Anda di halaman 1dari 42

GAMBARAN SANITASI PERMUKIMAN DAN LINGKUNGAN PADA PENDERITA

TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT INAP WAY HALIM

KOTA BANDAR LAMPUNG


TAHUN 2022

Oleh:
MAHARDIKA APRILIA LUBABA
NIM: 1913451069

PROPOSAL
LAPORAN TUGAS AKHIR
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI DIII SANITASI
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Tugas Akhir

GAMBARAN SANITASI PERMUKIMAN DAN LINGKUNGAN PADA


PENDERITA TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT
INAP WAY HALIM
KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2022

Penulis

MAHARDIKA APRILIA LUBABA / NIM 191.345.1069

Telah diperiksa dan disetujui tim pembimbing karya tulis ilmiah Program
Diploma III Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Jurusan Kesehatan
Lingkungan

Bandar Lampung, Januari 2022

Tim Pembimbing KTI Pembimbing Utama

Dra. HELINA HELMY, M.Sc

Pembimbing Pendamping

HARIS KADARUSMAN,SKM.,M.Kes

v
v
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR SAMPUL LUAR.........................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR ................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................v
DAFTAR TABLE ......................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................5
C. Tujuan Penelitian...........................................................................5
D. Manfaat Penelitian.........................................................................6
E. Ruang Lingkup...............................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Sanitasi.........................................................................7
B. Sanitasi Lingkungan.......................................................................7
C. Pengertian Pemukiman..................................................................8
D. Pengertian Rumah..........................................................................9
E. Persyaratan Rumah Sehat ............................................................10
F. Persyaratan Kesehatan Perumahan Dan Lingkungan
Permukiman.................................................................................10
G. Pengertian Tuberkulosis...............................................................14
H. Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis..........................................16
I. Gejala Tuberkulosis.....................................................................17
J. Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh.............................19
K. Penularan Penyakit Tuberkulosis.................................................22
L. Pencegahan Tuberkulosis.............................................................23
M.Kerangka Teori ...........................................................................25
N. Kerangka Konsep ........................................................................26

v
O. Definisi Operasional....................................................................27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian...................................................................31
B. Subjek Penelitian..........................................................................31
C. Lokasi danWaktu Penelitian........................................................31
D. Pengumpulan Data.......................................................................32
E. Pengolahan dan Analisis Data......................................................33

DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Distribusi Jumlah Penduduk dan KK 4

Tabel 2 Definisi Operasional 28

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Kerangka Teori 20

Gambar 2 Kerangka Konsep 21

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perumahan dan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas

penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan permukiman, pemeliharaan dan

perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

pemukiman kumuh. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami

penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Permukiman kumuh adalah

permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat

kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan

prasarana yang tidak memenuhi syarat. Permukiman dapat terhindar dari kondisi

kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan memenuhi standar tertentu untuk

kebutuhan tempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. (P. Indonesia

2016)

Menurut WHO (Who Health Organization), pengertian perumahan (housing)

adalah suatu struktur fisik di mana orang menggunakannya untuk tempat

berlindung, di mana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua

fasilitas dan pelayanan yang di perlukan, perlengkapan yang berguna untuk

kesehatan jasmani, rohani, dan keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan

individu. Rumah sehat merupakan salah satu sarana ntuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal. (K. K. R. Indonesia 2021)

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik

benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat

interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan

1
2

memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang

tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang

memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Semakin

padat rumah akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami

pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh

terhadap ladar oksigen dalam ruangan tersebut, maka akan memberi kesempatan

tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit

tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberkulosis yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia dan

sebagian besar negara di dunia tidak dapat mengendalikan penyakit TBC ini

disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan. (Purnama

2016)

Kesehatan perumahan adalah kondisi fisik, kimia dan biologik di dalam

rumah, di lingkungan rumah dan perumahan sehingga memukinkan penghuni atau

masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal di indonesia 400 orang

meninggal setiap hari karena Tuberkulosis (TBC), sehingga penaganan masalah

Tuberkulosis (TBC) perlu mendapatkan perhatian yang serius hal ini berhubungan

dengan bahwa insiden penyakit ini lebih tingga pada rumah tangga miskin,

(Natoatmodjo, 2011). TBC menyerang lebih dari 75% penduduk usia produktif

dan 20-30% pendapatan keluarga hilang setiap tahunnya akibat TBC seorang

penderita TBC akan menularkan kepada 10 hingga 15 orang disekitarnya

pertahun, dan tanpa pengobatan yang efektif, 50-60% penderita TBC akan

meninggal dunia (Yoannes, 2012). WHO menyatakan bahwa jumlah kasus

tuberkulosisi akan terus meningkat, dari 8.8 juta kasus ditahun ini 1995 menjadi
3

10.2 juta kasus di tahun 2000 dan 11.9 juta di tahun 2017 menurut laporan global

tuberkulosis 2017 bahwa 9 juta orang telah terkena TB dan diperkirakan 480.000

kasus baru yang ditemukan (WHO, 2017).

