Anda di halaman 1dari 4

Analisis Film Hope (2013)

Diajukan untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Konseling Individu

oleh Dosen Pengampu: Elly Marlina, S.Ag., M.Si.

Disusun oleh:

Muhammad Ihza 1204010094

Nabila Nurul Sa’diyah 1204010101

Nadhifa Badzlin 1204010105

Neng Fuji Afrianti 1204010108

Neng Sindi Eldes 1204010110

Putri Patresia 1204010120

Rahmi Najahusilmi 1204010124

JURUSAN/SEMESTER/KELAS:

Bimbingan Konseling Islam/5/C

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2021
A. Sinopsis dari Film Hope

Film ini diangkat dari kisah nyata seorang gadis kecil yang mengalami pelecehan seksual
hingga mengalami trauma berat. Disutradai oleh Lee Joon Ik, Hope bercerita tentang kisah pilu
yang dialami seorang gadis dan keluarganya. Kisahnya bermula saat anak perempuan berusia 8
tahun bernama Im So Won (Lee Re) akan berangkat ke sekolah. So Won adalah anak tunggal
dan tinggal bersama ayah ibunya dengan bahagia. Disutradai oleh Lee Joon Ik, Hope bercerita
tentang kisah pilu yang dialami seorang gadis dan keluarganya.

Kisahnya bermula saat anak perempuan berusia 8 tahun bernama Im So Won (Lee Re) akan
berangkat ke sekolah. So Won adalah anak tunggal dan tinggal bersama ayah ibunya dengan
bahagia. Ayahnya bernama Im Dong Hoon (Sol Kyung-gu) seorang pegawai pabrik, sedangkan
ibunya bernama Kim Mi Hee (Uhm Ji Won) membuka toko kecil di depan rumahnya. Tetapi,
sebuah tragedi terjadi ketika So Won berangkat ke sekolah. Ia diperkosa secara sadis oleh
seorang pria di sebuah toilet umum. So Won terluka parah. Tubuhnya penuh luka, bahkan ada
luka terkoyak dari anus hingga perut yang membuat ususnya keluar sehingga ia harus memakai
kantong kolostomi.

Film Hope ini juga termasuk kedalam jenis film dokumenter, karena film ini diangkat dari
kisah nyata dan jalan cerita yang ditampilkan dalam film ini berdasarkan kisah aslinya. Sehingga
film ini banyak mengandung pesan moral didalam nya yang dapat menyentuh hati para
penontonnya, karena perjuangan seorang anak yang tidak mudah menghadapi traumanya,
komunikasi dalam keluarga yang menyanjung emosional penontonnya.

B. Penyebab Masalah

Dalam film Hope ini, peneliti menemukan perjuangan seorang anak dalam menghadapi
traumanya atas kekerasan seksual yang terjadi pada dirinya. Anak tersebut harus menjalani
masa-masa sulit dalam hidupnya yaitu kenangan buruk yang terjadi mengakibatkannya sulit tidur
dan tidak ingin berbicara dengan siapapun termasuk orangtuanya. Perjuangannya melewati itu
semua perlu adanya bantuan dengan ahlinya dan butuh waktu yang lama, tetapi anak tersebut
tidak pernah menyerah dan sanggup untuk melewati itu semua.

Trauma yang diakibatkan oleh kekerasan seksual akan sulit dihilangkan jika tidak secepatnya
ditangani oleh ahlinya, untuk membantu seorang anak yang mengalami trauma dan berdampak
buruk pada psikisnya membutuhkan konseling dari ahlinya dengan cara berkomunikasi verbal
maupun nonverbal. Konseling bisa diartikan sebagai proses pembinaan informasi yang telah
dilakukan oleh dua orang maupun lebih,konseling juga berguna untuk membantu
menyembuhkan trauma yang dialami seorang anak, bisa dilakukan dengan berbagai cara yang
tentunya tetap terdapat hiburan di dalam konseling selama komunikasi berjalan.

C. Masalah Emosional dan Non Emosional

Masalah emosional dan Non emosional nya adalah sang anak mengalami trauma hebat akibat
kejadian yang menimpanya sehingga ia merasa takut kepada laki-laki terutama laki-laki dewasa,
ia takut dengan ayah nya sendiri membuat sang ayah sakit hati dan membuat sang ayah berusaha
melakukan segala cara untuk mendekati kembali anaknya, salah satunya dengan memakai
kostum badut untuk menghibur anaknya.

Selain itu anak tersebut menjadi lebih cenderung diam tidak suka bicara bahkan dengan
orang tuanya sekalipun, selama proses penyembuhan di rumah sakit hidupnya penuh dengan
ketakutan sehingga membuat dia susah tidur.

D. Proses Konseling yang tepat melalui:

Dalam film Hope ini trauma yang dialami oleh anak korban kekerasan seksual termasuk
kedalam Rape Trauma Syndrome (RTS). Rape Trauma Syndrome (RTS) adalah suatu bentuk
Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang dialami korban pemerkosaan dan meliputi
gangguan fisik, emosional, kognitif, perilaku dan karakteristik personal. Tak semua korban akan
mengalami RTS. Beberapa akan mengalami RTS yang cukup parah, lainnya hanya akan
mengalami beberapa gejala diantaranya atau malah tidak sama sekali. Kemungkinan seseorang
akan mengalami RTS dan keparahannya, jelasnya dipengaruhi oleh karakteristik personal
perempuan korban pemerkosaan. Maka konseli dalam menangani film Hope ini menggunakan
strategi Konseling Traumatik.

