Anda di halaman 1dari 20

POTENSI BLOTONG SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK

TERBARUKAN

Anisaul Izah, Anis Safela A, Yuyun


SMA Nasional Malang
2017

ABSTRAK

Industri gula memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan


serta pertumbuhan ekonomi di Kota Malang. Dalam proses produksinya, industri
gula juga menghasilkan limbah padat yaitu blotong. Blotong (filter mud)
merupakan limbah berupa padatan serta lumpur dari proses pemurnian nira yang
mengandung asam-asam organik serta ion logam berat yang masih dapat
dimanfaatkan. Salah satu cara untuk memanfaatkan blotong adalah menjadikan
blotong sebagai sumber energi alternatif berupa energi listrik. Energi listrik yang
diakibatkan adanya aliran elektron dapat berlangsung melalui reaksi redoks spontan
pada sel Volta. Blotong ditambahkan dengan air dimanfaatkan sebagai cairan
elektrolit pada sel Volta sederhana. Katoda dan anoda yang digunakan adalah
batang karbon (grafit) dan logam seng (Zn). Dengan mereduksi asam-asam organik
serta ion-ion logam berat seperti ion besi (Fe3+) pada blotong, akan dihasilkan aliran
listrik. Beda potensial yang dihasilkan untuk satu sel Volta ini adalah 0,60 Volt, dan
beda potensial untuk enam sel adalah 3,47 Volt. Beda potensial ini mampu
digunakan untuk menyalakan lampu LED berukuran kecil. Karena sebagian besar
komposisi blotong adalah zat organik, diperlukan teknik pemanfaatan zat organik
tersebut sebagai sumber energi listrik. Selain itu, perlu dikembangkan alat yang
memanfaatkan energi listrik dari blotong.
Kata Kunci: Blotong, Redoks, Sel Volta
1

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lahirnya dua pabrik gula di wilayah Malang menjadikan kota Malang
mengalami peningkatan yang signifikan. Munculnya Pabrik Gula Kebon
Agung pada 1905 dan Pabrik Gula Krebet pada 1906 menjadikan Malang
berkembang lebih pesat. Hal ini didukung ketersediaan bahan baku yang
mencukupi di sekitarnya. Wilayah Malang yang cukup luas memang dapat
dianggap sebagai sebuah daerah yang cukup subur. Hal itu ditambah pula
dengan sudah banyaknya perkebunan tebu di wilayah sekitar selatan dan timur
Malang. Bahkan, banyak petani mulai mengganti tanamannya dengan tebu
dengan tujuan ingin menjual hasil tanamannya pada industri tebu untuk
mendapatkan keuntungan lebih.
Industri gula memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan
serta pertumbuhan ekonomi. Produk utama dari industri gula adalah gula serta
tetes (molasses) yang merupakan bahan baku utama dalam memproduksi
alkohol, kecap dan MSG (monosodium glutamat). Dalam proses produksinya,
industri gula juga menghasilkan limbah padat, cair, dan gas. Limbah padat
berupa blotong, abu tungku, abu terbang, sedangkan limbah gas berupa gas
sulfur dioksida (SO2) dari pembakaran belerang yang keluar dari cerobong
asap. Baik limbah padat, cair maupun gas apabila tidak dikelola dengan benar
akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan (Murtinah, 1990).
Blotong merupakan limbah yang dihasilkan dari industri gula, bahan ini
berupa padatan serta lumpur dari proses pemurnian nira. Rata-rata standar
produksi blotong pada masing-masing pabrik gula umumnya sebesar 2,5% tebu
(Nahdodin, 2008 dalam Helena Leovisi, 2012). Persentase blotong yang
dihasilkan dari tiap hektar penanaman tebu sekitar 4-5%. Umumnya, blotong
dari industri gula dikumpulkan atau ditimbun di lapangan terbuka di sekitar
pabrik gula, sebelum dimanfaatkan untuk pertanian (Lahuddin, 1996). Pada
tahun 2008, lima puluh tujuh pabrik gula di Indonesia diperkirakan