Tuberkulosis (TBC) saat ini masih merupakan maslaah keseahatan

masyarakat baik di indonesia maupun internasional sehingga menjadi salah satu

tujuan pembangunan kesehatan berkelanjutan (SDGs). Tuberkulosis adalah

penyakirt menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan

merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia.

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TBC (Mycobaterium Tuberculosis), sebagian besar kuman

menyerang ke paru, tetapi juga menyerang organ tubuh lainnya. Berdasarkan hasil

survei Prevalensi TB Indonesia tahun 2013-2014, diperkirakan prevalensi TB

sebanyak 1.600.000 kasus sedangkan insiden TB sebanyak 1.000.000 kasus dan

mortalitas TB 100.000 kasus. Dengan angka notifikasi kasus tahun 2014 sebanyak

324.000 kasus maka case detection TB di Indonesia hanya sekitar 32%. Sebanyak

68% kasus masih belum diobati atau sudah diobati tetapi belum tercatat oleh

program. Hal ini memicu pengendalian TB nasional terus melakukan intensifikasi,

akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program melalui Strategi Nasional

Pengendalian TB (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2019)

Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2019

penemuan kasus tuberkulosis tertinggi yaitu di kota Bandar Lampung dengan

jumlah perkiraan kasus tuberkulosis pada laki-laki sebesar 2.050 kasus, pada

perempuan sebesar 1.435 kasus dan pada anak umur 0-4 tahun sebesar 361 kasus.

Salah satu kecamatan di Kota Bandar Lampung yang masih banyak mengalami
4

tuberkulosis yaitu di Kecamatan Way Halim Kota Bandar Lampung terbagi 6

Kelurahan yang diantaranya Kelurahan Perumnas Way Halim, Kelurahan Way

Halim Permai, Kelurahan Gunung Sulam, Kelurahan JagaBaya I, Kelurahan

JagaBaya II dan Kelurahan JagaBaya III (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung,

2019)

Wilayah kerja Puskesmas rawat inap way halim II terletak di kecamatan Way

Halim Kota Bandar Lampung dengan luas wilayah ± 318 Ha dengan 2 Kelurahan

binaan, yaitu Kelurahan way Halim Permai, dan Kelurahan Gunung Sulah. Luas

Wilayah setiap kelurahan adalah sebagai berikut : Way Halim Permai 220 Ha dan

Gunung Sulah 98 Ha. Dari 2 kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Way

Halim II tercatat Kelurahan yang paling banyak jumlah penduduk sasaran adalah

Way Halim Permai dengan jumlah penduduk 12.425 jiwa.

Tabel 1
Distribusi Jumlah Penduduk dan KK
di Wilayah Kerja Puskesmas Way Halim II Tahun 2019
JML
LAKI- JML
No KELURAHAN PEREMPUAN PENDUDU
LAKI KK
K

Way Halim
1 4.892 7.532 12.425 2.461
Permai

2 Gunung Sulah 5.853 6.512 12.365 3.101

Jumlah 10.745 14.044 24.790 5.562

Menurut data puskesmas Rawat Inap Way Halim II penderita tuberkulosis

pada Tahun 2020 dengan jumlah kasus sebanyak 63 kasus. Dari data tersebut

diketahui bahwa masih terdapat banyaknya kasus pada penderita tuberkulosis di


5

wilayah kerja Puskesmas Way Halim II (Puskesmas Rawat Inap Way Halim II

Bandar Lampung, 2021)


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian yaitu

“Bagaimana Gambaran Sanitasi Pemukiman dan Lingkungan Penderita

Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way Halim II Kota Bandar

Lampung pada tahun 2022”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran Sanitasi Permukiman meliputi faktor Komponen

Fisik Rumah dam Komponen Perilaku Penghuni Pada Penderita

Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way Halim II Kota

Bandar Lampung pada tahun 2022.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui faktor komponen fisik rumah meliputi kepadatan hunian,

Kelembaban, ventilasi, pencahayaan, lantai, dinding rumah penderita

Tuberkulosisi di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way Halim II

Kota Bandar Lampung pada tahun 2022.

b. Mengetahui komponen Perilaku penghuni meliputi kebiasaan memakai

barang bersamaan dan kebiasaan memakai alat makan bersamaan pada

penderita Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way

Halim II kota Bandar Lampung pada tahun 2022.

c. Mengetahui Komponen Lingkungan Rumah pada penderita

Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way Halim II

kota Bandar Lampung pada tahun 2022.


7

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

Dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan di Politeknik

Kesehatan Tanjung Karang Jurusan Kesehatan Lingkungan.

2. Bagi instansi pendidikan

Untuk penelitian lebih lanjut mengenai Gambaran Sanitasi Pemukiman

dan lingkungan Penderita Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Way

Halim II Kota Bnadar Lampung pada tahun 2022.

3. Bagi puskesmas

Sebagai infoemasi tentang Gambaran Sanitasi Pemukiman dan lingkungan

Penderita Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Way Halim II Kota

Bnadar Lampung pada tahun 2022.

