Pro 1415306008
Pro 1415306008
Disusun oleh:
Ahmad Afwan Anwarudin
(1415306008)
i
PROPOSAL
A. Latar Belakang
Setiap makhluk yang hidup di dunia ini memiliki permasalahan dan ujiannya
tersendiri. Tidak hanya manusia, hewan dan tumbuhan juga memiliki masalah yang
mesti dihadapi. Perbedaannya terletak pada cara tiap makhluk menghadapi hal
tersebut. Hewan dan tumbuhan menghadapi masalahnya dengan menggunakan
insting dan kekuatan, sementara manusia menggunakan akal, hati, dan perasaannya.
Masalah yang dihadapi manusia sangatlah beragam. Di antara masalah manusia ialah
ketakutan, kecemasan, stress, dan masalah emosional lainnya.
Klien yang datang pada konselor ada kalanya atas keinginan sendiri dan ada
kalanya atas keinginan orang lain. Klien yang datang atas keinginan sendiri tidak
1
Hartono dan Boy Soedarmadji, 2012, Psikologi Konseling, edisi revisi, Jakarta: Kencana, hlm, 27
1
selamanya akan secara terbuka mengemukakan masalahnya, begitupun klien yang
dating atas keinginan orang lain tidak selamanya tertutup. Klien memiliki
karakteristik berbeda dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian
klien. Konselor semestinya mampu mengerti dan memahami berbagai karakter klien
agar ia mampu memberikan pelayanan yang sesuai.
Dalam literature terdapat lima jenis atau tipe klien. Pertama: klien sukarela di
mana klien ini akan dengan mudah dan terbuka mengatakan pada konselor seputar
masalah yang dialami. Kedua: klien terpaksa yakni klien dating kepada konselor atas
dorongan orang lain, baik keluarga, saudara, teman, atau pun lainnya. Klien jenis ini
biasanya tertutup, enggan bicara, menolak secara halus, curiga terhadap konselor, dan
kurang bersahabat. Ketiga: klien enggan yaitu klien yang banyak bicara untuk
mengalihkan pengungkapan masalah. Keempat: Klien bertentangan atau bermusuhan,
yaitu klien dengan ciri tertutup, menentang, menolak secara terbuka, bahkan
bermusuhan. Kelima: klien krisis yakni klien yang mengalami musibah seperti
kematian (orang tua, keluarga, sahabat, orang terdekat atau orang yang dicintai),
diperkosa, kebakaran dan lainnya yang mengakibatkan goncangan keras pada
kejiwaan klien. Ciri klien ini di antaranya ialah histeris, sulit berpikir rasional, sangat
emosional, dan tidak berdaya.2 Penggambaran seputar klien juga terlihat dalam film
Hollywood berjudul Good Will Hunting.
Film adalah media komunikasi massa untuk menyampaikan pesan kepada orang
banyak yang bersifat audio visual.3 Pesan yang terdapat dalam film bergantung pada
misi film tersebut. Umumnya, film mengandung beberapa pesan di dalamnya seperti
pesan pendidikan, hiburan, dan informasi yang disampaikan melalui lambang
misalnya isi pesan, suara, percakapan dan sebagainya.
2
Ibid, hlm, 116-12-
3
Dwi Anggraini, 2016, Stereotip Perempuan Dalam Film Get Married Analisis Semiotika Rolland
Bhartes, e-journal, Ilmu Administrasi Bisnis, Vol. 4, No. 2, Universitas Mulawarman.
2
Film Good Will Hunting merupakan film garapan Gus Van Sant ini dirilis pada
tahun 1997. Film ini menceritakan seorang petugas kebersihan di suatu kampus
ternama namun memiliki kemampuan luar biasa, ialah Will Hunting. Will mampu
menyelesaikan rumus matematika yang sulit dengan mudah, bahkan mahasiswa
sendiri tidak ada yang bisa menyelesaikannya. Dosen matematika yang mengetahui
ini, Professor Lambeau, kemudian bertemu dengan Will dan membuktikan jawaban
Will. Sayangnya, tidak berapa lama Will masuk penjara akibat ulahnya memukuli
pemuda lain. Professor Lambeau yang sudah melihat potensi Will ini kemudian
mengajukan permohonan pembebasan di bawah tanggung jawabnya, dan kantor
polisi menyetujui. Will bebas dengan syarat mau melakukan konseling (terapi).
Pada awal pertemuan dengan Sean, Will langsung menunjukkan sikap tidak
bersahabatnya. Selain merokok, ia juga menyerang psikologis Sean melalui
penjelasan atas lukisannya. Penjelasan tersebut memancing kekesalan Sean hingga ia
mencekik Will dan mengeluarkan ancaman.