1
2

menghasilkan blotong lebih dari satu juta ton dan abu ketel lebih dari tiga puluh
empat ribu ton. Walaupun blotong berpotensi untuk dijadikan pupuk organik
karena kandungan senyawa organiknya yang tinggi, namun blotong juga
mengandung logam atau ion logam seperti kalium (0,485 %), natrium (0,082%)
kalsium (5,785%), magnesium (0,419%), besi (0,191%), dan mangan (0,115%)
yang masih dapat dimanfaatkan (Fadjari, 2009).
Salah satu cara untuk memanfaatkan blotong adalah menjadikan blotong
sebagai sumber energi alternatif berupa energi listrik. Energi listrik yang
diakibatkan adanya aliran elektron dapat berlangsung melalui reaksi redoks
spontan pada sel Volta. Dengan mereduksi asam-asam organik serta ion logam
berat seperti ion besi (Fe) pada limbah, akan dihasilkan aliran listrik. Sel Volta
sederhana dengan blotong sebagai elektrolit dapat dibuat dengan menggunakan
elektrode karbon (grafit) dan seng (Zn) yang dapat diperoleh dari limbah
baterai. Pada sel Volta tersebut, terjadi reaksi redoks dimana seng akan
teroksidasi membentuk ion Zn2+ disertai pelepasan elektron. Elektron akan
mengalir melalui kawat penghantar kemudian diterima oleh ion-ion logam atau
ion H+ sehingga tereduksi menjadi logam serta gas hidrogen. Tegangan listrik
yang dihasilkan pada sel Volta ini dapat ditingkatkan dengan merangkai secara
seri beberapa sel sehingga dapat dimanfaatkan untuk kehidupan. Dari uraian di
atas, maka gagasan yang diajukan dalam karya tulis ini adalah “Potensi
Blotong sebagai Sumber Energi Listrik Terbarukan”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah blotong dapat dibuat sebagai sumber energi listrik?
2. Bagaimana teknik pemanfaatan blotong sebagai sumber energi listrik?

C. Tujuan dan Manfaat


Berdasarkan rumusan masalah, tujuan pernulisan karya ini adalah sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan potensi blotong sebagai sumber energi listrik.

2
3

2. Mendeskripsikan teknik pemanfaatan blotong sebagai sumber energi


listrik.
Manfaat penulisan karya ini adalah sebagai berikut.
1. Penulis
 Menambah pengetahuan mengenai potensi blotong sebagai sumber
energi listrik.
 Memberikan alternatif solusi terhadap permasalahan semakin
minimnya sumber energi di Indonesia
 Mengembangkan sikap tanggap terhadap permasalahan sosial
khususnya kondisi sumber energi di Indonesia.
2. Masyarakat
 Memberikan informasi mengenai potensi blotong sebagai sumber
energi listrik.
 Dapat mengubah kesadaran masyarakat khususnya di daerah Malang,
untuk turut berperan dalam upaya pengolahan limbah sisa buangan
industri gula menjadi sumber energi alternatif.
3. Pemerintah
Sebagai gambaran dan masukan dalam mengambil kebijakan terkait
optimalisasi penggunaan sumber energi alternatif.

3
4

BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Industri Gula di Malang


Awal abad ke-20 merupakan masa kemajuan bagi perkembangan kota
Malang. Lahirnya dua pabrik gula di wilayah Malang menjadikan kota Malang
mengalami peningkatan yang signifikan. Munculnya pabrik Gula Kebon
Agung pada 1905 dan Pabrik Gula Krebet pada 1906 menjadikan Malang
berkembang lebih pesat dari kedua pabrik baru tersebut. Hal ini didukung
ketersediaan bahan baku yang mencukupi di sekitarnya. Wilayah Malang yang
cukup luas memang dapat dianggap sebagai sebuah daerah yang cukup subur.
Hal itu ditambah pula dengan sudah banyaknya perkebunan tebu di wilayah
sekitar selatan dan timur Malang.
Pembuatan gula dari tebu adalah proses pemisahan sukrosa yang terdapat
dalam batang tebu dari zat-zat lain yang dilakukan secara bertahap. Proses
diawali dengan penggilingan tebu hingga diperoleh cairan nira. Nira kemudian
dibersihkan dari zat-zat bukan gula melalui pemanasan dan penambahan zat
kimia. Sedangkan ampas digunakan bahan ketel uap.
1. Pemurnian Nira
Pelaksanaan pemurnian dalam pembuatan gula dibedakan menjadi 3
macam yaitu:
a. Proses Defekasi. Pemurnian cara Defekasi adalah car pemurnian yang
paling sederhana, bahan pembantu hanya berupa kapur tohor. Kapur
tohor digunakan untuk menetralkan asam-asam yang terdapat dalam
nira.
b. Proses Sulfitasi. Pada pemurnian cara sulfitasi pemberian kapur
berlebihan. Kelebihan kapur ini dinetralkan kembali dengan gas sulfite.
Penambahan gas SO2 menyebabkan SO2 bergabung dengan CaO
membentuk CaSO3 yang mengendap.
c. Proses Karbonat. Cara ini merupakan cara yang paling baik dibanding
dengan ke dua cara diatas. Sebagai bahan pembantu untuk pemurnian