E. Ruang lingkup

Pada penelitian ini bersifat Dekriptif yaitu menggambarkan kondisi sanitasi

Pemukiman dan Lingkungan pada penderita Tuberkulosis di Wilayah Kerja

Puskesmas Way Halim II Kota Bnadar Lampung pada tahun 2022. Ruang lingkup

pada penelitian ini yaitu Faktor Komponen Fisik Rumah dan komponen Perilaku

Penghuni.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sanitasi

Sanitasi dalam bahasa inggris berasal dari kata sanitation yang diartikan

sebagai penjagaan kesehatan. Ehler dan Steel mengemukakan bahwa sanitasi

adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor lingkungan yang

dapat menjadi mata rantai penularan penyakit. Sedangkan menurut Azawar

mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik

beratkan pada pengawasan teknik terhadap berbagai faktor lingkungan yang

mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Isnaini

2014)

Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha

yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada

manusia terutama terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak

perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup. Sanitasi itu sendiri

merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud

mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan

berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan

kesehatan manusia (Notoatmodjo 2003).

B. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup

perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya banyak

sekali permasalahan lingkungan yang harus dicapai dan sangat mengganggu

8
9

terhadap tercapainya kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan bisa berakibat

positif terhadap kondisi elemen-elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem.

Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah elemennya, tapi sebaliknya jika

lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem tersebut. Perilaku yang kurang

baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan timbulya

sejumlah masalah sanitasi (Notoatmodjo 2003).

Menurut Entjang (2000), hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan

lingkungan fisik, biologi, sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan

manusia, dimana lingkungan yang berguna di tingkatkan dan diperbanyak

sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Usaha dalam hygiene dan

ssnitasi lingkungan di indonesia terutama meliputi :

1. Menyediakan air rumah tangga yang baik, cukup kualitas maupun

kwantitasnya.

2. Mengatur pembuangan kotoran, sampah dan air limbah.

3. Mendirikan rumah-rumah sehat, menambah jumlah rumah agar rumah-

rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.

4. Pembasmian binatang-binatang penyebar penyakit seperti lalat dan

nyamuk.

C. Pengertian Pemukiman

Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan

lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan, yang berfungsi

sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan

yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No 1 tahun 2011). Pada

peraturan yang sama disebutkan definisi dari pemukiman ialah bagian dar
10

lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang

mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum serta mempunyai penunjang kegiatan

fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan (Saputri 2016).

Permasalahan pemukiman merupakan permasalahan yang terus muncul, salah

satunya adalah permukiman kumuh. Kawasan kumuh biasa dijumpai di kota-kota

besar di dunia. Secara umum, kawasan kumuh memiliki tingkat kepadatan

bangunan dan penduduk yang lebih tinggi dari kampung biasa dan berlokasi di

sepanjang aliran sungai, sekitar rel kereta api, dan juga pada beberapa kawasan

kampung lainnya. Adanya kawasan permukiman kumuh, merupakan satu bentuk

atau gambaran kegagalan didalam menyediakan rumah yang layak bagi seluruh

golongan penduduk. (Santoso and Therik 2016)

D. Pengertian Rumah

Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk

tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang

diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan

keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu. (Purnama 2016)

Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang

layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat

penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. (Undang-Undang No 1 Tahun 2011).

Rumah terdiri dari ruangan, halaman dan area sekelilingnya. Perumahan

terdiri dari rumah-rumah atau kelompok rumah dalam satu bangunan seperti

rumah susun atau kondominium kelompok kebijakan rumah dalam satu kawasan

atau wilayah tertentu dimana lokasi kualitas sarana dan prasarana kesehatan
11

lingkungan merupakan salah satu faktor penentu dalam terwujudnya kesehatan

masyarakat di perumahan tersebut. (Kepmekes 1999)

E. Persyaratan Rumah Sehat

Menurut Kasjono (2011) rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

1. Memeuhi kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis terdiri dari kecukupan cahaya yang masuk ke dalam

ruangan, ventilasi atau penghawaan yang baik, tidak adanya kebisingan

yang berlebihan, dan terdapat ruang yang cukup bagi anak-anak.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis

Kebutuhan psikologis dari penghuni rumah yaitu rasa nyaman dan rasa

aman dari penghuni rumah.

3. Mencegah penularan penyakit

Pembangunan rumah harus memperhatikan faktor yang dapat menjadi

sumber penularan penyakit. Faktor tersebut meliputi penyediaan air

bersih, bebas dari serangga dan tikus, pengelolaan sampah yang benar,

pengelolaan limbah dan tinja yang benar

4. Mencegah terjadinya kecelakaan

Rumah sehat harus dapat mencegah atau mengurahi risiko terjadinya

kecelakaan seperti jatuh benda tajam, keracunan, bahaya kebakaran, dll.

F. Persyaratan Kesehatan Perumahan Dan Lingkungan Permukiman

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.829/Menkes/Sk/VII/1999 tentang persyaratan perumahan. Parameter rumah

yang dinilai melingkui komponen penilaian:


12

1. Kelompok komponen fisik rumah meliputi kepadatan hunian,

kelembaban, ventilasi, pencahayaan, lantai, dinding.

a. Kepadatan penghuni rumah

Menentukan kepadatan hunian dapat dilakukan dengan

membandingkan total luas lantai dan dengan jumlah penghuni.

Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403

Tahun 2002, menyebutkan bahwa syarat ideal luas lantai dengan

jumlah penghuni > 9m2per orang (Depkimpraswil RI, 2002).

b. Kelembaban

Kelembaban berperan penting dalam pertumbuhan kuman penyakit

kelembaban yang tinggi dapat enjadi tmpat yang disukai oleh kuman

untuk pertumbuhan dan perkembangannya, keadaan yang lembab

dapat mendukung terjadinya penularan penyakit, kelembaban udara

berkisar antara 40%-70% (Kemenkes, 1999)

c. Ventilasi

Ventilasi dapat doartikan sebagai proses penyediaan udara atau

pengerahan udara dari ruangan baik secara alami maupun mekanis.

Perlu diperhatikan bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga

agar udara tidak terperangkap, tetapi harus mengalir. Sehingga konsep

pembuatan ventilasi harus berupa ventilasi silang, artinya dalam

ruangan harus ada jalan masuk dan keluar udara dengan arah

berlawanan. Ventilasi yang baik memiliki luas penghawaan atau

ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai

(Kemenkes, 1999)
13

d. Pencahayaan

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 892

tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan pencahayaan

alam atau buatan yang langsung maupun tidak langsung dapat

menerangi seluruh ruangan miniman intensitasnya 60 lux dan tidak

menyilaukan.

Cahaya mempunyai sifat dapat membunuh baksteri, cahaya yang

cukup untuk penerangan ruang di dalam rumah merupakan kebutuhan

kesehatan manusia. Penerangan dapat diperoleh dengan pengaturan

cahaya buatan didapatkan dari obor, lilin, lampu minyak tanah, lampu

gas sampai pada lampu listrik dan cahaya alam diperoleh dengan

masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah dan

bagian bangunan yang terbuka Kasjono (2011).

e. Lantai

Lantai adalah penutup permukaan tanah dalam ruangan dan sekitar

rumah. Sifat dan jenis bahan serta teknik pemasangan yang kurang

baik menyebabkan lantai tidak berfungsi dengan maksimal sesuai

dengan kebutuhan ruang. Lantai harus kedap air, dan mudah

dibersihkan (Kemenkes, 1999)

f. Dinding rumah

Idealnya dinding rumah harus kedap air serta bebas dari bahan

berbahaya. Kondisi dinding semi permanen dengan lantai kasar

(semen kasar) berpotensi meningkatkan kadar partikulat (debu halus

dalam rumah), peluruhan dari bahan dasar batu bata batako atau papan
14

dapat beterbangan diudara. Keberadaan partukulat dalam rumah

tepatnya akan meningkatkan durasi pemaparan, hal ini dikarenakan

sebagian besar orang menghabiskan waktunya di dalam rumah saat

sedang tidak bekerja. Dinding yang baik harus kedap air dan mudah

dibersihkan (Kemenkes, 1999)

2. Kelompok komponen lingkungan rumah

a. Penyediaan air bersih

Air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat

dipermukaan bumi dalam ketiga wujudnya, padatan (es), cairan (air),

gas (uasp air). Sifat air tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau

pada keadaan standar (Ikhtiar 2017)

b. Sarana pembuangan sampah

Menurut Permenkes RI no 3 tahun 2014 tentang Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat. Pembuangan sampah untuk keamanan ialah

mengumpulkam, mengakut, memproses, mendaur ulang atau

membuang dari material sampah dengan cara tidak mengganggu

kesehatan masyarakat dan lingkungan.

c. Halaman rumah atau penghijauan

Halaman rumah, selain ditata secara etetis, juga perlu memperhatikan

persyaratan kesehatan. Halaman rumah yang tidak sehat dapat

menimbulkan berbagai macam penyakit.

d. Saluran air limbah

Menyalurkan limbah cair rumah tangga memerlukan sarana yaitu

sumur resapan dan saluran pembuangan air limbah rumah tangga.


15

Limbah cair rumah tangga berbentuk tinja dan urine ke tangki septik

dilengkapi dengan sumur resapan. Air bekas yang dihasilkan dari

buangan dapur, kamar mandi dan sarana cuci tangan disalurkan ke

saluran pembuangan air limbah merupakan limbah cair. (Ikhtiar 2017)

3. Kelompok komponen perilaku penghuni

a. Tidak kontak langsung dengan penderita

b. Kebiasaan memakai barang bersamaan

c. Kebiasaan memakai alat makan bersamaan

d. Kebiasaan merokok

e. Melakukan etika batuk (Tosepu 2016)

G. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tubeculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis pertama kali di

temukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Jenis kuman tersebut adalah

Mycobacterium tuberculosis, Mycobaterium africanum dan Mycobacterium bovis.

Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium tuberkulosis

menybabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan juga penyebab terjadinya

infeksi tersering. Basil-basil tuberkel di dalam jaringan tamoak sebagai

mikroorganisme terbentuk batang, dengan panjang berfariasi antara 1–4 mikron

dan diameter 0,3-0,6 mikron. Bentuknya agak melengkung dan kelihatan seperti

manik-manik atau bersegmen.

Basil tuberkulosis dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam

sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik,

tetapi dengan cepat menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet atau
16

suhu lebih tinggi dari 60°C. Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan

paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, terjadilah infeksi

primer. Selanjutnya menyebar ke getah bening setempat dan terbentuklah primer

kompleks. Infeksi primer kompleks dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan

lebih lanjut sebagian besarakan mengalami penyembuhan. (Purnama 2016)

1. Agen

Penyebab tuberculosis paru adalah kuman Mycobacterium tuberculosis

yang berbentuk batang dan mempunyai dan mempunyai sifat khusus, yaitu

tahan terhadap asam pada pewarna. Oleh sebab itu, disebut pula sebagai

basil tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari

langsung, namun dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan

lembap.

2. Pejamu

Pejamu penyakit TBC adalah manusia. Berbagai kasus penularan penyakit

TBC terjadi pada keluarga yang serumah dengan penderita. Manusia

sebagai pejamu dari penyakit ini harus menjaga dirinya untuk tidak

kontak langsung dengan penderita, terutama menggunakan barang-barang

yang sama dengan penderita.

3. Lingkungan

Kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor lingkungan yang

menjadi penyebab penyakit TBC. Penyakit ini dapat menular melalui

udara, kontak langsung dengan penderita, menggunakan alat makan yang

sama dengan penderita. Lingkungan yang padat akan memberikan ruang


17

yang tidak sehat sehingga bakteri penyakit ini dengan mudah untuk

menyebar dan berkembang biak.

H. Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis

Mycobacterium Tuberkulosis merupakan baktori aerob, biasanya ditemukan

pada daerah yang banyak udara. Mycobacterium Tuberkulosis ditemukan oleh

Robert Koch dalam tahun 1882. Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan

panas serta akan mati pada 60°C selama 15-20menit. Bakteri ini adalah basil

tuberkel yang merupakan batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus

mataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 mm dan lebar 0,2-0,5 mm yang

bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi

lingkungan (Danusantoso 2007)

Mycobacterium Tuberkulosis dapat bertahan hidup di udara kering maupun

dalam keadaan dingin. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari

langsung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan

selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan dahak dapat bertahan hidup

8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada dalam suhu kamar dapat hidup 0-8 bulan

dan dapat disimpan dalan lemari dengan suhu 20°C selama 2 tahun (Danusantoso

2007).

Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis berukuran sangat kecil sehingga dapat

melewati sistem pertahanan mukosilier brokus dan terus berjalan sampai alveolus

dan menetap disana. Didalam alveolus bakteri ini berkembangbiak dengan cara

pembelahan diri di sitoplasma makrofag paru yang mengakibatkan peradangan

didalam paru (Depkes RI, 2008).


18

I. Gejala Tuberkulosis

Tuberkulosis Paru tidak menunjukan gejala dengan suatu bentuk penyakit

yang membedakan dengan penyakit lainnya. Pada beberapa kasus gejala

Tuberkulosis Paru bersifat asimtomatik yang hanya ditandai oleh demam biasa.

Tuberkulosis Paru di bagi menjadi 2 gejala yaitu gejala klinik dan gejala umum

1. Gejala klinik, meliputi :

a. Batuk

Batuk merupakan gejala awal, biasanya batuk ringan yang dianggap

sebagai batuk biasa. Batuk ringan akan menyababkan terkumpulnya

lender sehingga batuk berubah menjadi batuk produktif.

b. Dahak

Pada awalnya dahak keluar dalam jumlah sedikit dan bersifat mukoid,

dan akan berubah menjadi mukopurulen atau kuning kehijauan sampai

purulent dan kemudian berubah menjadi kental bila terjadi pengejuan

dan perlunakan.

c. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan oleh pasien berupa bercak-bercak, gumpalan

darah atau darah segar dengan jumlah banyak.

d. Nyeri dada

Nyeri dada pada Tuberkulosis Paru termasuk yang ringan. Gejala

pleuritis luas dapat menyebabkan nyeri yang bertambah berat pada

bagian aksila dan ujung scapula.


19

e. Whezzing

Whezzing disebabkan oleh penyempitan lumen endobronkus oleh

sekret, jaringan granulasi dan ulserasi.

f. Sesak napas

Sesak napas merupakan gejala dari proses lanjutan Tuperkulosis Paru

akibat adanya obstruksi saluran pernafasan yang dpaat mengakibatkan

gangguan difusi dan hipertensi pulmonal.

2. Gejala umum, meliputi :

a. Demam

Demam gejala awal yang sering terjadi, peningkatan suhu tubuh terjadi

pada siang atau sore hari. Suhu tubuh terus meningkat akibat

Mycobacterium tuberculosis berkembang menjadi progresif.

b. Menggigil

Menggigil terjadi akibat peningkatan suhu tubuh yang tidak drisertai

dengan pengeluaran panas.

c. Keringat malam

Keringat malam umumnya timbul akibat proses lebih lanjut dari

penyakit.

d. Penurunan nafsu makan

Penurunan nafsu makan yang akan berakibat pada penurunan berat

badan terjadi pada proses penyakit yang progresif.


20

e. Badan lemah

Gejala tersebut dirasakan pasien jika aktivitas yang dikeluarkan tidak

seimbang dengan jumlah energi yang dibutuhkan dan keadaan sehari-

hari yang kurang menyenangkan (Purnama 2016).

J. Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host (pejamu) baik

benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat

interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan

memegang syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang

memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Adapun

syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh

terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :

1. Kepadatan Penghuni Rumah

Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian

tuberkulosis paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru

Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian

tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak

memenuhi syarat pada luas ruangannya. Semakin padat penghuni rumah

akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami

pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan

berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga

kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di

udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan

berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan


21

demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah

melalui saluran pernafasan.

2. Kelembaban Rumah

Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% - 70% dan suhu ruangan

yang ideal antara 180C – 300C. Hal ini perlu diperhatikan karena

kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya

mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus.

Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara,

selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa

hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang

mikroorganisme.

Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk

Bakteri-bakteri termasuk bakteri tuberkulosis. Untuk mengatasi

kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di

sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan

dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan tersedia ventilasi yang

cukup.

3. Ventilasi

Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara

juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam

rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah , luas

ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah

dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%

luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak
22

memenuhi syarat kesehatan) akan mengkibatkan berkurangnya

konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang

bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi

akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya

proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan

yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan

berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman

tuberkulosis. Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin

membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut

terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau

berbagai zat kimia organik atau anorganik.

Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri,

terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi

aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan

selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat

kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara dan

sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman

tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap

bersama udara pernafasan.

4. Pencahayaan Sinar Matahari

Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai

daya untuk membunuh bakteri. Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk

pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya

sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam


23

rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi

mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman. Kuman

tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila

terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang

tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7

kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.

5. Lantai rumah

Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan

tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian

Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah

cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi

kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi

penghuninya.

6. Dinding

Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun

angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta

menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Beberapa bahan pembuat

dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan

sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah

pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar

dan kedap air sehingga mudah dibersihkan (Purnama 2016).

K. Penularan Penyakit Tuberkulosis

Sumber penularan adalah penderita Tuberkulosis pada waktu batuk atau

bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan


24

dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu

kamar selama 18 beberapa jam. Orang dapat teinfeksi kalau droplet tersebut

terhirup kedalam saluran pernafasan, kuman Tb tersebut dapat menyebar dari paru

ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,

saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya

penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak

negatip (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam

udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor yang mempengaruhi

kemungkinan seseorang menjadi penderita Tuberkulosis adalah daya tahan tubuh

yang rendah, diantaranya gizi buruk atau HIV/AIDS (Purnama 2016).

L. Pencegahan Tuberkulosis

Tuberkulosis dapat dicegah dengan usaha memberikan penyuluha kesehatan

kepada masyarakat tentang Tuberkulosis Paru, penyebab Tuberkulosis Paru, cara

penularan, tanda dan gejala, dan cara pencegahan Tuberkulosis Paru misalnya

sering cuci tangan, mengurangi kepadatan hunian, menjaga kebersihan rumah, dan

pengaturan ventilasi. Terdapat beberapa cara dalam upaya pencegahan

Tuberkulosis, diantaranya:

1. Pencegahan Primer

Daya tahan tubuh baik dapat mencegah terjadinya penularan suatu

penyakit. Dalam meningkatkan imunitas dibutuhkan cara, yaitu :

a. Memperbaiki standar hidup

b. Mengkonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna


25

c. Istirahat yang cukup dan teratur

d. Rutin dalam melakukan olahraga pada tempat-tempat dengan udara

segar

e. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan terhadap infeksi Tuberkulosis pencegahan sputum yang

terinfeksi, terdiri dari:

a. Uji tuberkulin secara mantoux

b. Mengantur ventilasi dengan agar pertukaran udara tetap terjaga

c. Mengurangi kepadatan penghuni rumah

d. Melakukan foto rontgen untuk orang dengan hasil tes tuberculin

posotif

e. Melakukan pemeriksaan dahak pada orang dengan gejala klinis TB

paru

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan dengan mengobati penderita yang sakit dengan obat anti

Tuberkulosis. Pengobatan Tuberkulosis Paru bertujuan untuk

menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,

memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman

terhadap Direcly Observed Treatment, Short-course (DOTS) (Purnama

2016).
26

M. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan sumber-


sumber berikut ; Tosepu (2016), Purnama (2016) dan Ikhtiar (2017).

Agent

Mycobacterium
Tuberkulosis

Host

Tidak kontak langsung dengan


penderita
Memakai barang secara
bersamaan
Memakai alat makan bersamaan Kejadian
Kebiasaan merokok Tuberkulosis
Etika batuk
Membuang sputum

Lingkungan

Kondisi fisik rumah Lingkungan rumah


Kepadatan hunian Penyediaan air bersih
Kelembaban Sarana pembuangan
Ventilasi sampah
Pencahayaan sinar matahari Halaman rumah
Lantai rumah Saluran air limbah
Dinding

Gambar 1

Kerangka teori
27

N. Kerangka Konsep

Kondisi Fisik Rumah


Kepadatan hunian
Kelembaban
Ventilasi
Pencahayaan
Lantai rumah
Dinding

Perilaku penghuni
Memakai barang secara
bersamaan
Memakai alat makan Kejadian
bersamaan Tuberkulosis
Kebiasaan merokok
Etika batuk
Membuang sputum
sembarangan

Lingkungan Rumah
Penyediaan air bersih
Sarana pembuangan
sampah
Saluran air limbah

Gambar 2
Kerangka Konsep
O. Definisi Operasional

Tabel 2

Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Komponen Fisik Rumah
1. Kepadatan hunian Rata-rata luas rumah yang Pengukuran Meteran 1=Memenuhi Syarat jika luas lantai Ordinal
ditempati dengan jumlah dengan penghuni >9m2 per orang.
penghuni 2=Tidak Memenuhi Syarat jika luas
lantai dengan penghuni <9m2 per
orang
Sumber: Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah
No.403/KPTS/M/2002
2. Kelembaban Kelembaban adalah jumlah Pengukuran Hygrometer 1=Memenuhi Syarat jika Kelembaban Ordinal
kadar air diruangan Ruang udara dalam rumah minimal 40%–
70%
2= Tidak Memenuhi Syarat jika
kelembaban udara kurang dari 40%
lebih dari 70%
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
No.829/MENKES/SK/VII/1999

28
3. Ventilasi Ventilasi adalah tempat Pengamatan Checklist 1= Memenuhi Syarat jika luas ventilasi ≥ Ordinal
keluar masuknya udara dari 10% luas lantai rumah
luar rumah baik dalam 2=Tidak Memenuhi Syarat jika luas
bentuk permanen maupun ventilasi kurang dari 10% luas lantai
tidak permanen rumah
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
No.829/MENKES/SK/VII/1999
4. Pencahayaan Pencahayaan alami dan Pengukuran Lux Meter 1=Memenuhi syarat jika ruangan Ordinal
buatan yang menerangi minimal intensitasnya 60 lux dan
seluruh ruangan tidak menyilaukan.
2=Tidak Memenuhi Syarat jika ruangan
intensitasnya kurang dari 60 lux dan
menyilaukan.
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
No.829/MENKES/SK/VII/1999
5. Lantai Lantai adalah penutup Pengamatan Cheklist 1=Memenuhi Syarat jika lantai kedap air, Ordinal
permukaan tanah dalam dan mudah dibersihkan
ruangan dan sekitar rumah 2=Tidak Memenuhi Syarat jika lantai
tidak kedap air
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
No.829/MENKES/SK/VII/1999

29
6. Dinding Dinding adalah suatu struktur Pengamatan Checklist 1=Memenuhi Syarat jika dinding Ordinal
padat yang membatasi suatu kedap air dan mudah dibersihkan
area 2=Tidak Memenuhi Syarat Jika
dinding tidak kedap air
Sumber: Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
No.829/MENKES/SK/VII/1999
Komponen Perilaku Penghuni
7. Memakai barang Tindakan memakai barang Wawancara Kuesioner 1=Memenuhi Syarat jika tidak Ordinal
secara bersamaan secara bersamaan memakai barang secara bersamaan
2=Tidak Memenuhi Syarat jika
memakai barang secara bersamaan
8. Memakai alat Tindakan memakai alat makan Wawancara Kuesioner 1=Memenuhi Syarat: Jika tidak Ordinal
makan bersamaan bersamaaan memakai alat makan bersamaan
2=Tidak Memenuhi Syarat: Jika
memakai alat makan bersamaan
9. Kebiasaan Suatu tindakan membakar wawancara Kuisioner 1= Perokok ringan Ordinal
merokok rokok kemudian menghisap 2= Perokok berat
rokok dan menghembuskan
keluar sehingga dapat
menimbulkan asap
10. Etika batuk Suatu tindakan menutup hidung Wawancara Kuisioner 1=Memenuhi Syarat: Jika menutup Ordinal
dan mulut menggunakan hidung dan mulut
tisu/sapu tangan atau lengan 2=Tidak Memenuhi Syarat: Jika tidak
dalam baju, bukan dengan menutup hidung dan mulut
telapak tangan
11. Kebiasaan Tindakan responden (remaja) wawancara Kuisioner 1=Memenuhi Syarat: Jika membuang Ordinal
membuang dahak dalam membuang dahak di dahak di kamar mandi atau tempat

30
kamar mandi maupun di tempat khusus
khusus 2=Tidak Memenuhi Syarat: Jika tidak
membuang dahak di kamar mandi
atau tempat khusus
Komponen lingkungan rumah
12. Penyediaan air Sifat air tidak berwarna, tidak Pengamatan Checklist 1=Memenuhi Syarat: Jika tidak Ordinal
bersih berasa dan tidak berbau pada menyediakan air bersih
keadaan standar 2=Tidak Memenuhi Syarat: Jika
menyediakan air bersih
13. Sarana Mekanisme penyediaan tempat Pengamatan Checklist 1=Memenuhi Syarat: Jika tidak Ordinal
pembuangan sampah dan pembuangannya menyediakan sarana pembuangan
sampah sampah
2=Tidak Memenuhi Syarat: Jika
menyediakan sarana pembuangan
sampah
14. Saluran air limbah Menyalurkan limbah cair rumah wawancara Kuesioner 1=Memenuhi Syarat: Jika tidak Ordinal
tangga memerlukan sarana yaitu dan cheklist menyediakan saluran air limbah
sumur resapan dan saluran 2=Tidak Memenuhi Syarat: Jika
pembuangan air limbah rumah menyediakan saluran air limbah
tangga.

