Anda di halaman 1dari 7

Kepada yang terhormat,

Ketua Program Studi BPI


Di-
Tempat
DenganHormat,
Saya yang bertandatangan di bawahini :
Nama : Ollah Citra
Jurusan : Bimbingan Penyuluhan Islam

Dengan ini saya mengajukan judul SKRIPSI sebagai berikut :

1. Konseling sebaya dengan menggunakan teknik self instruction untuk membantu


mengatasi stres dalam kekerasan berpacaran pada mahasiswa uin radenfatah Palembang
Rumusan Masalah:
a. Bagaimana gambaran diri mahasiswa yang mengalami stres dalam kekerasan
berpacaran?
b. Apa faktor yang menyebabkan stres dalam kekerasan berpacaran pada mahasiswa
uin raden fatah palembang?
c. Bagaimana pelaksanaan konseling sebaya menggunakan teknik self instruction
untuk mengatasi stres dalam kekerasan berpacaran pada mahasiswa uin raden
fatah Palembang?
2. Teknik Acting As if untuk meningkatkan motivasi penerimaan diri pada penderita HIV-
AIDS (studi kasus ibu berinisial E diPerkumpulan Keluarga Berencana Indonesia kota
Palembang)
Rumusan Masalah:
a. Bagaimana gambaran penerimaan diri pada penderita HIV-AIDS pada ibu
berinisial E diPerkumpulan Keluarga Berencana Indonesia kota Palembang?
b. Apa faktor yang menyebabkan penerimaan diri pada penderita HIV-AIDS di
perkumpulan keluarga berencana Indonesia kota palembang?
c. Bagaimana pelaksanaan konseling menggunakan teknik Acting As If untuk
meningkatkan motivasi penerimaan diri pada penderita HIV-AIDS di
perkumpulan keluarga berencana Indonesia kota Palembang?
Dengan demikian surta permohonan ini saya buat agar dapat dipertimbangkan atas perhatian dan
kerja samanya, saya ucapkan terimakasih.

Mengetahui Palembang, 13 Januari 2020


Penasehat Akademik Pemohon

Neni Noviza, M.Pd Ollah Citra


Nip.1979030420008012012 NIM : 1655200080

Mengetahui
Ketua Prodi BPI

Neni Noviza, M.Pd


Nip.197903042008012012
1. Teori teknik self instruction
Self instruction, merupakan sebuah metode yang diadaptasi dari modifikasi konseling
kognitif perilaku yang dikembangkan oleh Meichenbaum pada tahun 1977. Meichenbaum
menduga bahwa beberapa perilaku maladaptif dipengaruhi oleh pikiran irasional yang
menyebabkan verbalisasi diri yang tidak tepat (Baker & Butler, 1984). Dengan kata lain,
merupakan sebuah latihan untuk meningkatkan kontrol diri dengan menggunakan
verbalisasi diri sebagai rangsangan dan penguatan selama menjalani treatment
(Blackwood, et al., dalam Tang, 2006:76 ). Self instruction adalah suatu teknik untuk
membantu klien terhadap apa yang konseli katakan kepada dirinya dan menggantikan
pernyataan diri yang lebih adaptif (Ilfiandra, 2008). Hal ini berdasarkan pada asumsi
Meichenbaum (Baker & Butler, 1984) yang menyatakan bahwa individu yang mengalami
perilaku salah dikarenakan pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan dalam
melakukan verbalisasi diri.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas yang dimaksud teknik self instruction
adalah suatu cara mengubah perilaku sesuai tujuan yang hendak dicapai dengan
mengganti verbalisasi diri yang kurang tepat menjadi verbalisasi yang lebih dapat
diterima.
Adapun indikator teknik self instruction, sebagai berikut:
a. Aspek keberartian (significance), adanya kepedulian, perhatian dan afeksi yang
diterima oleh individu dari lingkungan.
b. Aspek kekuatan (power), kemampuan individu untuk bisa mengatur perilaku sendiri
dan mempengaruhi perilaku orang lain.
c. Aspek kemampuan (competence), ditandai dengan perfomansi individu dalam
mengerjakan bermacam-macam tugas dengan baik sesuai dengan tingkat usia dan
tugas perkembangannya.
d. Aspek kebajikan (virtue), ditandai dengan ketaatan individu terhadap standar moral,
etika dan prinsip-prinsip religius.

Adapun indikator-indikator stres kekerasan dalam berpacaran, sebagai berikut:


a. Indikator fisik (objektif dalam bentuk keluhan fisik, seperti: tangan memamar
memerah, ketakutan, lemah,merasa cemas atau ketakutan, cepat bingung).
b. Indikator perilaku (tampak dari perilaku-perilaku menyimpang, seperti: munculnya
rasa cemas, sensitif, sedih, kemarahan, frustasi, sulit berkonsentrasi, sukar mengambil
keputusan, pelupa, pemurung, tidak energik).
c. Indikator pikiran (tampak dalam gejala sulit berkonsentrasi, mudah lupa dan sulit
mengambil keputusan, seperti: kesulitan memusatkan perhatian dalam belajar, sulit
mengingat pelajaran atau mudah lupa, sulit memahami bahan pelajaran, berpikir
negatif pada diri dan lingkungan perkuliahan).
d. Indikator psikologis (lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti: mudah marah, sedih
dan tersinggung merusak, menghindar, membantah, berkata kotor, menghina,
menunda-nunda penyelesaian tugas kampus, malas kuliah dan terlibat dalam kegiatan
mencari kesenangan secara berlebih lebihan dan beresiko).

