Anda di halaman 1dari 6

TEORI TIMBAL BALIK DAN PEMBALASAN

DALAM
HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

A. Pendahuluan
Teori timbal balik dan Pembalasan dalam HPI menggambarkan kondisi orang
asing, pengakuan dari keputusan asing dan penggunaan hukum asing. Timbal balik
dimaksudkan suatu keadaan yang dikehendaki, diberlakukan terhadap semua negara
asing. Pembalasan dibatasi hanya pada negara tertentu yang secara melawan hukum
telah melakukan perbuatan yang harus dibalas. Asas timbal balik dapat dibedakan
secara formal dan materiil. Timbal balik formal, berarti orang asing akan diberlakukan
sama dengan warga sendiri pun diberlakukan demikian. Pada timbal balikini kita tidak
tau secara pasti apa yang akan menjadi perlakuan dalam tiap-tiap negara. Perlakuan
ini disebut juga dengan timbal balik abstrak. Dalam mempelajari teori timbal balik, ada
2 bentuk timbal balik formal, yaitu asimilasi dengan warga negara/ National Treatment
(suatu negara dapat menentukan bahwa orang asing akan memperoleh perlakukan
yang sama seperti warga negara sendiri).
Timbal balik dimaksudkan suatu keadaan yang dikehendaki, sedangkan
pembalasan merupakan cara untuk mencapai keadaan tersebut. Timbal balik
mempunyai lingkungan yang berlaku umum, yakni diberlakukan terhadap semua
negara asing. Pembalasan dibatasi hanya pada negara tertentu yang harus dibalas
secara hukum. Timbal balik menghendaki terlebih dahulu pembuktian dari adanya
persamaan. Pembalasan lebih dahulu terjadinya persamaan, yang dihentikan apabila
dibuktikan kelak adanya perlakuan yang tidak sama oleh negara asing yang
bersangkutan.
Dalam bacaan HPI, pembahasan teori timbal balik dan pembalasan
diperkenalkan dengan istilah dari berbagi negara, antara lain : reciprocite (Perancis),
reciprocity (Inggris), dan Wederkerigheid en vergelding reciprociteit (Belanda).

B. Luas Bidang Asas Timbal balik


Masalah timbal balik besar artinya untuk bidang hukum orang asing, pemakaian
hukum asing sama sekali bukan merupakan sebuah pengorbanan. Pemakaian hukum
asing hanya dilakukan jika cocok, karena memenuhi rasa keadilan dan kebutuhan
hukum dari haki dalam hubungan internasional. Persoalan timbal balik dan
pembalasan berhubungan erat dengan masalah pemakain hukum asing. Apabila
sudah dipastikan dalam suatu peristiwa HPI apakah merupakan hukum yang berlaku,
maka bagi hakim yang mengadili perkara bersangkutan, belum sampai ia secra
konkert sudah dapat mempergunakan hukum asing ini. Dalam suasana hukum antar
negara maka prinsip persamaan hak, persamaan penilaian dan persamaan perlakuan
adalah penting sekali, bahkan merupakan salah satu prinsip utama dari system hukum
yang mengatur pegaulan hidup antara negara-negara di dunia.

C. Pembedaan Asas Timbal Balik


Asas timbal balik dapat dibedakan secara formal dan materiil. Timbal balik
formal, berarti orang asing akan diperlakukan sama dengan warga negara sendiri
dengan syarat bahwa di negara orang asing yang bersangkutan warga negara sendiri
pun diperlakukan demikian. Pada timbal balik ini kita tidak tahu secara pasti apa yang
akan menjadi pelakukan dalam tiap-tiap negara. Perlakukan ini disebut juga dengan
istilah timbal balaik abstrak. Ada dua bentuk timbal balik formal, yaitu :

1. Asimilasi dengan Warga Negara :


Suatu negara dapat menentukan bahwa orang asing akan memperoleh
perlakukan yang sama seperti warga negaranya sendiri, seperti beberapa
contoh dibawah ini :

a) Pasal 3 AB, yang menentukan bahwa pada asas hukum perdata


dalam arti luas, yakni hukum perdata dalam arti hukum dagang, untuk
orang asing dan warga negara sama adanya, kecuali jika diadakan
pengecualian-pengecualian.
b) Pasal 33 ABGBG Austria, yang menentukan bahwa perlu ada
pembuktian bahwa warga negara Austria di negara orang aisng
bersangkutan akan memperoleh pula perlakukan yang sama seperti
warga negara dalam peristiwa demikian, sebelum dapat diberikan hak-
hak yang sama kepada orang asing seperti warga negara Austria dalam
bidang hukum perdata ini.
c) Pasal 31 EGBGB Jerman, yang menentukan bahwa untuk dapat
memakai hukum pembalasan nyata diperlukan peraturan-peraturan
khusus yang diadakan dalam hal yang istimewa.
d) Pasal 25 sub 2 EGBGB Jerman, mengenai pewarisan yang
mengandung pula prinsip timbal balik.

