Anda di halaman 1dari 4

Stress, Depresi, dan Jalan Kembali Kepada Allah Swt.

A. Wiqoyil Islama*

“Jangan takut dan jangan bersedih. Tuhan bersama kita.”

QS. At-Taubah ayat 40

Kita perlu selalu mengingat bahwa Allah Swt. tidak membebani kita diluar kapasitas
kita. Ujian dan cobaan yang Allah Swt. sediakan untuk kita bisa berbentuk apa saja; mulai
dari perut yang lapar, kondisi kesehatan yang naik-turun, hingga beban pikiran yang
membuat kita berpikir hidup kita selalu kekurangan. Tetapi Tuhan Maha Tahu setiap
kemampuan masing-masing kita. Hal yang tidak perlu terjadi adalah kita terlalu berlebihan
memikirkan musibah-musibah yang mengakumulasi hingga menyebabkan beban lain dalam
pikiran kita.

Dua hal yang biasanya menjadi dampak dari kelemahan kita sebagai manusia adalah
stres dan depresi. Kebanyakan orang masih menganggap stres dan depresi adalah sama.
Namun sebenarnya keduanya berbeda.

Stres muncul akibat tekanan pada diri seseorang. Karena tekanan yang terlalu banyak,
tubuh terpaksa merespon dengan menghabiskan energi untuk mengatasi tekanan tersebut.
Akibatnya, tidak banyak energi yang bisa lagi diluangkan untuk mengatur waktu tidur, pola
makan, dan mengontrol emosi. Itulah mengapa orang yang sedang stres sering susah
mengatur waktu tidur, merasa kelelahan, dan mudah tersinggung.

Tekanan yang bisa menjadi penyebab stres bisa datang dari mana saja; bisa dari luar
maupun dari dalam diri sendiri. Tekanan yang berasal dari luar misalnya adalah pekerjaan
yang terlalu banyak atau tuntutan dari lingkungan sekitar yang berlebihan. Allah Swt. dengan
segala keagungan-Nya mengetahui kapasitas setiap manusia. Namun kita semua dengan
segala keterbatasan kita sama sekali buta terhadap hati dan pikiran saudara-saudara kita.
Sering kali kita tanpa berpikir banyak menuntut saudara-saudara kita untuk sesuatu yang
lebih dari kapasitas mereka, dan mengatakan sesuatu yang bisa membebani hati dan pikiran
mereka. Semoga Allah melindungi kita dari hal-hal seperti itu.

Tekanan juga bisa muncul dari dalam sendiri karena keterbatasan manusia dalam
memahami diri sendiri. Tidak kalah sering pula kita memberikan tuntutan yang terlalu
banyak untuk diri kita sendiri. Kita menuntut diri sendiri untuk mendapatkan sesuatu yang
melebihi kapasitas kita. Akibatnya banyak energi dan pikiran kita yang terbuang untuk
memenuhi tuntutan itu dan justru merusak diri kita sendiri.

Stres yang telah menumpuk dan berlarut-larut dapat menyebabkan depresi. Seseorang
yang dilanda depresi akan kehilangan semangat, motivasi, dan merasa bahwa hidupnya telah
gagal. Depresi berbeda dari stres. Ketika seseorang sedang merasa stres, dia tahu tekanan-
tekanan apa saja yang membuat dia merasa terbebani. Dia bisa memberikan  jawaban dengan
pasti, entah itu masalah pekerjaan, rumah tangga, atau kondisi keuangan dia. Namun ketika
seseorang sedang dilanda depresi, dia akan kebingungan beban apa yang membuat dia
tertekan. Depresi adalah situasi yang begitu mendalam hingga penderitanya akan merasa
kesulitan bahkan untuk memikirkan beban apa yang sedang dia derita. Seseorang yang
sedang depresi bisa merasa gelisah dan sedih bahkan tiba-tiba menangis tanpa tahu apa
penyebabnya.

Banyak hasil penelitian menyebutkan bahwa semakin tinggi keyakinan agama seseorang
maka semakin rendah risiko depresi yang akan dia derita. Hal yang kerap salah dimengerti
banyak orang adalah, bahwa hasil penelitian seperti itu bukan berbentuk sebab-akibat,
melainkan hanya hubungan korelasi saja. Artinya, ketika kita bertemu dengan seseorang yang
memiliki keyakinan beragama yang kuat, kita boleh menebak dia sedang tidak dilanda
depresi. Itu karena ada hubungan antara tingkat spiritualitas dengan kemungkinan depresi itu
tadi.

