Anda di halaman 1dari 337

Epidemiologi

Deskriptif
Putu Ayu Swandewi Astuti
I Wayan Gede Artawan Ekaputra
Departemen KMKP, FK, Univ Udayana
Learning Objective

• Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan kejadian sakit (infeksi


dan non infeksi) berdasarkan konsep person, place dan time
• Membaca atau interpretasi data epidemiologi berdasarkan waktu, tempat,
dan orang
• Membandingkan kesakitan/kejadian pada dua atau lebih kelompok populasi
berdasarkan waktu, tempat, dan orang
• Menyusun hipotesis dari data deskriptif
• Membuat rekomendasi praktis berdasarkan hasil analisis deskriptif
Epidemiologi
• Epidemiologi
Cabang ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi penyakit atau permasalahan
kesehatan pada populasi dan faktor yang mempengaruhinya (determinan).
• Epidemiologi Deskriptif
Mempelajari distribusi penyakit berdasarkan person (who), place (where), dan
waktu (time)
• Epidemiologi Analitik
Mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit atau
permasalahan kesehatan meliputi kenapa (why) distribusi penyakit mengikuti pola
tertentu atau bagaimana (how) permasalahan kesehatan/penyakit tertentu terjadi
Epidemiologi Deskriptif
• Adalah pendekatan epidemiologi yang bertujuan untuk menggambarkan
frekuensi dan distribusi suatu penyakit atau masalah kesehatan pada populasi
berdasarkan atribut atau variabel yang memengaruhi.

Pola kejadian penyakit


• Premis dasar dari epidemiologi
• Penyakit tidak terjadi secara acak
• Setiap penyakit ada penyebabnya
• Konsep Person, Place, Time
Aspek Data Epidemiologi
Variabel
• Sesuatu yang bervariasi
• Faktor yang ikut menentukan perubahan
• Faktor yang terdapat pada penduduk pada suatu waktu dan tempat tertentu yang
memengaruhi terjadinya penyakit atau masalah kesehatan
• Dalam memahami data epidemiologi, tiga aspek utama
• Orang (Who)
• Tempat (Where)
• Waktu (When)
Konsep Person, Place, Time
Variabel orang (who)
• Umur
• Jenis kelamin
• Pekerjaan
• Biologik
• Status nutrisi
• Perkembangan otot
• Imunitas spesifik
• Paritas
• Perilaku • Sosio-ekonomi
Variabel • Pola makan • Tingkat pendidikan
orang • Aktifitas fisik • Pekerjaan atau profesi
• Merokok • Pendapatan
• Kebiasaan tidur • Status perkawinan
• Ciri pembawaan
kepribadian (tipe A vs B)
Umur
• Beberapa penyakit tertentu hanya terjadi pada usia-usia tertentu saja contoh
• Campak pada anak
• Karsinoma prostat  pada pria usia tua

• Penyakit-penyakit lain terjadi pada semua kelompok umur

• Masa hidup atau lamanya hidup  usia seseorang :


• Memengaruhi tingkat keterpaparan dan
• lamanya keterpaparan dengan agen penyebab penyakit
Umur-Penyakit Infeksi
• Untuk penyakit-penyakit infeksi, usia menyebabkan adanya variasi terhadap :
• suseptibilitas seseorang terhadap penyakit
• terbentuknya imunitas setelah infeksi

• Pengaruh dari umur dalam kaitannya dengan keterpaparan dan timbulnya imunitas dapat
dicontohkan pada penyakit cacar dan gonorrhoe

• Cacar banyak terjadi pada usia masa anak-anak, karena kerentanan untuk terinfeksi lebih tinggi, dan
hanya terkena sekali karena sudah ada imunitas

• Gonorrhoe banyak terjadi pada usia dewasa karena susceptibilitas,


infeksi berulang karena tidak ada imunitas
Lesson 6
Jenis Kelamin
•Beberapa penyakit lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita
• Adanya variasi dari frekuensi dan distribusi penyakit
berdasarkan sex pertama kali difikirkan adalah karena
adanya
•Faktor hormonal dan sistem reproduksi yang berbeda yang
dapat bertindak sebagai prediktor ataupun protector

•Contoh : penyakit jantung koroner (PJK) lebih sering pada pria


dari pada wanita muda
 Perbedaan hormonal faktor-faktor lain yang dapat memberi
kontribusi adanya perbedaan PJK
Jenis Kelamin
• Disamping perbedaan hormonal  pria dan wanita
• berbeda dalam banyak hal :
• kebiasaan
• hubungan sosial
• keterpaparan dengan lingkungan dll

• Lebih tingginya prevalens penyakit cirrhosis hepatis dan bronchitis


kronis pada pria dari pada wanita kaitannya dengan faktor
kebiasaan
• pria lebih suka minum alkohol dan merokok dari pada wanita
Relationship between serum cholesterol levels and risk of coronary heart
disease by age and sex : Framingham Study during first 12 years
Man Woman

Serum Cholesterol Mega Percent Years of Age Years of Age

30-49 50-62 30-49 50-62

Incidence Rates (Per 1.000)

<190 38.2 105.7 11.1 155.2

190-219 44.1 187.5 9.1 88.9

220-249 95.0 201.1 24.3 96.3

250+ 157.5 267.8 50.4 121.5

Relative Risk

<190 1.0 2.8 0.3 4.1

190-219 1.2 4.9 0.2 2.3

220-249 2.5 5.3 0.6 2.5

250+ 4.1 7.0 1.3 3.2


Ras

• Perbedaan frekuensi dan distribusi suatu penyakit berdasarkan ras


sering ditemukan

• Adanya perbedaan frekuensi dan distribusipenyakit-penyakit


karsinoma dan sickle cell anemia pada orang kulit putih dan orang
kulit hitam
 karena adanya perbedaan genetik

• Untuk penyakit-penyakit lain penjelasan tentang adanya perbedaan


frekuensi penyakit berdasarkan ras tidaklah sesimpel adanya
perbedaan genetik saja
 perlu diperhatikan adanya perbedaan-perbedaan dalam hal
sosial ekonomi, life style, lingkungan dan lain-lain
Ras

• Contoh : tingginya kasus hipertensi serta komplikasinya pada orang


kulit hitam dari pada orang kulit putih
 mungkin karena adanya perbedaan dalam:
• genetik
• stress emosional pada org kulit hitam lebih tinggi
• sosial ekonomi yang rendah pada org kulit hitam
• obesitas yang tinggi pada orang kulit hitam

• Penyakit-penyakit infeksi seperti TBC, sifilis, pneumonia lebih sering


pada org kulit hitam dari pada orang kulit putih, dalam hal:
• status sosial ekonomi
• Lingkungan tempat tinggal
• life-style dan lain-lain
RESULTS.
SECOND CROSS SECTIONAL STUDY

Table 5.109
MEAN PLASMA TOTAL CHOLESTEROL LDL, HDL,
RATIO CHOLESTEROL TO HDL AND RATIO LDL TO
HDL AMONG ETHNICITY
Lipid Minangkabau Sundanese Javanese Buginese
variables (n= 297) (n=323) (n=222) (n=171)

Plasma total 209.77 181.54 188.58 192.27


cholesterol (204.74 – 214.73) (176.92 – 186.15) (183.33 – 193.84) (185.23 – 199.33)
(mg/d
Plasma LDL 146.02 122.97 119.74 130.11
cholesterol (141.41- 150.62) (118.86- 127.09) (115.24 –124.24) (123.25 –136.96)

Plasma HDL 46.43 36.79 49.18 41.94


cholesterol
(mg/dl) (45.02–47.86) (35.67 –37.92) (47.53 – 50.82) (40.21 –43.67)

LDL/HDL 3.4 3.58 2.56 3.35


ratio (3.23-3.57) (3.42-3.74) (2.43–2.68) (3.10 –3.59)

Total 4.82 5.25 4.01 4.91


cholesterol/
HDL ratio (4.63 –5.01) (5.06-5.45) (3.86 – 4.15) (4.63-5.19)
Page. 244
Status Perkawinan

• Terdapat variasi dari frekuensi dan distribusi penyakit berdasarkan status


perkawinan

• Orang yang menikah mortality ratenya lebih rendah dari pada orang yang single
 dapat terjadi oleh karena adanya perbedaan life-style, kebiasaan dan lain-lain

• Karsinoma payudara lebih sering pada wanita single dari pada wanita yang menikah
 dapat terjadi oleh karena wanita yang menikah akan melahirkan anak dan
menyusui dan mungkin faktor-faktor lain sebagai penyebabnya


Status Sosial – Ekonomi

• Terdapat variasi dari frekuensi dan distribusi penyakit berdasarkan status


perkawinan

• Orang yang menikah mortality ratenya lebih rendah dari pada orang yang single
 dapat terjadi oleh karena adanya perbedaan life-style, kebiasaan dan lain-lain

• Karsinoma payudara lebih sering pada wanita single dari pada wanita yang menikah
 dapat terjadi oleh karena wanita yang menikah akan melahirkan anak dan
menyusui dan mungkin faktor-faktor lain sebagai penyebabnya


Pekerjaan

• Terdapat variasi dalam frekuensi dan distribusi penyakit berdasarkan


pekerjaan
• Pekerjaan berhubungan dengan status sosial ekonomi
• Pekerjaan berhubungan juga dengan faktor keterpaparan terhadap faktor
resiko atau agen penyakit misal :
• sinar ultraviolet
• bahan-bahan kimiawi
• paparan fisik
• mekanik dan biologik
• psikis dan lain-lain


Variabel tempat

• Perkotaan pedesaan (urban dan rural)


• Pemukiman non pemukiman
• Domestik asing
• Di dalam di luar
• Institusi non institusi
Variabel tempat
• Perbedaan luas geografis
• Hambatan alamiah: gunung, sungai, gurun, laut, garis politik (demarkasi)
• Perbedaan lokasi
• Pemetaan faktor lingkungan
• Perbedaan urban dan rural
• Perbandingan internasional
• Migrasi
Variabel tempat
• Berdasarkan perbandingan
• Antar tempat (batas alamiah: iklim, suhu)
• Antara urban dan rural (kepadatan penduduk, paparan
polutan, suplai air)
• Dalam negara (provinsi)
• Antar negara (internasional); variasi dan ketepatan
diagnosis sistem pelaporan
Figure 13-4. Correlation between dietary fat intake and
breast cancer by country.
USA
250
Switzerland
Incidence Ratio per 100,000 Women

Canada
Fed. Repub.
200 Italy Of Germany
Israel UK Denmark
Sweden France
New Zealand
Australia
150 Norway
Finland
Yugoslavia Spain

100 Poland
Romania
Hong Kong Hungary

50
Japan

0 600 800 1000 1200 1400 1600

Prentice RL, Kakar F, Hursting S, et al: Aspects of Per Capita Supply of Fat Calories
the rationale for the Women’s Health Trial. J Natl
Cancer Inst 80:802-814, 1988.)
The high burden of stroke :
stroke mortality rates in selected countries, age 40-69

Kyrgyztan
Russia
Belarus
Seychelles
Dar es Salaam
Estonia
Japan

Austria
UK
USA Men Women

Switzerland

-400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400

Mortality rate (per 100,000)


IUMSP-GCT
Membandingkan Antar Negara
• Membandingkan data secara internasional sering
tidak komparabel oleh karena data tidak standard
dalam hal :
• akurasi
• kelengkapannya
• standard diagnosa yang dipakai
• sistem pencatatan dan pelaporannya
• Akan menimbulkan ketidakpastian bila ada perbedaan yang
signifikan antara negara satu dengan negara lainnya,
apakah disebabkan oleh :
• kondisi yang riil atau
• kondisi data yang tidak komparabel
• Data dari negara-negara maju biasanya
• lebih lengkap dan
• lebih akurat

• Bila dibandingkan secara internasional, ada variasi


dalam frekuensi dan distribusi yang lebih nyata pada
penyakit menular dibandingkan penyakit-penyakit
tidak menular (non infeksi)

Variasi Dalam Suatu Negara

• Data kematian dan kesakitan dapat bervariasi dari


satu tempat dan tempat yang lain pada suatu negara
• Wilayah dapat dibagi menjadi :
• Wilayah administratif
• Wilayah geografis
• Wilayah adiminstratif tertentu dapat merupakan :
• Wilayah industri
• Wilayah pertanian
• Wilayah urban
• Wilayah rural
 semuanya memberikan kontribusi untuk terjadinya
variasi dalam frekuensi dan distribusi penyakit

• Wilayah geografis misal


• pegunungan
• pantai
• lembah dan sebagainya
 juga memberikan kontribusi untuk terjadinya
variasi dalam frekuensi dan distribusi penyakit

·
•Variasi berdasarkan wilayah rural dan urban :

• Data kematian dan kesakitan dapat bervariasi


berdasarkan wilayah rural ataupun urban

• Sebagai contoh :

• Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui


sistem pernafasan lebih sering di daerah
urban dari pada di daerah rural

• Penyakit-penyakit seperti stress, hipertensi,


obesitas lebih jarang di daerah rural daripada
di daerah urban
Lingkungan Biologis

• Iklim dan karakteristik ekologis menentukan


lingkungan flora dan fauna

• Karakteristik dari iklim dan ekologis akan


mempengaruhi pola penyakit melalui temperatur
dan kelembaban yang mempengaruhi kehidupan
flora dan fauna ditempat tersebut

Lingkungan Kimiawi dan Fisik

• Air dan udara yang berisi zat-zat kimiawi bervariasi


dari suatu tempat dengan tempat yang lain
• Contoh klasik  goiter endemik yang ada
kaitannya dengan defisiensi yodium pada air tanah
-
• Contoh lain  kanker paru yang ada kaitannya
dengan udara yang tercemar pada daerah-daerah
industri
• Lingkungan fisik seperti panas, dingin , ketinggian
dari permukaan laut bervariasi dari suatu tempat
dengan tempat yang lain

