Anda di halaman 1dari 17

KARYA TULIS ILMIAH

KOMUNIKASI KELOMPOK (B)

PERILAKU KOMUNIKASI DALAM PERSAHABATAN


YANG TERJALIN SEDARI SD BERAKHIR TOXIC DIKARENAKAN
PANDEMI COVID-19

Disusun oleh:

CUT AZ-ZAHRA JASMINE ASHILA


202041179

Dosen Pengampu:
Novalia Agung Wardjito Ardhoyo, ST, M.Ikom

jasmine.ashila01@gmail.com

Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta


Perilaku Komunikasi dalam Persahabatan yang Terjalin Sedari SD Berakhir Toxic
Dikarenakan Pandemi Covid-19

Oleh : Cut Az-Zahra Jasmine Ashila


Dosen : Novalia Agung Wardjito Ardhoyo, ST, M.Ikom
jasmine.ashila01@gmail.com
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

ABSTRAK

Manusia adalah makhluk sosial dan juga makhluk individu, seperti yang dikemukakan oleh Soekanto
(1994: 124) sejak lahir manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok yaitu, keinginan untuk
menjadi satu dengan manusia lain yang berbeda di sekelilingnya (yaitu masyarakat), dan keinginan untuk
menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Terlahir sebagai makhluk sosial, menjadikan manusia
sebagai makhluk yang bergantung satu sama lain. Dalam hubungan persahabatan, komunikasi sangat
diperlukan. Tujuan berkomunikasi dalam persahabatan itu untuk mengenal watak satu sama lain, menjaga
hubungan persahabatan, mengubah sikap, dan perilaku dan saling membantu saat menghadapi masalah.
Saat menjalani suatu hubungan persahabatan tanpa berkomunikasi pasti akan terjadi di miscommunication
yang berdampak terjadinya konflik. Dalam penelitian ini memiliki latar belakang dengan adanya Pandemi
Covid-19 yang berpengaruh terhadap komunikasi dalam persahabatan yang sudah terjalin dari lama. Toxic
Friendship adalah istilah yang mengacu pada teman yang tidak mendukung dan memberikan kontribusi
positif untuk hidup orang lain. Mereka selalu membawa efek negatif dalam kehidupan. Mereka sering
membuat seseorang stres dan makan hati, seolah menjadi racun yang merusak kebahagiaan dan kesehatan
mental Anda. Toxic Friendship kerap muncul dalam beberapa kelompok persahabatan. Perilaku
komunikasi toxic tanpa diduga terjadi selama Pandemi Covid-19 berlangsung. Perilaku komunikasi toxic
yang memiliki pola komunikasi dengan berbahasa dan tindakan buruk tersebut tentunya memengaruhi
perilaku komunikasi mereka, baik komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Toxic friendship dapat
disadari saat persahabatan yang kita jalankan selalu membuat kita merasa buruk atau negatif. Hal ini
mengakibatkan kerenggangan hubungan dalam persahabatan tersebut yang mengakibatkan gangguan pada
kesehatan mental.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu peneliti berusaha mengungkapkan suatu
realita atau fenomena sosial. Teknik untuk memperoleh data yaitu, observasi dan wawancara dengan
jumlah informan sebanyak tiga orang. Proses penelitian dengan analisis dan pembahasan serta penarikan
kesimpulan dan saran. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana kondisi yang dialami diantara anggota dan
pendapat salah satu ahli. Perilaku komunikasi Toxic Friendship yang dialami circle persahabatan tersebut
secara verbal maupun non-verbal, seperti tidak menghargai, tidak menganggap, dan egois. Kemudian
dampak yang dirasakan seperti tekanan batin, gangguan psikis, trauma yang mendalam, dan berubah
kepribadian. Respon yang didapatkan adalah memilih bertahan atau memilih untuk meninggalkan. Teori
yang digunakan penulis untuk menganalisa kasus disini adalah Teori S-O-R. Model yang digunakan adalah
model S-O-R (Stimulus, Organism, Respon), dimana teori ini membahas mengenai penyebab perubahan
perilaku yang terjadi pada organisme.

