Anda di halaman 1dari 9

Nama : muhammad zaad

Nim : 105651103620
Tugas meringkas buku Bab 6-7

Tim dalam Organisasi


Tim ialah kelompok kerja yang terdiri dari orang-orang yang melihat diri
mereka dan dilihat oleh orang lain sebagai satu kesatuan sosial, yang saling
membutuhkan karena tugas yang mereka kerjakan sebagai anggota kelompok
yang bergabung dalam satu atau lebih organisasi, di mana tugas yang
dikerjakan berpengaruh terhadap orang lain (Guzzo and Dickson, 1996).
Istilah tim juga dapat diartikan sebagai suatu kelompok kerja yang
beranggotakan beberapa orang yang memiliki keahlian yang sama bekerja
secara interdependen/ ketergantungan di satu organisasi (Burn, 2004).
Sedangkan menurut McShane dan Von Glinov (2008) tim adalah kelompok
yang beranggotakan dua atau lebih orang yang melakukan interaksi dan saling
berpengaruh, bertanggung jawab agar tujuan objektif organisasi dapat tercapai,
dan memposisikan diri mereka sebagai satu kesatuan sosial organisasi. Hare
dalam (Burn, 2004) berpendapat bahwa semua tim ialah kelompok, tetapi tidak
semua kelompok dapat disebut sebagai tim karena tim bermakna kelompok
kerja (workgoups) yang terdiri dari beberapa individu yang melihat diri
mereka, dan dilihat oleh lingkungan kerjanya sebagai satu kesatuan sosial.

Tim Kerja
Team work (kerja tim) ialah proses yang mencakup aktivitas berbagi informasi
tentang masalah yang dihadapi dan melakukan kerja sama dalam
menyelesaikan masalah tersebut (Kerrin and Oliver, 2002). Team work (kerja
tim) memiliki definisi yang berbeda dengan work team. Robbins (2004)
mendefinisikan work team (tim kerja) sebagai kelompok yang beranggotakan
dua atau lebih orang yang saling berpengaruh dan bergantung yang datang
bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. David W. Johnson & Frank P.
Johnson (1991) menambahkan work team ialah satu kumpulan interaksi
interpersonal yang memiliki struktur untuk memaksimalkan keberhasilan dan
keahlian anggota dalam berkerja dan melakukan koordinasi dan menyatukan
upaya seluruh anggota dalam tim.
Tim kerja memiliki beberapa ciri yaitu (Robbins, 2004):
1. Memiliki tujuan kinerja bersama bersifat kolektif,
2. Memiliki sinergi yang positif,
3. Merupakan tanggung jawab dari perorangan dan bersama,
4. Setiap orang memiliki kompetensi yang saling melengkapi.
Terdapat beberapa jenis-jenis tim kerja yaitu (Robbins, 2004):
1. Problem solving teams ialah kelompok yang beranggotakan 5 sampai
12 karyawan yang datang dari departemen yang sama, beberapa jam
dalam seminggu mereka bertemu untuk berdiskusi bagaimana cara
agar efisiensi, kualitas, dan lingkungan kerja mengalami peningkatan.
2. Self- Managed work teams ialah kelompok yang beranggotakan 10
sampai 15 orang yang memiliki tanggung jawab kepada pengawas
atau supervisor mereka.
3. Cross Functional Teams ialah karyawan yang datang dari area kerja
yang berbeda namun masih dalam tingkat hierarki yang sama,
bertemu untuk menyelesaikan suatu proyek atau tugas.
4. Virtual teams ialah tim yang memakai teknologi komputer sebagai
pengikat bersama meskipun secara fisik setiap anggotanya terpisah,
namun tetap berkerjasama agar tujuan bersama tercapai.

Aspek –Aspek Kualitas Team work


Kualitas team work (Hoegl and Gemuenden, 2001) dikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu aspek yang berhubungan dengan tugas misalnya
koordinasi, komunikasi, dan keseimbangan terhadap kontribusi anggota dan
aspek interaksi sosial misalnya upayaa, dukungan, dan kohesivitas tim.