Tetapi, bukanlah hal yang bijak ketika kita menemukan saudara kita yang sedang dalam
fase depresi kemudian kita mengatakan padanya bahwa dia kurang beribadah. Jika kita
beranggapan bahwa dengan dengan menyuruh seseorang untuk lebih sering beribadah bisa
membantu dia untuk mengatasi depresinya, mungkin pemikiran kitalah yang terlalu
sederhana. Spiritualitas dan kedekatan dengan Allah Swt. bisa mengurangi resiko depresi.
Tetapi menuntut untuk lebih banyak beribadah tidak selalu menjamin seseorang lebih dekat
dengan Allah Swt. Sebaliknya, ada resiko di mana dengan mengatakan seperti itu justru akan
membuat dia lebih merasa bersalah sehingga justru malah menambah beban pikiran dia.

Sebenarnya, Islam menawarkan solusi untuk mengatasi stres dan juga depresi. Solusi
yang ditawarkan Islam pun tidak bertentangan dengan apa yang diajukan dalam bidang
psikologi dan psikiatri. Selanjutnya, kita akan mencoba menggali bagaimana Islam berperan
dalam menangani stres dan depresi.

Ikhtiyar Kebahagiaan dan Terapi Tawakkal

Depresi berbeda dengan sekedar merasa sedih. Perasaan sedih hanya terjadi dalam waktu
sebentar. Sementara depresi berlangsung dalam waktu yang lama, sampai-sampai seseorang
kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya dia sukai.

Ketika sedih, seseorang tidak kehilangan rasa percaya diri. Namun ketika depresi,
seseorang bisa merasa tidak berarti lagi. Itulah mengapa kebanyakan orang akan berpikir
untuk tidak melanjutkan hidup ketika dia merasa depresi.

Umumnya, depresi disebabkan oleh stres-stres kecil yang sudah lama tidak menemukan
penyelesaian dan akhirnya menggunung. Tumpukan stres ini akhirnya membatasi fungsi
sebagai manusia; mengurangi motivasi beraktivitas dan kemampuan berpikir.

Ada dua solusi yang bisa digunakan untuk meredakan stres.

(1)   Menyelesaikan penyebabnya

Solusi yang pertama adalah menyelesaikan penyebab stresnya. Stres bisa


dialami oleh siapa saja mulai dari anak usia sekolah hingga lanjut usia. Penyebabnya
pun bermacam-macam mulai dari tekanan pendidikan yang berlebihan, pekerjaan
yang tidak sesuai dengan hasrat, atau keharmonisan keluarga. Menyelesaikan
penyebab stres berarti menemukan solusi untuk masalah-masalah tersebut.
Sebagai manusia, ikhtiyar memang diperlukan dalam hidup kita. Tetapi kita
tidak boleh lupa bahwa apa yang kita tuju melalui ikhtiyar adalah kebahagiaan kita
sendiri. Setiap manusia memiliki kebahagiaan yang berbeda-beda dan batasan
kemampuan yang berbeda-beda pula. Jangan sampai ambisi kita yang berlebihan
membuat kita justru menjauh dari kebahagiaan kita. Imam Al-Ghazali dalam kitab
Kimiya’ As-Sa’adah menjelaskan bahwa jasad adalah kendaraan bagi jiwa. Ketika
jasad kita rapuh akibat pola makan dan tidur yang tidak teratur, maka jiwa kita akan
juga kesulitan untuk bisa berjalan.

Seyogyanya kita melakukan usaha sesuai dengan kemampuan kita. Ketika kita
berusaha hingga melebihi kemampuan kita sehingga mengorbankan waktu dan tenaga
kita secara berlebihan, maka jasad kita akan berkurang keberadaannya. Allah Swt.
tidak menyukai yang berlebih-lebihan. Maka sudah sewajarnya kita melakukan segala
usaha kita sewajarnya sesuai dengan batas kemampuan kita.