Berikut Proses dan Tahapan Strategi Konseling Traumatik:

1) Tahap Awal Konseling (Penghantaran)

Pada tahap awal konseling ini, konselor harus fokus pada usaha membentuk relasi dengan
klien. Ini mencakup usaha melibatkan klien pada suatu kerja sama untuk memulai proses
konseling sehingga sasaran-sasaran konseling dapat tercapai. Apa pun nama yang kita berikan
pada relasi kerja sama itu, sasarannya adalah agar konselor bisa masuk dalam kehidupan klien
untuk membantu dan mengarahkannya pada solusi efektif atas masalah-masalahnya. Inilah tugas
konselor dalam pertemuan pertama.

2) Tahap Kerja Konseling (Penjelajahan, Penafsiran, Pembinaan)


a. Penjelajahan

Menurut Prayitno (1998:24) sasaran penjajagan adalah hal-hal yang dikemukakan klien
dan hal-hal lain yang perlu dipahami tentang diri klien. Dalam konseling traumatik, konselor
menggali semua hal yang dikemukakan oleh klien. Pada tahap ini, merupakan tahap krisis bagi
klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan pendapat dan melakukan transferensi. Oleh karena
itu konselor harus mampu membawa klien agar dapat mengungkapkan segala perasaan dan
kondisi psikologis yang dirasakannya.

Selain itu, pada tahap ini konselor juga perlu menilik terhadap masa lalu klien terutama
pada masa kanak-kanaknya. Hal ini akan membantu konselor dalam menafsirkan permasalahan
yang dialami oleh klien.

b. Penafsiran

Menurut Prayitno (1998:25) pada tahap penafsiran ini, konselor mencoba menafsirkan
apa faktor penyebab permasalahan yang dialami oleh klien. Dari pemahaman konselor tentang
faktor penyebab tersebut, konselor dapat memberikan solusi dari permasalahan klien. Dalam
konseling traumatik, konselor menafsirkan bagaimana penyebab terjadinya trauma pada klien.

c. Pembinaan

Menurut Prayitno (1998:26) tahap pembinaan merupakan tahap merubah perilaku apa
yang hendaknya dirubah oleh klien. Dalam konseling traumatik, hal-hal yang perlu perlu
dilakukan oleh konselor adalah pengembangan resistensi untuk pemahaman diri klien.
Selanjutnya, konselor perlu mengembangkan hubungan transferensi antara klien dengan
konselor.

Transferensi adalah apabila klien menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa
lalu yang berhubungan dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan, yang oleh klien dibawa
ke masa sekarang dan dilemparkan kepada konselor. Biasanya klien bisa membenci atau
mencintai konselor.

3) Tahap Pengakhiran Konseling

Dalam tahap pengakhiran konseling ini, konselor perlu melakukan penilaian terhadap proses
konseling yang telah dilaksanakan. Komselor perlu melihat apakah klien sudah memahami apa
yang diberikan selama proses konseling, bagaimana perasaan klien setelah adanya proses
konseling serta hal-hal apa saja yang akan dilakukan oleh klien setelah adanya proses konseling.

E. Teknik Masalah

Anak tersebut bisa dikatakan mengalami RTS atau Rape Trauma Syndrome, yaitu sindrom
yang paling sering disebabkan oleh kekerasan seksual, akibat nya bukan hanya pada kondisi
emosional dan psikologis atau bahkan fisik, tapi trauma juga membuat korban mengalami
perubahan perilaku, pemikiran, dan perasaan yang terjadi secara konsisten.

Beberapa gejala yang terlihat dari anak korban pemerkosaan diantaranya, gangguan
kecemasan, mood swing, perasaan tidak berdaya, dan menarik diri dari lingkungan, salah satu
yang paling menonjol adalah menarik diri seperti dia tidak mau berbicara dengan siapapun
termasuk orang tuanya terutama ayahnya

F. Membantu Klien untuk Mengambil Keputusan

Dalam pengambilan keputusan ini terapis memiliki peran yang penting dalam mengatasi
permasalahan psikologis yang klien rasakan, dan dapat kita lihat juga didalam film ini bahwa
terdapat yayasan terapis yang sangat membantu dalam proses pemulihan trauma, dan yang dapat
bisa dipetik dari film hope ini adalah klien tidak boleh terburu-buru dalam memutuskan sesuatu,
walaupun banyak tekanan dan masalah yang dihadapi klien tetap harus memikirkan dengan
matang untuk mengambil keputusan. selain dari terapis, peran orang tua pun sanagat penting
dalam pemulihan trauma si anak terutama untuk meningkatkan kepercayaan diri dan
memudahkan ssang aanak dalam berinteraksi dengan orang sekitar.

Anda mungkin juga menyukai