Kualitas Team work memiliki beberapa aspek yaitu (Hoegl and Gemuenden,
2001):
a. Komunikasi
Komunikasi antar anggota tim merupakan komponen dasar dari kualitas team
work. Pertukaran informasi antar anggota tim dapat terjadi melalui
komunikasi. Kualitas komunikasi antar anggota tim dapat dilihat dari
formalisasi, frekuensi, keterbukaan dan struktur dari pertukaran informasi.
Formalisasi berhubungan dengan seberapa spontan anggota tim ketika
menyampaikan gagasannya, Frekuensi dilihat dari seberapa sering anggota tim
melakukan komunikasi, keterbukaan berkaitan dengan pertukaran informasi
mengenai seberapa banyak pihak mengetahui informasi dan struktur yang
terkait dengan cara berkomunikasi antar anggota secara langsung atau
menggunakan mediator.
b. Koordinasi
Koordinasi bermakna bahwa tim harus mengelompokkan tanggung jawab
pekerjaan secara jelas sehingga tidak terdapat jarak dan tumpang tindih
wewenang dan tanggung jawab di antara anggota tim. Koordinasi
menyesuaikan kontribusi dari setiap anggota tim (Brannick et al., 1995).
Anggota tim perlu membuat kesepakatan terhadap struktur kerja, tugas yang
ditetapkan, anggaran, jadwal, dan pengiriman agar koordinasi berjalan lebih
efektif dan efisien. Sehingga setiap anggota tim memahami sub-tujuan dengan
jelas. Kualitas kerja tim ditentukan oleh tingkat pemahaman bersama tentang
kontribusi dari masing-masing anggota tim (Hoegl and Gemuenden, 2001).
Komunikasi yang baik mempermudah koordinasi karena dengan adanya
komunikasi yang eksplisit maka koordinasi dalam aktivitas tim dapat terjaga
sebagai contoh bertukar informasi mengenai tugas dan menyelesaiakan
masalah dengan mengembangkan solusi tim (Kozlowski and Ilgen, 2006).

c. Keseimbangan Kontribusi Anggota


Semua anggota tim ikut berkontribusi terhadap tugas yang berhubungan
dengan pengalaman dan pengetahuan merupakan suatu hal yang penting bagi
sebuah tim yang berkualitas. Selain itu pemberian penghargaan bagi masing-
masing anggota tim yang berkontribusi dalam pengetahuan dan pengalaman.
Kontribusi anggota yang seimbang akan membuat anggota tim
memaksimalkan potensi mereka. Pembatasan dominasi dalam proses
pengambilan keputusan atau diskusi harus dilakukan agar semua anggota tim
memiliki kontribusi yang seimbang dalam membagikan gagasan dan
pandangan mereka. Terciptanya suasana di mana semua anggota memiliki
kebebasan untuk membawa kompetensi yang sejalan dengan tugas mereka ke
dalam proses pengambilan keputusan atau diskusi penting dilakukan.
Berdasarkan penelitian kontribusi yang seimbang dari anggota memiliki
hubungan dengan kepuasan anggota tim dan kinerja tugas (Hoegl and
Gemuenden, 2001).