Dari paparan singkat di atas, terlihat bahwa klien pada proses konseling yang
terjadi dalam film tersebut termasuk klien bertentangan. Hal ini sesuai dengan ciri
yang disebutkan sebelumnya. Di samping itu, dalam proses konseling yang ada,
konselor sempat melakukan tindakan yang agresif terhadap klien. Melihat dari hal ini,
penulis merasa tertarik untuk membahas bagaimana upaya yang dilakukan oleh
konselor terhadap klien bermusuhan.
B. Identifikasi Masalah
3
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, penulis membuat identifikasi
masalah yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut:
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
Mengingat rumusan masalah yang telah diungkapkan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
F. Manfaat Penelitian
4
Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis:
a. Untuk megembangkan keilmuan di wilayah Bimbingan dan Konseling
b. Untuk menambah khasanah karya ilmiah dan pengembangan di bidang
Bimbingan dan Konseling khususnya mengenai klien bertentangan.
2. Manfaat Praktis
a. Memperluas pola pikir dan persepsi tentang klien dalam proses
konseling.
b. Mengembangkan penalaran dan pengetahuan bagi peneliti dalam
penyusunan karya ilmiah.
G. Penelitian Terdahulu
Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
bentuk subjekyang sama yaitu film. Sementara perbedaan yang terlihat adalah subjek
penelitian, objek penelitian, dan teknik analisis data penelitian.4
5
teknik analisis semiotika Roland Barthes yang menekankan pada denotasi, konotasi,
dan mitos. Penelitian ini menemukan bahwa pengkonstruuksian dari film ini terbatas
pada sudut pandang gejala, penyebab, dan pemberian label-label tertentu. Film ini
menggunakan mazhab Sigmund Freud dengan pendekatan psikodinamika, dan
menggunakan hypnosis sebagai metode untuk penyembuhan dengan mengungkapkan
trauma.
Persamaan dari penelitian ini ialah menggunakan metode dan teknik analisis
data yang sama, yakni kualitatif dengan teknik analisis semiotika Roland Barthes.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dlakukan terletak pada subjek penelitian dan
objek penelitian.5
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Nur Laeli Masykuroh, Anxiety And Defense
Mechanism of WIll Hunting in Good Will Hunting Movie. Penelitian kualitatif ini
menggunakan analisis data dengan teori psikoanalisis dari Sigmund Freud dan teori
sinematografi Amy Villarejo. Penelitian ini menemukan bahwa Will memiliki tiga
kecemasan: kecemasan realistis, kecemasan neurotic, dan kecemasan moral. Will
menggunakan mekanisme pertahanan diri berupa penyangkalan, rasionalisasi, dan
pemindahan.
Persamaan penelitian ini ialah pada subjek, yaitu film Good Will Hunting.
Adapu perbedaan dengan penelitian ini adalah objek penelitian dan teknik analisis
data.
H. Kerangka Teori
1. Konselor
Konseling adalah proses bantuan dari satu individu terhadap individu
lain. Proses konseling tidak bisa lepas dari dua individu, yaitu konselor
dan klien. Konselor sebagai tenaga professional memberikan bantuan
5
Aulia Zulfa Nurharyati, 2018, Konstruksi Dissociative Identity Disorder (DID) Dalam Film Kill Me
Heal Me Karya Jin Soo Wan, Purwokwerto: Institut Agama Islam Negeri Purwokerto.
6
kepada klien sesuai dengan keahliannya dalam konseling. Selain daripada
teknik konseling, kedua tokoh ini juga berperan penting dalam kesuksesan
konseling. Mereka memiliki porsinya masing-masing dalam mencapai
keberhasilan konseling.
Jay Haley berpendapat bahwa karakter pribadi konselor setidaknya
fleksibel yakni mampu merubah pandangan sesuai dengan kondisi, dan
tidak memaksakan pendapat dan mau mendengar pandangan orang
lain.virginia Satir mengatakan karakter pribadi konselor agar konseling
berjalan baik yaitu resource person dan model of communication.