Kata Kunci: Toxic Friendship, Perilaku Komunikasi, Konflik, Sahabat, Pandemi Covid-19
A. PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial dan juga makhluk individu, seperti yang dikemukakan oleh
Soekanto (1994: 124) sejak lahir manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan
pokok yaitu, keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain yang berbeda di
sekelilingnya (yaitu masyarakat), dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam
sekelilingnya. Terlahir sebagai makhluk sosial, menjadikan manusia sebagai makhluk yang
bergantung satu sama lain. Membangun persahabatan merupakan sesuatu yang harus
dihayati sebagai wujud nyata bahwa manusia memang makhluk sosial. Terkadang teman
yang dekat akan datang dan pergi silih berganti. Meskipun begitu, tak jarang juga ada yang
berhasil membangun pertemanan bertahun-tahun.

Dalam hubungan persahabatan, komunikasi sangat diperlukan. Tujuan berkomunikasi dalam


persahabatan itu untuk mengenal watak satu sama lain, menjaga hubungan persahabatan,
mengubah sikap dan perilaku dan saling membantu saat menghadapi masalah. Saat
menjalani suatu hubungan persahabatan tanpa berkomunikasi pasti akan terjadi di
miscommunication yang berdampak terjadinya konflik (Novita, 2012).

Namun, semenjak Pandemi COVID-19 yang sudah terjadi kurang lebih dua tahun, banyak
perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Pola hidup, Kesehatan Mental,
Perilaku Komunikasi, Sifat, dan Tingkah Laku. Sulitnya untuk bertemu dikarenakan
diterapkan PPKM dan karantina membuat interaksi sosial dengan jarak jauh tersebut
menimbulkan banyak kesalahpahaman. Selain itu, hubungan persahabatan menciut akibat
interaksi secara daring. Menurut penelitian yang dilakukan University College London
(UCL) terhadap COVID-19, 1 dari 5 hubungan menjadi buruk karena efek karantina diri.

Perilaku komunikasi toxic tanpa diduga terjadi selama Pandemi. Perilaku komunikasi toxic
yang memiliki pola komunikasi dengan berbahasa dan tindakan buruk tersebut turut
tentunya memengaruhi perilaku komunikasi mereka, baik komunikasi verbal dan
komunikasi nonverbal. Toxic friendship dapat disadari saat persahabatan yang kita jalankan
selalu membuat kita merasa buruk atau negatif. Bukannya bersifat mendukung, sebaliknya
toxic friendship membuat kita tidak berdaya. Parahnya lagi terkadang kita malah
membiarkan saja terjadi padahal lama-kelamaan toxic friendship membuat kita merasa
tersiksa, stres bahkan bisa memengaruhi fisik kita. Kita tidak boleh membiarkan kan hal ini
terjadi dan terjebak dalam circle toxic friendship.

Dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih terjalin melalui proses
komunikasi menuju persahabatan dan menjaga hubungan persahabatan. Membangun
hubungan persahabatan dengan orang-orang dari latar belakang berbeda membutuhkan
usaha dan kesiapan diri.

I. Pengertian Konflik

Menurut Soerjono Soekanto (2006:91), ia memandang konflik merupakan suatu proses


sosial dimana orang per orang atau kelompok manusia. Berusaha untuk memenuhi
tujuannya, dengan jalan menentang pihak lawan, disertai ancaman atau kekerasan.

Menurut Ariono Suyono konflik adalah proses suatu keadaan dimana dua pihak berusaha
mengagalkan tercapainya tujuan masing-masing. Disebabkan adanya perbedaan pendapat,
nilai ataupun tuntutan dari masing-masing pihak.

Menurut Berstein ia menjelaskan bahwa konflik merupakan suatu pertentangan atau


perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik ini mempunyai potensi yang memberikan
pengaruh positif dan negatif dalam interaksi manusia.

II. Jenis-Jenis Konflik

• Konflik individu, yakni konflik yang terjadi antara individu dengan individu atau
dengan kelompok masyarakat.
• Konflik rasial, yakni konflik yang terjadi antara dua ras atau lebih yang berbeda.
• Konflik agama, yakni konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok yang memiliki
agama dan keyakinan berbeda.
• Konflik antara kelas sosial, yakni konflik antara kelas atau kelompok masyarakat
yang berbeda.
• Konflik politik, yakni konflik yang terjadi karena adanya perbedaan pandangan di
dalam kehidupan politik.
• Konflik sosial, yakni konflik yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat.
• Konflik internasional, yakni konflik yang terjadi antarnegara di dunia secara global.

