of assessment, diagnosis, planning,
implementation and evaluation of nursing problems Ineffective Management of Family Health with
Hypertension
Hipertensi selalu masuk dalam 10 besar penyakit sekaligus 10 besar penyebab kematian di
DIY selama beberapa tahun terakhir berdasarkan STP maupun SIRS. Data yang diperoleh dari Profil
Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2018 menunjukkan hipertensi masuk kedalam Pola Sepuluh
Besar Penyakit untuk semua golongan umur yang ada di Kabupaten Sleman dengan jumlah kasus
66.618 kasus.
Penatalaksanaan hipertensi berupa terapi farmakologis dan non farmakologis. Upaya yang
dilakukan Puskesmas Gamping I dalam menangani hipertensi mencakup upaya promotif, preventif
dan kuratif melalui kegiatan penyakit tidak menular (PTM), Puskesmas keliling dan kegiatan
prolanis pasien hipertensi, sasaran program ini adalah semua masyarakat yang ada di wilayah
Puskesmas dengan tujuan meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan puskesmas sebagai
lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan pokok serta membantu masyarakat agar mampu
mengatasi permasalahannya secara mandiri.
Upaya keluarga yang dapat dilakukan untuk merawat anggota keluarga yang hipertensi
diantaranya dengan memenuhi 5 tugas kesehatan keluarga yakni mengenal masalah hipertensi,
memutuskan masalah hipertensi, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan
dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Namun di wilayah kerja Puskesmas Gamping I
didapatkan data bahwa terdapat keluarga yang memiliki masalah keperawatan Ketidakefektifan
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif berupa studi kasus dengan pendekatan studi
dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini adalah satu data asuhan keperawatan yang di lampirkan
di dalam KTI mahasiswa tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan
bulan Juni 2020
HASIL
1. Pengkajian
Tn M menderita hipertensi lebih dari 10 tahun, keluarga Tn M belum mengetahui tentang
Hipertensi, jika pusing sedikit biasanya pergi ke warung untuk membeli obat atau di apotek K24
untuk sekalian memeriksakan tekanan darahnya, Tn M tidak pernah kontrol Hipertensi di
Puskesmas, jika Ny M masak sayur dan dirasa kurang asin biasanya Tn M menambahkan garam
sendiri karena Tn M menyukai asin-asinanan dan belum mampu membedakan makanan yang boleh
dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi. saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah pada
tanggal 01 Juni 2015 yaitu TD Tn M adalah 200/100 mmHg, Ny M 140/90 mmHg dan Sdr E 120/80
mmHg, Tn M memiliki garis keturunan penderita hipertensi dari ibunya, kemudian istri Tn M
Mengalami depresi sejak tahun 2000, sempat dirawat di rumah sakit jiwa selama 1 minggu,
kemudian dinyatakan sembuh, dan pada tahun 2014 kambuh lagi. Tahap perkembangan pada
keluarga Tn M adalah tahap VI dengan anak dewasa, saat ada anggota keluarga yang sakit mereka
saling membantu dan memberi semangat.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang diangkat dalam kasus keluarga Tn M adalah Ketidakefektifan
manajemen regimen terapeutik hipertensi di keluarga Tn M dengan Skor 4 2/3
3. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan yang disusun bersama keluarga Tn M dengan tujuan dilakukan
kunjungan selama 3 x kunjungan diharapkan keluarga mampu mengenal masalah bagi penderita
hipertensi, keluarga mampu mengambil keputusan, dan keluarga mampu merawat anggota
keluarga yang sakit dengan kriteria hasil : mampu menyebutkan pengertian hipertensi,
