Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) GASAL

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Nama : Ruhyat

NPM : 201801500494

No. HP : 087886141531

Kelas : S7C

MK : Konseling Traumatik

Jawaban :

1. Studi Kasus
a. Pradiagnosis

Klien adalah anak perempuan yang berusia 16 tahun. Ia adalah anak pertama
atau bisa dibilang anak Tunggal. Klien harus merasakan kepedihan dihatinya semenjak
klien duduk di kelas 1 SMP, klien harus menyaksikan perceraian orang tuanya yang
membuat klien akhirnya bertumbuh menjadi seorang wanita yang kasar, egois, keras
kepala dan sifat-sifat jelek di dalam dirinya.Klien sering kali tidak peduli dengan situasi
dan kondisi rumahnya.
klien selalu mengeluarkan kata-kata kasar jika ibunya melakukan kesalahan
kepadanya, apalagi ibunya bekerja pulang sangat larut malam dan klien suka sekali
marah dengan ibunya dengan perkataan kasar. sejak perceraian ibu dan ayahnya klien
diberi tanggung jawab kepada ibunya untuk bisa menjaga dirinya dan menyesuaikan
lingkungan agar lebih baik kepada orang lain. Akan tetapi membuat klien belajar
dengan tidak berkonsentrasi Karena kurangnya perhatian dari ayah dan ibunya,
sekalipun dia kesal dengan orang tuanya tapi dia tetap sayang kepada kedua orang tua
nya yaitu dengan ayah dan ibunya.
Ayahnya dan ibunya klien masih, perceriaan mereka disebabkan karena teman
peremuan ayah sejak sekolah dulu datang kembali dikehidupan ayah dan bertemu
kembali membuat ayahnya berpaling dari ibuya dan menikah dengan temanya dan
meniggalkan tangung jawabnya sebagai ayah dikeluarganya.Semenjak perceraian ayah
dan ibunya, situasi keadaan rumahpun sangat berubah, ibu harus menggantikan peran
ayah dan sekaligus menjadi ibu untuk klien.
Ibu klien mempunyai sifat yang tegas dalam mendidik ke pada klien sebagai
anak perempuan atau anak tunggal, ia memberikan kebebasana ke pada klien untuk
mengutarakan keinginan mereka tapi bebas yang masih ada batas-batas tertentu seperti
menghormati orang lain, menghormati orangtua, ibu klien sangat memperhatikan
kebutuhan anak tunggalnya.
Bekerja dan sambil mengurus anak tidaklah mudah dilakukan oleh ibunya, dan
karena ibu harus bekerja dari pagi hingga malam, Menurut ibunya Klien adalah seorang
anak yang sangat peduli dengan keluarganya, terutama kepada ibunya. Seringkali tidak
berkonsentarsi karena memikirkan kedua orangtuanya yang bercerai dan kurangnya
kasih sayang terhadap klien, sehingga membuat dirinya selalu tidak berkonsentrasi
terhadap apa yang sedang dipelajarinya.
Tapi sudah beberapa lama ini klien terlihat agak sering marah-marah dengaan
ibunya yang tidak seperti biasnya dia lebih cepat marah dengan ibunya.

b. Diagnosis
Saat bertemu dengan klien, saya mewawancarainya tentang permasalahan yang
dialaminya,
Gejala yang sering timbul:
1) Sulit tidur
2) Tidak nafsu makan
3) Pelupa
4) Melamun
5) Mudah marah

Klien dalam hal ini seorang siswa merasa terganggu akan kepribadiannya,
1) Ketidak percayaan diri dalam lingkungan.
2) Kurangnya konsentrasi belajar dirumah karena kurangnya kasih sayang orang tua.
3) Kehidupan keluarga yang kurang harmonis (broken home).
4) Tidak semangat dalam belajar dan mudah marah
c. Prognosis
Pada umumnya, kecemasan terjadi karena siswa merasa tidak bisa menjawab soal
dengan sempurna, takut yang dipelajarinya tidak keluar, dan sebenarnya apa yang
dialami siswa tersebut merupakan perasaan belaka,
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan. Maka layanan bimbingan dan
konseling yang diberikan kepada konseli yaitu :
1) Mengubah pola pikir yang keliru dengan teknik SEFT
2) Menanamkan potensi yang ada pada diri klien
3) Diberikan perhatian lebih terhadap klien dengan memberikan motivasi dan
dorongan untuk tetap bersabar
4) Memberikan pendekatan secara perlahan-lahan.