4
5

nira adalah susu kapur dan gas CO2. Pemberian susu kapur berlebihan
kemudian ditambah gas CO2 yang berguna untuk menetralkan
kelebihan susu sehingga kotoran-kotoran yang terdapat dalam nira akan
diikat.
Reaksi : Ca(OH)2 → CaCO3 + H2O
Karena terbentuknya endapan CaCO3 banya maka endapan dapat
dengan mudah dipisahkan (E. Hugot, 1960).
2. Penguapan
Nira yang telah mengalami proses pemurnian masih mengandung air, air
ini harus dipisahkan dengan menggunakan alat penguap. Bila nira
dipanaskan terjadi penguapan molekul air sehingga nira menjadi kental.
Sumber panas yang digunakan adalah uap panas. Pada pemakaian uap
panas terjadilah peristiwa pengembunan. Sistem penguapan yang dipakai
perusahaan gula adalah penguapan efek banyak (Soejardi, 1975).
3. Pengkristalan
Proses pengkristalan adalah pengubahan larutan yang mengandung gula
menjadi kristal-kristal gula.
4. Pengeringan
Gula yang keluar dari alat pemutar ditampung dalam alat getar yang
disebut dengan talang goyang. Talang goyang berfungsi sebagai alat
pengengkut sekaliguas sebagai alat pengering gula. Pengeringan
menggunakan udara yang dihembuskan dari bawah dengan tujuan
mengurangi kadar air dalam gula.
Industri gula memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan
serta pertumbuhan ekonomi di wilayah Malang. Produk utama dari industri
gula adalah gula serta tetes (molasses) yang merupakan bahan baku utama
dalam memproduksi alkohol, kecap dan MSG (monosodium glutamat). Dalam
proses produksinya, industri gula juga menghasilkan limbah padat, cair, dan
gas. Limbah padat berupa blotong, abu tungku, abu terbang, sedangkan limbah
gas berupa gas sulfur dioksida (SO2) dari pembakaran belerang yang keluar
dari cerobong asap. Baik limbah padat, cair maupun gas apabila tidak dikelola

5
6

dengan benar akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan


(Murtinah, 1990).
Bahan baku (Input) Tebu

Uap & Listrik


PENIMBANGAN

ST. POWER
Cane Yard
PROSES
Uap
PREPARATION

Air
ST. GILING Ampas ST. BOILER
Kapur (Ca(OH)2
Phosfat (P2O5)
Belerang (SO2) ST. PEMURNIAN Blotong

Vacuum ST. PENGUAPAN Air

ST. MASAKAN Air

ST. PUTARAN Tetes

ST. PENYELESAIAN

Produk (OUTPUT) Gula Produk

GUDANG

DISTRIBUTOR

Gambar 1. Alur proses pengolahan tebu menjadi gula kristal putih

Pada umumnya, komoditi tanaman tebu selain menghasilkan gula


(sebagai produk utama) juga menghasilkan limbah/hasil ikutan/pendamping
baik berupa limbah cair maupun limbah padat (Deptan, 2007). Proses
pembuatan gula dari tebu menghasilkan sejumlah limbah dalam bentuk pucuk
(top cane), seresah (trash), ampas (bagasse), blotong (filter mud), abu ketel
(boiler ash), serta tetes (molasses). Bahan-bahan ini sebagian dapat
dimanfaatkan kembali sebagai hasil samping dan sisanya dibuang sebagai
limbah. Pucuk dan seresah merupakan sisa panen tebu. Ampas dikeluarkan
pada saat ekstraksi tebu, sedangkan blotong dan tetes dihasilkan dari proses
pemurnian gula. Ampas yang digunakan sebagai bahan bakar mengeluarkan
sisa dalam bentuk abu ketel (Santoso, 2009).