menyebutkan penyebab hipertensi, mampu menyebutkan tanda dan gejala hipertensi, mampu
menyebutkan pencegahan hipertensi, bersedia kontrol di puskesmas, tidak membeli obat di
warung maupun apotek k24 lagi, mampu mengurangi rokok, mampu melakukan perawatan
hipertensi secara mandiri, keluarga mampu memantau Ny M saat dirumah, dan mampu melakukan
kontrol rutin. Perencanaan tindakan berdasarkan Nursing Intervensions Classification yaitu :
kontrak waktu dengan keluarga, menyampaikan tindakan, monitor TTV, memberi pendidikan
kesehatan tentang hipertensi, berikan keluarga kesempatan bertanya, dorong keluarga untuk tidak
beli obat sembarangan, motivasi untuk mengurangi rokok secara bertahap, ajarkan diit hipertensi,
monitor jenis makanan yang di konsumsi, anjurkan keluarga untyk berobat di puskesmas, anjurkan
kepada keluarga untuk membuat jadwal kegiatan harian, anjurkan kepada Ny M untuk tidak
melamun, anjurkan keluarga untuk selalu memantau Ny M.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan pada keluarga Tn.M pada hari pertama (Senin, 01 Juni 2015)
yaitu melakukan kontrak waktu, menyampaikan tindakan yang akan dilakukan. Pada hari kedua
(Selasa, 02 Juni 2015) yaitu memonitor vital sign, menguji kemampuan keluarga tentang hipertensi,
memberikan pendidikan kesehatan tentang hipertensi, memberikan kesemapatan keluarga untuk
bertanya, mendorong keluarga untuk tidak membeli obat sembarangan, memotivasi untuk
mengurangi rokok secara beratahap, menganjurkan untuk sali ng memonit or, m engajarkan diit
hipertensi, memonitor jenis makanan yang dikonsumsi, menganjurkan keluarga untuk berobat di
pusksesmas, menganjurkan kepada keluarga untuk membuat jadwal kegiatan, menganjurkan kepada
Ny M untuk tidak melamun, menganjurkan keluarga untuk selalu memantau Ny M di rumah. Pada
hari ketiga (Rabu, 03 Juni 2015) melakukan kontrak dengan keluarga, menganjurkan keluarga untuk
selalu memonitor Tn M, mendorong keluarga untuk tidak beli obat sembarangan, memotivasi Tn M
untuk mengurangi rokok bertahap, memonitor jenis makanan yang di konsumsi, memonitor tentang
konsumsi rokok Tn M.
5. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan didapatkan hasil keluarga dapat mengenal masalah bagi
hipertensi yaitu keluarga mengatakan senang dan paham karena sudah mengetahui tentang
hipertensi, keluarga mampu menyebutkan 3 dari 5 penyebab hipertensi, 4 dari 6 tanda gejala
hipertensi, 2 dari 4 pencegahan hipertensi, mampu mengambil keputusan yaitu mengatakan jika
ada keluarga yang sakit akan berobat ke puskesmas tidak meminum obat warung sembaranga lagi,
mampu merawat anggota keluarga yang sakit yaitu mengatakan akan mengurangi jenis makanan
yang dihindari, mempu melakukan diit hipertensi dan akan berobat di puskesmas.
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Asuhan Keperawatan genogram yang dibuat hanya terdapat 2 generasi, pada buku Padila
2011 genogram merupakan alat pengkajian informatif yang digunakan untuk mengetahui keluarga,
riwayat dan sumber-sumber keluarga. Diagram ini menggambarkan hubungan vertikal (lintas
generasi) dan horizontal (dalam generasi yang sama) untuk memahami kehidupan keluarga
dihubungkan dengan pola penyakit. Untuk hal tersebut, maka genogram keluarga harus memuat
informasi tiga generasi.
Pada kasus yang terdapat Tn M tidak meminum obat secara rutin, perlu dilakukan pengkajian
mendalam penyebab Tn M tidak mau meminum obat secara rutin, apakah karena kurangnya
motivasi dari keluarga, apakah karena ada efek samping dari obat tersebut, apakah kurangnya
penyuluhan pentingnya meminum obat anti hipertensi.