d. Treatment ( Pendekatan Konseling yang di gunakan )


Konseling individu yang diberikan kepada konseli menjadi pribadi sehat, harus bisa
belajar dan menjalani hidup dengan baik, harus berkonsentrasi akan kenyataan hidup
yang ada. Memperbaiki kebiasaan tidak baik menjadi kebiasaan yang lebih baik.
Usaha bantuan yang terlaksana dari usaha bantuan yang konselor rencanakan, hanya
beberapa usaha yang terlaksana. Adapun usaha yang terlaksana adalah sebagai berikut:
1) Konselor melakukan hubungan baik / attending dengan konseli
2) Konselor mengajak sharing kepada konseli terkait masalah yang dihadapi konseli
3) Konselor memberi salah satu strategi mengenai masalah yang dialami konseli
menggunakan teknik SELF
4) Konselor mengubah pola pikir negatif mengenai kecemasan menjadi pola pikir
positif
5) Konselor memberi latihan agar bisa berpikir positif mengenai kecemasan dan lain-
lain

e. Layanan konseling yang diberikan


Konseling individu harapannya dapat membantu konseli bisa yakin dengan
kemampuan yang dimilikinya dan juga bisa menghadapi ujian, sehingga konseli dapat
dengan berani menghadapi ujian dan selalu siap untuk menghadapi ujian serta
kenyataan dalam hidupnya.
f. Rekomendasi dan tindak lanjut
Mengevaluasi terhadap layanan yang telah dilaksanakan oleh konseli dan menjaga apa
yang telah dicapai dalam konseling atau menjaga perilaku konseli yang telah berhasil
dirubah setelah mengikuti proses konseling. Hasil dari evaluasi yaitu konseli bisa
berkembang cara positif terhadap pola pikirnya. Konseli bisa berpikir positif dan tidak
cemas lagi.

2. Pendekatan SEFT
Spritual Emotional Freedom Technique (SEFT) merupakan salah satu metode untuk
membantu klien dalam mengatasi masalah penanganan trauma. Tehnik ini dilihat dari nilai
spiritual yang ada pada diri seseorang. Ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam tehnik
SEFT. Tahap awal praktisi menyebut dengan sesi Set-Up, instruktur memberikan atensi
yaitu memperhatikan keadaan fisik, mimik dan keluhan yang dikeluhkan disertai dengan
mengajukan beberapa pertanyaan ringan agar binimbing dapat menyampaikan keluhannya
yang berhubungan dengan perasaan dan gangguan fisik yang dialami. Tahap awal ini
adanya attending dan open question terhadap klien. Tahap kedua adalah proses tune-in
pembimbing membawa kita memasuki alam masa lalu dengan mengingat-ingat segala
peristiwa yang pernah terjadi yang menimbulkan gangguan. Tahap ketiga, adalah proses
Tapping, memasuki tahapan ini instruktur memberikan sentuhan pada bagian-bagian tubuh
pada fokus titik-titik simpul saraf, untuk mengaktifer kembali saluran-saluran saraf yang
terganggu. Dengan sentuhan maupun ketukan diharapkan sistem energi tubuh berfungsi
normal sehingga tubuh bisa mencapai keseimbangan dan kesegaran