III. Faktor Penyebab Konflik

Faktor penyebab atau akar-akar pertentangan atau konflik (Soerjono Soekanto, 2006: 91-92)
antara lain:
• Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian kemudian perasaan.
• Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
• Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
• Kurangnya keharmonisan dalam hal interaksi sosial.

IV. Pengertian Pertemanan atau Persahabatan

Pertemanan atau persahabatan (Friendship) yaitu, hubungan yang erat antara seseorang
dengan yang lainnya. Teman memiliki pengaruh besar pada perilaku dan gaya hidup
seseorang. Persahabatan akan membawa kebaikan dan keburukan pada saat bersamaan.
Artinya, jika kita berteman dengan orang baik maka kita akan terpengaruh untuk menjadi
orang baik juga, sebaliknya jika berteman dengan orang jahat kita akan terpengaruh menjadi
orang jahat juga (Dariyo, 2004: 47).

Menurut ahli Shaffer (2005), menyatakan bahwa persahabatan diartikan sebagai sebuah
hubungan yang kuat dan bertahan lama antara dua individu yang dikarakteristikkan dengan
kesetiaan, kekariban, dan saling menyayangi.

Sedangkan Menurut Santrock (2002), Persahabatan adalah suatu bentuk hubungan yang
dekat yang akan melibatkan suatu kesenangan, percaya, penerimaan, respek, saling
membantu, menceritakan sebuah rahasia, pengertian, dan juga spontanitas.
V. Pengertian Toxic Friendship

Menurut Prof. Victoria Andrea Muñoz Serra, Toxic Friendship adalah mereka yang
mengatakan kata menjadi teman Anda, tetapi tindakannya akan menimbulkan rasa sakit,
karena perilaku mereka bukanlah yang Anda harapkan dalam sebuah persahabatan.
Singkatnya Toxic Friendship adalah “Persahabatan yang Beracun”.

Menurut Suzzane, (Gilliard, 2016: 2) lebih fokus mendefinisikan Toxic friend pada dampak
yang diberikan yaitu “If anything that is done to you by your friend causes stress, hair loss,
weight loss, weight gain, anxiety, depression, anger and other health issues, it is Toxic. If
your friend makes you feel like hurting somebody, then you are in a Toxic relationship”.
Jika diterjemahkan secara bebas maka Toxic friends adalah sesuatu yang dilakukan oleh
teman anda dan menyebabkan anda stress, rambut rontok, berat badan berkurang, berat
badan bertambah, kecemasan yang berlebihan, depresi, kemarahan dan masalah kesehatan
lainnya maka itu disebut beracun. Jika teman anda membuat anda harus merasa menyakiti
orang lain maka anda terjebak dalam hubungan yang beracun.

Menurut Yager (2006: 29-31) menyebutkan bahwa Toxic friendship disebut juga
persahabatan semu. Toxic friendship adalah jenis persahabatan yang merusak dan
berbahaya, serta 34 bersifat satu arah. Persahabatan semu tidak ada saling berbagi, tidak ada
kebersamaan, tidak ada kasih sayang hanya memikirkan diri sendiri, menguntungkan satu
pihak dan selalu berusaha membuat segala hal berakhir dengan buruk.

Beberapa definisi di atas terlihat bahwa terdapat kesamaan dalam setiap definisi maka,
Toxic friendship adalah hubungan persahabatan yang beracun dan tidak sehat serta hanya
menguntungkan di satu sisi dan merugikan di satu sisi lainnya. Tak hanyaitu, persahabatan
beracun hanya datang ketika membutuhkan saja dan berusaha mengisolasi dari hubungan
sosial lainnya. Persahabatan beracun dapat menyebabkan trauma, stress, kecemasan yang
berlebihan, depresi, kemarahan, rasa tidak aman dan gangguan kesehatan lainnya.