Pada Pengkajian yang didapatkan Tn “M” dan keluarga belum mengetahui tentang Hipertensi
karena saat ditanya keluarga tampak bingung. Pengetahuan merupakan hal yang penting dalam
manajemen suatu keadaan sakit dari seseorang dan juga dapat manajemen diri agar dapat terhindar
dari penyakit. Dari penelitian yang dilakukan oleh Karaeren et al. (2009) di Turkey, menunjukan
bahwa pasien dengan tingkat pengetahuan yang tinggi akan memiliki tingkatkepatuhan terhadap
pengobatan yang tinggi juga. Pada kasus ini belum dilakukan pengkajian mendalam apa yang
menyebaabkan keluarga belum mengetahui tentang Hipertensi, perlu dikaji faktor pengalaman
keluarga dalam hipertensi, akses terhadap fasilitas kesehatan dan sarana prasarana yang di terdapat
pada keluarga.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang ditegakkan yaitu ketidakefektifan Manajemen regimen
terapeutik, pada diagnosa yang diangkat di dalam asuhan keperawatan yaitu diagnosa dengan
etiologi 5 KMK Hal ini tidak sesuai dengan penulisan diagnose menurut IPKKI (2017), yaitu
Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga dengan batasan karakteristik yang sesuai yaitu
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan pada bagian skori ng pa da kasus ini kura ng te pat . Pada bagian
potensi masalah untuk dicegah penulis mencantumkan nilai 2 atau cukup, seharusnya nilai yang
diberikan adalah 1 yaitu rendah, karena Tn M tidak mau minum obat secara rutin, masih membeli
obat di warung dan apotek K24 tanapa resep dokter, dan belum mengetahui tentang hipertensi.
Pada penulisan tujuan belum memenuhi SMART bagian realistik dan achievable karena dalam satu
kunjungan pasien diharapkan mampu memenuhi kriteria hasil yang banyak, dalam penyusunan
tujuan dan perencanan harus dibuat bersama keluarga dan memperhatikan kondisi dan keadaan
pasien. Pada kasus ini salah satu anggota keluarga Tn M, yaitu istrinya memiliki riwayat gangguan
jiwa, jadi perlu dipertimbangkan lagi dalam penyusunan tujuan intervensi, apakah sudah sesuai
dengan keadaan dan situasi keluarga.
Pada kriteria hasil yang dibuat ada yang terdapat di dalam NOC dan ada yang tidak, pada NOC
yang dibuat adalah keluarga mampu melakukan perawatan hipertensi secara mandiri yang
terdapat pada NOC label Normalisasi Keluarga yaitu mampu memeneuhi kebutuhan fisik keluarga.
Keluarga mampu mengurangi jenis makanan yang harus dihindari dan mampu berobat di
Puskesmas yang terdapat pada NOC label bagian normalisasi keluarga yaitu keluarga mampu
mempertahankan aktivitas dan rutinitas yang tepat. Keluarga mampu menyebutkan pengertian,
penyebab, tanda gejala dan pencegahan hipetensi sesuai yang terdapat pada NOC label partisipasi
keluarga dalam perawatan profesional yaitu mampu menyediakan informasi yang diperlukan.
Pada intervensi yang disusun juga ada yang terdapat di dalam NIC dan tidak, perencanaan yang
terdapat di dalam NIC adalah uji kemampuan keluarga tentang hipertensi yang terdapat pada NIC
label dukungan pengasuh yaitu mengkaji tingkat pengetahuan pasien. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang hipetensi dsn mengajarkan diit hipertensi yang terdapat pada NIC yaitu
Menyediakan informasi mengenai pasien sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Melakukan kontrak
waktu dan menyampaikan tindakan yang dilakukan yang terdapat pafa NIC yaitu Bangun hubungan
pribadi dengan pasien dan anggota keluarga yang akan terlibat dalam perawatan. Menganjurkan
kepada keluarga Tn M untuk memonitor Tn M yang terdapat pada NOC yaitu kolaborasi dengan
anggota keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan terapi pasien dan perubahan gaya hidup.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi yang dibuat.
Menurut Meliany (2019) yaitu pelaksanaan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan independent atau secara mandiri
dan tindakan kolaborasi, tindakan independent seperti mengajarkan diit hipertensi, memonitor TTV
dan kolaborasi dengan keluarga d e n ga n m e ng i ku t se r t a k a n k e l u a rg a d a l a m
memberikan pendidikan kesehatan agar semua paham.