3. Penanganan Kasus
a. Menyikapi masalah tersebut, peran konselor sangat penting untuk segera menangani
masalah konseli tersebut. Dengan melakukan konseling individu, meredakan rasa putus
asa dan kecemasannya, mengarahkan klien untuk menunjukan sikap tenang,
menyesuaikan dengan situasi baru, dan kemudian klien diarahkan untuk menerima
segala kejadian yang telah berlalu dengan sewajarnya dengan cara memberikan
dukungan dan motivasi yang dapat bermanfaat untuk klien tersebut.
b. Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) merupakan pendekatan
behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan
pikiran.
Langkah pertama, dalam langkah ini konselor berusaha menunjukkan kepada klien
bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional.
Disini klien harus belajar memisahkan keyakinan rasional dari yang tidak rasional. Pada
tahap ini peranan konselor adalah sebagai propagandis yang berusaha mendorong,
membujuk, meyakinkan, bahkan sampai kepada mengendalikan klien untuk menerima
gagasan yang logis dan rasional. Jadi pada langkah ini peran konselor menyadarkan
klien bahwa gangguan atau masalah yang dihadapinya disebabkan oleh cara berpikir
yang logis.
Langkah kedua, peranan konselor adalah menyadarkan klien bahwa pemecahan
masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri. Maka dari itu dalam
konseling rational emotive ini konselor berperan untuk menunjukkan dan menyadarkan
klien, emosional yang selama ini dirasakan akan terus menghantuinya apabila dirinya
akan tetap berpikir secara tidak logis. Oleh karenanya, klienlah yang harus memikul
tanggung jawab secara keseluruhan terhadap masalahnya sendiri.
Langkah ketiga, pada langkah ini konselor berperan mengajak klien menghilangkan
cara berpikir dan gagasan yang tidak rasional. Konselor tidaklah cukup menunjuk pada
klien bagaimana proses ketidaklogisan berpikir ini, tetapi lebih jauh dari konselor harus
berusaha mengajak klien mengubah cara berpikirnya dengan cara menghilangkan
gagasan-gagasan yang tidak rasional.
Langkah keempat, peranan konselor mengembangkan pandangan-pandangan realistis
dan menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak rasional. Konselor berperan untuk
menyerang inti cara berpikir yang tidak rasional dari klien dan mengajarkan bagaimana
caranya mengganti cara berpikir yang tidak rasional dengan rasional.

4. Penanganan Kasus Traumatik Bencana Semeru


a. Sebagai seorang konselor diharapkan dapat memberikan bantuan untuk menangani
masalah traumatik korban bencana tersebut. Karena trauma tersebut sangat berdampak
pada fisik, psikis dan juga materi. Memberikan bantuan kepada korban baik bantuan
materi maupun bantuan yang sifatnya konseling dan pemberian semangat agar bisa
menerima dan menghadapi bencana tersebut dengan penuh kesabaran, karena
qadarullah telah terjadi dan tidak dapat ditolak oleh semua makhluknya.
b. Arah pelayanan traumatik pada korban bencana semeru, membantu menghilangkan
trauma yang dialami akibat dampak bencana tersebut, dengan cara berinteraksi dengan
korban untuk meningkatkan dan menumbuhkan kembali keceriaan kepada korban
dampak bencana.
c. Untuk mengurangi kecemasan dan trauma pada korban dampak bencana terutama anak-
anak, kami akan mengadakan konseling traumatik dengan teknik permainan supaya
anak-anak dapat terhibur dan berupaya untuk menghilangkan rasa kecemasan dampak
bencana dan membuat korban agar bisa semangat menjalani kehidupan sehari-harinya
seefektif mungkin.
Terapi bermain ini bagus digunakan untuk proses konseling terhadap anak-anak.
Dengan terapi bermain ini, anak-anak dapat mengekspresikan emosinya. Dan metode
ini berupaya supaya mental anak tetap stabil. Karena pada masa anak- anak adalah masa
bermain, maka play therapy ini cocok digunakan dalam proses trauma healingnya.
Terapi bermain ini bisa bermacam jenis nya, sesuai dengan kemampuan konselor dan
kebutuhan konselinya. Salah satu contohnya dapat menggunakan permainan puzle,
permainan yang mengenai kerajinan tangan dan hal lainnya. Permainan ini berupaya
untuk mengalihkan kondisi yang menggau konseli (anak- anak).

Anda mungkin juga menyukai