2. Teori kasus
Indonesia pada tahun 2003 kasus kekerasan dalam pacaran berjumlah 266 kasus dan
memiliki 303 lembaga yang memberi layanan kepada perempuan korban kekerasan, salah
satunya adalah organisasi yang tergabung dalam Women Crisis Center terdapat 137
organisasi di Indonesia, 134 Ruang Pelayanan Khusus (RPK) dan 32 Rumah Sakit yang
membuka pelayanan khusus bagi perempuan dan anak korban kekerasan, namun
perempuan korban kekerasan di Indonesia masih banyak terjadi.
Angka kekerasan dalam pacaran di Sumatera Selatan yang dilaporkan kepada
Women’s Crisis Centre Palembang tahun 2009 sebanyak 52 kasus. Jumlah ini meningkat
dibandingkan dengan tahun 2008 yang sebanyak 22 kasus. Meningkatnya angka
kekerasan dalam pacaran karena banyak korban (perempuan) yang dipaksa atau dibujuk
melakukan hubungan intim saat berpacaran.
Berdasakan data kasus kekerasan dalam pacaran di Rifka Annisa (WCC) Yogyakarta
tahun 1999 sebesar 50 kasus (14,33%) dan meningkat pada tahun 2001 sebanyak 103
kasus (26,08%). Wilayah domisili korban kekerasan yang paling banyak terdapat di
Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 18 kasus dari pada kabupaten lain. Pada usia ini
perempuan memiliki ikatan kuat dengan pasangannya (pacarnya) sehingga perempuan
menganggap bahwa kekerasan yang dialami adalah hal yang wajar.

3. Ciri-ciri klien
Berinisial LK stress terhadap kekerasan berpacaran kejadian berawal semenjak mereka
mejalin hubunga kurang lebih 1 tahun tepatnya kejadian bermula pada tanggal 07
november 2019 lalu si LK ini ditampar dan dicubit secara sepontan didalam mobil dan si
klien hanya berdiam diri dan merasa ketakutan didalam mobil setelah sampai klien hanya
mengis dan bercerita kejadian yang menimpanya
4. Batasan masalah
1. Peneliti ini hanya dilaksanakan pada mahasiswa yang mengalami stres dalam
kekerasan berpacaran diuin raden fatah Palembang
2. Penelitian ini hanya untuk mengetahui penurunan tingkat stress terhadap stress dalam
kekerasan berpacaran diuin raden fatah palembang.
1. Teori teknik acting as if
Acting as if adalah suatu teknik dengan cara konselor profesional merintahkan klien
untuk bertindak seakan-akan dirinya memiliki keterampilan terampilan dalam menangani
situasi sulit secara efektif (Seligman &Reichenberg, 2013). Banyak klien menggunakan
alasan, "Seandainya aku bisa ." (James & Gilliland, 2003). Pada titik ini, konselor
menginstruksikanklien untuk berakting seakan-akan ia mampu melakukan apa pun
yangdiharapkannya dapat dilakukan. Klien mungkin mengalami kesulitan untuk
memikirkan tentang seseorang yang memiliki keterampilan itu dan setelah itu
membayangkan bagaimana orang itu akan menangani situasi yang dimaksud (Carlson et
al., 2006). Dengan menguji coba suatu peran baru, klien sering kali belajar bahwa mereka
dapat melaksanakan perannya dan juga menjadi orang baru dalam Berakting seakan-akan
dirinya adalah orang yang seperti yang diharapkannya dapat menantang asumsi-asumsi
yang dipercayai klien, yang membatasi dirinya (Corey, 2015). Klien diperintahkan untuk
mencoba dan memergoki dirinya sedang mengulangi perilaku-perilaku lamanya.
Komitmen adalah bagian yang sangat penting dari teknik acting as if. Jikaprosesnya.

2. Teori masalah
Penerimaan Diri (self aceptance) adalah kemampuan individu dalam menyadari dan
mengakui karakteristik dirinya dalam menjalani hidup tanpa memiliki beban perasaan
terhadap diri sendiri.

Pasuhuk (1996) menunjukan bahwa dimensi stigma dari HIV-AIDS dan kanker
mempunyai dampak negatif terhadap unsur-unsur diri dari penderita tanpa memandang
jenis penyait-penyakitnya. Dampak ini tentu juga dapat mempengaruhi motivasi untuk
memeroleh kesembuhan di pihak penderita, pada giliranya dapat berakibat negatife bagi
proses pengobatannya

3. Batasan Masalah
1. Penelitian ini hanya dilaksanakan pada ibu rumah tangga yang susah menerima
dirinya terkena hiv-aids.
2. Penelitian ini hanya untuk mengetahui peningkatan penerimaan diri terhadap
penerimaan diri pada ibu rumah tangga yg terkena HIV-AIDS mengunakan
layangan konseling mengunakan teknik acting as if.

Anda mungkin juga menyukai