6
7

B. Blotong (Filter Mud)


Limbah padat berupa ampas tebu yang berasal dari tempat penggilingan
mencemari saluran air yang ada di sekitar tempat penggilingan dan ketel.
Limbah ini digunakan sebagai bahan bakar pada proses produksi gula. Tetes
yang merupakan limbah cair gula sering dimanfaatkan sebagai campuran pakan
ternak, bahan pembuat spirtus, bahan pembuat alkohol, dan bahan pembuat
monosodium glutamate (MSG). Namun, lain halnya dengan blotong (filter
mud) yang juga limbah padat gula. Blotong yang dihasilkan umumnya
ditumpuk di lahan terbuka dalam jumlah cukup banyak yaitu sekitar 60 ton per
hari dari kapasitas giling 2000 ton per hari (Elykurniati, 2009).
Blotong merupakan limbah yang dihasilkan dari industri gula, bahan ini
berupa padatan serta lumpur dari proses pemurnian nira. Tepatnya hasil
pengendapan dari nira kotor (sebelum dimasak dan dikristalkan menjadi gula
pasir) yang disaring di rotary vacuum filter. Blotong merupakan limbah
industri gula berbentuk padat seperti tanah berwarna hitam, mengandung air,
dan memiliki bau tidak sedap apabila masih basah. Bila tidak segera kering
akan menimbulkan bau busuk yang menyengat. Bau busuk ini akan semakin
kuat apabila dibiarkan terlalu lama akibat penguraian oleh mikroorganisme.
Blotong masih banyak mengandung bahan organik, mineral, serat kasar,
protein kasar, dan gula yang masih terserap di dalam kotoran itu (Hamawi,
2005; Kurnia, 2010; Purwaningsih, 2011). Menurut Fadjari (2009) komposisi
ini berbeda persentasenya dari satu industri gula dengan industri gula lainnya,
bergantung pada asal tebu.
Tabel 1. Komposisi Blotong (Fadjari, 2009)
Unsur/Senyawa Persentase Unsur/Senyawa Persentase
Karbon 26,51% Kalsium 5,785%
Nitrogen 1,04 % Magnesium 0,419%
Fosfat 6,142% Besi 0,191%
Kalium 0,485 % Mangan 0,115%
Natrium 0,082% Nisbah C/N 25,62
Blotong merupakan limbah yang paling tinggi tingkat pencemarannya
dan menjadi masalah bagi pabrik gula dan masyarakat (Kuswurj, 2009).
Blotong ini biasanya dibuang ke sungai dan menimbulkan pencemaran karena
di dalam air bahan organik yang ada pada blotong akan mengalami penguraian