d. Dukungan
Kualitas Teamwork membutuhkan dukungan dari anggota tim. Dalam sebuah
Teamwork yang berkualitas kolaborasi dan kerjasama antar anggota tim lebih
diutamakan daripada kompetisi. Berdasarkan penelitian tim yang sangat
kooperatif lebih membangun dalam melakukan diskusikan tentang pandangan
yang berlawanan dan perilaku ini menjurus pada inovasi tim dan kinerja tim
(Tjosvold, Andrews and Jones, 1983). Sikap kooperatif dari anggota tim
membantu anggota kelompok memahami bahwa mereka bekerja demi
kepentingan bersama dan memahami cara mencapai tujuan tersebut. Mereka
percaya bahwa kesuksesan dapat diperoleh bersama-sam sehingga mereka
mau menyelesaikan masalah secara terbuka, membagikan informasi yang
akurat, mengembangkan dan menerapkan alternatif solusi berkualitas tinggi
yang dipilih oleh semua anggota dan melakukan diskusi terhadap pandangan
yang berlawanan secara jelas (Zhang et al., 2007). Sikap kompetitif
menghambat tim untuk melakukan refleksi sehingga diskusi terbuka tentang
pandangan yang berlawanan berkurang. Dalam situasi kompetitif, fokus
seseorang pada bagaimana mencapai sasaran yang sukses membuat orang lain
cenderung untuk mencapai tujuan individu. Ketika orang lain produktif,
mereka cenderung tidak berhasil sendiri. Suasana kooperatif memiliki
hubungan positif dengan pencapaian sasaran individu, sedangkan suasana
persaingan memiliki hubungan negatif dengan pencapaian tujuan individu
Tjosvold, Yu and Hui, 2004). Rasa saling menghormati antar anggota tim
merupakan hal yang sangat penting dalam aspek kualitas Teamwork karena
membantu pengembangan gagasan dan kontribusi anggota tim lain (Hoegl and
Gemuenden, 2001).
e. Upaya
Upaya dibutuhkan oleh anggota tim agar tujuan bersama tercapai. Indikator
adanya upaya dari anggota tim ialah memberikan prioritasdalam
menyelesaikan tugas tim dan membagi beban kerja di antara anggota tim.
Upaya anggota tim berlandaskan pada bagaimana anggota tim membagi dan
membuat prioritas pada beban kerja tim. Upaya tingkat tinggi dari semua
anggota tim terlihat dari suasana saling mendukung yang tinggi dalam
mengerjakan tugas yang diprioritaskan. Anggota tim mendapatkan dukungan
sehingga anggota tim berupaya untuk menyelesaikan proyek tersebut. Anggota
tim saling bekerja sama dan membantu untuk mencegah terjadinya konflik
dalam berinteraksi.
f. Kohesivitas
Kohesivitas tim ialah tingkat di mana anggota tim berupaya untuk terus ada di
dalam tim. Beberpa hal yang mendukung terjadinya kohesivitas ialah:
1) Memiliki daya tarik pribadi anggota tim;
2) Berkomitmen pada tugas tim; dan
3) Memiliki kebanggaan-semangat kelompok.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Kualitas Teamwork
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi kualitas Teamwork di antaranya
adalah (Griffin, Patterson and West, 2001):
a. Rasa saling percaya antar rekan kerja. Kualitas Teamwork yang baik
dalam organisasi akan tercapai jika di antara pegawai dapat
menumbuhkan rasa percaya terhadap rekan kerja. Rasa percaya di

antara sesama rekan kerja akan memudahkan komunikasi dan


koordinasi sehingga proses penyelesaian pekerjaan menjadi lebih
mudah.
b. Anggota tim melakukan pengayaan pekerjaan agar tujuan kelompok
tercapai. Anggota tim dapat merasakan dan memahami pekerjaan
yang dilakukan oleh rekan kerja yang lain merupakan alasan
mengapa pengayaan pekerjaan penting untuk dilakukan. Karena
anggota tim akan memahami kesulitan yang dirasakan oleh rekan
kerja agar tujuan kelompok tercapai.
c. Anggota tim mendapatkan kebebasan untuk lebih otonom. Anggota
tim mudah untuk mengambil keputusan karena mendapatkan
kebebasan berkreasi ketika menghadapi masalah dalam pekerjaan dan
kesempatan untuk menunjukan kemampuan mereka secara optimal.
d. Kepercayaan mengenai tanggung jawab dan peran anggota tim.