Resource person maksudnya konselor terbuka akan informas dan mau
berbagi informasinya tersebut. Adapun model of communication berarti
konselor memiliki model komunikasi yang baik. Tau kapan saatnya
berbicara dan kapan waktunya mendengar sehingga tidak berlebhan dan
terkesan menggurui. Pendapat lain dikemukakan oleh Munson dan Wills,
karakter seorang konselor ialah ia yang mau menjadi pemelihara dan
memiliki kemampuan kepekaan dan kemampuan psikologis yang baik
sehingga dapat segera membaca keadaan klien melalui gerak tubuh dan
komunikasi serta mampu segera memberikan pelayanan sesuai
kebutuhan.6
2. Klien
Klien berasal dari bahasa Inggris yaitu “Client”. Klien dalam pandangan
konseling modern adalah individu atau kelompok yang memperoleh layanan
konseling.7 Sementara dalam pandangan konvensional, klien ialah individu
atau kelompok yang mengalami masalah sehingga membutuhkan konseling
untu menyelesaikan masalahnya. Klien memiliki karakteristik berbeda karena
berbagai factor seperti kebutuhan, pengetahuan, kepribadian, sikap, dan motif.
Jenis klien di antaranya adalah:
6
Sofyan S, Willis, op.cit, hlm, 79-80
7
Hartono dan Boy Soedarmadji. op.cit, hlm: 76
7
a. Klien Sukarela
Klien jenis ini hadir di ruangan konseling atas keinginannya
sendiri karena membutuhkan informasi ataupun pertolongan. Ciri-
ciri umum dari kien jenis ini biasanya hadir atas kehendak sendiri,
terbuka, bersahabat, berusaha mengungkapkan sesuatu dengan
detail dan jelas, bersedia membuka rahasia meski menyakitkan,
dan bersungguh-sungguh mengikuti tahapan konseling. Konselor
pemula biasanya mengharapkan mendapat klien jenis ini karena
dirasa mudah untuk ditangani. Namun perlu diingat bahwa kendati
klien terbuka dan sukarela, konselor juga harus mengetahui kapan
saat bicara dan kapan waktunya mendengarkan.
b. Klien Terpaksa
klien datang bukan atas keinginan sendiri atau dengan anjuran
atau permintaan orang lain bisa dinamakan klien terpaksa. Klien
ini berpikiran bahwa konseling adalah untuk mereka yang
mengalami gangguan kejiwaan dan nakal menjadikan meeka akan
tertutup karna merasa tidak bermasalah dan baik-baik saja.
Mereka akan menolak secara halus pada konselor, curiga, dan
kurang bersahabat. Mendapati klien semacam ini, konselor perlu
cara yang lebih lunak. Misalnya tidak memaksa meereka berbicara
daan menjelaskan apa sebenarnya konseling itu.
c. Klien Enggan
Jenis klien satu ini biasanya akan bersikap banyak bicara. Mereka
merasa ingin didengarkan tetapi tidak ingin dan tidak suka
dibantu. Bisa juga bersikap sebaliknya yaitu jarang bicara.
Menghadapi klien jenis ini konselor bisa melakukan penjelasan
sedikit demi sedikit seputar konseling dan kekeliruannya atau
menawarkan bantuan dari pihak lain seperti orang tua atau lainya.
d. Klien Bertentangan/Bermusuhan
8
Sifat tertutup akan mudah ditemui pada klien jenis ini. Perbedaan
dengan klien terpaksa yaitu mereka akan secara terbuka menolak
kepada konselor, bermusuhan (tidak bersahabat), bahkan
menentang. Keramahan konselor menjadi salah satu cara untuk
mendekati klien ini. Namun konselor juga tetap menjaga
ketegasan dan melakukan negosiasi untuk konseling. Konselor
juga perlu menunjukan empati dan meningkatkan kesabaran
dalam menghadpinya.
e. Klien Krisis
Klien krisis adalah klien yang mengadapi masalah musibah seperti
kematian orang terdekat, kebakaran, pemerkosaan, atau lainnya
yang menyebabkan mereka mengalami goncangan besar. Klien
jenis ini biasanya akan tertutup, emosional, sulit mengendalikan
diri, dan kurang mampu berpikir rasional. Konselor sebaiknya
membaca tanda-tanda di awal untuk melakukan layanan sesuai
kebutuhan.
3. Film
Film merupakan gambar bergerak yang digunakan untuk
menyampaikan pesan kepada massa mulai besar di Amerika. Pada abad 19
film merambah ke masyarakat. Film pada dasarnya pengembangan dari
prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Film pada umumnya dibentuk
melalui tanda-tanda. Hal paling utama dan jelas terlihat dalam film
sebagai tanda adalah gambar dan suara. Kesemuanya kemudian
membentuk pesan yang disampaikan kepada massa.
1. Fungsi Film
Film selain berfungsi sebagai hiburan juga berfungsi sebagai
informasi, edukasi, dan bahkan persuasi. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh perfilman Inodnesia pada 1979, yakni
9
perfilman nasional sebagai media edukasi pada pemuda dalam
rangka pembinaan character building.