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah pelaksanaan keperawatan selama 3 X kunjungan pada keluarga Tn M masalah
ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga yaitu teratasi hal ini sesuai dengan tujuan panjang
yaitu ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik hipertensi di keluarga efektif, tujuan pendek
keluarga mampu mengenal masalah, mampu merawat anggota keluarga yang sakit, keluarga mampu
mengambil keputusan dengan kriteria hasil keluarga mampu menyebutkan pengertian, penyebab,
tanda gejala dan penyebab hipertensi. Keluarga mampu melakukan perawatan s ecara mandiri,
mampu mengurangi jenis makanan yang harus dihindari, mampu berobat di puskesmas, dan
berhenti merokok, keluarga bersedia kontrol dipuskesmas, tidak beli obat di warung/ apotek K24,
mengurangi dan berhenti merokok. Evaluasi yang digunakan pada kasus ini yaitu menggunakan
evaluasi hasil dengan SOAP, dan tidak menggunkan evaluasi proses. Menurut penulis hasil evaluasi
sudah teratasi kurang sesuai, karena pada evaluasi yang ditulis adalah keluarga akan melakukan
belum sudah melakukan, menurut penulis sebaiknya evaluasi yang ditulis adalah masalah teratasi
sebagian.
Saran
1. Bagi Keluarga
Diharapkan Keluarga lebih mampu mengetahui tentang apa itu Hipertensi, tanda gejala,
penyebab dan mampu mengetahui tentang cara perawatan Hipertensi
2. Bagi Peneliti
Diharapkan hasil karya ilmiah ini dapat sebagai referensi lain serta acuan untuk dapat
dikembangkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga dengan Hipertensi.
RUJUKAN
Friednam,M.S., Bowdwn,V.R., & Jones,E.G. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga (5th ed ).
Jakarta: ECG.
Hafrianto, M.N., Kurnia,E. (2013). Derajat Hipertensi (Menurut WHO) mempengaruhi kualitas tidur
dan stres psikososial. Jurnal stikes., 6 https://scholar.google.co.id/ scholar?hl=id&as_sd
t=0%2C5&q=derajat+ hipertensi+menurut+who+mempengaruhi+k
ialitas+tidur+dan+stres+psikososial&btnG= #d=gs_qabs&u=%23p%3Dq2iFUSIItOAJ.
Herdman, T.H, & Kamitsuru,S. (2018). Nursing diagnoses: definitions &Classification (10th
ed). Jakarta : EGC
Kementrian kesehatan RI. (2019). Laporan
Nasional Riskesdas 2018. Diakses 22 Februari 2020, http://labmandat.litbang.
depkes.go.id/images/download/laporan/ RKD/2018/Laporan_Nasional_RKD2018_
FINAL.pdf
Mardhinah, A., Abdullah, A., Hermansyah (2015) Pendidikan Kesehatan Dalam Peningkatan
pengetahuan, S ikap dan K etrampilan Keluarga dengan Hipertensi. Diakses tanggal 24 Juni
2020 dari http://www.jurnal.
unsyiah.ac.id/JIK/article/view/5310
Mardiani, R. Menuliskan Tujuan dan Kriteria Hasil
Perencanaan Keperawatan Diakses tanggal
20 Juni 2020. https://osf.io/preprints/ inarxiv/7mezq/
Rawasih, A.B., Wahiduddin., Rismiyati. Hubungan Faktor Konsumsi Makanan dengan Kejadian
Hipertensi pada lansia di Puskesmas Patinggaloong. Diakses 25 juni 2020 dari
https://core.ac.uk/download/pdf/25496177. pdf
Situmorang, P.R (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Hipertensi pada penderita
Rawat Inap di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan. Diakses tanggal 23 Juni 2020
http://ojs.iik.ac.id/index.php/JCEE/ article/view/289/149
Soemitro, D.H., (2014). Analisa tingkat Health Literacy dan Pengetahuan Pasien Hipertensi di
Puskesmas Kabupaten Malang. Diakses tanggal 08 Juli