7
8

secara alamiah, sehingga mengurangi kadar oksigen dalam air dan


menyebabkan air berwarna gelap dan berbau busuk. Jika ditimbun pada area
sekitar industri juga menyebabkan masalah lingkungan dan masalah sosial
terutama gangguan kenyamanan. Oleh karena itu, jika blotong dapat
dimanfaatkan akan mengurangi pencemaran lingkungan.
Rata-rata standar produksi blotong pada masing-masing industri gula
umumnya sebesar 2,5% tebu (Nahdodin, 2008). Pada tahun 2008, lima puluh
tujuh pabrik gula di Indonesia diperkirakan menghasilkan blotong lebih dari
satu juta ton dan abu ketel lebih dari tiga puluh empat ribu ton. Berdasarkan
jumlah blotong dan abu yang dihasilkan, diperkirakan bahwa dari kedua jenis
limbah dapat dihasilkan kompos sekitar enam ratus ribu ton. Jumlah blotong
yang besar berpotensi untuk dijadikan pupuk organik. Namun sementara ini,
pemanfatan blotong sebagai pupuk organik masih belum maksimal dan
penggunanya pun terbatas. Hal ini disebabkan karena pengolahan blotong
menjadi pupuk organik masih masih belum ditangani dengan baik dan belum
sempurna. Selain itu, juga karena minimnya pengetahuan petani akan manfaat
penggunaan pupuk organik dari bahan blotong.
Blotong harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
pupuk organik tanaman tebu. Pengomposan merupakan suatu metode untuk
mengkonversikan bahan-bahan organik komplek menjadi bahan yang lebih
sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba. Pengomposan dapat
dilakukan pada kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik adalah
dekomposisi bahan organik dengan kehadiran oksigen (udara). Produk utama
dari metabolis biologi aerobik adalah karbondioksida, air dan panas.
Pengomposan anaerobik adalah dekomposisi bahan organik dalam kondisi
ketidakhadiran oksigen bebas. Produk akhir metabolis anaerobik adalah
metana, karbondioksida, dan senyawa intermediate seperti asam-asam organik
dengan berat molekul rendah.
Limbah blotong yang dibiarkan di tempat terbuka akan mengalami
proses degradasi secara aerobik. Proses ini menghasilkan asam-asam organik
disertai bau busuk akibat aktivitas mikroorganisme mengingat gula adalah
makanan bagi mikroorganisme. Akibatnya, timbul rasa ketidaknyamanan

8
9

terutama bagi masyarakat sekitar industri tahu. Selain itu, apabila akumulasi
dan proses penimbunan dilakukan terus-menerus ion-ion logam yang
terkandung di dalamnya akan meningkat dan dapat membahayakan lingkungan
terutama ion-ion logam berat.

C. Pemanfaatan Blotong
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, blotong umumnya dimanfaatkan sebagai
pupuk organik. Namun demikian, pengolahan limbah blotong menjadi pupuk
organik masih belum ditangani dengan baik dan benar sehingga pupuk organik
yang dihasilkan, masih belum sempurna. Selain sebagai pupuk organik,
blotong dapat dimanfaatkan sebagai berikut.
1. Sumber Protein
Kandungan protein dari nira sekitar 0.5 % berat zat padat terlarut. Dari
kandungan tersebut telah dicoba untuk melakukan ekstraksi protein dari
blotong dan ditemukan bahwa kandungan protein dari blotong yang dipress
sebesar 7.4 %. Protein hanya dapat diekstrak menggunakan zat alkali yang
kuat seperti sodium dodecyl sulfate. Kandungan dari protein yang dapat
diekstrak antara lain albumin 91.5 %; globulin 1 %; etanol terlarut 3 % dan
protein terlarut 4 %.
2. Pakan Ternak
Blotong dapat digunakan sebagai pakan ternak dengan cara dikeringkan
dan dipisahkan partikel tanah yang terdapat didalamnya. Untuk
menghindari kerusakan oleh jamur dan bakteri blotong yang dikeringkan
harus langsung digunakan dalam bentuk pellet
3. Briket
Pada saat ini pemanfaatan blotong antara lain sebagai bahan bakar
alternative dalam bentuk briket. Untuk pembuatan briket blotong
dipadatkan lalu dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket blotong
adalah harganya yang lebih murah daripada kayu bakar dan bahan bakar
lain. Akan tetapi untuk membuat briket ini diperlukan waktu cukup lama
antara 4 sampai 7 hari pengeringan, selain itu juga tergantung dari kondisi
cuaca.

9
10

Mengingat pentingnya pengendalian pencemaran lingkungan, maka


hendaknya blotong diolah sehingga mempunyai manfaat dan memberikan nilai
lebih selain itu dapat mengurangi pencemaran.