2. Karakteristik Film
Factor pembentuk karakteristik film di antaranya:
a. Pengambilan Gambar
Dalam film, pengambilan gambar dilakukan dengan berbagai
macam cara untuk memudahkan penyampaian pesan dan
membuat penonton tergugah emosinya. Misalnya, film
mengambil gambar dari jarak jauh jarak jauh seorang yang
berjalan di sekitar menara Eiffel dengan tujuan memperlihatkan
keadaan di sekitar orang tersebut secara luas. Ini berbeda
dengan televisi siaran yang lebih banyak mengambil dengan
jarak dekat.
b. Identifikasi Psikologis
Film terkadang mampu mempengaruhi psikologis seseorang.
Penonton muda biasanya terjebak dengan ini hingga secara
tidak sadar maupun sadar meniru dari film. Contoh
sederhananya bisa kita lihat di lingkungan, para pemuda
menggunakan jaket seperti yang tokohnya lakukan dalam film.
c. Konsentrasi Penuh
Kemampuan lebih film salah satunya ialah dalam menggugah
dan mengembangkan emosi penontonnya. Dengan
menggunakan teknik beragam, para pembuat film berusaha
untuk mendapatkan emosi penonton hingga larut dalam film.
3. Jenis Film
Berdasarkan cerita, film dapat terbagi dalam dua yaitu fiksi dan
nonfiksi. Berdasarkan orientasi pembuatannya, terdapat film
komersil dan nonkomersil. Film komersil berarti film yang
pembuatannya ditujukan untuk bisnis, kebalikan dari nonkomersil.
10
Berdasarkan genrenya, film terbagi ke dalam berbagai jenis seperti
aksi (laga), komedi, drama, fantasi, dan lain sebagainya.
4. Sinopsis Film Good Will Hunting
Film Good Will Hunting merupakan film garapan Gus Van Sant ini
dirilis pada tahun 1997. Film ini menceritakan seorang petugas kebersihan
di suatu kampus ternama namun memiliki kemampuan luar biasa, ialah
Will Hunting. Will mampu menyelesaikan rumus matematika yang
bahkan mahasiswa sendiri tidak ada yang bisa menyelesaikannya. Dosen
matematika yang mengetahui ini, Professor Lambeau, kemudian mencari
Will bermaksud bertemu Will dan membuktikan jawaban Will.
Sayangnya, tidak berapa lama Will masuk penjara akibat ulahnya
memukuli pemuda lain. Professor Lambeau yang sudah melihat potensi
Will ini kemudian mengajukan permohonan pembebasan di bawah
tanggung jawabnya, dan kantor polisi menyetujui. Will bebas dengan
syarat mau melakukan apa yang diminta oleh Professor Lambeau, salah
satunya ialah konseling (terapi). Professor Lambeau kemudian
menghubungi rekannya untuk melakukan pekerjaan ini.
Will sosok cerdas dan tampan tampak pada awal pembuka film
memperlihatkan dirinya di dalam kamar sedang membaca buku. Namun ia
memiliki masa lalu yang menyakitkan. Masa lalu ini membentuk sikapnya
selama ini yang sulit berinteraksi dan tidak mau kehilangan. Hal ini juga
terlihat ketika ia berhubungan dengan wanita bernama Skylar. Ia bertemu
gadis itu di suatu klub malam hingga akhirnya menjalin kedekatan. Suatu
hari keduanya beradu pendapat. Ujung pertengkaran itu, Will
meninggalkan Skylar dalam tangisan.
Dalam usaha konseling, Will justru tertutup dan tidak bersahabat
dengan konselor. Henry menyerah karena Will menuduh kepribadiannya
sebagai gay. Rich memilih mundur karena Will hanya berpura-pura
terhipnotis. Setidaknya ada lima orang berujung gagal menangani Will
11
hingga Professor Lambeau mengingat satu nama yaitu Sean Maguire,
teman semasa kuliahnya dulu.
Pada awal pertemuan dengan Sean, Will langsung menunjukkan sikap
tidak bersahabatnya. Selain merokok, ia juga menyerang psikologis sean
melalui penjelasan atas lukisannya. Penjelasan tersebut memancing
kekesalan Sean hingga ia mencekik Will dan mengeluarkan ancaman.
Beberapa sesi berikutnya Will masih berusaha menutup jati diri dan
masalah yang menjadikannya bersikap demikian. Hingga pada akhirnya ia
mau membuka diri dan apa yang selama ini ia pendam. Will kemudian
berhasil lepas dari masalahnya. Akhir cerita ia kemudian pergi untuk
menemui perempuan (Skylar) dengan meninggalkan surat untuk Sean
Maguire.