Pemberian kepercayaan mengenai tanggung jawab dan peran kepada
anggota tim perlu dilakukan agar mereka tidak menyalahkan rekan
kerja yang lain ketika berhadapan dengan masalah dalam pekerjaan.
e. Umpan balik antar anggota tim. Pemberian umpan balik perlu
dilakukan kepada semua anggota tim agar mereka mengetahui cara
memperbaiki kesalahan dalam melakukan pekerjaan sehingga
masalah tersebut dapat diselesaikan bersama.
Tim dapat mencapai hasil yang telah ditetapkan merupakan tolak ukur
keberhasilan dari sebuah tim. Terdapat lima disfungsi yang harus diatasi oleh
anggota tim yaitu Lencioni (2006):
1. Tidak ada rasa saling percaya. Tidak ada rasa saling percaya
membuat tim sulit untuk memberikan kritik yang baik dan menerima
keritik tersebut dari anggota tim.
2. Takut terhadap konflik. Tim yang saling percaya tidak takut untuk
turut andil dalam diskusi yang penuh semangat seputar keputusan
penting dan permasalahan bagi keberhasilan organisasi.
3. Anggota tim kurang memiliki komitmen. Anggota tim perlu
menguasai kemampuan untuk bermeski tidak setuju tetapi tetap
berkomitmen pada tim.
4. Menghindari tanggungjawab. tanggungjawab ialah kesediaan untuk
saling mengingatkan antar anggota tim ketika salah satu anggota tim
tidak sesuai dengan standar kinerja kelompok.
5. Kurang memberikan perhatian terhadap hasil. Tim yang berfokus
pada hasil menetapkan ukuran keberhasilan mereka sendiri.
Komunikasi Dalam Organisasi
Pengertian Komunikasi Organisasi
Untuk mencapai cita-cita suatu organisasi, maka penting bagi setiap individu
di dalam organisasi tersebut mempunyai pemahaman yang sama tentang cita-
cita organisasinya. Pemahaman yang sama akan menunjukkan arah program
yang sama bagi setiap anggota di dalam organisasi. Namun demikian, untuk
terciptanya pemahaman yang sama dari seluruh anggota di dalam organisasi,
maka diperlukan komunikasi yang intensif baik secara internal maupun
eksternal di dalam organisasi. Oleh karena itu, komunikasi di dalam organisasi
dapat dikatakan sebagai alat komunikasi bagi semua anggota organisasi.
Berkaitan dengan arti dari sebuah organisasi, maka dapat dikatakan bahwa
sebuah organisasi adalah merupakan organ sosial. Di mana di dalamnya
meliputi berbagai unit kerja yang saling berkaitan satu sama lain. Dikatakan
juga bahwa semua bentuk organisasi merupakan organ yang sangat erat
dengan kehidupan manusia itu sendiri. Mengingat semua tujuan dari organisasi
adalah untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup atau
kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh organisasi yang terkecil di
masyarakat seperti organisasi Rumah Tangga (RT). Di mana organisasi rumah
tangga tersebut dipimpin oleh seorang kepala RT yang fungsinya adalah
membantu menciptakan keamanan dan kelangsungan hidup masyarakat yang
ada di lingkup RT tersebut. Dalam dikatakan bahwa semua aktivitas organisasi
RT tersebut ditujukan untuk kepentingan warganya, termasuk juga tentang
akses ke informasi, pelayanan publik dan juga penyelesaian konflik ketika ada.
Semua organisasi sosial tentunya memenuhi lima aspek kriteria yaitu
operating core, strategic apex, middle line, tachnostrukture dan staff support.
Kelima aspek tersebut bisa dijelaskan secara satu persatu sebagai berikut: yang
pertama adalah operating core. Aspek ini merupakan dasar dari suatu
organisasi sosial. Di mana organisasi tersebut mempunyai pekerja yang
melakukan pekerjaan pokok atau utama yang menjadi tujuan dari organisasi
tersebut. Sebagai contoh, adanya pekerja yang melakukan tugas untuk
memproduksi barang atau jasa yang ditawarkan oleh organisasi tersebut.