D. Sel Volta dari Limbah Blotong


Sel Volta adalah sel elektrokimia yang menggunakan reaksi redoks
spontan sehingga dihasilkan energi listrik. Energi listrik ini berasal dari aliran
elektron yang dihasilkan dari reaksi oksidasi di anode kemudian elektron
mengalir melalui kawat penghantar ke katode sehingga terjadi reaksi reduksi
(Chang, 2010). Reaksi redoks yang berlangsung spontan diakibatkan
perbedaan potensial reduksi standar (Eo) dari kedua zat (logam atau non logam)
pada kedua elektrode. Zat yang memiliki Eo lebih kecil akan mudah mengalami
oksidasi, sementara zat dengan Eo lebih besar akan mengalami reduksi. Data
Eo dari beberapa zat dapat dilihat pada tabel potensial reduksi standar.
Energi listrik yang diakibatkan adanya aliran elektron dapat berlangsung
melalui reaksi redoks spontan pada sel Volta. Dengan mereduksi asam-asam
organik serta ion logam berat seperti ion besi (Fe) pada limbah, akan dihasilkan
aliran listrik. Sel Volta sederhana dengan blotong sebagai elektrolit dapat
dibuat dengan menggunakan elektrode karbon (grafit) dan seng (Zn) yang
dapat diperoleh dari limbah baterai.

e– V e–
C (grafit) Zn


Zn → Zn2+(aq) + e
H+ + e– → H2(g)
Ln+ + ne– → L(s)

Campuran Blotong dan Air

Gambar 2. Sel Volta sederhana dengan elektrolit blotong


Pada sel Volta tersebut, terjadi reaksi redoks dimana seng akan teroksidasi
membentuk ion Zn2+ disertai pelepasan elektron. Elektron akan mengalir

10
11

melalui kawat penghantar kemudian diterima oleh ion-ion logam atau ion H+
sehingga tereduksi menjadi logam serta gas hidrogen.
Anoda : Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e–
Katoda : 2H+(aq) + 2e– → H2(g) dan
Ln+(aq) + ne– → L(s)
Tegangan listrik yang dihasilkan pada sel Volta ini dapat ditingkatkan dengan
merangkai secara seri beberapa sel sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kehidupan.

11
12

BAB III
METODE PENULISAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dimana peneliti menggunakan alat
dan bahan untuk menguji apakah blotong yang merupakan limbah padat dari
industri gula dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik. Selain
ekperimen, peneliti juga melakukan studi pustaka mendalam untuk
menemukan ide dan membahas hasil dari eksperimen yang telah dilakukan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tanggal 30 September di Laboratorium IPA SMA
Nasional Malang.

C. Alat dan Bahan


Tabel 2. Alat dan Bahan
Alat Jumlah
1. Kotak plastik yang berisi 6 sel sebagai sel Volta 2 buah
2. Batang karbon (grafit) dari limbah baterai 12 buah
3. Lempeng seng (Zn) dari limbah baterai 12 buah
4. Multimeter / Voltmeter 1 buah
5. Batang pengaduk 1 buah
6. pH meter 1 buah
7. Kabel penghubung Secukupnya
8. Isolasi Secukupnya
9. Lampu LED kecil 1 buah
Bahan
1. Limbah blotong yang diambil dari PG Kebon 100 gram untuk tiap
Agung, Kecamatan Pakisaji - Malang sel
2. Air Secukupnya

12
13

D. Prosedur Eksperimen
Langkah percobaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Siapkan sel Volta sederhan yang terbuat dari dua kotak plastik dimana
setiap kotak berisi 6 buah sel. Setiap sel dipasang satu batang karbon dan
satu lempeng logam seng seperti tampak pada gambar berikut.
2. Timbang 600 gram blotong kemudian campurkan dengan 360 mL air.
3. Ukur pH campuran blotong dan air dengan menggunakan pH meter. Ulangi
pengukuran sampai 3 kali.
4. Isikan campuran blotong dan air pada tiap sel Volta pada kotak plastik,
kemudian ukur tegangan listrik yang dihasilkan untuk tiap sel dan untuk
semua sel yang dirangkai secara seri. Pengukuran dilakukan sampai 3 kali.
5. Untuk menguji aplikasi dari sel Volta berbahan limbah blotong ini, sel
dapat dihubungkan dengan lampu LED kecil.

E. Teknik Analisis Data


Dari langkah percobaan didapatkan data berupa pH blotong setelah
ditambahkan air, serta besarnya tegangan listrik yang dihasilkan. Data yang
diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif melalui perhitungan serta
analisis sebab akibat.