I. Metodologi Penelitian
1. Metode Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode semiotika Roland
Barthes. Semiotika diartikan dengan studi berkait tanda, symbol, ataupun
lambang. Saussure mengatakan bahwa semiotika merupakan ilmu mengkaji
tanda di dalam masyarakat. Tanda ini digunakan oleh manusia untuk
berkomunikasi dengan manusia lain dalam berbagai bentuk termasuk teks.
Roland Barthes merupakan pengembang dari pemikiran Saussure. Saussure
8
Juliansyah Noor, 2013, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Edisi
Pertama, Jakarta: Kencana, hlm, 22
12
sendiri adalah pemikir yang tertarik dengan struktur kalimat dan cara
bagimana kalimat terbentuk. Roland mengambangkan hal itu bahwa kalimat
yang sama bisa berarti berbeda ketika dihadapkan situasi berbeda. Gagasan
Roland ini yang menghadirkan penjabaran denotasi, konotasi, dan mitos.
Denotasi adalah makna sebenarnya dari sebuah tanda yang oleh Roland
disebut tataran pertama. Tanda tersebut juga bisa menimbulkan konotasi
(tataran kedua) dan kemudian menghasilkan mitos atau makna yang
dipercaya.
2. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif. Peneliatian deskriptif merupakan penelitiann yang
digunakan untuk mendeskripsikan gambaran dan keadaan di lapangan
secara apa adanya dengan berfokus pada masalah yang dikaji. Hal ini
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk lebih dalam dalam menggali
data dan mendeskripsikannya.
3. Sumber Data
Sumber data yang didapatkan dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer, yaitu sumber data utama yang langsung
memberikan data kepada peneliti dalam hal ini yakni film Good Will
Hunting.
b. Sumber data sekunder, yakni sumber data pendukung yang secara tidak
langsung memberikan data kepada peneliti, seperti buku, jurnal,
dokumen, dan lainnya yang berkaitan dan dapat membantu peneliti.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang ditempuh oleh peneliti dalam
mencari dan mendapatkan data penelitian. Teknik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dokumentasi. Metode ini ialah proses pencarian dan
pengumpulan data dengan menelusuri data berbentuk tulisan, gambar, atau
karya seseorang. Dalam ini penulis mencari dan mengumpulkan utamanya
13
adalah film Good Will Hunting. Selain itu penulis juga mencari dan
mengumpulkan buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan klien
bermusuhan dan film Good Will Hunting.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ialah kegiatan untuk mempelajari, memerikasa, dan
membandingkan data. Setelah data terkumpul dan terkelompokkan,
selanjutnya penulis akan melakukan analisis dengan semiotika Roland
Barthes. Teknik analisis ini akan berfokus pada penanda dan petanda yang
terdapat dalam film baik verbal maupun nonverbal. Penanda dan petanda
tesebut kemudian dianalisis ke dalam denotasi dan konotasi. Denotasi
merupakan tataran awal dan konotasi pada tataran kedua. Denotasi
merupakan pesan yang sesuai dengan tanda dan petanda (makna
sesungguhnya). Sementara konotasi merupakan tataran kedua dimana
makna yang dihadirkan bisa jadi berlawanan dengan apa yang diperlihatkan.
14
Will Hunting.
BAB 3 (Metodologi Penelitian) Di sini diuraikan mengenai metodologi
penelitian dan hasil temuan dalam film
Good Will Hunting .
BAB 4 (Pembahasan Hasil Penelitian) Menguraikan analisis terkait upaya
konselor dalam menangani klien
bertentangan (analisis film Good Will
Hunting)
BAB 5 (Penutup) Berisikan kseimpulan dari hasil analisis
dan saran.
15
K. Jadwal Penelitian
16
Daftar Pustaka
Buku:
Ardianto, Elvinaro, dkk. 2012. Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Edisi Revisi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Hartono, dan Soedarmadji, Boy. 2012. Psikologi Konseling, Edisi Revisi. Jakarta: Kencana
Noor, Juliansyah. 2013. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah.
Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Cetakan Kelima. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Uhar Suharsaputra, 2012, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, Bandung: PT.
Refika Aditama
Willis, Sofyan. S. 2013. Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Jurnal:
Anggraini, Dwi. 2016. Stereotip Perempuan Dalam Film Get Married Analisis Semiotika
Rolland Bhartes. e-journal, Ilmu Administrasi Bisnis. Vol. 4, No. 2. Universitas
Mulawarman.
17