VI. Ciri-Ciri Perilaku Toxic Friendship

Menurut Yager (2006: 88-89) menyebutkan terdapat beberapa ciri-ciri Peilaku Toxic
friendship, diantaranya:
a) Pengkritik, tidak dapat menghargai hasil karya atau prestasi yang dicapai oleh orang lain,
merasa cemburu karena orang lain lebih sukses dan lebih baik dibandingkan dirinya, serta
mencoba merendahkan dengan mengatakan hal yang buruk tentang kesuksesan yang dicapai
orang lain.

b) Tidak Ada Empati, Artinya dalam hubungan tidak adanya sifat memahami dari sudut
pandang seseorang untuk merasakan, menyayangi dan menunjukkan simpati kepada orang
lain.

c) Keras Kepala, Artinya tidak mau mendengar kata orang lain, menganggap pendiriannya
selalu benar, tidak mau mengakui bahwa dirinya salah, tidak mau mengalah, enggan untuk
meminta bantuan orang lain.

d) Selalu Bergantung, Artinya tidak dapat hidup tanpa orang lain, tidak bisa hidup mandiri,
selalu membutuhkan kehadiran orang lain, selalu membutuhkan bantuan dari orang lain,
serta takut akan kehilangan orang lain.

VII. Dampak dari Toxic Friendship

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Primatia Yogi Wulandari, M.Si, bahwa Toxic
Friendship jika dibiarkan secara periodik akan menyebabkan:

• Mampu membuat seseorang merasa stres


• Sedih
• Cemas
• Meragukan diri sendiri
• Merasa disalahgunakan
• Merasa tidak menjadi diri sendiri
• Hilang kepercayaan
• Hingga membuat individu selalu merasa dimanfaatkan karena terus melakukan giving
VIII. Masalah-masalah yang Berhubungan dengan Keakraban

Keakraban dalam hubungan (Persahabatan) sulit untuk dicapai. Berikut ini terdapat empat
masalah yang berhubungan dengan keakraban, yaitu kesepian, ketidakpastian hubungan, dan
kecemburuan.

• Kesepian

Kesepian dapat dicirikan sebagai kondisi seseorang dimana tingkat interaksi sosial yang
diinginkan lebih tinggi daripada yang dicapai (Segnin, 1998). Kesepian tidak bergantung
semata-mata pada jumlah interaksi sosial. Seseorang yang melakukan sedikit interaksi
dengan orang lain dapat merasa puas dengan tingkat interaksi tersebut. Orang yang
mempunyai hubungan akrab yang memuaskan jarang sekali merasakan kesepian, sebaliknya
orang yang mempunyai banyak hubungan dengan pihak pihak lain tetapi dangkal sifatnya
bisa merasa kesepian walaupun adanya kehadiran orang lain secara terus menerus.

• Ketidakpastian Hubungan

Tidak pasti hubungan terjadi apabila orang merasa ragu mengenai hakikat dari sebuah
hubungan. Ketidakpastian hubungan muncul dari kepedulian mengenai hubungan masa
depan berasal dari perasaan berjauhan konflik yang tak terselesaikan atau kejadian kejadian
yang mengubah kehidupan. Bisa saja orang yang melibatkan diri dalam hubungan mulai
memperhatikan isyarat isyarat bahwa hubungan tersebut menjadi lebih jauh dengan
berkurangnya berbagi waktu untuk melakukan kegiatan bersama yang menyenangkan.

• Kecemburuan

Kecemburuan atau jelas merupakan kecurigaan mengenai persaingan atau ketidaksetiaan


dan ini merupakan kekuatan utama yang merusak hubungan yang akrab. Menurut salah satu
penelitian, 57% dari responden yang dikutip perasaan cemburu bekas teman atau sikap kritis
terhadap hubungan responden lainnya dari alasan yang moderat sampai yang paling penting
bagi perceraian hubungan mereka. (Marsh, 1988).
IX. Tips Menghadapi Jika terjebak dalam Toxic Friendship

• Kenali sifat yang beracun

Penting untuk mengenali apa saja sifat beracun alias toxic yang ditunjukkan seorang teman.
Dengan begitu, kamu bisa mencari tahu apakah orang tersebut memang “beracun” atau
hanya menjadi teman toxic kepadamu saja.