Aspek kedua yaitu strategic apex.
Aspek ini menyangkut tentang seseorang yang berfungsi untuk mengkoordinir
semua kegiatan yang ada di dalam organisasi tersebut. Dapat dikatakan adanya
seorang pemimpin yang memastikan semua proses kegiatan untuk mencapai
cita-cita organisasi tersebut. Ini berarti bahwa pemimpin sebuah organisasi
mempunyai tanggung jawab penuh atas terselenggaranya semua proses
kegiatan di dalam organisasi tersebut. Aspek yang ketiga adalah middle line.
Dalam hal ini suatu organisasi tidak hanya dibutuhkan satu pemimpin tunggal
untuk mencapai tujuan organisasi. Mengingat dalam mencapai tujuan tersebut
memerlukan banyak proses kegiatan yang perlu dilakukan. Oleh karena itu, di
dalam setiap unit kegiatan diperlukan adanya sub koordinator, yang dalam hal
ini sering disebut sebagai manager-manager unit kegiatan. Manager atau sub
koordinator unit kegiatan tersebut adalah seseorang yang akan
menghubungkan antara pemimpin utama dan para karyawan di dalam
organisasi tersebut. Dengan demikian, seorang pemimpin utama tidak harus
mengkoordinir satu persatu unit kegiatan yang ada di dalam organisasi
tersebut.
Aspek yang keempat adalah technostructure. Aspek ini merupakan aspek yang
penting bagi suatu organisasi karena aspek technostrukture ini memastikan
mutu pelayanan kepada kliennya akan dijamin. Oleh karena itu, diperlukan
adanya seseorang atau tim yang mempunyai tanggung jawab untuk
mengontrol atau mengendalikan mutu pelayanan yang diberikan organisasi
terhadap klien nya. Seseorang atau tim pengendali mutu tersebut tentunya juga
bertanggung jawab untuk menetapkan standar pelayanan yang diinginkan.
Dengan standar tersebut, semua anggota organisasi akan bekerja berdasarkan
standar tersebut. Demikian juga bahwa tim pengendali mutu akan bertugas
dalam proses pemantauan atau pengendalian seluruh proses kegiatan yang ada
di dalam suatu organisai. Di mana proses tersebut dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, perbaikan dan penetapan. Aspek yang kelima adalah
staff support atau disebut dengan pegawai yang mendukung kerja di setiap unit
organisasi. Pegawai organisasi dalam hal ini bisa meliputi antara lain; staf
administrasi, staf keuangan atau bagian umum yang mendukung kelancaran
seluruh proses di masing-masing unit kegiatan.
Dengan melihat penjelasan diatas berkaitan dengan kompleksitas dari suatu
organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasinya, maka di dalam organisasi
tersebut tentunya diperlukan suatu bentuk komunikasi di dalamnya. Oleh
karena itu, ilmu komunikasi juga telah merumuskan secara khusus tentang
komunikasi organisasi. Beberapa pengertian tentang komunikasi organisasi
telah dirumuskan. Salah satunya adalah dikatakan bahwa komunikasi
organisasi tersebut adalah merupakan suatu bentuk pertukaran informasi antar
anggota organisasi, Pohan, (2005). Dalam pertukaran informasi tersebut, akan
terdapat empat tahapan di dalam proses komunikasinya. Keempat tahapan
tersebut yaitu tahap perhatian, tahap komprehensi, tahap kebenaran dan tahap
retensi. Pengertian yang lain dari komunikasi organisasi adalah merupakan
bentuk perilaku yang diatur dan diperlakukan bagi seluruh anggota yang ada di
dalam organisasi, Wayne and Don, (2005). Tentunya selama berinteraksi antar
sesama anggota organisasi, komunikasi akan memberikan arti kepada
penerima pesannya yang dalam hal ini pegawai yang sesuai dengan tugas dan
fungsinya di dalam organisasi tersebut.