13
14

BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS

A. Analisis
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 3. Data hasil percobaan
pH limbah Tegangan listrik satu
Pengukuran Tegangan
blotong dalam kotak sel Volta dengan
ke- listrik satu sel
sel Volta rangkaian seri (6 sel)
1 6,10 0,60 Volt 3,40 Volt
2 6,20 0,60 Volt 3,60 Volt
3 6,10 0,60 Volt 3,40 Volt
Rata-Rata 6,13 Volt 0,60 Volt 3,47 Volt
Dari data hasil percobaan di atas, dapat dibuat analisis sebagai berikut.
1. Derajat Keasaman Limbah (pH)
Data menunjukkan bahwa pH rata-rata 50 gram limbah blotong setelah
ditambahkan air sebanyak 30 mL adalah 6,13. Artinya, blotong bersifat
sedikit asam dengan konsentrasi ion H+ sebesar. Penambahan air berfungsi
untuk melarutkan asam dan senyawa organik serta ion-ion logam yang
terdapat pada blotong. Asam ini merupakan asam organik yang dihasilkan
dari proses dekomposisi gula (sukrosa) oleh bakteri atau mikroorganisme
lainnya secara aerobik. Proses ini berlangsung cepat mengingat gula telah
terekstraksi tertinggal dalam blotong sehingga bakteri dapat tumbuh lebih
cepat.

2. Tegangan Listrik Satu Sel


Ketika campuran limbah blotong dan air dimasukkan ke dalam sel Volta
sederhana, terjadi aliran listrik. Aliran listrik ini dihasilkan dari reaksi
reduksi-oksidasi (redoks). Di anoda, logam seng teroksidasi membentuk
ion Zn2+ dengan melepaskan elektron. Sementara, pada katoda
dimungkinkan ion-ion H+ dari limbah serta ion-ion logam berat seperti ion
ferri (Fe3+) mengalami reduksi. Seperti yang kita ketahui, jika seng
mengalami oksidasi, maka ion zat atau logam yang teroksidasi harus

14
15

memiliki Eo yang lebih tinggi dari Zn. Dari beberapa zat penyusun limbah
blotong, maka yang paling mungkin menerima elektron (mengalami
reduksi) adalah ion H+ dan ion Fe3+.
Jika ion H+ yang tereduksi, maka pada anoda (A) dan katoda (K) terjadi
reaksi berikut.
K : 2H+(aq) + 2e– → H2(g) Eo = 0,00 Volt
A : Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e– Eo = 0,76 Volt
Reaksi: Zn(s) + 2H+(aq) → H2(g) + Zn2+(aq) Eosel = 0,76 Volt
Jika ion Fe3+ yang tereduksi, maka pada anoda (A) dan katoda (K) terjadi
reaksi berikut.
K : 2Fe3+(aq) + 6e– → 2Fe(g) Eo = –0,036 Volt
A : 3Zn(s) → 3Zn2+(aq) + 6e– Eo = 0,76 Volt
Reaksi: Zn(s) + 2H+(aq) → H2(g) + Zn2+(aq) Eosel = 0,724 Volt
Data hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai tegangan listrik atau Eo
satu sel sebesar 0,6 Volt. Nilai ini kurang dari kedua hasil secara teori yaitu
0,76 Volt atau 0,724 Volt. Perbedaan ini dapat disebabkan karena hal-hal
berikut.
a) adanya hambatan listrik yang ada, misalnya hambatan pada kabel lsitrik
yang digunakan.
b) dimungkinkan gas-gas hidrogen yang ditimbulkan pada katoda
menghalangi aliran elektron dari Zn di anoda menuju katoda
c) adanya senyawa organik kompleks lainnya pada blotong yang
menghalangi terjadinya reaksi redoks.

3. Tegangan Listrik Satu Kotak Sel Volta (6 sel)


Setiap kotak sel Volta berisi 6 sel, sehinggga jika enam sel dirangkai secara
seri, maka tegangan listrik yang dihasilkan adalah hasil penjumlahan
tegangan listrik dari tiap sel sesuai dengan persamaan berikut.
Vtotal = V1 + V2 + V3 + V4 + V5 + V6
Tiap satu sel menghasilkan 0,60 Volt, maka total tegangan yang dihasilkan
seharusnya sebesar 3,60 Volt. Namun, hasil menunjukkan nilai tegangan
listrik yang dihasilkan sebesar 3,47 Volt. Nilai yang kurang dari nilai Eo
enam sel secara teori disebabkan adanya hambatan pada kawat penghantar.