Secara umum, terdapat dua macam bentuk pengaturan prinsip warga


negara/national treatment, dalam bentuk pengaturan tersebut antara lain :
a) Bentuk pengaturan yang sama atau sama menguntungkan.
Standar bentuk pengaturan ini menghendaki agar terhadap pihak asing
dibelakukan perlakuan yang sama seperti perlakuan kepada warga
negara sendiri. Dengan demikian, perlakuan yang diberikan terhadap
pihak asing adalah tidak lebih abik disbanding perlakuan yang diberikan
terhadap warga negara sendiri. Konsekuensi dari bentuk pengaturan ini
adalah tidak ada kemungkinan bagi pihak asing untuk menuntut
perlakuan yang lebih, sebagai bagian dari kewajiban yang telah
disepakati, terhadap negara tuan rumah. Bentuk pengaturan ini dikenal
sebagai pengaturan prinsip national treatment yang kaku dalam
pemberian perlakuan yang sama terhadap pihak asing dan warga
negara sendiri. Pengaturan prinsip national treatment dalam konvensi
Paris dan konvensi Bern menggunakan standar bentuk pengaturan ini.
b) Bentuk pengaturan tidak kurang menguntungkan. Bentuk
pengaturan ini tidak menuntut adanya perlakuan sama persis terhadap
pihak asing dan warga negara sendiri. Bentuk pengaturan ini
menghendaki agar pihak asing minimal diberikan perlakukan yang sama
seperti perlakuan terhadap warga negara sendiri. Dengan demikian
pengaturan bentuk ini memberikan kemungkinan bagi negara tuan
rumah untuk memberikan perlakuan, yang dalam prakteknya lebih
menguntungkan bagi pihak asing, dibandingkan dengan warga negara
sendiri. Bentuk pengaturanini merupakan standar bentuk pengaturan
yang paling umum digunakan dalam praktek perjanjian internasional,
terutama yang terkait dengan perdagangan dan investasi.
1) Pengaturan prinsip national treatment dalam konvensi
internasional :
(a) Dalam Konvensi Paris, diatur didalam Pasal 2 ayat (1);
(b) Dalam Trademark Law treaty, diatur di dalam Pasal 15;
(c) Dalam persetujuan TRIPs, diatur di dalam pasal 3.
2) Klausul bangsa yang paling diutamakan /The Most Favoured
Nation(MFN). Timbal balik materiil, merupakan perlakuan sam
secara timbal balik ini berlangsung menurut proses : “ada ubi
ada talas, ada budi ada balas”, beberapa contoh timbal balik
materiil anatara lain, Pasal I ayat (3) Konvensi New York 1958
dan Pasal 66 butir (a) UU arbitrase. Contoh lain:
(a) Pasal 11 CC Paris. Pasal ini menyatakan bahwa
diutamakan adanya suatu perizinan internasional, suatu
traktat yang mengatur hubungan-hubungan HPI dengan
warga negara Perancis berdasarkan asas timbal balik.
(b) Pasal 12 Perjanjian Tabrakan Brussel 1910,
menentukan bahwa ketentuan-ketentuan perjanjian ini kan
dipergunakan terhadap semua pihak yang berkepentinagn
apabila kapal-kapal yang bersangkutan termasuk negara-
negara yang menandatangani perjanjianini dan selanjutnya
dalam hal lain-lain hal-hal yang ditentukan oleh perundang-
undangan nasional. Dengan pengertian bahwa mengenai
pihak berkepentingan yang merupakan warga negara dari
negara yang bukan penandatangan, diperlakukan
ketentuan-ketentuan tersebut untuk tiap-tiap negara
peserta digantungkan pada terpenuhinya syarat timbal
balik.
(c) Pasal 15 Perjanian mengenai pertolongan di laut, juga
mengandung ketentuan yang sama, yang didasarkan atas
prinsip timbal balik.
(d) Pasal 1 Konvensi New York 1958, yang mengatur
tentaf berlakunya ketentuan dalam konvensi anatara
sesame anggota Konvensi New York 1958.

D. Penutup
Timbal balik dan pembalasan lebih memegang peranan dalam bidang hukum
internasional public daripada HPI. Bagi yang memandang HPI secara luas, hingga
termasuk di dalamnya pembahasan status orang asing, ada alas an untuk membahas
secara khusus dalam rangka mempelajari teori-teori umum HPI.beberapa contoh
pengaturan tentang timbal balik dari beberapa negara, anatara lain dari Austria,
Jerman, Polandia, Cekoslovakia, dan beberapa negara lain. Dalam mempergunakan
lembaga-lembaga timbal balik dan pembalasan, hendaknya hakim Indonesia bertindak
secara hati-hati sekali dan sebaiknya sangat irit dalam mempergunakannya.
TUGAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

PRINSIP TIMBAL BALIK DAN PEMBALASAN


DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Kelompok 8 :
1. Hendro Noviyantoro, S.H. NIM : 20090006
2. M. Imanuddin Rifesya, S.H. NIM : 20090019
3. Idham Cholid, S.H. NIM : 20090021
4. Danang Setiyadi, S.H. NIM : 20090031
5. Pitri Indrianingtias, S.H. NIM : 20090046

MH MILITER IX STHM

Jakarta, Juni 2021

Anda mungkin juga menyukai