Selanjutnya, komunikasi organisasi juga dipandang sebagai bentuk pengiriman
pesan dan sekaligus bentuk penerimaan pesan antar anggota dan juga antar
unit yang ada di dalam organisasi, Wayne and Don, (2005). Di mana proses
pengiriman dan penerimaan pesan antar anggota ataupun antar unit bisa terjadi
secara formal maupun secara informal guna tercapainya tujuan organisasi.
Teori Komunikasi Organisasi
Ilmu komunikasi organisasi muncul dengan berbagai teori yang melandasinya
yaitu antara lain seperti teori sistem sosial, teori public relations, dan teori
kepemimpinan, Masmuh, (2010). Di dalam teori sistem sosial dinyatakan
bahwa keberlanjutan dari suatu organisasi akan sangat tergantung pada
bagaimana jalinan hubungan antar anggota yang ada di organisasi,dibandingkan dengan
karakteristik pejabat yang ada di dalam organisasi
tersebut, Masmuh, (2010). Dengan kata lain bahwa keeratan hubungan antar
individu di dalam organisasi lebih menjamin kelangsungan organisasi dari
pada hubungan antar pejabat.
Selanjutnya berkaitan dengan teori public relations, yang menyatakan bahwa
upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi harus dimulai dari perencanaan
terlebih dahulu yang selanjutnya perlu dipastikan adanya kesinambungannya,
Sari, (2017). Disini dikatakan bahwa upaya-upaya tersebut tentunya diciptakan
untuk menjamin adanya maksud atau niat yang saling memahami diatara
organisasi maupun masyarakat di sekitarnya. Dasar teori komunikasi
organisasi yang lain adalah “teori kepemimpinan”. Yang dalam hal ini
dinyatakan bahwa seorang pemimpin merupakan sesosok individu yang bisa
mendorong anggota yang ada di dalam organisasi untuk terpenuhinya
kebutuhan dan mewujudkan tujuan organisasi, Napitupulu, Putra and
Shalahuddin, (2019). Di mana untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan
secara bersama-sama di antara anggota organisasi tersebut (Saleh, 2016).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa seorang pemimpin hendaknya mempunyai
empat peran. Adapun peran yang pertama yaitu telling. Di mana seorang
pemimpin mempunyai tugas untuk memberikan informasi kepada seluruh
anggotanya secara luas dan tegas. Peran pemimpin yang kedua yaitu selling.
Yang dalam hal ini seorang pemimpin hendaknya mempunyai kemampuan
untuk memberikan petunjuk kepada setiap anggota yang ada di dalam
organisasi tersebut. Peran pemimpin yang ketiga yaitu participating. Disini,
seorang pemimpin dituntut untuk bisa menciptakan jalinan kerjasama yang
harmonis dengan sesama. Sedangkan peran yang lain dari seorang pemimpin
yaitu delegating. Disini, seorang pemimpin dituntut untuk bisa mengambil
suatu keputusan.
Teori yang lain yang mendasari ilmu komunikasi organisasi yaitu “teori
kontinum” Di dalam teori kontinum ini seorang pemimpin organisasi atau
seorang manager di dalam organisasi harus melaksanakan enam bentuk dalam
pengambilan keputusan. Bentuk dari seorang pemimpin atau manager yang
pertama adalah membuat suatu keputusan dan mengumumkannya secara
tegas. Bentuk yang kedua yaitu membuat keputusan lalu kemudian
memberikan pilihan-pilihan kepada anggotanya. Bentuk yang ketiga adalah
seorang pemimpin menyatakan keputusannya, lalu kemudian pemimpin
memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk bertanya. Bentuk yang
keempat dari seorang pemimpin yaitu keputusan yang telah dibuat lalu
diumumkan, namun keputusan tersebut tetap bisa dirubah bila kurang tepat.