15
16

B. Sintesis
Berdasarkan hasil analisis data percobaan, didapatkan nilai tegangan listrik
sebesar 3,47 Volt. Nilai tegangan listrik ini dapat dimanfaatkan untuk:
1. Lampu LED berukuran kecil.
Lampu LED berukuran kecil menggunakan daya kecil untuk menyala. Oleh
karena itu, dengan tegangan dan arus listrik dari limbah blotong, lampu
LED dapat menyala sesuai dengan hasil percobaan.
2. Benda elektronik bertegangan tinggi
Tegangan tinggi dapat diperoleh dari blotong dengan cara membuat
beberapa sel Volta berelektrolit blotong. Sel-sel Volta tersebut harus
dirangkai secara seri, bukan paralel.

16
17

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut.
1. Blotong (filter mud) memiliki potensi sebagai sumber energi listrik karena
mengandung asam-asam organik serta ion-ion logam. Kedua komposisi
tersebut dibutuhkan sebagai elektrolit pada sel Volta sederhan.
2. Blotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik melalui
penerapan konsep sel elektrokimia yaitu sel Volta dimana blotong
ditambahkan dengan air sebagai cairan elektrolit. Katoda dan anoda yang
digunakan adalah batang karbon (grafit) dan logam seng (Zn). Beda
potensial yang dihasilkan untuk satu sel Volta adalah 0,6 Volt. Beda
potensial untuk enam sel adalah 3,47 Volt.

B. Saran
Berikut ini beberapa saran yang dapat kami buat seiring dengan hasil
penelitian.
1. Blotong merupakan limbah dengan komposisi zat organik dan hanya
sedikit sekali mengandung zat anorganik seperti ion-ion logam berat. Oleh
karena itu, diperlukan teknik pemanfaatan zat organik tersebut sebagai
sumber energi listrik.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan alat yang
memanfaatkan energi listrik dari blotong.

17
18

DAFTAR PUSTAKA

Murtinah, S. 1990. Penelitian air buangan industri gula proses sulfitasi. Buletin
Penelitian Pengembangan Industri 12 : 7-20.
Lahuddin. 1996. Pengaruh kompos blotong terhadap beberapa sifat fisik dan
kandungan unsur hara tanah serta hasil tanaman jagung. Jurnal Penelitian
Pertanian 1 : 13-18.
Kurnia, W. R. 2010. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula dalam
rangka Zero Emission. www.lordbroken.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 20 September 2017.
Hamawi. 2005. Blotong, Limbah Busuk Berenergi.
http://www.agriculturesnetwork.org/magazines/indonesia/11-energi-dari-
lahan/blotong-limbah-busuk-berenergi/at_download/article_pdf. Diakses
pada tanggal 20 September 2017.
Purwaningsih, E. 2011. Pengaruh pemberian kompos blotong, legin, dan mikoriza
terhadap serapan hara N dan P tanaman kacang tanah. Widya Warta No 02
Tahun XXXV.
Kuswurj, R. 2009. Blotong dan Pemanfaatannya.
http://www.risvank.com/tag/blotong/. Diakses pada tanggal 20 September
2017.
Elykurniati. 2009. Pemanfaatan Blotong menjadi Bahan Bakar Cair dan Arang
dengan Proses Pirolisis. Laporan Penelitian. Yogyakarta (ID): Universitas
Pembangunan Nasional: 1-42.
Hugot E, Hand Book of Cane Sugar Engineering , Elsevier Publising Company,
Amsterdam, 1960
Soerjadi, Peranan Komponen Batang Tebu dalam Pabrikasi Gula. Lpp
Yogyakarta, 1977

18
19

LAMPIRAN

Gambar 1. Rangkaian Alat Jadi Gambar 2. Sel Tempat Limbah Blotong

Gambar 3. Lampu LED Gambar 4. Sel Volta Berisi Limbah


Blotong

19

Anda mungkin juga menyukai