(2)   Menyelesaikan perasaannya

Solusi yang kedua adalah dengan menyelesaikan perasaan stresnya itu sendiri.
Ada kalanya penyebab-penyebab stres tidak bisa kita selesaikan. Maka dari itu yang
bisa kita lakukan mau tidak mau adalah menyelesaikan perasaan tertekannya. Kita
harus bisa menyadari bahwa takdir Allah Swt. jauh lebih berkuasa daripada apapun
yang kita usahakan. Setelah berusaha melakukan ikhtiyar semaksimal mungkin, pada
akhirnya selalu tiba saat ketika ketika hanya bisa berserah kepada Yang Maha Kuasa.

Pada dasarnya, rasa kecewa bisa muncul akibat harapan kita yang terlalu
tinggi dan tidak bisa kita capai. Dengan bertawakal dan menerima kondisi kita yang
seperti saat ini bisa mengurangi rasa kecewa dan beban tekanan dari dalam diri kita.
Dengan begitu, rasa stres bisa menguap hilang.

Maksiat: Pelampiasan dan Pelarian

Sebagian orang berusaha mengatasi stres melalui jalan maksiat dengan dalih mencari
hiburan untuk melupakan tekanan yang mereka pikul. Misal, dengan menghamburkan uang
demi untuk pergi ke tempat hiburan. Dari sudut pandang psikologi maupun kacamata Islam,
hal ini tidak akan bisa menyelesaikan stres. Islam melihat bahwa perbuatan maksiat dapat
menghalangi hati kita untuk dekat kepada Allah Swt. Sedangkan dari sudut pandang
psikologi, hiburan dan kepuasan sesaat hanyalah pelarian saat seseorang sedang menderita
stres. Ketika mereka pulang dari tempat hiburan, maka perasaan tertekan stres itu akan
kembali. Dan semua hiburan berbayar mahal itu akan terbuang sia-sia.

Berlibur untuk  mengistirahatkan fisik dan pikiran dari kesibukan pekerjaan adalah
sesuatu yang baik, selama tidak dilakukan dengan tujuan maksiat. Namun liburan dan hiburan
tidak akan bisa mengatasi tekanan batin dan stres. Semua itu hanyalah bentuk pelarian.

Memahami Sesama Makhluk dan Kembali Kepada Allah Swt.

Depresi lebih rumit dari stres. Maka langkah-langkah untuk mengatasi depresi tentu saja
juga lebih rumit daripada menyelesaikan masalah stres. Hal yang membuat depresi susah
untuk diselesaikan adalah karena penderitanya menarik diri menjauhi lingkungan sosialnya.
Saking bertumpuknya tekanan, penderita depresi tidak mampu untuk menemukan sebab yang
mengganggu pikirannya. Mereka sering merasa sedih, gelisah, bahkan tiba-tiba menangis
tanpa tahu mengapa. Maka solusi yang paling masuk akal adalah mencari orang lain untuk
ikut memahami apa saja yang telah mereka alami hingga mengalami depresi.

Dalam surat Al-Hujurat ayat 13 disebutkan bahwa Allah Swt. menciptakan manusia
berbeda-beda untuk saling mengenal. Sudah selayaknya bagi kita untuk bisa berusaha
memahami apa yang dirasakan oleh sesama manusia lainnya. Tidak pantas bagi kita untuk
mengatakan “begitu saja sedih” dan menganggap remeh masalah yang dihadapi oleh orang
lain. Setiap manusia memiliki kemampuan, kelebihan dan kekurangan, yang berbeda-beda.
Kita hanya bisa merasakan apa yang ada dalam diri kita sendiri. Kita tidak bisa ikut
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Maka kita harus bisa menerima dan
memahami bahwa sesuatu yang mungkin kita anggap hal biasa bisa saja membuat orang lain
menderita.

Penderita depresi berhak menemukan teman untuk bicara dan menceritakan semua masa
lalunya. Walaupun tidak selalu mereka bisa mendapatkan orang lain yang sanggup
memahami diri mereka. Maka ketika manusia tidak mampu lagi memahami, Allah Yang
Maha Mengetahui selalu bisa mengerti apapun hingga dalam isi hati kita yang bahkan kita
sekalipun tidak bisa pahami. Ketika merasa sedih dan gelisah, maka berbicara kepada Allah
Swt. adalah jalan terbaik karena Dia selalu bersama kita.

*Penulis merupakan santri Pondok Pesantren Miftahul Huda, Gading Malang

Anda mungkin juga menyukai