Sedangkan bentuk kelima adalah pemimpin membuat batasan, lalu kemudian
sub ordinatnya diminta untuk membuat keputusan. Bentuk pengambilan
keputusan yang keenam yaitu seorang pemimpin memberikan kesempatan
kepada sub ordinatnya untuk memutuskannya sendiri.
Selanjutnya ilmu komunikasi organisasi juga mendasarkan pada “teori empat
sistem”, Masmuh, (2010). Teori empat sistem ini menyatakan bahwa ada
empat gaya kepemimpinan di dalam organisasi yang bisa diterapkan. Keempat
gaya kepemimpinan tersebut antara lain gaya sebagai penguasa mutlak,
penguasa semi mutlak, penasihat dan sebagai pengajak. Teori yang lain yaitu
“teori kepribadian perilaku” yang menjadi dasar dalam pengembangan ilmu
komunikasi organisasi. Teori kepribagian perilaku ini menerangkan bahwa
suatu perilaku individu dinyatakan bisa sebagai penentu dari kepemimpinan
yang efektif. Namun demikian, karaktertistik dan prestasi-prestasi dari anggota
organisasi tersebut akan juga sangat penting pengaruhnya dalam membentuk
kepemimpinan yang efektif. Demikian beberapa teori yang menjadi dasar dari
pengembangan ilmu komunikasi organisasi.
Fungsi Komunikasi Organisasi
Sebagai suatu ilmu, maka ilmu komunikasi organisasi juga mempunyai
beberapa fungsi. Adapun fungsi dari komunikasi organisasi itu antara lain
sebagai fungsi integratif, persuasif, informatif, dan fungsi regulatif, Panuju,
(2001). Komunikasi organisasi dikatakan sebagai fungsi integratif bahwa
komunikasi yang dilakukan di dalam suatu organisasi akan bertindak sebagai
penyedia saluran atau channel untuk memberikan kemudakan bagi seluruh
individu yang ada di dalam organisasi tersebut. Di mana fungsi tersebut akan
memudahkan individu-individu untuk menjalankan fungsi dan tugasnya
dengan sebaik-baiknya.
Sebagai fungsi persuatif, maka komunikasi yang dilakukan merupakan bentuk
dari suatu perintah yang lebih menekankan pada peningkatan kesadaran
individu akan tugasnya. Bentuk instruksi atau perintah ini dinyatakan lebih
efektif di dalam organisasi karena apa yang dilakukan oleh anggota organisasi
berdasarkan atas penumbuhan minat dan kesadaran untuk bertindak. Dengan
kata lain bukan karena paksaan. Selanjutnya bila dilihat dari fungsi komunikasi sebagai
informatif, ini berarti bahwa komunikasi ditujukan untuk memberikan
informasi dalam segala hal kepada seluruh individu yang ada di dalam
organisasi tersebut. Mengingat informasi merupakan dasar untuk membentuk
pemahaman yang sama bagi seluruh individu di dalam organisasi. Dengan
pemahaman yang sama, baik itu yang berkaitan dengan tujuan ataupun tugas
pada masing-masing. Yang pada akhirnya akan berdampak pada kelancaran
tugas masing-masing individu.
Fungsi yang terakhir komunikasi di dalam organisasi yaitu sebagai regulatif.
Yang artinya bahwa komunikasi yang terjadi berhubungan erat dengan aturan
yang diperlukan di dalam suatu organisasi. Tentunya segala aturan yang
ditujukan untuk memberikan standar atau petunjuk yang sesuai fungsi dan
tugas masing-masing individu. Selain tersebut di atas, komunikasi juga bisa
berfungsi untuk menyelesaikan suatu konflik yang terjadi di dalam suatu
organisasi,(Yuningsih, Ani, 2011).