• Berani kata tidak

Merasa tidak enak saat harus menolak permintaan teman sangat mungkin terjadi. Namun,
sebaiknya pastikan bahwa teman toxic tidak bersikap semaunya dan berlebihan.
Memutuskan untuk bertahan dengan teman toxic tidak masalah, tapi kamu harus mengetahui
konsekuensi dan kemungkinan yang akan terjadi. Jika sudah dirasa sangat berlebihan,
cobalah untuk berani mengatakan tidak dan melawan apa yang dilakukan oleh teman
beracun.

• Buat Batasan

Sangat penting untuk membuat Batasan jelas, terutama saat terjebak dalam
pertemanan toxic. Hal ini berguna untuk melindungi diri sendiri. Saat berada di sekitar orang
yang toxic, hal yang harus diutamakan adalah kesehatan mental dan kebahagiaan diri sendiri.
Jangan sampai kamu mengorbankan kondisi kesehatan mental hanya untuk membuat senang
teman toxic.

• Berteman dengan yang Lainnya

Tidak masalah jika kamu merasa berat untuk melepaskan dan memilih bertahan dengan
teman toxic. Namun, sebaiknya usahakan untuk tetap berkomunikasi dan berteman dengan
teman lain yang tidak tergolong sebagai teman toxic. Kamu bisa berbagi cerita dan meminta
pandangan yang objektif dari orang yang berda di luar lingkarang pertemanan toxic.

• Sarankan Konsultasi

Jika teman dekat mulai menunjukkan tanda sebagai toxic friend, kamu bisa menyarankannya
untuk berkonsultasi dengan ahli. Sebab, pada beberapa kasus, teman toxic mungkin
membutuhkan bantuan ahli psikologis untuk mengembalikan kehidupan pertemanan, karir,
dan hubungan keluarga ke jalan yang seharusnya.

• Akhiri Pertemanan

Jika kamu merasa sudah tidak bisa lagi mentoleransi masalah dalam hubungan pertemanan,
jangan ragu untuk mengakhirinya. Perlu diingat, menjaga kesehatan mental dan kebahagiaan
diri sendiri adalah hal yang lebih penting. Dengan begitu, kamu bisa lebih fokus dalam
menjalani hidup dan aktivitas lainnya tanpa diganggu hubungan beracun.

B. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

i. Perubahan Perilaku dalam Kelompok Persahabatan era Pandemi Covid-19

Dalam persahabatan, tentu masing-masing memiliki perbedaan dalam segala hal. Mungkin
itu sifat, karakteristik, tingkah laku, dan lain lain. Hal itu merupakan salah satu mengundang
berbagai macam konflik dalam persahabatan itu.

Berdasarkan wawancara terhadap beberapa kelompok persahabatan yang telah saya amati
sejak lama, terutama pada kelompok persahabatan yang terjadi pada teman saya sendiri, saya
mewawancarai Saskia Ramadhini (20th) pada tanggal 10 Desember 2021, seorang mahasiswi
Jurusan Manajemen Universitas Riau. Ia mengungkapkan jika memiliki persahabatan yang
terjalin sedari kecil. Didalam circle tersebut, kerap muncul Toxic friends. Ia mengungkapkan
konflik tersebut awalnya memang sudah ada, tapi semenjak Pandemi, konflik yang awalnya
tidak perlu dibawa kearah serius dan masih bisa ditoleransi, berakhir menjadi konflik yang
cukup besar dan sulit untuk menemukan jalan keluar. Menurutnya, terkadang teman-
temannya itu menebar kebencian, tidak suka jika teman yang lain bahagia atau lebih bebas
saat Pandemi, cemburu dengan aktivitas teman yang lainnya, pesimis, kesal ketika
sahabatnya lebih memilih hangout dengan teman yang diluar kelompoknya, bahkan ada
sebuah grup didalam grup. Hal itu selalu ia rasakan, ia mendapat tekanan batin maupun
tekanan mental. Ia merasa tidak dianggap, tidak nyaman, merasa malas jika diajak
berkumpul, akan sering terjadi pertengkaran, akan saling bergosip, dan juga merasa lelah
untuk kembali berinteraksi, sehingga akan terjadi penghindaran. Hal itu sangat ia rasakan
ketika puncaknya diawal Pandemi yang membuat mereka sulit untuk bertemu dan
menyelesaikan masalah.

Selain itu, saya mewawancarai salah satu temannya yang bernama Eca Kusuma (19th) pada
tanggal 16 desember seorang mahasiswi Kedokteran Untar. Eca mengatakan pertemanannya
saat ini memang hampir membuatnya frustasi, sekedar say hello digrup chat saja hampir
tidak ada, bahkan ia merasa grup chat tersebut seakan tertelan bumi apalagi semenjak
Pandemi Covid-19, grup chat tersebut hanya muncul ketika masing masing dari mereka ber-
ulang tahun. Eca merasa ia dan sahabat-sahabatnya itu seakan menjadi asing satu sama lain.
Tidak peduli antar sesama. Dan Eca mengatakan jika salah satu dari temannya itu berteman
dengan orang yang Eca benci, Eca takut jika sahabatnya itu akan membocorkan semua
rahasia yang ia ceritakan akan tersampaikan kepada orang yang ia anggap musuh tersebut.
Pada akhirnya, Eca memutuskan untuk menjaga jarak dengan sahabatnya untuk saat ini
karena merasa, jika berada didalam circle tersebut ia tidak merasa nyaman, selalu
overthingking, merasa dimusuhi, dan selalu khawatir berlebihan. Ia berharap suatu waktu
mendapatkan jalan keluarnya.

Menurut seorang Psikolog, Syesya Molina, M. PS, saya mewawancarai Kak Syesya (32th)
pada tanggal 18 Desember untuk mengetahui pandangannya mengenai Toxic Friendship,
menurut Kak Syesya ada beberapa ciri didalam Toxic Friendship tersebut. Biasanya
seseorang tersebut memiliki kepribadian Self- Centered Friend atau bisa disebut juga
seseorang tersebut terlalu berpusat dengan dirinya sendiri, maksudnya ia menganggap semua
perhatian itu hanya untuk dirinya sendiri, tetapi dia sulit untuk membagikan kehidupannya
dengan teman-temannya. Kak Syesya mencontohkan seperti, jika orang tersebut berada
didalam kesulitan, teman temannya yang lain akan selalu ada untuknya, tetapi jika temannya
berada didalam kesulitan, ia tidak memedulikannya seakan akan temannya itu bukan bagian
dari hidupnya juga. Ia merasa dirinya lebih penting dan yang lainnya tidaklah penting. Lalu
yang kedua yaitu, mereka selalu mengggantungkan dirinya ke kamu, Kak Syesya
mencontohkan seperti, orang tersebut tidak ingin teman temannya berteman dengan orang
lain, hanya boleh dirinya. Hal itu disebabkan karena orang tersebut tidak percaya diri dan
mengandalkan satu orang teman dan itu rata-rata terjadi ketika Pandemi berlangsung. Lalu,
ciri-ciri yang ketiga adalah mereka tidak mau mengalah, bisa dibilang juga orang tersebut
sulit mengakui keberhasilan kalian. Dan terakhir menurutnya, orang tersebut mengontrol
kamu dan menghabiskan waktu kamu sehingga kamu tidak memiliki waktu untuk sendiri
maupun privacy.

Menurutnya, cara mengatasi Toxic Friendship tersebut adalah be honest atau mencoba jujur
kepada teman tersebut, ungkapkan semua perasanmu, pendapatmu agar semua rasa yang
sempat dipendam dapat terselesaikan dengan baik, yang kedua adalah menjaga jarak karena
dapat mengurangi frekuensi komunikasi kalian, yang ketiga belajar tegas sama dia, yang
keempat adalah mencari lingkungan baru yang tentunya tanpa dia agar kamu bisa menjadi
diri sendiri, dan yang terakhir adalah mengambil keputusan, bisa kalian pertimbangkan apa
dampak positif maupun negatifnya jika kalian memutuskan untuk tetap bersama atau
memilih meninggalkan.

ii. Kaitan dengan Komunikasi Kelompok dan Teori Komunikasi yang digunakan
Berdasarkan Kasus diatas

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu
kelompok kecil seperti pada rapat, pertemuan, konferensi. (Arifin, 1984). Pengertian lain dari
komunikasi kelompok adalah sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih,
dengan tujuan yang sudah diketahui, misalnya untuk berbagi informasi, pemecahan masalah
dimana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain
secara tepat (Michael Burgoon dalam Wiryanto, 2005). Selain dalam ruang kelompok rapat,
pertemuan, dan konferensi, ruang lingkup persahabatan termasuk dalam salah satunya.
Tak hanya memberikan kenyamanan, tetapi persahabatan juga dapat bermanfaat besar untuk
kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Memiliki teman yang baik sama artinya dengan
berbagi kebahagiaan dengan sesama. Sahabat yang baik pun dapat memberikan dukungan
positif saat seseorang menghadapi situasi yang sulit. Namun, bagaimana jika pada akhirnya
persahabatan tersebut dikatakan beracun? Seperti halnya pada kasus diatas, apabila terjadi
berbagai kesalahpahaman, terjadinya kesalahan dalam berkomunikasi akan berakibat buruk
pada ruang lingkup tersebut, bahkan pada diri sendiri. Pada akhirnya, persahabatan tersebut
pecah karena komunikasi yang sangat buruk.

Seperti yang diketahui, Persahabatan merupakan salah satu bentuk komunikasi kelompok,
dimana setiap anggotanya tidak bisa melakukan sesuatu tanpa mendengar pendapat teman-
temannya yang lain, tanpa menghargai teman-temannya, tidak bisa mengambil keputusan
sendiri, dan juga pastinya didalam sebuah kelompok akan selalu terjadi yang namanya
konflik. Hal tersebut menjadi sebuah dasar ketidakberhasilan komunikasi kelompok. Konflik
dalam komunikasi kelompok seperti dalam persahabatan salah satunya adalah perbedaan
pendapat. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena itu,
konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.
Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa
pihak menginginkan hal yang sama, tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya.
Persaingan tidak sama dengan konflik, namun mudah menjurus ke arah konflik terutama bila
ada persaingan yang menggunakan cara-cara bertentangan dengan aturan yang disepakati.
Permusuhan bukan disebut konflik, karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak
memiliki rasa permusuhan, sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada
dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu
negatif. Akibatnya, berbagai konflik yang ringan dapat berakibat positif bagi mereka yang
terlibat maupun bagi kelompok itu sendiri.

Menjalin hubungan agar terwujud dalam banyak hal seperti pertemanan atau persahabatan
merupakan bentuk relationship yang lebih menekankan kepada saling mengerti, saling
menghargai, saling menerima, serta saling memberi dukungan, dan merupakan wujud dari
kasih sayang apalagi didalam komunikasi kelompok hal itu sangat penting agar tetap berada
di visi dan misi yang sama. Dalam praktiknya relationship yang berbentuk pertemanan dan
persahabatan akan mengalami banyak fenomena-fenomena sosial yang memengaruhi
masing masing individu yang terlibat di dalamnya. Dalam hubungan persahabatan terdapat
peraturan peraturan untuk mempertahankan hubungan persahabatan. Peraturan peraturan itu
adalah mendasar dalam perasaan mengenai kesuksesan, saling percaya, menolong teman
ketika sedang mengalami kesusahan, dan menghargai privasi.

Teori Komunikasi yang bisa digunakan dalam kasus tersebut adalah Teori S-O-R. Model
yang digunakan adalah model S-O-R (Stimulus, Organism, Respon). Objek materialnya
adalah manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen: sikap, opini, perilaku, kognisi,
afeksi, dan konasi (McQuail, 2010:466). Menurut model ini, organisme menghasilkan
perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan
dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Asumsi dasar dari
model ini adalah: media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung
terhadap komunikan. Stimulus Respon Theory atau SR Theory.
Model ini menunjukan bahwa komunikasi merupakan proses aksi komunikasi. Artinya,
model ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu
akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Teori ini merupakan
prinsip yang sederhana dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Dengan
demikian, seorang dapat menjelaskan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi
audience. Menurut McQuail, (2010:467) Teori SOR (Stimulus, Organism, Respon) yang
berkeyakinan bahwa penyebab sikap yang dapat berubah tergantung pada kualitas rangsang
yang berkomunikasi dengan organisme. Inti dari teori ini adalah bahwa setiap proses efek
media terhadap individu, harus diawali dengan perhatian atau terpaan oleh beberapa pesan
media. Hasilnya menjangkau waktu dan membuat suatu perbedaan, seringnya pada orang
dalam jumlah banyak.

Teori S-O-R sangat berhubungan dengan kasus diatas, dimana sikap diantara anggota
tersebut perlahan-lahan berubah akibat kualitas rangsang yang berkomunikasi dengan
anggota lainnya sehingga menyebabkan konflik.

Adapun keterkaitan model SOR (Stimulus, Organism, Respon) dalam contoh kasus ini
adalah:
• Stimulus yang dimaksud adalah pesan yang disampaikan ditolak atau diterima oleh
organisme (anggota di dalam persahabata tersebut)
• Organisme yang dimaksudkan adalah anggota dalam ruang lingkup persahabatan
tersebut
• Respon yang dimaksud adalah perubahan perilaku diantara anggota persahabatan

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung
kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organism. Artinya kualitas
dari sumber komunikasi (soerces) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara
sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
Teori SOR (Stimulus, Organism, Response) merupakan proses komunikasi yang
menimbulkan reaksi khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan
kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Unsur-unsur pada model ini adalah pesan
(Stimulus), komunikan (Organism), dan efek (Response) (Effendy, 2003:254)
Kaitan Teori S-O-R dengan contoh kasus diatas adalah terletak pada kualitas dari sumber
komunikasi tersebut, dimana respon yang didapatkan adalah perubahan perilaku diantara
anggota, baik secara verbal maupun non-verbal, sehingga komunikasi yang awalnya terjalin
baik berakhir hancur dan menghasilkan berbagai konflik.

C. PENUTUP

i. Kesimpulan

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku komunikasi
Toxic friendship dapat terjadi disebabkan karena beberapa faktor yaitu, tidak ada rasa saling
percaya, saling memahami, pengorbanan, tidak ada saling menghargai, dan tidak adanya
komitmen. Toxic friendship adalah jenis hubungan persahabatan yang beracun. Hubungan
persahabatan terjalin yang hanya menguntungkan di salah satu pihak. Perilaku komunikasi
toxic friendship dapat dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Tentu
dampaknya sangat tidak menguntungkan, akan terjadinya pengkhianatan, cemburu,
kebencian, dan lain lain. Dalam praktiknya relationship yang berbentuk pertemanan dan
persahabatan akan mengalami banyak fenomena-fenomena sosial yang memengaruhi
masing-masing individu yang terlibat di dalamnya. Dalam hubungan persahabatan terdapat
peraturan peraturan untuk mempertahankan hubungan persahabatan.

i. Saran

Di era yang serba prokes dan beberapa daerah masih menerapkan PPKM, penyelesaian yang
mungkin masih bisa dilakukan adalah dengan cara intropeksi diri atau memperbaiki diri jika
ada yang salah didalam diri tersebut. Bisa juga melakukan konsultasi online dengan
psikolog. Namun, jika memang sudah melakukan segala cara tapi tidak ada hasilnya dan
berdampak buruk bagi diri sendiri segera tinggalkan toxic friends tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Muhammad Budyatna, M. D. (2014). Teori Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta:
Kencana.
Psikologi, H. (2020, Juli 30). Selamat Hari Persahabatan Sedunia. Diambil kembali dari
Himpunan Mahasiswa Psikologi UNY: http://himapsikologi.student.uny.ac.id/selamat-hari-
persahabatan-sedunia/
WAJDI, R. (2021). PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP DENGAN TEMAN
SEBAYA. https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/14858-Full_Text.pdf, 109.
Handayani, d. V. (2020, Oktober 2020). Diambil kembali dari halodoc:
https://www.halodoc.com/artikel/terjebak-dalam-pertemanan-toxic-ini-tips-menghadapinya
Tarida Angelina, R. N. (2020, Juli 2020). Diambil kembali dari VOI:
https://voi.id/lifestyle/8866/penelitian-sebut-hubungan-pertemanan-jadi-renggang-karena-
efek-karantina
Yuda, A. (2021, Desember 13). Diambil kembali dari Bola.com:
https://www.bola.com/ragam/read/4733556/pengertian-konflik-menurut-para-ahli-faktor-
penyebab-jenis-dan-dampak-yang-dihasilkan
Mufid, M. (2018). Etika dan Filsafat Komunikasi. Depok: Prenamedia Group.

Anda mungkin juga menyukai