31
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, dalam hal ini peneliti hanya

menggambarkan tentang “Sanitasi Permukiman dan Lingkungan pada Penderita

Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way Halim II Kota Bandar

Lampung pada tahun 2022”.

B. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita yang telah

didiagnosis Tuberkulosis yang ada di wilayah kerja Puskesmas Rawat

Inap Way Halim II Kota Bandar Lampung yang berjumlah 63 rumah

penderita (Puskesmas Rawat Inap Way Halim II Bandar Lampung, 2021).

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini semua populasi yaitu seluruh penderita yang

telah didiagnosis Tuberkulosis yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Rawat Inap Way Halim II Kota Bandar Lampung yang berjumlah 63

rumah (Puskesmas Rawat Inap Way Halim II Bandar Lampung, 2021).

C. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat

Inap Way Halim II Kota Bandar lampung pada tahun 2022.

32
2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - April 2022.

D. Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data berupa kuesioner dan cheklist.

Dalam penelitian ini data yang ingin dikumpulkan adalah penilaian Sanitasi

Pemukiman Pada Penderita Tuberkulosis Di Wilayah kerja Puskesmas Way

Halim II Kota Bandar Lampung. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari:

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari laporan

dengan cara mengadakan pengamatan dan membagikan checklist

dan kuesioner kepada responden tentang Faktor Komponen Fisik

Rumah dan Komponen Perilaku Penghuni penderita Tuberculosis di

Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Way Halim II Kota Bandar

Lampung.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang telah ada diperoleh dari instansi

terkait seperti puskesmas, kelurahan, dinas kesehatan. Data yang

diperoleh yaitu berupa tabel, Laporan, dan lain-lain. Yang termasuk

data sekunder antara lain data laporan bulanan puskesmas, laporan

akhir tahun puskesmas dan profil puskesmas.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode wawancara dan

pengamatan dengan alat ukur yang digunakan adalah cheklist dan

33
kuesioner. Pengumpulan data dengan checklist dengan cara memberikan

tanda atau cheklist sesuai dengan keadaan pengamatan. Sedangkan

kuesioner dengan cara mengajukan pertanyaan. Kemudian disesuaikan

dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.829/MENKES/SK/VII/1999.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul diolah secara manual ataupun dengan bantuan

komputer dengan langkah sebagai berikut:

a. Editing

Dilakukan pengecekan akan kelengkapan data pada format kuesioner

dan cheklist terkumpul, bila terdapat kesalahan atau kekurangan

dalam pengumpulan data maka dilakukan pendataan ulang.

b. Coding

Pemberian kode atau tanda pada setiap data yang telah terkumpul

untuk mempermudah memasukkan data kedalam tabel.

c. Tabulating

Tabulating yaitu suatu proses pemasukan data yang telah diperoleh

kedalam bentuk tabel.

2. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat,

analisis ini bertujuan untuk menjelaskan/mendeskripsikan karakteristik

masing-masing variabel yang diteliti, sehingga kumpulan data tersebut

berubah menjadi informasi berguna.

34
DAFTAR PUSTAKA

Danusantoso. 2007. Buku Ilmu Penyakit Paru. jakarta.

Ikhtiar, Muhammad. 2017. Pengantar Kesehatan Lingkungan. CV. Social Politic


Genius (SIGn), 2017.

Indonesia, Kementrian Kesehatan Republik. 2021. Profil Kesehatan Indonesia


2020. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf.

Indonesia, Pemerintah. 2016. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor


14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan
Permukiman.” Sekretariat Negara 1 (1): 1–5.

Isnaini, A. 2014. Sanitasi Lingkungan. http://eprints.wallsongo.ac.id/.

Kepmekes. 1999. “Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


829/Menkes/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Keseahatan Perumahan.”
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/KEPMENKES_829_1999.
pdf.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. “Sanitasi Lingkungan.” Sanitasi Lingkungan, no. 1:


45–54.

Purnama, Sang Gede. 2016. “Buku Ajar Penyakit Berbasis Lingkungan.” Ministry
of Health of the Republic of Indonesia, 164.

Santoso, Endratno Budi, and Ledy Vithalia Therik. 2016. “Faktor Penentu
Bertempat Tinggal Pada Kawasan Kumuh Di Kota Malang Berdasarkan
Teori Doxiadis.” Tataloka 18 (4): 261.
https://doi.org/10.14710/tataloka.18.4.261-273.

Saputri, Eka Tia. 2016. “Kajian Sanitasi Lingkungan Dan Riwayat Penyakit Pada
Permukiman Kumuh Di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.” Skripsi,
106. https://lib.unnes.ac.id/28151/1/6411412177.pdf.

Tosepu, R. 2016. Epidemiologi Lingkungan Teori Dan Aplikasi. jakarta: Bumi


Medika Impirint.

Undang-Undang No 1 Tahun. 2011. “Undang-Undang No 1 Tahun.” Undang-


Undang No 1 Tahun.

35

Anda mungkin juga menyukai