• Contoh ada hubungan antara tempat-tempat


dengan ketinggian tertentu dengan malformasi
pada sistem kardiovaskuler

 patent ductus arteriosus lebih sering pada


bayi-bayi yang lahir di tempat-tempat
dengan ketinggian yang tinggi
Lingkungan Sosial

• Faktor biologis, kimiawi dan fisik mempengaruhi


lingkungan sosial atau sebaliknya

• Lingkungan sosial  mempengaruhi lingkungan biologis


 mengontrol kuantitas dan kualitas flora dan
fauna sebagai sumber agent ataupun vektor
• Lingkungan biologis  mempengaruhi pola
geografis dalam distribusi makanan

• Sehingga memberikan kontribusi dalam terjadinya


variasi dalam frekuensi dan distribusi penyakit-
penyakit yang ada kaitannya dengan nutrisi
seperti penyakit beri-beri, defisiensi vitamin A,
obesitas, dan sebagainya
PETA CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA
PNEUMONIA BALITA TAHUN 2003
Prevalensi Gondok Anak Sekolah di Indonesia 1998
Menurut Provinsi
11

12
64 71
14
61
13
72
15 62 81
63 73
17 16
74 82
18 31

Keterangan 32 33
35 51
< 5 % 34
52 53 54
5 - 19.9 %
20-29.9 %
> 30 %

11 Aceh 5.4% 31 Jakarta 2.0% 61 Kalimatan Barat 2.3% 81 Maluku 33.3%


12 Sumatera Utara 6.7% 32 Jawa Barat 4.5% 62 Kalimatan Tengah 8.1% 82 Papua 13.0%
13 Sumatera Barat 20.5% 33 Jawa Tengah 4.4% 63 Kalimatan Selatan 1.7%
14 Riau 1.1% 34 Yogyakarta 6.1% 64 Kalimatan Timur 3.1%
15 Jambi 3.7% 35 Jawa Timur 16..3% 71 Sulawesi Utara 3.0%
16 Sumatera Seleatan 7.3% 51 Bali 12.0% 72 Sulawesi Tengah 16.5%
17 Bengkulu 7.9% 52 Nusa Tenggara Barat 19.7% 73 Sulawesi Selatan 10.1%
18 Lampung 11.9% 53 Nusa Tenggara Timur 38.1% 74 Sulawesi Tenggara 24.9%
54 Timor Timur 21.4%
Peta Konsumsi Garam Beryodium Menurut
Propinsi, 1999

51,1

91,4

85,6
90,3

0.0 -39.9%
40.0 - 89.9%
90.0 - 100.0%

Source; MOH, 1999


Relative risk of cancer mortality :
Japanese men compared with white men living in California

Relative risk ( compared with California whites )

Japanese Japanese immigrants Immigrant Japanese sons


cancer Sites in Japan in California in California

Stomach 8.4 3.8 2.8


Liver 4.1 2.7 2.2
Colon 0.2 0.4 0.9

Adapted from - Buell P and Dunn JE. 1965. Cancer 18:656.


Variabel waktu

• Variasi jangka pendek: • Fluktuasi jangka panjang


• Sporadis • Perubahan siklik (fluktuasi
• Endemis periodik: musiman atau tahunan)
• Pandemik • Variasi kecenderungan jangka
• Epidemik panjang (secular trends)
• Common source, point of source
• Propagated
WAKTU / TIME

• Terdapat variasi frekuensi dan distribusi penyakit


berdasarkan waktu
• Satuan waktu dapat diukur dalam format :
• short term /jangka pendek
• periodik /siklus
• long term /jangka panjang

Jangka waktu yang pendek / Short term


• Variasi dalam frekuensi/distribusi penyakit dapat
terjadi dalam periode waktu yang singkat
• Waktu yang singkat tersebut dapat diukur dalam
bilangan :
• jam, hari
• minggu, bulan
• Variasi musiman telah diketahui dengan baik
sebagai salah satu karakterisrik dari penyakit infeksi
dan biasanya didasari oleh :
• karakteristik dari agen penyakit
• pola hidup dari vector atau animal-host
• perubahan-perubahan pada penyebaran orang ke
orang
• Perubahan trend penyakit dalam waktu yang panjang
(tahun,dekade) dapat disebabkan oleh :

• perubahan akibat variasi dalam diagnose dari


waktu ke waktu
• perubahan dalam sistem pencatatan pelaporan
• perubahan dalam case-fatality rate
• perubahan dalam struktur di populasi
• contohnya perubahan pada distribusi umur
 akan mempengaruhi secular trend dari
suatu penyakit
• Adanya variasi dalam frekuensi/distribusi penyakit
berdasarkan waktu dapat terjadi oleh karena :

• Adanya perubahan -perubahan lingkungan:


• biologis, fisik, sosial, ekonomi,
• kimiawi, fisik dan psikis dari waktu ke waktu
• Adanya perubahan-perubahan pada struktur
demografis penduduk dari waktu ke waktu
• Adanya perubahan-perubahan dari waktu kewaktu
dalam hal :
• standard diagnosa
• sistem pencatatan pelaporan
• case fatality rate
• keberhasilan pengobatan dan lain-lain
https://www.worldometers.info/coronavirus/worldwide-graphs/
INTERPRETASI DATA
• Kejadian hipertensi meningkat dengan
peningkatan umur, prevalensi pada
perempuan dua kali lebih tinggi
dibandingkan laki-laki
• Prevalensi hipertensi makin rendah dg
naiknya tingkat Pendidikan. Paling tinggi
pada mereka yg tidak pernah sekolah
(14.88%) (Hati-hati, yg tidak pernah
sekolah ini kemungkinan jg yg umurnya
tua
• Dilihat dari pekerjaan, kejadian hipertensi
paling tinggi pada mereka yg tidak
bekerja (12.7%) diikuti dg klp pegawai
negeri (10.2%); dan prevalensi hipertensi
pada penduduk yang tinggal di perkotaan
lebih tinggi (9.1%) dibandingkan dg di
pedesaan (7.54%)
Jenis Studi-Epidemiologi Deskriptif

• Ecological study
• Cross-sectional study/survey
• Laporan Kasus
• Data surveilans
Perumusan Hipotesis

• Hipotesis adalah dugaan sementara terkait hubungan atau perbandingan


antar factors
• Dikembangkan untuk penelusuran studi lanjutan  Epidemiologi Analitik
• Dari Gambaran pola dan distribusi penyakit/permasalahan kesehatan
berdasarkan person, place, time bisa dirumuskan hipotesis
• Faktor-faktor yang membedakan distribusi/trend suatu penyakit bisa diduga
mempunyai kaitan dengan terjadinya penyakit tersebut (association atau
causation)
Hill’s Criteria of Causation

• Temporality Causa terjadi sebelum outcome


• Strength  degree of association
• Plausibility Biological plausibility (patofisiologi penyakit)
• Dose-Response Semakin besar paparan maka efeknya semakin besar
• Consistency  Hasilnya konsisten dengan pengulangan
• Specificity  satu penyebab menyebabkan satu penyakit (Kriteri ini sdh
banyak dibantah)
Hipotesis

• Umur berhubungan dg kejadian hipertensi


• Perempuan memiliki risiko hipertensi yang lebih
tinggi dibandingkan laki-laki
• Tingkat Pendidikan dan jenis pekerjaan
berhubungan dg hipertensi
• Penduduk di perkotaan mempunyai risiko lebih
tinggi utk mengalami hipertensi
Rekomendasi Praktis

• Hasil analisis deskriptif dari pengamatan epidemiologi deskriptif bermanfaat untuk berbagai
aspek praktis dalam perencanaan dan implementasi program maupun layanan kesehatan
• Dengan memahami frekuensi kejadian dan distribusinya berdasarkan person, place, time:
• Perencanaan logistik
• Perencanaan sumber daya
• Waktu pelaksanaan kegiatan
• Kelompok target atau prioritas
• Masalah prioritas
Rekomendasi Praktis
• Kejadian demam berdarah secara seasonal pada pergantian musim
• Peningkatan intensitas kegiatan pemantuan jentik dan 3M
• Peningkatan kapasitas edukasi masyarakat
• Peningkatan kapasitas layanan kesehatan
• Kejadian hipertensi dan penyakit kronis lebih tinggi pada kelompok
lansia
• Peningkatan pemantauan/skrining pada kelompok lansia, Peningkatan
edukasi dan program pencegahan (Posyandu Lansia atau Posbindu)
• Peningkatan layanan dan penanganan penyakit kronis (Prolanis)
• Beberapa faktor risiko penyakit kronis terjadi pada usia muda edukasi dan
pencegahan dimulai pada kelompok usia yang lebih muda
TERIMA KASIH
Aspek Epidemiologi Penyakit Infeksi
dan Non Infeksi

I Wayan Gede Artawan Eka Putra


Tujuan Pembelajaran
• Mengklasifikasikan penyakit-penyakit infeksi dengan prioritas tinggi
berdasarkan agent, reservoir, cara penularan, masa inkubasi dan masa
penularan
• Mendiskusikan pola kesakitan dan kematian penyakit-penyakit infeksi
dan non infeksi (lokal, regional dan global)
• Menjabarkan dan mendiskusikan cara mengendalikan, mengeliminasi
dan mengeradikasi penyakit menular yang diprioritaskan
• Menganalisa data kesakitan dan kematian penyakit kronis
• Menjabarkan dan mendiskusikan cara mengendalikan penyakit non
infeksi
• Membedakan epidemiologi penyakit infeksi dan non infeksi
Epidemiology
• The study of how disease is distributed in populations and the
factors that influence or determine this distribution.
• Why does a disease develop in some people and not in others?
• The premise underlying epidemiology is:
• Disease, illness, and ill health are not randomly distributed in
human populations.
• Rather, each of us has certain characteristics that predispose us
to, or protect us against, a variety of different diseases.
The Objectives Of Epidemiology
1. To identify the etiology or cause of a disease and the relevant risk
factors
2. To determine the extent of disease found in the community (What
is the burden of disease in the community?)
3. To study the natural history and prognosis of disease.
4. To evaluate both existing and newly developed preventive and
therapeutic measures and modes of health care delivery.
5. To provide the foundation for developing public policy relating to
environmental problems, genetic issues, and other considerations
regarding disease prevention and health promotion.
Infectious Disease
• An illness due to a specific infectious agent or its toxic products that
arises through transmission of that agent or its products from an
infected person, animal, or reservoir to a susceptible host, either
directly or indirectly through an intermediate plant or animal host,
vector, or the inanimate environment.
Agent
• A factor—such as a microorganism, chemical substance, or form of
radiation—whose presence, excessive presence, or (in deficiency
diseases) relative absence is essential for the occurrence of a disease.
A disease may have a single agent, a number of independent
alternative agents (at least one of which must be present), or a
complex of two or more factors whose combined presence is
essential for the development of the disease.
Karakteristik Agent
• Infektivitas
• Patogenesitas
• Virulensi
• Toksigenisitas
• Resisten
Invektivitas (Infectivity)
• Menunjukkan kemampuan dari agent infeksius untuk masuk,
hidup dan berkembang biak di dalam tubuh host
• Tingkat infeksius adalah tingkat kemudahan dari agent
tertentu untuk ditularkan dari satu host ke host yang lain
Patogenisitas
• Kemampuan agent untuk membuat host atau sekelompok
host yang terinfeksi menjadi sakit.
• the power of an organism to produce disease.
• Patogeneisis adalah mekanisme agent menimbulkan sakit
Virulensi (virulency)
• Tingkat patogenisitas (the degree of pathogenecity)
• kemampuan dari agent untuk menimbulkan sakit yang lebih
parah (merusakkan jaringan tubuh host)
• Digambarkan dengan case fatality rate (CFR)
• Apa itu CFR?
Perbandingan karakteristik antar Cov
Perbandingan karakteristik antar Cov dan Flu
Karakteristik dan Cara penularan COVID-19
• Infektifitas/penularan yang tinggi dan cepat (High)
• Patogenesitas (Low-moderate)
• Virulensi/Fatality (Moderate)
• Dampak sosial ekonomi yang besar dan merusak
Toksigenisitas (toxigenicity)
• adalah kemampuan suatu mikroorganisme menghasilkan
toksin atau racun.
• Eksotoxin
• Neurotoxin
• Sitotoxin
• Enterotoxin
• Endotoxin
Resisten
• Kemampuan dari agent untuk menahan (kebal) efek dari
suatu antibiotik tertentu
Susceptible
• Manusia atau binatang yang tidak memiliki daya tahan yang
cukup untuk melawan agent suatu penyakit untuk mencegah
dirinya tertular jika terpajan dengan agent tersebut.
The Epidemiologic Triad of a Disease
Site of Infection on Body Surfaces
COVID-19 Mode of Transmission

Galbadage T, Peterson BM and Gunasekera RS (2020) Does COVID-19 Spread Through Droplets Alone?
Front. Public Health 8:163. doi: 10.3389/fpubh.2020.00163
Natural History of Disease
• The course of a disease from pathological onset or inception to
resolution.
Riwayat Alamiah Penyakit 26
Clinical And Subclinical Disease
Clinical Disease (Spektrum Klinis)
Spektrum Klinis COVID-19

García LF (2020) Immune Response,Inflammation, and the Clinical Spectrum of COVID-19. Front. Immunol.
11:1441. doi: 10.3389/fimmu.2020.01441
Model kontribusi penularan tiap kategori spektrum

Luca Ferretti, Chris Wymant, Michelle Kendall, Lele Zhao, Anel Nurtay, Lucie Abeler-Dörner, Michael Parker, David Bonsall and Christophe Fraser (2020),
Quantifying SARS-CoV-2 transmission suggests epidemic control with digital contact tracing, Science, DOI: 10.1126/science.abb6936
Herd immunity
• defined as the resistance of a group of people to an attack by a
disease to which a large proportion of the members of the group are
immune.
The incubation period
• is defined as the interval from receipt of infection to the time of onset
of clinical illness.
Host
• A person or other living animal, including birds and
arthropods, that affords subsistence or lodgment to an
infectious agent under natural conditions.
• In an epidemiological context, the host may also be the
population or group; biological, social, and behavioral
characteristics of this group relevant to health are called
“host factors.”
Reservoir
• Any person, animal, arthropod, plant, soil, or substance, or
combination of these in which an infectious agent normally lives and
multiplies, on which it depends primarily for survival, and where it
reproduces it self in such a manner that it can be transmitted to a
susceptible host.
• The natural habitat of the infectious agent.
Vector
• an insect or any living carrier that transports an infectious agent from
an infected individual or its wastes to a susceptible individual or its
food or immediate surroundings.
Exploring Occurrence Of Disease
• Who was attacked by the disease?
The characteristics of the human host are clearly related to disease risk.
Factors such as sex, age, and race have a major effect.
• When did the disease occur?
Certain diseases occur with a certain periodicity
• Where did the cases arise?
Endemic, Epidemic, And Pandemic
• Endemic is defined as the habitual presence of a disease within a
given geographic area (the usual occurrence of a given disease within
such an area).
• Epidemic is defined as the occurrence in a community or region of a
group of illnesses of similar nature, clearly in excess of normal
expectancy, and derived from a common or from a propagated source
• Pandemic refers to a worldwide epidemic.
Elimination Vs Eradication
• Elimination is reduction of case transmission to a predetermined
very low level; e.g., elimination of tuberculosis as a public health
problem was defined by the WHO as reduction of prevalence to a
level below one case per million population.
• Eradication is termination of all transmission of infection by
extermination of the infectious agent through surveillance and
containment.
• Eradication is defined as achievement of a status whereby no
further cases of a disease occur anywhere, and continued control
measures are unnecessary.” Smallpox was eradicated in 1977,
based on joint control and surveillance activities.
Perbedaan Penyakit Menular Dengan Tidak Menular

Menular Tidak Menular


• Negara berkembang • Negara Industri
• Rantai penularan jelas • Tidak Ada Rantai Penularan
• Sebagian besar akut • Sebagian besar kronis
• Agent: mikroorganisme • Agent: Tidak Jelas
• Single kausa • Multiple Kausa
• Diagnosis lebih mudah • Diagnosis lebih sulit
• Morbiditas dan mortalitas • Morbiditas dan mortalitas
cendrung turun cendrung meningkat
Klasifikasi Penyakit Berdasarkan Durasi
Dan Etiologi

Akut Kronik

Infeksi •Pnemonia •Tuberkulosis


• Tifus •Lepra
• Hipertensi
Non • Keracunan • PJK, DM,
Infeksi • Kecelakaan Degeneratif
Lainnya
Beberapa Pengertian PTM
• Penyakit Kronik
• Penyakit Non Infeksi
• Non Communicable Diseases
• Penyakit Degeneratif
Pentingnya PTM dari persepektif Epidemiologi
• Penyakit-penyakit tidak menular yang bersifat kronis sebagai
penyebab kematian mulai menggeser kedudukan dari
penyakit-penyakit infeksi
• Penyakit tidak menular mulai meningkat bersama dengan
life-span (lama hidup) pada masyarakat.
• Life – span meningkat karena adanya perubahan-perubahan
didalam : kondisi sosial ekonomi, kondisi hygiene sanitasi,
meningkatnya ilmu pengetahuan, perubahan perilaku

44
Penyakit tidak menular yang termasuk di dalam
penyebab utama kematian, yaitu :

• Ischaemic Heart Disease


• Cancer
• Cerebrovasculer Disease
• Chronic Obstructive Pulmonary Disease
• Cirrhosis
• Diabetes Melitus

45
PTM yang menjadi perhatian :
• Defisiensi nutrisi
• Akoholisme
• Ketagihan obat
• Penyakit-penyakit mental
• Penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan.
Penyakit yang termasuk dalam special – interest, menyebabkan
masalah kesehatan tapi jarang frekuensinya (jumlahnya), yaitu :

• Osteoporosis
• Penyakit Ginjal kronis
• Retardasi Mental
• Epilepsi
• Lupus Erithematosus
• Collitis ulcerative

47
KARAKTERISTIK PTM
1. Tidak melalui rantai penularan tertentu
2. Riawayat alamiah penyakit panjang
3. Berlangsungnya penyakit berlarut-larut (kronik)
4. Kesulitan mendiagnosis
5. Variasi luas
6. Penanggulangan biaya tinggi
7. Multikausal
Kesulitan Menetapkan Hubungan Antara Paparan
Dengan Penyakit

• Masa laten yang panjang antara paparan dengan


penyakit
• Frekuensi paparan tidak teratur
• Insiden yang rendah
• Risiko paparan kecil
• Etiologi: multikausa/faktor
• Untuk penyakit menular, proses terjadinya penyakit akibat interaksi
antara : Agent penyakit (mikroorganisme hidup), manusia dan
lingkungan
• Untuk penyakit tidak menular proses terjadinya penyakit akibat interaksi
antara agen penyakit (non living agent), manusia dan lingkungan.
• Penyakit tidak menular dapat bersifat akut dapat juga bersifat kronis.
• Pada Epidemiologi Penyakit tidak Menular terutama yang akan dibahas
adalah penyakit- penyakit yang bersifat kronis.

50
Transisi Demografi
• Perubahan penduduk dari tingkat pertumbuhan
yang stabil tinggi ke tingkat stabil rendah
• Pembangunan ekonomi suatu negara dapat
mempengaruhi tingkat fertilitas & mortalitas
Latar Belakang Transisi Demografi
1. Agraris ➔ Industri
2. Transisi Epidemiologi
- Penduduk Tua Meningkat
- PTM Meningkat
TRANSISI EPIDEMIOLOGI (1)
• Kemajuan pembangunan telah dicapai secara menyeluruh telah
mempengaruhi berbagai perkembangan dalam kehidupan
manusia.
• Kondisi infrastruktur yang membaik serta perkembangan
teknologi kedokteran dan kesehatan menyebabkan angka
kematian dan kelahiran yang tinggi menjadi rendah.
• Hal tersebut menyebabkan terjadi perubahan struktur umur
penduduk, jumlah penduduk umur tua bertambah (umur
harapan hidup meningkat)
TRANSISI EPIDEMIOLOGI (2)

• Perubahan tersebut mengakibatkan terjadi pergeseran pola


penyakit serta tingkat kesehatan yang ada di masyarakat
dengan determinan yang mempengaruhinya.
• Terjadinya pergeseran urutan penyakit menunjukan terjadinya
perubahan status kesehatan masyarakat.
• Keadaan tersebut dikatakan dengan transisi epidemiologi
Transisi Epidemiologi (3)

Transisi epidemiologi memiliki dua pengertian:


• Statis : interval waktu yang dimulai dari dominasi penyakit
menular dan diakhiri dengan dominasi penyaktit tidak
menular sebagai penyabab kematian.
• Dinamis: proses dinamis pola sehat sakit dari suatu
masyarakat berubah sebagai akibat dari perubahan
demografi, sosial ekonomi, teknologi dan politis.
Mekanisme Terjadinya Transisi Epidemiologi

• Perubahan fertilitas, yang akan mempengaruhi struktur umur


• Perubahan faktor risiko, yang akan mempengaruhi insiden
penyakit
• Pebaikan organisasi dan teknologi pelayanan kesehatan, yang
berpengaruh terhadap crude fatality rate
• Intervensi pengobatan, pengaruhnya kemungkinan pengurangan
kematian penderita. Pada penderita penyakit kronis hal ini
mutlak meningkatkan angka kesakitan karena memperpanjang
rata-rata lama sakit.
Transisi Epidemiologi Diawali Oleh Transisi Demografi.

• Tahap I: Angka Kelahiran Dan Kematian Tinggi


• Tahap II : Angka Kematian Menurun Akibat Penemuan Obat
Dan Anggaran Kesehatan Diperbesar. Namun Angka
Kelahiran Tetap Tinggi Sehingga Pertumbuhan Penduduk
Meningkat Dengan Pesat
• Tahap III: Angka Kematian Terus Menurun. Begitu Juga
Dengan Angka Kelahiran Akibat Urbanisasi, Pendidikan, Dan
Peralatan Kontrasepsi
• Tahap IV : Angka Kelahiran Dan Kematian tercapai Rendah
Gambar transisi demografi (4 Tingkatan)

Angka
kelahiran
kematian
50 Tingkat kelahiran

40
Tingkat kematian
30

20

10 I II III IV
Gambar transisi demografi
Kelahiran & kematian tinggi. Reproduksi tidak
terkendali, kematian bervariasi tiap tahun, panen gagal,
harga tinggi, kelaparan, panyakit, kematian tinggi
Angka
kelahiran
kematian
50 Tingkat kelahiran

40
Tingkat kematian
30

20

10 I II III IV
Gambar transisi demografi
Kematian turun akibat anggaran kesehatan naik,
penemuan obat, tetapi angka kelahiran tetap pada
tingkat tinggi shg pertumbuhan penduduk meningkat
Angka
kelahiran
kematian
50 Tingkat kelahiran

40
Tingkat kematian
30

20

10 I II III IV
Gambar transisi demografi

Angka
kelahiran
kematian
50 Tingkat kelahiran

40
Tingkat kematian
30

20

10 I II III IV

Angka kematian terus menurun tetapi tidak secepat


tingkat II. Angka kalahiran mulai menurun akibat
urbanisasi, pendidikan, kontrasepsi
Gambar transisi demografi

Angka
kelahiran
kematian
50 Tingkat kelahiran

40
Tingkat kematian
30

20

10 I II III IV

Tingkat kelahiran & kematian rendah, pertumbuhan


penduduk kembali seperti tingkat I mendekati nol
Tugas: Membuat dalam 3-5 halaman tentang aspek epidemiologi dari
penyakit berikut ( pilihlah 1 penyakit sesuai nomor absen no 26 mulai
dari 1). Buat juga PPT untuk presentasi pertemuan berikutnya
1. Tuberkulosis 16. PJK
2. HIV/AIDS 17. Hipertensi
3. Malaria 18. Stroke
4. DBD 19. Cancer servik
5. Chikungunya 20. Cancer payudara
6. COVID-19 21. Chronic Obstructive Pulmonary Disease
7. Campak 22. Cirrhosis hepatis
8. Polio 23. Diabetes Melitus
9. Difteri 24. Osteoporosis
10. Pertusis 25. Anemia
11. Gonorrhea (GO)
12. Sifilis
13. Kusta
14. Vibrio Cholera
15. Avian influenza
Sistematika isi paper untuk tugas

Penyakit Infeksi Penyakit Non Infeksi


• Etiologi • Etiologi (Faktor risiko)
• Karakteristik agent dan Cara • Perjalanan alamiah penyakit
penularan • Sebaran kejadian
• Perjalanan alamiah penyakit • Konsep penanggulangannya
• Sebaran kejadian berdasarkan level of prevention
• Konsep penanggulangan
berdasarkan level of prevention
Terimakasih
Surveillance Kesehatan
Masyarakat
Putu Ayu Swandewi Astuti
I Wayan Gede Artawan Ekaputra
Departemen KMKP, FK, Univ. Udayana
Learning Objective

• Menjelaskan dan mendiskusikan pengertian, tujuan dan penggunaan data


surveilans
• Menjelaskan sumber data dan jenis surveilans
• Membandingkan beberapa strategi sistem surveilans di Indonesia
• Melakukan interpretasi data surveilans dan merumuskan tindakan
kesehatan masyarakat
Surveillance

Definisi (SK.Menkes 1116/2003)

Pengamatan terus menerus dan dilaksanakan secara sistematis


terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi agar dapat dilakukan tindakan perbaikan.

Surveilans meliputi penelitian, kegiatan pengumpulan data, pengolahan


dan analisis/interpretasi data, desiminasi informasi keberbagai pihak
terkait.
Prinsip Dasar Surveillance

Reporting
Data Informasi

Analysis &
Evaluation Interpretation

Feedback
Action Keputusan
RIWAYAT ALAMIAH & PHASE PENCEGAHAN PENYAKIT
PIRAMIDA KASUS dalam SURVEILANS

Laporan

Konfirmasi
Laboratorium

Kasus klinis

Upaya pencarian pengobatan

Penyakit

Terinfeksi

Terpapar
Unsur dasar Surveilans

Jejaring kerja yg baik & motivasi pelaksana

Definisi kasus dan mekanisme pelaporan yg jelas

Sistem komunikasi yg efektif & efisien

Berbasis Epidemiologi

Dukungan Laboratorium

Feedback teratur dan respons cepat


Tujuan Surveilans

Memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi,


sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan
respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
Tujuan Khusus Surveilans

(1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;


(2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi
dini outbreak;
(3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit
(disease burden) pada populasi;
(4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
(5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
(6) Mengidentifikasi kebutuhan riset
Mendeteksi
Outbreak
Memonitor
Program
Tujuan Surveillance…tambahan

• Memperkirakan dampak suatu penyakit.


• Evaluasi suatu intervensi
• Memahami karakteristik kejadian2 kesehatan
• Distribusi dan penyebaran; Riwayat alamiah
• Fasilitasi perencanaan
• menentukan kelompok populasi yang paling berisiko, baik berdasarkan who, when, where
• menentukan jenis dari kuman penyebab sakit, karakteristiknya dan reservoir kuman
• memastikan keadaan-keadaan yang yang dapat menyebabkan terjadinya transmisi
penyakit.
• memastikan sifat dasar dari wabah, sumber dan cara penularan serta penyebaran
menurut wilayah atau kelompok-kelompok populasi dsb.
Jenis Surveillance

• Surveillans Individu (Individual surveillance)


Mendeteksi dan memonitor individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius a.l. TB, cacar, Covid 19
Surveilans individu→ isolasi/karantina kontak utk mencegah transmisi

• Surveilans Penyakit (Disease Surveillance)


Fokus pada penyakit bukan individu.
Pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan
Sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya
Biasanya pendekatan surveilans ini dibantu dengan program vertical, pusat→ daerah
Contoh: Surveilans TB, Surveilans malaria.
Jenis Surveillance

• Surveilans Sindromik (Syndromic Surveillance)


Surveilans berdasarkan kumpulan gejala (sindrom), sebelum diagnosis terkonfirmasi.
Surveilans ini berguna untuk memonitor penyakit yang berpotensi menyebabkan
wabah-umumnya utk penyakit dengan gangguan pernafasan.
Misalnya surveillance infuluensa like illness, untuk pemantauan flu burung dsb

• Surveilance Berbasis Laboratorium


Surveilans berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
Untuk memonitor penyakit infeksi,dengan menemukan agent/kuman penyebab
infeksi-strain tertentu (diketahui sifat2nya) shg deteksi kemungkinan wabah lebih
cepat dibandingkan dengan laporan kasus atau sindrom
Jenis Surveillance

• Surveillance Terpadu (integrated surveillance)


Menata dan memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah
yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan
publik bersama.
Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama,
melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan
pengendalian penyakit.
Jenis Surveillance

• Surveilans Kesmas Global (Global Public Health Surveillance)


Surveilans penyakit yang dilakukan di tingkat global sbg akibat kemajuan
transportasi dan perdagangan dengan konsekuensi negara-negara mempunyai
concern dengan problem sejenis
Dilakukan untuk new emerging atau re-emerging disease, spt flu burung,
SARS, COVID-19
Jenis Surveilans

• Berdasarkan sumber data


• Surveillance sentinel
Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas
kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut
surveilans sentinel.
Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk
memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas

• Surveillance komunitas
Surveilans berbasis komunitas/populasi dengan pelibatan anggota komunitas dalam
sistem surveilans
Jenis Surveilans

• Berdasarkan sumber data


• Surveillance komunitas
• Surveilans berbasis komunitas/populasi dengan pelibatan anggota komunitas dalam sistem
surveilans
• Informasi dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga
memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan.
• Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan merujuk
kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama.
• Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik,
yang memerlukan konfirmasi laboratorium.
Pendekatan Surveilans

• Surveilans pasif
memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan
(reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kelebihan:
- relatif murah dan mudah untuk dilakukan.
- Dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit nasional/ internasional.
Kekurangan:
- kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan (trend).
- Data yang dihasilkan cenderung under-reported
- Tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas
terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan kesehatan
Pendekatan Surveilans

Surveilans Aktif
menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke lapanganan, desa-
desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah
sakit dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan
kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks.
Kelebihan:
- lebih akurat daripada surveilans pasif , sebab dilakukan oleh petugas yang memang
dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu.
- surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.
Kelemahan:
- lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif.
Sumber Data Surveilans
Laporan vital statistic (kelahiran, kematian)
Laporan Penyakit (layanan kesehatan, komunitas)
Laporan KLB
Laporan Pemeriksaan Laboratorium
Laporan Penyelidikan Kasus
Laporan Penyelidikan KLB
Laporan penyelidikan vector, reservoir
Laporan survey (besaran penyakit, evaluasi pelaksanaa program)
Laporan penggunaan obat, serum, vaksin
Laporan kependudukan dan lingkungan
Atribut Surveilans

• Simplicity ( Sederhana )
• Flexibility ( Kelenturan )
• Acceptability ( Diterima )
• Sensitivity (Kepekaan )
• Representativeness ( Mewakili )
• Timeliness ( Tepat Waktu )
Manajemen Surveilans

Dua fungsi manajemen surveillance


Fungsi utama
• Pelaporan (Penjakit/ program/ kejadian)
• Deteksi
• Investigasi & konfirmasi
• Analisis & interpretasi
• Aksi / respons

Fungsi dukungan
• Pelatihan
• Supervisi
• Sumber daya
• Standarisasi / pedoman
Surveilans untuk mendukung managemen

• Penilaian status kesehatan masyarakat


• Deteksi dini KLB yang diserta dengan timbulnya respon cepat dan tepat
• Bahan dalam perumusan program prioritas
• Data kuantitatif dalam menetapkan sasaran spesifik program
• Informasi untuk menetapkan disain dan perencanaan program kesehatan
masyarakat
• Evaluasi program intervensi
• Inspirasi rencana studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan
program
LANGKAH LANGKAH DALAM SURVEILANS
• Menentukan tujuan
• Menyusun definisi kasus
• Menentukan sumber data atau mekanisme pengumpulan data,
termasuk instrumennya.
• Melakukan uji lapangan.
• Membuat dan menguji mekanisme analisis.
• Membuat mekanisme umpan balik/penyebaran informasi.
• Memastikan pemanfaatan analisis dan interpretasi.
• Evaluasi.
Rational Surveilans
• Apakah merupakan masalah Public Health ?
• Perhatikan:
• Apa perlu sumber daya tertentu (biaya, SDM)?
• Apa ada data yg relevant atau “mudah” didapat ?
• Apakah dpt mendukung upaya penanggulangan?
Kegunaan Surveilans
• Perencanaan,
• Evaluasi,
• Menilai Efisiensi,
• Menilai Efektifitas Program
• Penentuan prioritas Yankes
• Mengukur kinerja program/ kegiatan
• Menilai Kualitas pelayanan
6 komponen utama penyelenggaraan surveilans
epidemiologi,
1. Tujuan yg jelas & terukur, terutama hubungannya dengan upaya
intervensi program atau penelitian
2. Memiliki konsep atau mekanisme surveilans epidemiologi dalam
mencapai tujuan-tujuan
3. Proses kegiatan pengumpulan, pengolahan data, analisis dan distribusi
informasi epidemiologi yang dilaksanakan secara sistematis
4. Adanya tim teknis surveilans epidemiologi yang terdiri dari para tenaga
profesional, peraturan-peraturan dan pedoman, dana operasional dan
sarana komputer, telepon dan faksimili serta formulir isian
5. Memiliki jejaring surveilans epidemiologi
6. Memiliki indikator kinerja
http://puskesmaskramatjati.com/program/surveilans/
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas
(SP2TP)
• Integrasi pencatatan dan pelaporan penyakit dan pelaksanaan
program di Puskesmas
• Mencakup
• Laporan Bulanan
• LB1
• LB2
• LB3
• LB4
• LBX
• Laporan Tri wulan
Diskusi
• Diskusikan contoh sistem surveillance yang ada di Indonesia
SKRINING DAN
UJI DIAGNOSTIK

I Wayan Gede Ar tawan Ekaputra

Putu Ayu Swandewi Astuti

Depar temen KMKP, FK, Unud


Penggunaan suatu test atau prosedur
tertentu untuk mendeteksi
kemungkinanan adanya suatu penyakit

Skrining tertentu pada orang-orang yang tanpa


gejala sebelum periode waktu ditemukan
melalui metode klinis yang rutin.
Orang-orang tanpa gejala

Deteksi Dini

Klasifikasi kemungkinan terkena penyakit

Evaluasi lanjutan menggunakan test Diagnostic

Pengobatan lebih awal

Sembuh Noresponse Mati


Dua komponen yang mempengaruhi
kesuksesan pencegahan sekunder

1. Skrining harus menjangkau deteksi


dini dari penyakit, program
Aspek screening harus mendeteksi orang-
orang tanpa gejala atau mendeteksi
penting lebih awal dari perjalanan alamiah
penyakit.
Skrining 2. Pelaksanaan deteksi dini
meningkatkan efektifitas
pengobatan.
1) The condition to be screened for should be an important
health problem

2) There should be an accepted and effective treatment for


patients with recognized disease

3) Facilities for diagnosis and treatment of those screened


positive should be available

Kriteria 4) The disease should have a recognizable latent or early


symptomatic stage

5) There should be a suitable test or examination

Skrining 6)

7)
The test should be acceptable to the population

The natural history of the condition, including development


from latent to declared disease, should be adequately
(Wilson & Jungner) understood

8) There should be an agreed policy on who should be offered


treatment and the appropriate treatment to be offered

9) The programme should be cost-effective

10) Screening should be a continuing process and not a ‘once


and for all’
The Condition:

Kriteria 1.

2.
Must be an important health problem

The epidemiology and natural history must be understood, and there


must be a detectable latent asymptomatic or early symptomatic phase

Skrining 3. All cost-effective primary prevention interventions should have been


implemented where possible

T h e Te s t :

(UK
4. Should be simple, safe, and validated

5. The distribution of test values should be known (e.g., sensitivity and


specificity), and the criteria for a positive test should be agreed upon

6. Should be acceptable to the population

National 7. There should be an agreed-upon policy and process for the further
referral and diagnostic investigation of individuals who test positive The
Treatment:

Screening
8. Should be an effective treatment or intervention for patients found to
have disease and evidence that this early treatment leads to better
outcomes

9. Should be evidence-based policies covering which individuals should be


offered treatment and the appropriate treatment to be offered

Committee) 10. Clinical management of the condition and patient outcomes should be
optimized
The Screening program:

11. There must be evidence from randomized clinical trials


(RCTs) that the screening program is effective in reducing
mortality or morbidity

Kriteria 12. Should be clinically, socially, and ethically acceptable

13. Benefit should outweigh any physical or psychological harm

Skrining
14. Must be cost effective

15. There must be a clear plan for managing the programme


and agreed-upon quality assurance standards

(UK National 16. There must be adequate staffing and facilities for the
program, and for referrals, diagnosis, and treatment

Screening 17. All other options for managing the condition should have
been considered

18. Evidence-based information explaining the positive and


Committee) negative aspects of the program must be available to
participants

19. Screening intervals, eligibility for screening and the testing


process should be scientifically justifiable to the public
Penyakit serius dan dengan
konsekuensi berat
Cancer, diabetes, hypertension, HIV
Penyakit Pengobatan lebih efektif pada
tahap awal
yang cocok Kanker payudara sangat cocok diskrining
Kanker pankreas tidak cocok
diskrining Penyakit dengan detectable
preclinical phase yg lama
Prevalensi penyakit pada populasi
tinggi
Karakteristik Ekonomis
Test Mudah dikerjakan
Bebas dari risiko dan ketidaknyaman
Screening Dapat diterima
Mempunyai validitas yg tinggi
yang baik Reliabel
Presisi dan
Akurasi
Sensitifitas
Besarnya kemungkinan orang yang
sakit mendapatkan hasil test positif
atau kemampuan suatu test untuk

Indikator menyatakan positif, orang-orang yang


sakit
Spesifisitas
validitas Besarnya kemungkinan orang yang
sehat mendapatkan hasil test negatif
atau kemampuan suatu test untuk
menyatakan negatif, orang-orang yang
sehat
Test D+ D− Total
T+ TP FP TP+FP
Sensitifitas T− FN TN FN+TN
dan Total TP+FN FP+TN N

Spesifisitas Sen si t i v i t y (SE N) ≡ Proporsi hasil test positif


diantara orang yang sakit =
T P / (T P + F N) x 100%

Speci f i ci t y (SP E C ) ≡ Proporsi hasil test negatif


diantara orang yang sehat = T N / (T N + F P ) x 100%
Test D+ D− Total
T+ TP FP TP+FP
T− FN TN FN+TN
Accuracy Total TP+FN FP+TN N

Proporsi hasil true test diantara semua yang


ditest

= (TP+TN)/(TP+FP+FN+TN) x 100%
Nilai prediktif test positif (NPP)
Predictive Besarnya kemungkinan orang dengan hasil
test positif benar-benar sakit
value
Nilai predictive test Negative (NPN)
(Efikasi)
Besarnya kemungkinan orang dengan hasil
test negatif benar-benar sehat
Test D+ D− Total
T+ TP FP TP+FP
T− FN TN FN+TN
Predictive
Total TP+FN FP+TN N
Value
Positive Predictive value (PPV) ≡ Proporsi orang
yang sakit diantara yang hasil test positif
= TP / (TP+FP) x 100%
Negative Predictive value (NPV) ≡ Proporsi
orang yang sehat diantara yang hasil test negatif
= TN / (TN+FN) x 100%
PREDICTIVE VALUE Dipengar uhi oleh:
Predictive 1. PREVALENCE OF A DISEASE

2. VALIDITY OF A SCREENING TEST


Value
Untuk hasil test dengan skala data kontinyu,
Kita harus berfikir sedikit berbeda

Tidak Sakit
False Positives

True Negatives

Risk factor level

Sakit

False Negatives

True Positives

Risk factor level

Pikirkanlah “Cut off point” untuk screening


Jika cut off point yang digunakan lebih rendah

Tidak Sakit
False Positives

True Negatives

Sakit
False Negatives

True Positives

“Disease Cut off point”


Penurunan cut off point sakit untuk test screening
Sensitifitas akan menyebabkan:
true positives sensitivity

spesifisitas true negatives specificity

dan cut off Dan begitu juga sebaliknya

value
Bila meningkatkan sensitifitas, akan menurunkan spesifisitas
Bila meningkatkan spesifisitas, akan menurunkan sensitifitas

Area of
No
overlap
glaucoma

glaucoma

14 22 26 42
Receiver operating cur ve (ROC) Cur ve:

Mer upakan grafik yang dipakai untuk


menentukan cut off terbaik dari satu hasil tes
ROC Curve
Plot dari tr ue positive rate (sensitivity) dan

dan Area false positive rate (1-specificity

Penentuan nilai cut off dengan


under the memperhitungkan luas area dibawah kur va
(AUC)
curve (AUC)
AUC semakin mendekati
angka 1 makin baik

AUC=0.5
klasifikasi random

ROC Curve

AUC
.90-1 = excellent; .80-.90 = good
.70-.80 = fair; .60-.70 = poor
.50-.60 = fail
L i k e l i h o o d ra t i o u n t u k h a s i l t e s t p o s i t i ve ( L R + )

Ke m u n g k i n a n h a s i l t e s t p o s i t i f p a d a o ra n g ya n g s a k i t d i b a g i
ke m u n g k i n a n h a s i l t e s t p o s i t i f p a d a o ra n g ya n g t i d a k s a k i t .

= (TP/D+)/(FP/D-)

= sensitivity / (1 – specificity)

Likelihood L i k e l i h o o d ra t i o fo r a n e g a t i ve t e s t r e s u l t

Ke m u n g k i n a n h a s i l t e s t n e g a t i f p a d a o ra n g ya n g s a k i t d i b a g i
ke m u n g k i n a n h a s i l t e s t n e g a t i f p a d a o ra n g ya n g t i d a k s a k i t .

Ratio =(FN/D+)/(TN/D-)

= (1 – sensitivity) / specificity

Kemungkinan hasil test


tertentu pada orang yang
sakit dibandingkan Test D+ D− Total
kemungkinan pada orang
yang tidak sakit T+ TP FP TP+FP
T− FN TN FN+TN
Total TP+FN FP+TN N
Keajegan~repetitiveness

Intra observer bias

Variasi hasil pembacaan oleh

Reliabilitas observer yang sama

Inter observer bias

Variasi hasil pembacaan oleh


observer yang berbeda
Percent Agreement

Persentase kesesuaian hasil


Estimasi pengamatan antar observer

Kappa
Observer
Ukuran inter-rater agreement

Variation dengan memperhitungkan


ekspektasi agreement yang terjadi
secara kebetulan (by chance)
Percent agreement
Abnormal Suspect Normal

Abnormal A B C

Suspect D E F

Normal G H I

Percent agreement = (A+E+I) / Total

28
Observer variation percentage
agreement
Abnormal Suspect Doubtful Normal
Abnormal
5 8 4 6

Suspect 4 10 6 12

Doubtful 8 6 15 24

Normal 7 12 6 20

Percent agreement =( (5+10+15+20) /153 x 100%) = 32.67%

29
(Observed Agreement) - (Agreement Expected by chance)
Kappa =
1 - (Agreement Expected by chance)

Kappa Interpretasi nilai Kappa (Altman, 1991):

0.8 - 1 : sangat baik (very good)


0.6 - <0.8 : baik (good)
0.4 - <0.6 : moderate
0.2 - <0.4 : cukup (fair)
<0.2 : buruk (poor)
Contoh:

Klasifikasi terhadap 75 specimen subtype histology dari slide kanker paru


Yang dibaca oleh 2 observer (A and B)

Observed:
Grading by A Total by B
Grading Grade II Grade III Observed Agreement
by B Grade II 41 3 44 (58.6%) = (41+27)/75
Grade III 4 27 31 (41.4%) = 0.907
Total by A 45 (60%) 30 (40%) 75 (100%)

Expected by chance:

Grading by A Total by B
Grade II Grade III Agreement Expected
Grading Grade II (44x45)/75 (44x30)/75 44 (58.6%) by chance
by B =26.4 =0.176 = (26.4+12.4)/75
Grade III (31x45)/75 (31x30)/75 31 (41.4%) = 0.517
=0.186 =12.4
Total by A 45 (60%) 30 (40%) 75 (100%)
Contoh (Lanjutan) …

0.907 - 0.517 0.39


Kappa = ----------------------- = ------------ = 0.81
1 - 0.517 0.483

Interpretasi: Agreement antara observers A and B sangat


baik (Kappa = 0.81).
Skema Program Screening
Program Skrining di Indonesia

- Penyakit yang diskrining

- Metode Skrining

Diskusikan - Cakupan dan Tantangan


EPIDEMIOLOGI ANALITIK (1)
Anak Agung Sagung Sawitri
Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan
FK Universitas Udayana
OUTLINE KULIAH
• Siklus penelitian epidemiologi
• Epidemiologi deskriptif dan epid analitik
• Konsep hubungan kausal
• Jenis-jenis penelitian epidemiologi
➢ Penelitian deskriptif
➢ Penelitian cross-sectional analytic
➢ Penelitian cohort
➢ Penelitian case-control
➢ Penelitian clinical trials/community trials
Siklus Studi Epidemiologi
1. Studi deskriptif
(WHO, WHERE, WHEN)

4. Data Hipotesis baru


analysis 2. Formulasi hipotesis

3. Studi analitik
untuk uji hipotesis
11 LANGKAH PENELITIAN (SIKLUS)

TEORI/ KONSEP PERUMUSAN


YANG TELAH HIPOTESIS
IDENTIFIKASI
4
VARIABEL
BAKU
3
IDENTIFIKASI 2
MASALAH
2 5 PENENTUAN PENENTUAN 6
INSTRUMEN RANCANGAN
1 HASIL
PENELITIAN
TERDAHULU

7 PENGAMBILAN
SAMPEL

SEMINAR/ INTERPRETASI ANALISA PENGUMPULAN


PUBLIKASI HASIL ANALISA DATA DATA

11 10 9 8
DEFINISI EPIDEMIOLOGI MENURUT MAC MAHON
Epidemiologi deskriptif

MEMPELAJARI DISTRIBUSI PENYAKIT


DI MASYARAKAT DAN MEMPELAJARI
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN
DISTRIBUSINYA SEPERTI ITU

Epidemiologi analitik
Descriptive study Analytical Study
✓ Mempelajari distribusi ✓ Meneliti penjelasannya
penyakit di populasi (how mengapa distribusinya seperti
much, who, where, when) itu
✓ Tidak meneliti hubungan ✓ Meneliti hubungan
antara penyakit dengan (relationship) antara penyakit
faktor risiko (variabel dan factor risiko yang dicurigai
dependen dan
independen)
✓ Sebagai dasar untuk ✓ Sebagai metode untuk
merumuskan hipotesis membuktikan hipotesis
✓ Tidak memakai kelompok ✓ Selalu memakai kelompok
pembanding pembanding
PERUMUSAN HIPOTESIS
1. Adanya perbedaan angka insiden penyakit

2. Adanya kesesuaian

3. Adanya variasi penyakit dengan variasi faktor


(secara kuantitatif)

4. Adanya analogi (kesamaan)


1. Perumusan hipotesis bertolak dari adanya
perbedaan angka insiden spesifik
(Who, Where, When)
ASAS PERBEDAAN

Kejadian Penyakit
WHO

WHERE

WHEN
KANKER SERVIKS
• Rendah pada biarawati
• Tinggi pada wanita kawin muda
• Tinggi pada pekerja seks (PS)
• Tinggi pada sos-ek rendah

Analisa -- Iritasi
Data -- Virus

STUDI
ANALITIK
CONTOH ASAS PERBEDAAN (1)

WHO A.I Penyakit kanker serviks


PSK 15 per 1.000 DATA
1,5 per 1.000 DESKRIPTIF
BIARAWATI

HIPOTESIS:
ADA HUBUNGAN ANTARA KANKER SERVIKS DG IRITASI (IRITASI VIRUS HPV)
PERBEDAAN AI Kanker payudara
Berdasar paritas
Lebih tinggi paritas lebih rendah A.I

Analisa Hipotesa
data hormonal

STUDI
ANALITIK
CONTOH ASAS PERBEDAAN (2)

WHO A.I kanker payudara


ANAK NOL 10 per 1.000 DATA
2 per 1.000 DESKRIPTIF
ANAK >=1

HIPOTESIS:
ADA HUBUNGAN ANTARA KANKER PAYUDARA DENGAN
HORMONAL
2. Perumusan hipotesis bertolak
dari adanya kesesuaian antara distribusi penyakit
(angka insiden spesifik dengan distribusi faktor
penyebab)
ASAS KESESUAIAN
Distribusi
risk faktor
AI penyakit

……… ……… WHO


……… ………
WHERE
……… ………
WHEN
• DISTRIBUSI HAMIL EKTOPIK
• DISTRIBUSI PEMAKAI IUD

Analisa HAMIL EKTOPIK IUD


data

STUDI
ANALITIK
CONTOH ASAS KESESUAIAN (1)

Kabupaten (WHERE) Proporsi pakai IUD AI HET

Tabanan 60% 10 per 1000


Buleleleng 40% 6 per 1000

Jembrana 25% 2 per 1000

HIPOTESIS:
ADA HUBUNGAN ANTARA HAMIL EKTOPIK DENGAN PEMAKAIAN IUD
KATARAK KONGENITAL

WABAH RUBELLA
BERDASAR WAKTU

ANALISA HIPOTESIS
DATA VIRUS TRANS-
PLASENTA

STUDI
ANALITIK
CONTOH ASAS KESESUAIAN (2)

Tahun (WHEN) A.I. rubella bumil AI katarak pd bayi

1941-1950 1 per 1000 3 per 1000


1951- 1960 100 per 1000 150 per 1000

HIPOTESIS:
ADA HUBUNGAN ANTARA KATARAK KONGENITAL DENGAN INFEKSI
VIRUS RUBELLA PADA SAAT HAMIL
TABEL-1: KENAIKAN ANGKA KEMATIAN PADA 51-60 & 61-70

Data deskriptif (1) Jenis Kelamin 1951-1960 1961-1970


Laki-laki 80% 22%
Wanita 29% 36%

TABEL-2: POLA PEROKOK PADA KURUN WAKTU 51-60 & 61-70

Data deskriptif (2) Jenis Kelamin 1951-1960 1961-1970

Laki-laki 70% 55%


Wanita 30% 45%

CONTOH KESESUAIAN BERDASARKAN WAKTU


(WHEN) DAN JENIS KELAMIN (WHO)
ADA KESESUAIAN ANTARA KENAIKAN ANGKA KEMATIAN KANKER
PARU-PARU BERDASAR WAKTU DAN JENIS KELAMIN DENGAN POLA
MEROKOK BERDASAR WAKTU DAN JENIS KELAMIN.

(DATA DESKRIPTIF)

HIPOTESIS:
ADA HUBUNGAN ANTARA KANKER - MEROKOK
3. PERUMUSAN HIPOTESIS BERTOLAK
DARI VARIASI A.I.S. PENYAKIT
DENGAN VARIASI FAKTOR
SECARA KUANTITATIF (DOSIS → A.I)
A.I. LEUKEMIA BERDASAR TEMPAT DAN KUANTITAS
RADIASI

HIROSHIMA DAN
NAGASAKI

• KARIES GIGI DAN KONSENTRASI FLUOR DALAM AIR


• KADAR KOLESTEROL DAN P.J.K.
4. PERUMUSAN HIPOTESIS DENGAN
METODE ANALOGI
✓ PENYAKIT “A” TELAH DIKETAHUI PENYEBABNYA (MIS:
“X”)

✓ PENYAKIT “B” BELUM DIKETAHUI


✓ DIJUMPAI (DARI DATA DESKRIPTIF)
ADANYA KESAMAAN DISTRIBUSI “A” & “B”

✓ HIPOTESIS: PENYAKIT “B” MUNGKIN OLEH “X”


BEBERAPA CONTOH:
1. PENYAKIT YELLOW FEVER TELAH DIKETAHUI PENYEBABNYA

→ OLEH: VIRUS, DITULARKAN OLEH NYAMUK (VEKTOR)

→ PENYAKIT BURKITT’S LIMFOMA (SEJENIS TUMOR) DIJUMPAI


MEMPUNYAI KEMIRIPAN DISTRIBUSI BERDASAR TEMPAT.

2. POLIOMYELITIS SUDAH DIKETAHUI OLEH: VIRUS

→ MULTIPLE SKLEROSIS BELUM DIKETAHUI

→ DIJUMPAI (CARI DATA DESK. ADANYA KESAMAAN DISTRIBUSI MENURUT TEMPAT


POLIO DAN MULTIPLE SKLEROSIS

→ HIPOTESIS: MULTIPLE SKLEROSIS JUGA OLEH VIRUS

3. ANGKA INSIDEN BURKIT’S LIMFOMA NAIK SESUAI UMUR


PREVALENSI ANTIBODI PENYAKIT YELLOW FEVER NAIK SESUAI UMUR

→ HIPOTESIS: BURKITT’S LIMPOMA MUNGKIN OLEH VIRUS


METODE PERUMUSAN PENALARAN INDUKTIF
HIPOTESIS 1,2,3

METODE 4 (ANALOGI) PENALARAN DEDUKTIF


PENALARAN INDUKTIF:
Cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang
bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual (empiris)

KASUS

KESIMPULAN UMUM

KASUS
PENALARAN DEDUKTIF:

Dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat


khusus

UMUM KHUSUS
PERUMUSAN HIPOTESIS DENGAN CARA ANALOGI SERING
MELESET (PALING LEMAH DIBANDING 3 METODE TERDAHULU)

➢ PENYAKIT GENETIK BIASANYA


MENGELOMPOK DI SUATU FAMILI

➢ HIPOTESIS: SEMUA PENYAKIT YANG


MENGELOMPOK DI SUATU FAMILI GENETIK.
BELAKANGAN TERBUKTI BAHWA:
BANYAK SEKALI PENYAKIT-PENYAKIT YANG MENGELOMPOK
DISUATU KELUARGA BUKAN GENETIK

✓ Kolera
✓ Tbc
✓ Pes
✓ Lepra
✓ Dll
KONSEP KAUSAL
KONSEP KAUSAL (PENYEBAB)
• HATI-HATI (SECARA KRITIS) MENGGUNAKAN ISTILAH
“KAUSAL” ATAU PENYEBAB

▪ KAPAN DIKATAKAN BAHWA SUATU FAKTOR MENJADI


KAUSA FAKTOR LAINNYA?

▪ KAPAN SUATU HUBUNGAN DIKATAKAN HUBUNGAN


KAUSAL?
DEFINISI HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT
HUBUNGAN ANTAR DUA (LEBIH) VARIABEL,
DIMANA PERUBAHAN PADA VARIABEL
YANG SATU, DIIKUTI OLEH PERUBAHAN
VARIABEL LAINNYA
PENGELOMPOKAN PENYAKIT DENGAN TABEL 2 X 2

AKUT (MENDADAK) KRONIS (MENAHUN)


INFEKSI ❑ KOLERA ❑ LEPRA
❑ INFLUENSA ❑ TBC
❑ DENGUE ❑ HIV-AIDS

NON ➢ GAGAL GINJAL AKUT •KENCING MANIS


INFEKSI
➢ INFARK MYOCARD •HIPERTENSI
•KANKER
MENELITI KAUSA PENYAKIT INFEKSI

KAPAN BISA DISIMPULKAN BAHWA


KUMAN “X” ➔ PENYAKIT “Y”?
KAUSA PENYAKIT INFEKSI ➔ MEMENUHI POSTULAT KOCH

1. Kuman harus selalu ada pada penyakit yang sama

2. Kuman harus tidak ada pada penyakit lain

3. Kuman diisolasi lalu dibiakkan, kemudian


disuntikkan pada binatang percobaan yang
suseptibel ➔ akan mengalami sakit yang sama
KESULITAN MENGUNGKAPKAN KAUSA/PENYEBAB
PENYAKIT KRONIS NON INFEKSI

1. ETIOLOGI YANG “MULTIFACTORIAL”

2. PERIODE LATEN YANG PANJANG

3. ONSET (SAAT MULAI SAKIT) YANG SULIT DIKETAHUI

4. AGENT “PENYAKIT” YANG BELUM DIKETAHUI DENGAN


JELAS
LANGKAH-LANGKAH YANG HARUS DILEWATI UNTUK SAMPAI PADA
KESIMPULAN HUBUNGAN KAUSAL
1. MEMBANDINGKAN AI (RASIO AI) DAN DILAKUKAN UJI STATISTIK
2. MELAKUKAN ADJUSTMENT (YANG DIBANDINGKAN AR-NYA)
3. MENGKAJI KEMUNGKINAN HUBUNGAN PALSU (BIAS)
4. MENGKAJI KEMUNGKINAN HUBUNGAN TIDAK LANGSUNG
5. HARUS MEMENUHI LIMA KRITERIA HUBUNGAN KAUSAL
a. Kekuatan hubungan
b. Konsistensi hubungan
c. Kekhususan hubungan
d. hubungan temporal
e. Koheren (plausible, masuk akal, sesuai dengan teori yang dianut)
1. MELIHAT RASIO ANGKA INSIDEN

APAKAH SECARA STATISTIK BERMAKNA, BILA BERMAKNA → INI


DISEBUT HUBUNGAN STATISTIK

ANGKA INSIDEN KANKER PARU-PARU KELOMPOK PEROKOK

ANGKA INSIDEN KANKER PARU-PARU PADA KEL. TIDAK MEROKOK

32 PER 10.000
= 8X
4 PER 10.000 (RELATIVE RISK)

PADA SAMPEL DI POPULASI


2. MELAKUKAN “ADJUSTMENT” YANG DIBANDINGKAN HARUS
“ADJUSTED RATE”NYA UTK MENGHILANGKAN PENGARUH
PERBEDAAN KOMPOSISI PENDUDUK

3. MENGKAJI KEMUNGKINAN HUBUNGAN PALSU

• ERROR TYPE I
• BIAS
DALAM STATISTIK
• ERROR TYPE I: Secara statistik terbukti ada perbedaan bermakna, padahal
sebenarnya tidak
(MIRIP DENGAN KONSEP POSITIP PALSU)

• ERROR TYPE II: Sebaliknya (NEGATIF PALSU)

DALAM UJI DIAGNOSTIK


• POSITIP PALSU. Dalam foto rongent dinyatakan TBC padahal tidak

• NEGATIP PALSU. Dalam foto rontgent dinyatakan tidak TBC padahal


sesungguhnya memang TBC
4. Mengkaji kemungkinan hubungan tidak
langsung
MEAN KONSUMSI SUKROSA
KELOMPOK PERHARI (DALAM GRM)

PENDERITA INFARK MYOKARD 132 gram

PENDERITA ATEROSKLEROSIS 141 gram

TIDAK MENDERITA INFARK MYOKARD 77 gram


& ATEROSKLEROSIS

HASIL PENELITIAN: LANCET (1964)


PENELITIAN BERIKUTNYA Dr. BENNETH, DKK (LANCET, 1970)

KONSUMSI ROKOK FAKTOR 1

KONSUMSI SUKROSA FAKTOR 2

INFARK MYOKARD (PENYAKIT)

HUBUNGAN TIDAK LANGSUNG ANTARA


KONSUMSI SUKROSA DENGAN INFARK MYOKARD
HUBUNGAN TIDAK LANGSUNG ANTARA KONSUMSI
SUKROSA DENGAN INFARK MYOKARD

FAKTOR 1 FAKTOR 2 PENYAKIT

KONSUMSI KONSUMSI INFARK


ROKOK SUKROSA
MYOKARD

CONTOH LAIN:
Dr. VESSEY ➔ ORAL PIL & KANKER PAYUDARA
LIMA KRITERIA HUB KAUSAL
A. KEKUATAN HUBUNGAN
• SEMAKIN BESAR RASIO ANGKA INSIDEN SEMAKIN
MENDEKATI HUB KAUSAL

• BILA VARIABELNYA KUANTITATIF, HARUS TERJADI:


DOSIS FAKTOR PENYEBAB ~ DENGAN ANGKA INSIDEN
KEKUATAN HUBUNGAN - MEMBANDINGKAN RASIO AI

FAKTOR YANG DITELITI RASIO AI (RR) PJK


• MEROKOK 20/1000 : 2/1000 = 10
• HIPERTENSI 40/10.000 : 10/10.000 = 4
• KOLESTEROL 12/1000 : 2/1000 = 6
VARIABEL KUANTITATIF
JUMLAH ROKOK YANG DIISAP ANGKA INSIDEN KANKER
PER HARI (BATANG) PARU2 PER 10.000 PENDUDUK

2–5 2,6

6 – 10 6,8

11 – 20 10,2

> 20 29,8
• HUBUNGAN YANG DEMIKIAN DISEBUT: “DOSE-RESPONSE
ASSOCIATION”
B. KONSISTENSI HUBUNGAN (AJEG)
PENELITI R.R.

“A”, 1990 12/2

“B”, 1992 18/3

“C”, 1995 9/10

STUDI MIKROMINERAL DAN PJK


C. KEKHUSUSAN HUBUNGAN
• KRITERIA INI YANG PALING SULIT DIPENUHI
• INGAT ➔ PENYEBAB PENYAKIT YANG
MULTIFAKTORAL
✓ SUATU FAKTOR → BISA MENYEBABKAN LEBIH DARI
SATU PENYAKIT

✓ BANYAK FAKTOR → 1 PENYAKIT


D. HUBUNGAN TEMPORAL (WAKTU)

SEBAB AKIBAT

KADAR
MIKRO MINERAL PJK
RENDAH
E. KOHEREN DENGAN TEORI
• BISA DITERANGKAN DENGAN (OLEH) TEORI
YANG DIANUT
Did investigator
assign exposures?
Yes No
Experimental study Observational study

Random allocation? Comparison group?


Yes No Yes No
Non- Analytical Descriptive
Randomised randomised
controlled
study study
controlled
trial trial
Direction?
Exposure Outcome
Exposure
and
Case- Cross-
Cohort outcome
Control sectional at the same
study study
study time

Exposure Outcome
APAKAH ADA PERTANYAAN?
EPIDEMIOLOGI
ANALITIK - 2
Anak Agung Sagung Sawitri
Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan
FK Universitas Udayana
OUTLINE KULIAH
• Siklus penelitian epidemiologi
• Epidemiologi deskriptif dan epid analitik
• Konsep hubungan kausal
• Jenis-jenis penelitian epidemiologi
➢ Penelitian deskriptif
➢ Penelitian cross-sectional analytic
➢ Penelitian cohort
➢ Penelitian case-control
➢ Penelitian clinical trials/community trials
PENGELOMPOKAN-1
A. Experimental
1. Randomized controlled trials
2. Non randomized controlled trials
B. Observational study
1. Descriptive study
2. Analytical (explanation) study
a) Cross-sectional analytic
b) Case-control
c) Cohort

Direction of observation
Did investigator
assign exposures?
Yes No
Experimental study Observational study

Random allocation? Comparison group?


Yes No Yes No
Non- Analytical Descriptive
Randomised randomised
controlled
study study
controlled
trial trial
Direction?
Exposure Outcome
Exposure
and
Case- Cross- outcome
Cohort sectional
Control at the same
study study
study time

Exposure Outcome
PENGELOMPOKAN-2
A. Deskriptif
1. Cross-sectional (prevalence study)
2. Longitudinal (incidence study)
B. Studi analitik (explanation study)
1. Clinical trials (eksperimental)
2. Observational
a) Cross-sectional analytic
b) Case-control
c) Cohort

Direction of observation
RANCANGAN PENELITIAN EPIDEMIOLOGI
W
CROSS-SECTIONAL H
(PROPORSI, O
DESKRIPTIF
(Berapa?, ANGKA PREVALEN) W
H
bagaimana?) E
R
LONGITUDINAL E
PENELITIAN (PROPORSI, W
EPIDEMI- ANGKA INSIDEN) H
OLOGI E
N

RELASIONAL/ EKSPERIMENTAL
EXPLANATION/ (INTERVENSI)
Cross-
ANALITIK sectional
(Kenapa?)
OBSERVASIONAL Cohort

Case-
control
Penelitian observasi analitik

1. Studi (penelitian) cohort


2. Studi case-control
3. Penelitian analytic cross-sectional
Perbedaan mendasar
studi cohort & case-control
Studi cohort: sekelompok penduduk sehat yang terpapar
oleh faktor yang diduga sebagai penyebab penyakit diamati
secara prospektif, lalu insiden penyakit di kelompok ini
dibandingkan dengan insiden kelompok yang tidak terpapar

“CAUSE TO EFFECT”
Studi case-control: sekelompok penduduk yang sakit
ditelusuri ke masa silam riwayat “exposure”nya,
dibandingkan dengan sekelompok penduduk yang tidak sakit,
juga dipelajari riwayat exposure-nya di masa silam.

“EFFECT TO CAUSE ”
PENELITIAN COHORT
Studi cohort
• “Cohort”:
Sekelompok individu yang dalam hal-hal tertentu
mempunyai ciri-ciri yang sama.
Misalnya:
–Cohort kelahiran
–Cohort perkawinan
–Cohort masuk FK
–Cohort perokok
–Cohort pemakai IUD
Studi cohort

Studi cohort ada 2 jenis yaitu:


1. Cohort prospektif.
2. Historical cohort (cohort retrospektif)
Time
Onset of Disease
Exposed
study
Eligible No disease
subject
Disease
Unexposed
Cohort
prospektif No disease
Direction of inquiry

Time
Onset of
Disease
Exposed study

Eligible No disease
subject
Disease
Unexposed
Cohort
retrospektif No disease
Direction of inquiry
Studi cohort, langkah-langkah

1. Menentukan kelompok studi


2. Menentukan pembanding
3. Mengumpulkan data tentang “exposure”
4. Mengamati outcome
5. Melakukan analisis data
Menentukan kelompok studi
A. Kelompok yang mengalami exposure tertentu dan bisa
dievaluasi, misalnya:

1. Kelompok dokter radiologi


2. Kelompok petani yang memakai pestisida
3. Kelompok penduduk yang merokok
4. Kelompok penduduk yang tinggal di daerah dengan kadar
CO tinggi (polusi)
5. Kelompok pemakai pil KB
6. Dll.
Menentukan kelompok studi (lanjutan)

B. Kelompok yang memungkinkan dilakukan “follow-up”, misalnya:


1. Kelompok penduduk yang bekerja pada suatu perusahaan
(karyawan)
2. Nasabah asuransi
3. Pasien di klinik kandungan (klinik KIA)
4. Kelompok “volunteer”

C. “Cohort” dari suatu daerah geografis tertentu.


Menentukan pembanding

1. Pembanding internal
2. Cohort lain sebagai pembanding
3. Ukuran (insiden) penyakit pada “general” populasi
Data tentang “exposure”

1. Dari catatan-catatan (“records”)


2. Dari anggota cohort (dengan interview)
3. Pemeriksaan kesehatan anggota cohort
4. Pemeriksaan lingkungan (kadar CO, radiasi, dll.)
Mengamati “outcome”

1.Lama pengamatan tergantung dari penyakit yang


diteliti
2.Harus ada kriteria baku untuk mengatakan ada
tidaknya outcome
3.Pengamatan bisa tunggal, bisa berganda
Analisis hasil

1.“Relative risk” (RR), yaitu rasio angka insiden


kelompok “exposed” dengan kelompok
“unexposed”
Analisis hasil (lanjutan)

Exposure Outcome Outcome (-) Total


(+)
Exposed A B A+B

Not exposed C D C+D

Total A+C B+D A+B+C+D

RR = [A/(A+B)]/[C/(C+D)]
Analisis hasil (lanjutan)
Interpretasi hasil
RR = 2,8 artinya kelompok terpapar 2,8 kali lebih
besar kemungkinannya untuk mengalami kejadian itu
dibandingkan dengan kelompok tidak terpapar.

Apakah secara statistik signifikan?


* Uji statistik
* Hitung confidence interval (CI)
Analisis hasil (lanjutan)

Menghitung confidence interval pada studi


cohort:

95% CI = (RR) exp [+ 1.96VAR(lnRR)] dimana

VAR(lnRR) =  1-A/(A+B)
A
+
1-C/(C+D)
C
Analisis hasil (lanjutan)
Interpretasi CI
Bila CI mengandung angka 1 maka secara
statistik perbedaan itu tidak bermakna.
Misalnya:
* RR = 1,5; 95% CI: 0,5 – 3,6
* CI mengandung angka 1 → tidak signifikan
Analisis hasil (lanjutan)

2.“Attributable risk”, yaitu angka insiden kelompok


“terpapar” dikurangi angka insiden kelompok
“terpapar”
Analisis hasil (lanjutan)

Exposure Outcome (+) Outcome (-) Total

Exposed A B A+B

Not exposed C D C+D

Total A+C B+D A+B+C+D

ARP = A/(A+B) – C/(C+D) x 100


AR = [A/(A+B)] - [C/(C+D)] A/(A+B)
Analisis hasil (lanjutan)
Interpretasi “Attributable risk”
• Kelebihan insiden penyakit pada kelompok
“terpapar” yang disumbangkan oleh “paparan”.
Interpretasi “Attributable risk percent”
• Proporsi dari semua kasus di masyarakat yang
diakibatkan oleh “paparan”
Soal latihan
Tabel berikut adalah hasil suatu studi cohort selama 10 tahun
Exposure Prostat No prostat Total
cancer cancer
High fat diet 10 90 100

Low fat diet 5 95 100

Total 15 185 200

Hitunglah: 1. RR 2. 95%CI dari RR 3. AR 4. Buat interpretasinya masing-masing.


KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN

RANCANGAN COHORT PROSPEKTIF


DAN
COHORT RETROSPEKTIF
PENELITIAN
CASE CONTROL
Penelitian Case-Control

I. Dimulai dengan pemilihan kasus (case) →


orang sakit “X”
II. Memilih pembanding (control) → tidak sakit “X”
III. Meneliti kemungkinan penyebab (= risk factors
= exposure)
IV. Analisa hasil
Penelitian Case-Control

IV III I

Time
Onset of study
Exposed
Unexposed Cases

Exposed
II
Unexposed Control

Direction of inquiry
Hospital based ➔

Cases dan control dipilih di tempat pelayanan


kesehatan

Population based ➔

Cases diambil dari tempat pelayanan dan control dari


penduduk di wilayah
geografis tempat pelayanan tersebut
I. KASUS (Cases; orang sakit)

A.Definisinya, patokan, kriteria


Misal:
* TBC ………………
* Karsinoma insitu ………………..
* Pelvic inflamatory diseases ………….
* Fever …………………..

Studi protokol
B. Dari mana dapat kasus (sumber)
* Dari fasilitas pelayanan kesehatan (RS, puskesmas,
dokter praktek, dll) → selama …. tahun (periode waktu)
C. Jumlah kasus (besar sampel)
* Berapa dianggap cukup
* Berapa lama diperkirakan mendapat sejumlah itu
* Pakai perhitungan statistic

D. Syaratnya
* Harus mewakili (mirip) dengan kasus-kasus yang
ada di populasi (representatif)
II. Memilih/menentukan PEMBANDING
(“Control”)
A. Syaratnya
* Harus mewakili populasi
* Harus “sama” dengan kasus, kecuali ………..
(“comparable”)
B. Sumber control
* Fasilitas pelayanan kesehatan
* General populasi
* Keluarga kasus
* Teman sekerja
C. Cara memilih
* Individual matching,
frequency matching

* Sampling, tidak sampling


III. Menggali/menelusuri/memperoleh data
(informasi) tentang kemungkinan penyebab
(“exposure”)
A. Syarat:
Cara menggali harus comparable (antara cases dan
control)

B. Sumber (cara)
* Interview
* Catatan (“records”)
IV. Analisa hasil

• Angka insiden

• Relative risk

• Perkiraan (estimasi) RR, disebut “ODDS RATIO”


Odds = kemungkinan/probabilitas
Estimasi RR (ODDS RATIO) akan mendekati RR bila
(dengan syarat):

1. Kasus yang diteliti betul-betul mewakili (mirip


dengan karakteristik kasus di populasi (sampel ~
populasi)

2. IDEM dengan kontrol


3. Insiden penyakit (yang diteliti) di populasi kecil
*Dan memang case-control
adalah untuk penyakit-penyakit insiden yang kecil.

*Kalau insiden tinggi → pilih COHORT


Analisis hasil (lanjutan)
Cases Control Total

Exposure (+) A B A+B

Exposure (-) C D C+D

Total A+C B+D A+B+C+D

RR = [A/(A+B)]/[C/(C+D)] OR = A/B : C/D = AD/BC


Analisis hasil (lanjutan)

Menghitung confidence interval pada studi


case-control:

95% CI = (OR) exp [+ 1.96 1/A+1/B+1/C+1/D]


Soal latihan
Tabel berikut adalah hasil suatu studi case-control
Plasenta Tidak plasenta
Total
previa previa

Pernah abortus 12 9 21

Tidak pernah
56 59 115
abortus
Total 68 68 126

Hitunglah: OR dan 95% CI dari OR


Untuk matched-pair case control study
Concordant pair
Control Control Total
Exposed Unexposed

Case A B A+B
Exposed
Case C D C+D
Unexposed
Total A+C B+D A+B+C+D

OR = B/C 95%CI = (OR) exp[+1.96 1/B+1/C]


Soal latihan
Untuk matched-pair case control study

Control Control Total


Exposed Unexposed
Case 132 57 189
Exposed
Case 5 6 11
Unexposed
Total 137 63 200

Hitunglah: 1. OR 2. 95%CI
APAKAH ADA
PERTANYAAN??
PENJELASAN “A”
Sebanyak 850 ibu-ibu diamati sejak mulai memakai alat kontrasepsi IUD di
Klinik KB di Bali secara prospektif.
Sebelum memakai IUD ibu-ibu tersebut diperiksa terlebih dahulu untuk
mengetahui kemungkinan adanya kontra indikasi pemakaian IUD, antara lain
adanya infeksi pada traktus urogenitalnya (UG tract).
Setelah 5 tahun, insiden infeksi organ pelvisnya (PID=pelvic inflamatory
disesases) dianalisa.
Hasil analisa menunjukkan bahwa women-years incidence rate pada ibu-ibu
yang berdomisili di perkotaan (urban) diperoleh empat kali lipat lebih tinggi
dibanding yang berdomisili di pedesaan (rural).
Selain itu, angka insiden juga dijumpai 5 kali lipat lebih tinggi pada ibu-ibu yang
suaminya jarang di rumah (mobile) dibanding yang suaminya lebih banyak di
rumah.
Risk factors for maternal mortality: a case-control study in Dakar Hospitals (Senegal).
Garenne M, Mbaye K, Bah MD, Correa P.Source
Abstract
This study was conducted in the three main hospitals of Dakar, the capital city of Senegal.
Each case of 152 maternal deaths identified over a 12-month period was matched with two
controls: a safe delivery in the same clinic, and a safe delivery in the same neighbourhood of
residence. Controls were matched on age, birth order, place, and time of delivery. The
leading causes of death were: puerperal sepsis and other infections (51 cases), haemorrhage
(32 cases), eclampsia (29 cases), ruptured uterus (11 cases), and anaemia (7 cases). Results
of the case-control study revealed the major risk factors associated with health system
failures: medical equipment failure (odds ratio [OR] = 55.0), late referral (OR = 23.2), lack of
antenatal visit (OR = 16.9), and lack of available personnel at time of admission (OR = 6.6).
Various indicators of maternal status at time of admission (complications, blood pressure,
temperature, oedema, haemoglobin level) and of health history prior to admission (previous
complications, previous C-section, lack of treatment) were also strong predictors of survival.
Lastly, socio-demographic factors also appeared as correlates of maternal mortality, in
particular: first pregnancy (OR = 2.3), pregnancy of high birth order (OR = 1.9), rainy season
Bacterial vaginosis in female facility workers in north-western Tanzania:
prevalence and risk factors
Abstract
Objectives: To determine prevalence of, and risk factors for, bacterial vaginosis (BV) among herpes simplex virus
(HSV) 2 seropositive Tanzanian women at enrolment into a randomised, placebo-controlled trial of HSV suppressive
treatment.
Methods: 1305 HSV-2 seropositive women aged 16–35 years working in bars, guesthouses and similar facilities
were interviewed, examined and tested for HIV, syphilis, Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, BV,
candidiasis and trichomoniasis. Factors associated with BV were analysed using logistic regression to estimate odds
ratios and 95% confidence intervals.
Results: BV prevalence was 62.9%; prevalence of Nugent score 9–10 was 16.1%. Independent risk factors for BV
were work facility type, fewer dependents, increasing alcohol consumption, sex in the last week (adjusted OR 2.03;
95% CI 1.57 to 2.62), using cloths or cotton wool for menstrual hygiene, HIV (adjusted OR 1.41; 95% CI 1.09 to
1.83) and Trichomonas vaginalis infection. There was no association between BV and the frequency or method of
vaginal cleansing. However, BV was less prevalent among women who reported inserting substances to dry the
vagina for sex (adjusted OR 0.44; 95% CI 0.25 to 0.75).
Conclusion: BV was extremely prevalent among our study population of HSV-2 positive female facility workers in
North-western Tanzania. Although recent sex was associated with increased BV prevalence, vaginal drying was
associated with lower BV prevalence. Further studies of the effects of specific practices on vaginal flora are
warranted.
CLINICAL TRIAL
A nak A gung Sagung Sawit ri
Depart emen KMKP FK UNud
Studi Intervensi/
Eksperimental
Perlakuan/exposure sengaja
diberikan oleh peneliti
PENELITIAN EKSPERIMENTAL
1. Eksperimental murni
• Semua variabel (independent dan confounding) bisa dikontrol
(dimanipulasi) oleh peneliti
• Hanya bisa dilaksanakan pada tumbuhan dan binatang
2. Eksperimental kuasi (semu)
• Tidak semua variabel confounding bisa dikontrol (dimanipulasi)
oleh peneliti
• Tidak boleh dipakai meneliti perlakuan yang merugikan manusia
(mis. risk factor). Bisa untuk pencegahan, pengobatan, diagnostik
Trials
➢ Pendekatannya individual (clinical trial)

➢ Pendekatannya kelompok atau komunitas


(community trial)
COMMUNITY TRIALS (PENDEKATANNYA KELOMPOK)

Perlakuan Kelompok penduduk Outcome


(intervensi)

Penyuluhan Kecamatan A AI diare

Angka insiden diare

Pengadaan Kecamatan B
air bersih
AI diare
CLINICAL TRIALS (PENDEKATANNYA INDIVIDUAL)
Perlakuan Jumlah sampel Outcome
(intervensi)

Vaksin
1000 sampel AI pneumonia
balita sehat
Prospektif

1000 sampel
Tanpa vaksin AI pneumonia
balita sehat
Kelompok Kelompok
studi pembanding
(X) (Y)

• Obat • Plasebo (bahan tanpa efek)


• Vaksin • Obat standar
• Tehnik operasi • Metode lain
• Prosedur pengobatan • Tidak mendapat perlakuan
• Tehnik diagnostik
• Program perawatan pasien
• Program kesehatan masyarakat
Perlakuan (intervensi) Outcome (efektivitas)

Kelompok • Tingkat kesembuhan


X studi
• AI penyakit

Prospektif • Angka kematian

• Lama pengobatan
Kelompok
Y pembanding • Akurasi diagnosis
• Dll
Tahap-tahap penelitian obat/vaksin
A. Studi preklinis ➔ eksperimental di laboratorium (in vitro
atau pada binatang percobaan)
Tujuannya: untuk mengetahui efek buruk obat/vaksin

B. Uji klinis pada manusia


a) Fase I : pada sedikit sukarelawan (20 – 50 orang) untuk mengetahui
efek buruk pada manusia
b) Fase II : pada lebih banyak sukarelawan (100 - 200 orang) untuk mengetahui
efektivitas obat/vaksin
c) Fase III : 1000 - 2000 subyek ➔ memakai pembanding
d) Fase IV : pasca pasar untuk mengetahui efek buruk jangka panjang dan
pada pemakai dgn jml besar
Butantan Current Dengue Vaccine
Developments
NIH licensee

Biological E.
NIH licensee

Panacea
NIH licensee

Fiocruz
Chimeric

Hawaii Biotech/NIH/
WRAIR/GSK
Subunit

Inviragen/CDC/Shantha NMRC/WRAIR Sanofi pasteur


Live attenuated DEN/DEN DNA vaccine Chimeric
Chim eric (monovalent) Live attenuated

WRAIR/Crucell
NIH/Univ. Of Maryland GSK/WRAIR
Whole virus DEN/DEN Chimeric Live attenuated
inactivated

Preclinical Phase I Phase II Phase III


Skema/diagram
pelaksanaan
uji klinis
Fase III
REFERENCE POPULATION
Clinical
SAMPLE POPULATION
Trials
Fase III
EXPERIMENTAL POP. (SAMPEL)

1. INFORMED BERSEDIA IKUT 2. INCLUSION TIDAK


CONCENT (PARTISIPAN) (EXCLUSION) BERSEDIA
CRITERIA
4. RANDOMISASI
KELOMPOK KELOMPOK
INTERVENSI PEMBANDING
3. TIDAK
MEMENUHI
SYARAT

MENERIMA TIDAK MENERIMA TIDAK


INTERVENSI MENERIMA PLASEBO MENERIMA

ATTRITION
(LOST OF ATTRITION
FOLLOW-UP)

OUTCOME TIDAK OUTCOME TIDAK


DIKETAHUI DIKETAHUI DIKETAHUI DIKETAHUI
Reference Population
➢ Sering dipakai pula istilah: TARGET-POPULATION,
POPULASI PENELITIAN, GENERAL POPULATION

➢ Yaitu populasi, dimana hasil penelitian akan di generalisir

➢ Bisa dibuat luas, bisa pula dipersempit


▪ Bila luas, hasil penelitian bisa di generalisir pada populasi yang
luas,
▪Bila sempit ➔ hanya bisa di generalisir pada populasi yang
terbatas (sempit)
Menyempitkan reference population

Semua penderita rheumatoid arthritis Paling


(dimanapun berada) luas

Penderita rheumatoid arthritis umur > 20 Lebih


tahun (dimanapun berada) sempit

Penderita rheumatoid arthritis umur > 20 Lebih


thn yang sudah sakit selama >= 1 thn sempit
(dimanapun berada) lagi
Contoh: ref. pop. ➔ sample pop. ➔ sampel
(trials obat ➔ untuk orang sakit)

Ref. Populasi dimana hasil Penderita rheumatoid


Pop. penelitian akan digeneralisir arthritis

Penderita rheumatoid
Sampel Populasi dari mana sampel
arthritis di RS
Pop. akan diambil
Sanglah

Penderita rheumatoid
Ex. Individu-individu yang akan arthritis di RS
Pop. diteliti Sanglah Jan – Des
2009
Contoh: ref. pop. ➔ sample pop. ➔ sampel
(trials ➔ utk orang sehat : vaksin, makanan, dll)
Populasi dimana hasil
Ref. Anak umur < 1 tahun
penelitian akan di-
Pop. generalisir

Sampel Populasi dari mana sampel Anak < 1 thn di


Pop. akan diambil Denpasar

Ex. Individu-individu yang akan 1000 anak umur < 1


Pop. diteliti thn di Denpasar
SAMPEL
(SUBYEK YANG DITELITI)
BEBERAPA PERTIMBANGAN KETIKA MENENTUKAN
SAMPEL (EXPERIMENTAL POPULATION)
1. Harus mempunyai ciri-ciri demografis yang serupa dengan reference
population

2. Pertimbangan kemudahan pelaksanaan trials (antara lain: jarak


dengan lokasi peneliti, penyebaran penduduk secara geografis di lokasi
penelitian, ada/tidaknya catatan pasien, dll)
3. Angka insiden penyakit yang memadai ➔ untuk mendapat sampel
yang cukup.
4. Jumlah penduduk di lokasi penelitian ➔ juga untuk mendapat sampel
yang cukup
Agar hasil penelitian bisa di generalisir ke
reference population yang luas (Catatan:
umat manusia dimanapun berada) ➔ dan
agar ciri-ciri demografis sampel serupa
dengan reference population

Dengan melaksanakan trials di


banyak tempat sekaligus ➔
disebut dengan istilah
MULTI CENTER TRIALS
Dengan uji klinis multi center, maka:

1. Jumlah sampel (orang sakit) yang diperlukan akan lebih


cepat diperoleh (sehingga waktu penelitian tidak lama)

2. Ciri-ciri demografis sampel akan lebih bervariasi ➔ akan


lebih serupa dengan reference population (lebih representatif)
• Geografis
• Ethnik
• Sosial-ekonomi
• Dan variabel-variabel lain
CARA MENETAPKAN JUMLAH SUBYEK (SAMPEL) YANG
DIPERLU-KAN DALAM SUATU UJI KLINIS

1. Ditetapkan sejak awal (pada saat penulisan proposal) ➔


dengan perhitungan statistic tentang besar jumlah sampel

Rumus ➔ bila variabelnya dikotomi

n = 1/1-f [ 2 (Z + Z) x p (100 – p)]


( pc – pt)
Rumus ➔ bila variabel dependent-nya adalah variabel
kontinyu (interval)
n = 1/1-f [ 2 (Z + Z) x sdc2]
(Xc – Xt)

2. SQUENTIAL TRIALS: Ditetapkan tidak sejak awal tetapi jumlah


sampel ditetapkan selama trials berlangsung dengan melakukan analisa
data (uji statistik) secara berkala ➔ dan bila sudah dijumpai perbedaan
yang signifikan ➔ trials dihentikan.

Bila terus tidak signifikan ➔ juga akan dihentikan ketika


telah mencapai jumlah sampel dengan memakai formula.
Keunggulan rancangan squential trials
Ada kemungkinan akan lebih efisien dimana jumlah
sampel yang diteliti menjadi lebih sedikit dibandingkan bila
ditetapkan sejak awal (dengan memakai perhitungan
statistik)
INFORMED CONCENT
Penjelasan yang rinci dan jujur tentang seluk beluk
(semua aspek penelitian) kepada subyek yang diteliti

RANDOMISASI
Proses membagi (mengalokasikan) sampel (subyek
yang diteliti) ke dalam kelompok intervensi dan ke
dalam kelompok pembanding secara random
TUJUAN RANDOMISASI
1. Agar setiap anggota sampel mendapat kesempatan
yang sama untuk masuk ke dalam kelompok studi/
intervensi atau kelompok pembanding

2. Agar kelompok studi/intervensi dan kelompok


pembanding menjadi serupa (COMPARABLE) ➔ mirip
ciri-cirinya dalam semua variabel confounding

Meniadakan atau mengurangi bias


YANG DIRANDOMISASI
➢ Bisa subyeknya (orangnya)
• Bila subyeknya telah tersedia sekaligus (subyek yang sehat) ➔
misalnya trials vaksin, makanan tambahan, dll

➢ Bisa intervensinya (perlakuannya)


• Bila subyeknya tidak tersedia sekaligus (orang sakit) ➔ misalnya
trials obat, jenis operasi, dll
• Obat, nama jenis operasi, dll. ➔ dimasukkan dalam amplop ➔
amplop yang dirandomisasi
TEHNIK/CARA RANDOMISASI

1. Simple randomization
(randomisasi sederhana)

2. Blocked randomization
(randomisasi berkelompok)

3. Stratified randomization
(randomisasi berlapis)
RANCANGAN BLIND (“BUTA”)
TUJUAN: MENGURANGI BIAS
Dalam suatu uji klinis ➔ ada dua pihak:
PIHAK PERTAMA: TIM PENELITI
• Peneliti utama (principal investigator)
• Pelaksananya (yang memberikan obat)
• Evaluator (yang menilai hasil)
• Yang melakukan analisa data

PIHAK KEDUA: SUBYEK YANG DITELITI


RANCANGAN BLIND (“BUTA”)

• Single blind
Bila hanya subyek saja yang tidak tahu (“buta”) apakah mereka
mendapat perlakuan (obat, vaksin, dll) atau mendapat pembanding
(plasebo), sedangkan pelaksana penelitian mengetahuinya

• Double blind
Bila baik subyek maupun semua pelaksana tidak mengetahui siapa
mendapat obat dan siapa plasebo
CONTOH-CONTOH JUDUL TRIALS DI JURNAL

A randomised, prospective, double-blind, placebo-controlled


trial of glyceryl trinitrate ointment in treatment of anal fissure

Randomised clinical trial of perioperative cefazolin in


preventing infection after hysterectomy

Impact of improved treatment of sexually transmitted diseases


on HIV infection in rural Tanzania: randomised controlled trial
ATTRITION (LOST TO FOLLOW-UP)
• Harus sudah dantisipasi (dipikirkan) sejak penulisan
proposal penelitian ➔ diperhitungkan dalam penentuan
besar sampel

• Bila jumlahnya banyak ➔generalisasi hasil menjadi sulit

• Mengurangi attrition
❑ Usaha maksimal ➔ dikunjungi, ditelepon, dan cara-cara lain.
Biaya untuk melakukan hal ini harus sudah diantisipasi sejak
perencanaan biaya penelitian
ANALISA HASIL (OUTCOME)
Dihitung PERBEDAAN/RATIO specific atau adjusted
• Perbedaan/ratio kesembuhan
• Perbedaan/ratio efektivitas
• Perbedaan/ratio A.I penyakit DILAKUKAN
• Perbedaan/ratio angka infeksi UJI STATISTIK
• Perbedaan/ratio kegagalan
• Perbedaan/ratio mortalitas
• Perbedaan/ratio kualitas hidup
• dll
Perlakuan Outcome
Sampel (angka kematian)
(intervensi)

Pasien
pasca
Hospital serangan
Angka
care jantung kematian
(340) (27%)
Prospektif
(3 tahun) Uji statistik
Pasien
pasca
Home serangan Angka
care jantung kematian
(325) (18%)
BILA DIJUMPAI PERBEDAAN YANG SIGNIFIKAN ➔ DITELAAH
SECARA KRITIS ➔ BEBERAPA KEMUNGKINAN

1. Sampling error
2. Bias (systematic error), misalnya:
• Kelompok studi dan kelompok pembanding
tidak comparable (ciri-cirinya atau komposisi-
nya berbeda dalam hal confounding variable)
• Tidak blind (sehingga cara menangani dan
evaluasi berbeda)

3. Memang betul karena efek intervensinya


Perbandingan ciri-ciri kelompok studi dan kelompok
pembanding sehubungan dengan sejumlah variable confounding

Hospital Home
Variabel confounding care (27%) care (18% )
Laki-laki 65% 55%
Wanita 35% 45%
Mean umur 65,6 thn 63,2 thn
Mean berat badan 61,2 kg 58,5 kg
Mean serangan sbl-nya 1,7 kali 2,1 kali
Vaginal Abdominal
Placebo Cefazolin Placebo Cefazolin

Jumlah subyek 42 44 223 206


Mean umur pasien 42 thn 41 thn 41 thn 41 thn
Mean jumlah darah yang keluar 463 cc 429 cc 395 cc 350 cc
pada saat operasi

Mean lama operasi 1,1 jam 1,1 jam 1,2 jam 1,2 jam
Proporsi pasien yang 79% 86% 91% 90%
premenopause
Proporsi pasien gemuk 43% 45% 49% 44%
Jumlah pasien yang 9 1 47 29
mengalami infeksi pasca
histerektomi
Karena itu, pada setiap penelitian yang memakai kelompok
pembanding:

❑ Ketika melaporkan hasil penelitiannya ➔ yang paling dulu


dikemukakan adalah data tentang komparabiltas kelompok studi dan
kelompok pembanding.

❑ Apakah kelompok studi sudah mirip atau sama atau tidak berbeda
ciri-cirinya dengan kelompok pembanding

❑ Untuk mengetahui apakah berbeda atau tidak (mirip atau tidak) ➔


UJI STATISTIK.
❑ Bila setelah UJI STATISTIK ➔ dijumpai PERBEDAAN YANG
SIGNIFIKAN ➔ BERARTI TIDAK MIRIP atau tidak komparabel ➔
berarti masih ada efek variabel confounding tersebut (ini menjadi
sumber bias pada hasil penelitian).

❑ UJI STATISTIK ➔ perbedaan signifikan ➔ berarti TIDAK


KOMPARABEL (CIRINYA TIDAK MIRIP sehubungan dengan variabel
tersebut) ➔ ini sumber bias.

❑ UJI STATISTIK ➔ perbedaan tidak signifikan ➔ berarti


KOMPARABEL (CIRINYA MIRIP) sehubungan dengan variabel
tersebut)
Contoh:
Tinggi badan, berat badan, usia, sepatu,
dan latihan mempengaruhi kecepatan lari

Tinggi badan Sepatu Tinggi badan

Berat badan
Berat
badan
Usia Kecepatan
Usia Kecepatan Lari Lari
Sepatu

Latihan
Latihan

KONSEP/TEORI ANALISIS MULTIVARIAT


Contoh:
Tinggi badan, berat badan, usia, sepatu,
dan latihan mempengaruhi kecepatan lari

Tinggi badan Sepatu Tinggi badan

Berat badan
Berat
badan Diabete
Usia Kecepatan
Usia s Kecepatan Lari Lari
Sepatu

Latihan
Latihan
Diabete
s
INDEPENDEN? COUNFOUNDING?
EKSPERIMEN UNTUK MENILAI PEMBERIAN LATIHAN REGULAR
UNTUK MENINGKATKAN KEBUGARAN SISWA BER-OR

Perlakuan
Outcome
(intervention)

Latihan Siswa Insiden


regular kebugaran
Prospective
Latihan Siswa Insiden
standar kebugaran

Umur
Multifaktorial! Sex
Pola makan

Pola asuh

Confounding?
Perlakuan Outcome
Sampel (angka kematian)
(intervensi)

Pasien
pasca
Hospital serangan
Angka
care jantung kematian
(340) (27%)
Prospektif
(3 tahun)
Pasien
pasca
Home serangan Angka
care jantung kematian
(325) (18%)
ADA PERTANYAAN?
Title Lorem Ipsum

LOREM IPSUM DOLOR SIT AMET, NUNC VIVERRA IMPERDIET ENIM. PELLENTESQUE HABITANT MORBI
CONSECTETUER ADIPISCING ELIT. FUSCE EST. VIVAMUS A TELLUS. TRISTIQUE SENECTUS ET NETUS.

Anda mungkin juga menyukai