Adapun untuk memenuhi fungsi ini, beberapa prinsip perlu diperhatikan dalam
berkomunikasi. Prinsip yang pertama adalah bahwa komunikasi harus didesain
untuk pengelolaan konflik. Di mana dasar dari pengembangan strategi
pengelolaan konflik tersebut adalah sebagai bentuk proses pembelajaran bagi
organisasi. Dengan kata lain yaitu desainnya diarahkan sebagai bentuk best
practice. Hal ini akan memperkaya referensi dan sekaligus bisa menjadi
pedoman dalam penyelesaian konflik organisasi. Prinsip yang kedua adalah
bahwa strategi pengelolaan konflik yang akan dilakukan perlu didasarkan atas
prinsip dari the right stakeholders to solve the right problems. Ini berarti bahwa
pelaku dari pengelola konflik harus sesuai dengan isu yang ditangani. Dengan
kata lain bahwa kompetensi dari individu atau tim pengelola konflik harus
sama dengan isu yang diselesaikannya.
Prinsip yang ketiga adalah bahwa komunikasi yang dilakukan harus
dikembangkan sesuai dengan prinsip pengelolaan konflik yang etis bagi semua
level yang ada di dalam organisasi tersebut. Dengan kata lain bahwa
komunikasi yang dilakukan harus didasarkan atas budaya atau iklim yang ada
di dalam organisasi. Pemaduan antara aspek objektif maupun aspek subjektif
dalam memandang konflik yang terjadi harus diterapkan. Sehingga
komunikasi yang terjadi akan menjadi lebih efektif dalam menyelesaikan
konflik (Yuningsih, Ani, 2011). Dengan ketiga prinsip itulah maka komunikasi
organisasi juga bisa berperan sebagai penyelesai konflik yang efektif,
(Nurrohim and Anatan, Lina, 2009).

Bentuk Komunikasi Organisasi


Komunikasi organisasi mempunyai beberapa bentuk antara lain komunikasi
secara internal maupun komunikasi secara eksternal, Masmuh, (2010). Bila
dilihat dari prinsip “Komunikasi internal” maka komunikasi tersebut akan
dilakukan di berbagai unit di organisasi. Di mana komunikasi terjadi di antara
anggota-anggota organisasi tersebut. Dalam hal ini, komunikasi internal
terbagi menjadi dua bentuk yaitu komunikasi personal dan kelompok.
Dikatakan komunikasi personal karena proses komunikasinya berlangsung
antara anggota organisasi itu sendiri. Adapun proses komunikasi personal ini
bisa saja secara langsung seperti tatap muka ataupun terjadi dengan
menggunakan suatu media.
Sementara dikatakan komunikasi kelompok ketika proses komunikasi terjadi
antara satu anggota kepada sekelompok anggota di dalam organisasi (Panuju,
2001). Sekelompok anggota dalam hal ini bisa saja pada kelompok unit
tertentu ataupun beberapa unit dikumpulkan dan terjadi dialog atau
komunikasi. Hal ini pun bisa dilakukan secara langsung dengan tatap muka
antara satu atau beberapa komunikator kepada beberapa komunikan.
Komunikasi internal ini bisa saja terjadi antara anggota di dalam organisasi.
Bisa juga di antara anggota dengan unit yang ada di dalam organisasi tersebut.
Selanjutnya, komunikasinya bisa terjadi dengan beberapa unit di dalam
organisasi. Ataupun komunikasinya terjadi antara seorang pemimpin
organisasi dengan sub-ordinatnya atau lebih umumnya adalah dengan
bawahannya. Selanjutnya bentuk komunikasi yang kedua yaitu “Komunikasi
Eksternal”. Di mana komunikasi ini berlangsung antara suatu organisasi
dengan pihak di luar organisasi, misalnya dengan masyarakat sebagai klien
ataupun dengan suatu organisasi lain sebagai mitra. Namun bisa sebaliknya
antara klien atau masyarakat kepada pihak organisasi. Klien atau masyarakat
dalam hal ini bisa publik, pemerintah, rekanan kerja ataupun klien. Demikian
bentuk-bentuk dari komunikasi organisasi. Di mana bentuk komunikasi di
dalam organisasi tersebut akan terjadi sesuai dengan arah kerja dan tujuan
organisasi itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai