Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA NY.

N DENGAN
SUSP STROKE NON HEMORAGIC DI RUANG IGD RSUD PIRU
KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

STASE : KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PRECEPTOR : Ns. LA RAKHMAT WABULA, S.Kep.,M.Kep

DISUSUN OLEH :

NAMA : ODE SULASTRI

KELOMPOK : PROGSUS (PROGRAM KHUSUS)

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MALUKU HUSADA

AMBON

2021
LEMBARAN PENGESAHAN

CASE REPORT NURSING

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA NY.N DENGAN


SUSP STROKE NON HEMORAGIC DI RUANG IGD RSUD PIRU
KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

Telah disetujui dan disahkan oleh Preseptor


Departemen Keperawatan Maternitas
Tanggal, Desember 2021

CO NERS

ODE SULASTRI, S.Kep

Mengetahui

PRESEPTOR INSTITUSI

Ns. LA RAKHMAT WABULA, S.Kep.,M.Kep


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Tinjauan Teori Kasus


1. Diagnosis Medik
a. Defenisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan deficit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak.
Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark
serebrum (Nurarif & Kusuma, 2016).
b. Etiologi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu : stroke iskemik dan stroke hemoragik.
1) Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Stroke trombotik merupakan proses terbentuknya thrombus yang
membuat penggumpalan.
b) Stroke embolik merupakan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan
darah.
c) Hipoperfusion sistemik merupakan berkurangnya aliran darah ke seluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung (Nurarif &
Kusuma, 2016).
2) Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu :
a) Hemoragik intraserebral yaitu perdarahan yang terjadi didalam jaringan
otak.
b) Hemoragik subaraknoid yaitu perdarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak) (Nurarif & Kusuma, 2016).
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke, antara lain :
1) Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
Jenis kelamin (pria lebih sring ditemukan menderita stroke disbanding wanita
Usia (makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke)
Keturunan (adanya riwayat keluarga yang terkena stroke)
2) Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
a) Hipertensi
b) Penyakit jantung
c) Kolesterol tinggi
d) Obesitas
e) Diabetes mellitus
f) Polisetemia
g) Stress emosional
3) Kebiasaan hidup
a) Merokok
b) Peminum alcohol
c) Obat-obatan terlarang
d) Aktivitas yang tidak sehat (kurang olahraga, makanan berkolesterol)
(Nurarif & Kusuma, 2016).
c. Manifestasi Klinis
1) Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
2) Tiba-tiba hilang rasa peka
3) Bicara cadel atau pelo
4) Gangguan bicara dan bahasa
5) Gangguan penglihatan
6) Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
7) Gangguan daya ingat
8) Nyeri kepala hebat
9) Vertigo
10) Kesadaran menurun
11) Proses kencing terganggu
12) Gangguan fungsi otak (Nurarif & Kusuma, 2016).
Perbedaan stroke hemoragin dan stroke non hemoragik :
Gejala Klinis Stroke Hemoragik Stroke Non
PIS PSA hemoragik
Gejala deficit local Berat Ringan Berat/ringan
SIS sebelumnya Amat jarang - +/biasa
Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tak ada
Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi
pada batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang sebentar Dapat hilang
Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
Hemiparise Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal
Deviasi mata Bisa ada Tidak ada Mungkin ada
Gangguan bicara Sering Jarang Sering
Likuor Sering berdarah Selalu berdarah Jernih
Perdarahan subhialoid Tak ada Bisa ada Tak ada
Paresis/gangguan N III - Mungkin (+) -
Sumber (Nurarif & Kusuma, 2016)
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Angiografi Serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
pendarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
2) Lumbal fungsi, CT Scan, EEG, Magnetic Imaging Resnance (MRI)
3) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah system karotis)
(Nurarif & Kusuma, 2016).
e. Komplikasi
Dini (0-48 jam pertama) Edema serebri, deficit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan TIK, herniasi dan akhirnya
menimbulkan kematian. Infark miokard penyebab kematian
mendadak pada stroke stadium awal
Jangka pendek (1-14 hari) 1. Pneumoni akibat imobilisasi lama
2. Infark miokard
3. Emboli pari, cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke,
sering kali terjadi pada saat penderita mulai mobilisasi
4. Stroke rekuren, dapat terjadi pada setiap saat
Jangka panjang (>14 hari) 1. Stroke rekuren
2. Infark miokard
3. Gangguan vaskuler lain; penyakit vaskuler perifer
Sumber (Nurarif & Kusuma, 2016)

2. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolat eral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah
(Purwanto, 2016).
Thrombus mengakibatkan ;
a. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
b. Edema dan kongesti disekitar area (Purwanto, 2016).
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah (Purwanto, 2016).
Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest (Purwanto,
2016).
Ada dua bentuk patofisiologi stroke hemoragik :
a. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid (Purwanto, 2016).
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering
didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya
darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9,
dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia
dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada
saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak (Purwanto,
2016).

3. Penatalaksanaan
a. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio—pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2
liter/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dektrosa atau
salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT-Scan otak, elektrokardiografi, foto
toraks darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT,
glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis
gas darah. Tindakan lain di instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang (Nurarif & Kusuma, 2016).
b. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologi maupun
penyulit, juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah social untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
1) Stroke Iskemik
Terapi umum; letakan kepala pasien pada posisi 30o, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-
2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika pelru dilakukan
intubasi. Demam diatasi dengan kompres antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan isotonic, kristaloid atau
mengandung glukosa atau salin isotonic. Pemberian nutrisi per oral hanya jika
fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastric. Kadar gula darah >150 mg%
harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin
drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah <60 mg% atau <80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% IV sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala, tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik >220 mmHg, diastolic >120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) >130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit) atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan; natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamine 2-20 µg/kg/menit sampai
tekanan darah sistolik >110 mmHg. Jika kejang diberi diazepam 5-20 mg IV
pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg/hari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2
minggu, diberikan antikonvulsan per oral jangka panjang. Jika didapatkan
tekanan intracranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1
g/kgBB/30 menit dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25 G/KgBB/30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternative,
dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemide (Nurarif &
Kusuma, 2016).
2) Stroke Hemoragik
Terapi umum; pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma > 30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah raus diturunkan sampai
tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik > 180 mmHg,
diastolic >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah.
Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol IV 10 mg (pemberian dalam 2 menit)sampai 20 mg (pemberian
dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril IV 0,625-1,25 mg/6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg/oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial
meningkat, posisikepala dinaikan 30o, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol dan hiperventilasi (PCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa
proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dab diobati
dengan antibiotic spectrum luas.
Terapi khusus; neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah memeprtimbangkan usia dan letak perdarahan
yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan
sebelum berdiameter >3 cm, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar
> 60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intracranial akut dan ancaman
herniasi. Pada perdarahan subraknoid dapat digunakan antagonis kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligase, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-
vena (arteriovenous malformation, AVM) (Nurarif & Kusuma, 2016).
c. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyaki
yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di Rumah
Sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder. Terapi fase subakut antara lain :
1) Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
2) Penatalaksanaan komplikasi
3) Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi
4) Prevensi sekunder
5) Edukasi keluarga dan discharge planning (Nurarif & Kusuma, 2016).
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1) Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif (Purwanto, 2016).
4. WOC
Faaktor pencetus/etiologi Penimbunan lemak/kolesterol Lemak yang sudah nekrotik Menjadi kapur/mengandung
yang meningkat dalam darah dan berdegenerasi kolesterol dg infiltrasi limfosit
(thrombus)

Arteriosclerosis Pembuluh darah menjadi kaku Penyempitan pembuluh darah


dan pecah (oklusi vaskuler)

Thrombus/emboli cerebral Stroke hemoragik Kompresi jaringan otak Aliran darah terhambat

Stroke non hemoragik Heriasi Eritrosit bergumpal, endotel


rusak

Suplai darah dan O2 keotak Proses metabolisme dalam


Cairan plasma hilang
otak terganggu

Peningkatan TIK Edema cerebral


Resiko perfusi jaringan
serebral tidak efektif

Nyeri
Arteri karotis interna Arteri vertebra basilaris Arteri cerebra media

Disfungsi N II (optikus) Kerusakan N I (olfaktorius), Kerusakan neurocerebrospinal Disfungsi N XI (assesoris)


NII (optikus) N IV N VII (facialis), N IX
(troklearis), N XII (hipogolus) (glosofaringeus)
Penurunan aliran darah ke Kelemahan pada satu/keempat
retina anggota gerak
Perubahan ketajaman sensori Control otot facial/oral
penghidu, penglihatan dan menjadi lemah
Peningkatan kemampuan pengecap Hemiparise/plegi kanan & kiri
retina untuk menangkap
objek/bayangan Ketidakmampuan bicara
Kebutaan Ketidakmampuan menghidu, Kerusakan articular, tidak
melihat, mengecap dapat berbicara (disatria)

Resiko jatuh Gangguan persepsi sensori Gangguan komunikasi


verbal

Penurunan fungsi N.X


(vagus), N.IX Intoleransi aktivitas Tirah baring lama
(glosovaringeus)
Gangguan integritas Luka decubitus
Proses menelan tidak efektif kulit/jaringan

Refluks Gangguan menelan

Disfagia

Anoreksia

Deficit nutrisi

Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2016).


B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor
register, dan diagnosis medis (Purwanto, 2016).
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran (Purwanto, 2016).
c. Data riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
2) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.
3) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu (Purwanto, 2016).
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat,
interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan
tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam
melakukan ibadah sehari-hari (Purwanto, 2016).
e. Aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung
lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya :
masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan
hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan klien.
2) Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang
mengandung alkohol.
3) Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu
konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi
BAK apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien
stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural (Purwanto, 2016).
f. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
2) Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan
dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan
bola mata kelateral (nervus VI).
3) Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius
(nervus I).
4) Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya
kesulitan dalam menelan.
5) Dada
a) Inspeksi : Bentuk simetris
b) Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
c) Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
d) Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I
dan II murmur atau gallop.
6) Abdomen
a) Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
b) Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
c) Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
d) Ekstremitas : Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya
ditemukan hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot
dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi
Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi.
Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan
Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya
berkurang.
Nilai 5 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh (Purwanto, 2016).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan menelan b.d paralisis serebral
b. Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan
c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
e. Deficit perawatan diri b.d kelemahan
f. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan mobilitas
g. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
h. Resiko jatuh
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi TTD
Gangguan menelan b.d paralisis serebral Setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan diri: Makan/minum
Defenisi keperawatan selama 3 kali 24 jam Observasi
Fungsi menelan abnormal akibat deficit diharapkan masalah gangguan menelan 1. Monitor kemampuan menelan
struktur atau fungsi oral, faring atau dapat teratasi dengan kriteria hasil : Terapeutik
esophagus Status menelan 2. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama
Penyebab 1. Mempertahankan makanan di makan
1. Gangguan serebrovaskuler mulut meningkat 3. Atur posisi yang nyaman untuk makan/minum
2. Gangguan saraf kranialis 2. Reflek menelan meningkat 4. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
3. Paralisis serebral 3. Kemampuan mengosonglan 5. Sediakan sedotan untuk minum, sesuai kebutuhan
Tanda & Gejala mulut meningkat 6. Siapkan makanan dengan suhu yang
1. Mengeluh sulit menelan 4. Frekuensi tersedak menurun meningkatkan nafsu makan
2. Batuk sebelum menelan (L.06052-SDKI) 7. Berikan bantuan saat makan/minum sesuai
3. Batuk setelah makan atau minum tingkat kemandirian, jika perlu
4. Tersedak Kolaborasi
5. Makanan tertinggal di rongga mulut 8. Kolaborasi pemberian obat
6. Makanan jatuh dari mulut (I.11351-SDKI)
Kondisi Klinis Terkait
Stroke
(D.0063-SDKI)
Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan Pemberian makan
mencerna makanan keperawatan selama 3 kali 24 jam Observasi
Defenisi diharapkan masalah deficit nutrisi 1. Identifikasi makanan yang diprogramkan
Asupan nutrisi tidak cukup untuk dapat teratasi dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi kemampuan menelan
memenuhi kebutuhan metabolisme. Status nutrisi Terapeutik
Penyebab 1. Porsi makan yang dihabiskan 3. Sediakan lingkungan yang menyenangkan selama
1. Ketidakmampuan menelan makanan meningkat waktu makan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan 2. Kekuatan otot pengunyah 4. Berikan posisi duduk semi fowler saat makan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi meningkat 5. Berikan makanan sesuai keinginan, jika
nutrient 3. Kekuatan otot menelan memungkinkan
4. Peningkatan kebutuhan metabolism meningkat Edukasi
5. Factor ekonomi (finansial tidak (L.03030-SDKI) 6. Anjurkan keluarga membantu memberi makan
mencukupi) kepada pasien
6. Factor psikologis (stress, keengganan Kolaborasi
untuk makan) 7. Kolaborasi pemberian antiemetil sebelum makan
Tanda & Gejala jika perlu
1. Cepat kenyang setelah makan (I.03125-SDKI)
2. Nafsu makan menurun
3. Otot pengunyah lemah
4. Otot menelan lemah
Kondisi Klinis Terkait
Stroke
(D.0019-SDKI)
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
Defenisi keperawatan selama 3 kali 24 jam Observasi
Pengalaman sensorik atau emosional yang diharapkan masalah nyeri akut dapat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual teratasi dengan kriteria hasil : kualitas dan intensitas nyeri
atau fungsional, dengan onset mendadak Tingkat nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
atau lambat dan berintensitas ringan hingga 1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
berat yang berlangsung kurang dari 3 2. Fungsi berkemih membaik Terapeutik
bulan. 3. Pola tidur membaik 4. Berikan teknik nonfaramakologis untuk
Penyebab (L.08066-SDKI) mengurangi rasa nyeri
1. Agen pencedera fisiologis (inflamasi, 5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
iskemia, neoplasma) Edukasi
2. Agen pencedera kimiawi (terbakar, 6. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
bahan kimia iritan) 7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
3. Agen pencedera fisik (abses, amputasi, mengurangi rasa nyeri
terbakar, terpotong, mengangkat berat, Kolaborasi
prosedur operasi, trauma, latihan fisik 8. Kolaborasi dalam pemberian analgesic
berlebihan) (I.08238-SDKI)
Tanda & Gejala
1. Mengeluh nyeri
2. Tanpak meringis
3. Bersikap protektif (waspada, posisi
menghindari nyeri)
4. Gelisah & frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
6. Tekanan darah meningkat
7. Pola napas berubah
8. Nafsu makan berubah
9. Proses berpikir terganggu
10. Menarik diri
(D.0077-SDKI)
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan Setelah dilakukan tindakan Manajemen energy
Defenisi keperawatan selama 3 kali 24 jam Observasi
Ketidakcukupan energy untuk suplai dan diharapkan masalah intoleransi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
kebutuhan oksigen aktivitas dapat teratasi dengan kriteria mengakibatkan kelelahan
Penyebab hasil : 2. Monitor pola dan jam tidur
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan Toleransi aktivitas Terapeutik
kebutuhan oksigen 1. Kemudahan dalam melakukan 3. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
2. Tirah baring aktivitas sehari-hari meningkat 4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak
3. Kelemahan 2. Kekuatan tubuh bagian atas dan dapat berpindah atau berjalan
4. Imobilitas bawah meningkat Edukasi
5. Gaya hidup monoton (L.05047-SDKI) 5. Anjurkan tirah baring
Tanda & Gejala 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
1. Mengeluh lelah (I.05178-SDKI)
2. Dispneu saat/setelah aktivitas
3. Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas
4. Merasa lemah
Kondisi Klinis Terkait
Stroke
(D.0056-SDKI)
Deficit perawatan diri b.d kelemahan Setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan diri
Defenisi keperawatan selama 3 kali 24 jam Observasi
Tidak mampu melakukan atau diharapkan masalah deficit perawatan 1. Monitor tingkat kemandirian
menyelesaikan aktivitas perawatan diri diri dapat teratasi dengan kriteria 2. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
Penyebab hasil : berpakaian, berhias, dan makan
1. Gangguan muskuloskeletal Perawatan diri Terapeutik
2. Gangguan neuromuskuler 1. Kemampuan mandi meningkat 3. Siapkan keperluan pribadi
3. Kelemahan 2. Kemampuan mengenakan 4. Damping dalam emlakukan perawatan diri
4. Gangguan psikologis dan atau psikotik pakaian meningkat sampai mandiri
Tanda & Gejala 3. Kemampuan ke toilet meningkat 5. Fasilitasi untuk menerima keadaan
Tidak mampu mandi/mengenakan (L.13121-SDKI) ketergantungan
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara 6. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
mandiri melakukan perawatan diri
Kondisi Klinis Terkait (I.11348-SDKI)
Stroke
(D.0109-SDKI)
Gangguan integritas kulit/jaringan b.d Setelah dilakukan tindakan Latihan rentang gerak
penurunan mobilitas keperawatan selama 3 kali 24 jam Observasi
Defenisi diharapkan masalah gangguan 1. Identifikasi keterbatasan pergerakan sendi
Kerusakan kulit (dermis/epidermis) atau intergritas kulit/jaringan dapat teratasi Terapeutik
jaringan dengan kriteria hasil : 2. Gunakan pakaian yang longgar
Penyebab Status sirkulasi 3. Fasilitasi mengoptimalkan posisi tubuh untuk
1. Perubahan sirkulasi 1. Tekanan darah sistolik dan pergerakan sendi yang aktif dan pasif
2. Perubahan status nutrisi diastolic membaik 4. Lakukan gerakan pasif dengan bantuan sesuai
(kelebihan/kekurangan) 2. Tekanan nadi membaik indikasi
3. Kekurangan/kelebihan cairan 3. Pengisian kapiler membaik 5. Berikan dukungan positif saat melakukan latihan
4. Penurunan mobilitas (L.02016-SDKI) gerak sendi
Tanda dan Gejala Edukasi
1. Kerusakan jaringan/lapisan kulit 6. Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
2. Nyeri 7. Anjurkan melakukan rentang gerak pasif dan aktif
3. Perdarahan secara sistematis
4. Kemerahan 8. Anjurkan duduk di tempat tidur atau dikursi, jika
5. Hematoma perlu
Kondisi Klinis Terkait Kolaborasi
Imobilisasi 9. Kolaborasi dengan fisioterapis mengembangkan
(D.0129-SDKI) program latihan, jike perlu
(I.05177-SDKI)

Gangguan komunikasi verbal b.d Setelah dilakukan tindakan Promosi komunikasi: deficit bicara
penurunan sirkulasi serebral keperawatan selama 3 kali 24 jam Observasi
Defenisi diharapkan masalah gangguan 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume
Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan komunikasi verbal dapat teratasi dan diksi bicara
kemampuan untuk menerima, memproses, dengan kriteria hasil : Terapeutik
mengirim dan atau menggunakan system Komunikasi verbal 2. Gunakan metode komunikasi alternative
symbol 1. Kemampuan berbicara meningkat 3. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
Penyebab 2. Pelo menurun 4. Berikan dukungan psikologis
1. Penurunan sirkulasis erebral (L.13118-SDKI) Edukasi
2. Gangguan neuromuskuler 5. Anjurkan berbicara perlahan
Tanda & Gejala Kolaborasi
1. Tidak mampu berbicara atau 6. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
mendengar (I.13492-SDKI)
2. Menunjukan respon tidak sesuai
3. Pelo
Kondisi Klinis Terkait
Stroke
(D.0119-SDKI)
Risiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh
Defenisi keperawatan selama 3 kali 24 jam Observasi
Beresiko mengalami kerusakan fisik dan diharapkan masalah risiko jatuh dapat 1. Identifikasi faktor risiko jatuh
gangguan kesehatan akibat terjatuh teratasi dengan kriteria hasil : Terapeutik
Faktor Risiko Tingkat jatuh 2. Pastikan roda tempat tidur selalu dalam kondisi
1. Penurunan tingkat kesadaran 1. Jatuh dari tempat tidur menurun terkunci
2. Kekuatan otot menurun 2. Jatuh saat duduk menurun 3. Pasang handrall tempat tidur
Kondisi Klinis Terkait (L.14138-SDKI) 4. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
Stroke Edukasi
(D.0143-SDKI) 5. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
(I.14540-SDKI)
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis NANDA NIC NOC Jilid I
(Vol. I). Jogjakarta: Media Action.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia; Defenisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia; Defenisi dan Tindakan


Keperawatan (Vol. I). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan; Keperawatan Medikal Bedah
II. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA NY.N DENGAN SNH DI
RUANG IGD RSUD PIRU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

Tanggal/Jam MRS : 1-12-2021 (14:07 WIT) Diagnosa Medis : Susp SNH


Tanggal/Jam Pengkajian : 1-12-2021 (14:07 WIT)

A. Identitas Pasien
1. Nama Pasien : Ny N
2. Umur : 53 Tahun
3. Suku/Bangsa : Ambon/Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : PNS
7. Alamat : S1
8. Sumber Biaya : Kulur

B. Keluhan Utama
Lemas

C. Riwayat Penyakit Sekarang/Mechanism Of Injury/Event


Lemas dirasakan sejak 2 hari yang lalu dan sulit menggerakan ekstremitas sebelah kiri,
pasien cenderung tidur-tidur saja, bicara tidak nyambung, nafsu makan menurun, nyeri
kepala hilang timbul, pusing (-), mual (-), muntah (-).

D. Observasi dan Pemeriksaan Fisik


1. Triage : Kuning
2. Kesadaran : Verbal
3. Tanda-tanda Vital
a. TD : 140/90 mmHg
b. Nadi : 83 kali/menit
c. Respirasi : 21 kali/menit
d. Suhu : 36,5oC
e. Saturasi O2 : 97%
4. Keluhan Nyeri : Nyeri kepala
P : Peningkatan TIK
Q : Nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada daerah kepala
S : Skala nyeri 6 (sedang)
T : Hilang timbul, durasi 30 detik interval 5 menit
5. Airway dan C Spine Control/Imobilization
a. Jalan napas, bebas : Ya
b. Obstruksi/sumbatan : Tidak ada
c. Benda asing : Tidak ada
d. Mulut, terkatup : Tidak
e. Batuk : Tidak
Secret : Tidak ada
Warna : Tidak ada
Konsistensi : Tidak ada
f. Jejas yang mendukung kecurigaan fraktur tulang servikal : Tidak ada
6. Breathing
a. Normal : Ya
b. Keluhan : Tidak ada
c. RR : 21 kali/menit
d. Pergerakan dada : Simetris antara kiri dan kanan
e. Penggunaan otot bantu napas : Tidak
f. Irama napas : Teratur
g. Pola napas : Reguler
h. Suara napas : Vesikuler
i. Suara perkusi paru : Sonor
j. Kelainan tulang dada : Tidak ada
k. Data tambahan : Tidak ada kelainan pada tulang dada
7. Circulation
a. Nadi karotis : Teraba
b. Nadi perifer : Lemah
c. Perdarahan : Tidak ada
d. Irama jantung : Reguler
e. Suara jantung : Normal (S1/S2 tunggal)
f. Ictus cordis : Teraba
g. CRT : < 3 detik
h. Turgor : Normal
i. Akral/perfusi : Hangat
j. EKG & interpretasinya :
k. Data tambahan :
8. Disability
a. Kesadaran : Apatis
b. Gelisah : Ya
c. GCS : 12 (E : 3 V: 4 M : 5
d. Refleks cahaya : +/+
e. Pupil : Isokor
Diameter : 2 mm
f. Kejang : Tidak
g. Hemiparise/plegia : Ya, ekstremitas kiri
h. Refleks fisiologis : Patela pada ekstremitas kanan
i. Refleks patologis : Babinsky
j. Meningeal sign : Kaku kuduk
k. Tanda PTIK : Nyeri kepala
l. Curiga fraktur cervical : Tidak ada
m. Tanda fraktur basis crani : Tidak ada
n. Data tambahan :
9. Ekxposure (bone and integument)
a. Perubahan bentuk : Tidak ada
b. Tumor/benjolan : Tidak ada
c. Luka : Tidak ada
d. Pergerakan sendi : Terbatas
e. Kekuatan otot :
5 0
5 0
Ekstremitas kanan mampu melawan gravitasi dan tahanan secara maksimal,
esktremitas kiri mengalami paralisis
f. Kelainan ekstremitas : Tidak ada
g. Kelainan tulang belakang : Tidak
h. Fraktur : Tidak ada
i. Traksi : Tidak ada
Lama pemasangannya :-
j. Penggunaan spalk/gips : Tidak
k. Sirkulasi perifer : Ya
l. Kompartemen syndrome : Tidak
m. Kulit : Sawomateng
Turgor : Baik
Pitting edema +/- grade : Tidak ada
Ekskoriasis : Tidak
Urtikaria : Tidak
n. Luka operasi : Tidak
Tanggal operasi :-
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain :-
1) Jumlah :-
2) Warna :-
3) Kondisi area sekitar insersi : -
o. ROM : Pasif
p. Data tambahan :
10. Eliminasi
a. URI
1) Normal : Ya
2) Keluhan kencing : Tidak ada
3) Kemampuan berkemih : Spontan
Jenis :-
Ukuran :-
Hari ke :-
4) Produksi urine : 1500 cc/12 jam
Warna : Kuning jernih
Bau : Amoniak
5) Kandung kemih :
Membesar : Tidak
Nyeri tekan : Tidak
b. ALVI
1) Normal : Ya
2) Mulut : Bersih
3) Membrane mukosa : Lembab
4) Tenggorokan : Baik
5) Abdomen : Normal
6) Nyeri tekan : Tidak ada
7) Peristaltic : 15 kali/menit
8) Suara bising usus : Normal
9) BAB : 1 kali/hari, terakhir tanggal : 30-11-2021
10) Keluhan BAB, jelaskan : Tidak ada keluhan BAB
11. System Endokrin
a. Pembesaran typoid : Tidak ada
b. Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak ada
c. Hipoglikemia : Tidak
d. Hiperglikemia : Ya
Data tambahan
TB : 155 Cm
BB : Tidak di kaji, pasien mengalami paralisis pada ekstremitas kiri
IMT :-
Interpretasi :-

E. Anamnesa AMPLE (Alergy, Medication, Past Medical History, Last Meal,


Event/kejadian)
Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi obat-obatan, makanan, dan plester
luka. Pasien pernah dirawat di RSUD Piru 1 tahun yang lalu karena Diabetes Melitus dan
Kolesterol, pasien sekarang mengkonsumsi metformin dan simvastatin. Keluarga pasien
mengatakan tadi pagi pasien makan nasi dengan sayur. Saat kejadian keluarga pasien
mengatakan pasien tiba-tiba tidak bisa menggerakan ekstremitas sebelah kiri dan
berbicara tidak nyambung di bawa ke IGD RSUD Bula Kabupaten Seram Bagian Barat
dalam kondisi mengalami penurunan kesadaran.

F. Pemeriksaan resiko jatuh


Pemeriksaan risiko jatuh Morse
Faktor risiko Skala Poin Skor Kesimpulan/Masalah
pasien
Riwayat jatuh Ya, dalam 3 bulan terakhir 25
Tidak 0 0
Diagnosis Ya 15 15 Diagnosis medis (susp
sekunder (> SNH)
diagnosis medis) Tidak 0
Alat bantu Perabot
Tongkat/alat penopang
Tidak ada/kursi roda/perawat Pasien tirah baring,
/tirah baring aktivitas dibantu oleh
perawat/keluarga
Terpasang infus / Ya 20 20 Kelemahan
Terapi intravena Tidak 0
Gaya berjalan Terganggu/kerusakan 20
Kelemahan 10
Normal/tirah baring/ 0 0 Tirah baring
imobilisasi
Status mental Sering lupa akan 15 15 Tidak konsisten
keterbatasan yang dimiliki/ dengan perintah
tidak konsisten dengan
perintah
Orientasi baik terhadap 0
kemampuan diri sendiri
Catatan Total 50

G. Pengkajian Psikososial
Keluarga pasien mengatakan saat sehat pasien sering mengikuti kegiatan pengajian
ibu-ibu kompleks dan beriteraksi dengan tetangga sekitar.

H. Pengkajian Spiritual
1. Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit : Sering
b. Selama sakit : Kadang-kadang
2. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah
Pasien mengatakan sulit untuk menggunakan mukenah karena mengalami
kelumpuhan pada ekstremitas sebelaha kiri, sehingga sering meminta bantuan
anaknya untuk menggunakan mukenah

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
No. Hari / Tgl Janis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
1 Rabu Darah Lengkap
01/11/2021 WBC 8.5 103/ul 4.0/12.0103/ul
LYM 4.0 103/ul 1.0/5.0103/ul
MON 0.7 103/ul 0.1/1.0103/ul
GRA 7.8 103/ul 2.0/8.0103/ul
LYM% 46.9% 25.0/50.0%
MON% 8.7% 2.0/8.0%
GRA% 54.4% 50.0/80.0%
RBC 5.18 106/ul 4.00-6.20
106/ul
HGB 11.4 g/dl 11.0-17.0 g/dl
HCT 45.6 % 35.0-55.0%
MCV 80.2 um3 80.0-100.0 um3
MCH 27.1 pg 26.0-34.0 pg
MCHC 32.9 g/dl 31.0-31.5 g/dl
RDW 19.4 % 10.0-16.0%
PLT 327 103/ul 150-400 103/ul
MPV 8.1 um3 7.0-11.0 um3
PCT 0.346% 0.000-0.000
PDW 17.7% 10.0-18.0%

Kimia Klinik
GDS < 120 mg/dl 153 mg/dl

Cholesterol < 200 mg/dl 243 mg/dl

J. Terapi
No. Tgl dan waktu Jenis (Oral / IV / IM / Topikal Dosis Indikasi
Rabu 01/11/2021 IVFD NaCl 0,9 % 500 ml 20 tpm Sebagai sumber
elektrolit dan air
Drip neurobion 1amp/24jam Menjaga
kesehatan system
saraf
Inj Citicolin 2 x 500 g/12 Mempertahankan
jam fungsi otak
secara normal
Inj ranitidine Tunda Analgesic
PO simvastatin 2 x 20 mg Menurunkan
kolesterol
Inj neorages 1amp/8 jam Untuk mengatasi
nyeri

Piru, 1 November 2021

Ode Sulastri
ANALISA DATA

DATA Etiologi Masalah


(Subyektif dan Obyektif)
DS : Peningkatan TIK Intoleransi
Lemas dirasakan sejak 2 hari yang lalu dan aktivitas
sulit menggerakan ekstremitas sebelah kiri, Nyeri
bicara tidak nyambung,
DO : Disfungsi N XI (assesoris)
5 0
5 0 Kelemahan pada (D.0056-SDKI)
1. Ekstremitas kiri sulit digerakan, satu/keempat anggota gerak
ekstremitas kanan mampu melawan
gravitasi dan menahan tahanan secara Hemiparise/plegi kanan &
maksimal, pasien cenderung tidur-tidur kiri
saja
2. Aktivitas sehari-hari dibantu oleh Intoleransi aktivitas
keluarga

DS : Penyempitan pembuluh Nyeri akut


Keluarga pasien mengatakan pasien sering darah (oklusi vaskuler)
mengeluh nyeri pada daerah kepala
DO : Aliran darah terhambat
Pasien tampak meringis kesakitan
P : Peningkatan TIK Eritrosit bergumpal, endotel
Q : Nyeri yang dirasakan seperti tertusuk- rusak
tusuk
R : Nyeri pada daerah kepala Cairan plasma hilang
S : Skala nyeri 5 (ringan)
T : Hilang timbul, durasi 30 detik interval 5 Edema serebral
menit
Peningkatan TIK

Nyeri

DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)

1. Intoleransia aktivitas b.d kelemahan (peningkatan TIK)


2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

TGL DIAGNOSA JAM INTERVENSI/IMPLEMENTASI Paraf EVALUASI Paraf


KEPERAWATAN
(Tujuan, Kriteria Hasil)
1/12/21 Intoleransi aktivitas b.d 14:15 Manajemen energy S:
kelemahan WIT Observasi Keluarga pasien mengatakan
(D.0056-SDKI) 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang ekstremitas kiri masih belum bisa
mengakibatkan kelemahan digerakan dan pasien merasa
Hasil : kelemahan
Esktremitas kiri sulit untuk digerakan O:
2. Memonitoring pola dan jam tidur Pasien tampak berbaring ke sisi yang
Hasil : mengalami paralisis, pasien tampak
Siang (13:00-15:00 WIT) lemas
Malam (22:00-Tidak menentu) A:
Terapeutik Masalah intoleransi aktivitas belum
3. Melakukan latihan rentang gerak pasif dan atau teratasi
aktif P:
Hasil : Intervensi dilanjutkan di Ruangan
Latihan ROM pasif Rawat Inap
4. Memfasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Hasil :
Pasien mampu duduk dengan dibantu oleh
perawat/keluarga
Edukasi
5. Menganjurkan tirah baring
Hasil :
Pasien berbaring di tempat tidur
6. Menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
Hasil :
Keluarga memahami
(I.05178-SDKI)
Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri S:
pencedera fisiologis Observasi Keluarga pasien mengatakan, pasien
(D.0077-SDKI) 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, masih mengeluh nyeri
frekuensi kualitas dan intensitas nyeri O:
Hasil : Pasien tampak meringis kesakitan
P : Peningkatan TIK Skala nyeri 5 (sedang)
Q : Nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk A:
R : Nyeri pada daerah kepala Masalah nyeri akut belum teratasi
S : Skala nyeri 6 (sedang) P:
T : Hilang timbul, durasi 30 detik interval 5 Intervensi dilanjutkan di Ruangan
menit Rawat Inap
2. Mengidentifikasi skala nyeri
Hasil :
Skala nyeri 6 (sedang)
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
Hasil :
Pasien tampak meringis kesakitan
Terapeutik
4. Memberikan teknik nonfaramakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil :
Latihan relaksasi latihan nafas dalam
Edukasi
5. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil :
Keluarga memahami
Kolaborasi
6. Melakukan kolaborasi dalam pemberian
analgesic
Hasil :
Injeksi citikolin 2 x 500 g/12 jam
Injeksi norages 1 amp/8 jam
(I.08238-SDKI)

Anda mungkin juga menyukai