N DENGAN
SUSP STROKE NON HEMORAGIC DI RUANG IGD RSUD PIRU
KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
DISUSUN OLEH :
MALUKU HUSADA
AMBON
2021
LEMBARAN PENGESAHAN
CO NERS
Mengetahui
PRESEPTOR INSTITUSI
2. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolat eral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah
(Purwanto, 2016).
Thrombus mengakibatkan ;
a. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
b. Edema dan kongesti disekitar area (Purwanto, 2016).
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah (Purwanto, 2016).
Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest (Purwanto,
2016).
Ada dua bentuk patofisiologi stroke hemoragik :
a. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid (Purwanto, 2016).
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering
didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya
darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9,
dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia
dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada
saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak (Purwanto,
2016).
3. Penatalaksanaan
a. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio—pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2
liter/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dektrosa atau
salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT-Scan otak, elektrokardiografi, foto
toraks darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT,
glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis
gas darah. Tindakan lain di instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang (Nurarif & Kusuma, 2016).
b. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologi maupun
penyulit, juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah social untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
1) Stroke Iskemik
Terapi umum; letakan kepala pasien pada posisi 30o, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-
2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika pelru dilakukan
intubasi. Demam diatasi dengan kompres antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan isotonic, kristaloid atau
mengandung glukosa atau salin isotonic. Pemberian nutrisi per oral hanya jika
fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastric. Kadar gula darah >150 mg%
harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin
drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah <60 mg% atau <80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% IV sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala, tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik >220 mmHg, diastolic >120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) >130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit) atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan; natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamine 2-20 µg/kg/menit sampai
tekanan darah sistolik >110 mmHg. Jika kejang diberi diazepam 5-20 mg IV
pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg/hari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2
minggu, diberikan antikonvulsan per oral jangka panjang. Jika didapatkan
tekanan intracranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1
g/kgBB/30 menit dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25 G/KgBB/30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternative,
dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemide (Nurarif &
Kusuma, 2016).
2) Stroke Hemoragik
Terapi umum; pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma > 30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah raus diturunkan sampai
tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik > 180 mmHg,
diastolic >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah.
Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol IV 10 mg (pemberian dalam 2 menit)sampai 20 mg (pemberian
dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril IV 0,625-1,25 mg/6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg/oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial
meningkat, posisikepala dinaikan 30o, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol dan hiperventilasi (PCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa
proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dab diobati
dengan antibiotic spectrum luas.
Terapi khusus; neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah memeprtimbangkan usia dan letak perdarahan
yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan
sebelum berdiameter >3 cm, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar
> 60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intracranial akut dan ancaman
herniasi. Pada perdarahan subraknoid dapat digunakan antagonis kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligase, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-
vena (arteriovenous malformation, AVM) (Nurarif & Kusuma, 2016).
c. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyaki
yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di Rumah
Sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder. Terapi fase subakut antara lain :
1) Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
2) Penatalaksanaan komplikasi
3) Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi
4) Prevensi sekunder
5) Edukasi keluarga dan discharge planning (Nurarif & Kusuma, 2016).
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1) Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif (Purwanto, 2016).
4. WOC
Faaktor pencetus/etiologi Penimbunan lemak/kolesterol Lemak yang sudah nekrotik Menjadi kapur/mengandung
yang meningkat dalam darah dan berdegenerasi kolesterol dg infiltrasi limfosit
(thrombus)
Thrombus/emboli cerebral Stroke hemoragik Kompresi jaringan otak Aliran darah terhambat
Nyeri
Arteri karotis interna Arteri vertebra basilaris Arteri cerebra media
Disfagia
Anoreksia
Deficit nutrisi
Gangguan komunikasi verbal b.d Setelah dilakukan tindakan Promosi komunikasi: deficit bicara
penurunan sirkulasi serebral keperawatan selama 3 kali 24 jam Observasi
Defenisi diharapkan masalah gangguan 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume
Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan komunikasi verbal dapat teratasi dan diksi bicara
kemampuan untuk menerima, memproses, dengan kriteria hasil : Terapeutik
mengirim dan atau menggunakan system Komunikasi verbal 2. Gunakan metode komunikasi alternative
symbol 1. Kemampuan berbicara meningkat 3. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
Penyebab 2. Pelo menurun 4. Berikan dukungan psikologis
1. Penurunan sirkulasis erebral (L.13118-SDKI) Edukasi
2. Gangguan neuromuskuler 5. Anjurkan berbicara perlahan
Tanda & Gejala Kolaborasi
1. Tidak mampu berbicara atau 6. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
mendengar (I.13492-SDKI)
2. Menunjukan respon tidak sesuai
3. Pelo
Kondisi Klinis Terkait
Stroke
(D.0119-SDKI)
Risiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh
Defenisi keperawatan selama 3 kali 24 jam Observasi
Beresiko mengalami kerusakan fisik dan diharapkan masalah risiko jatuh dapat 1. Identifikasi faktor risiko jatuh
gangguan kesehatan akibat terjatuh teratasi dengan kriteria hasil : Terapeutik
Faktor Risiko Tingkat jatuh 2. Pastikan roda tempat tidur selalu dalam kondisi
1. Penurunan tingkat kesadaran 1. Jatuh dari tempat tidur menurun terkunci
2. Kekuatan otot menurun 2. Jatuh saat duduk menurun 3. Pasang handrall tempat tidur
Kondisi Klinis Terkait (L.14138-SDKI) 4. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
Stroke Edukasi
(D.0143-SDKI) 5. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
(I.14540-SDKI)
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis NANDA NIC NOC Jilid I
(Vol. I). Jogjakarta: Media Action.
Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan; Keperawatan Medikal Bedah
II. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA NY.N DENGAN SNH DI
RUANG IGD RSUD PIRU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
A. Identitas Pasien
1. Nama Pasien : Ny N
2. Umur : 53 Tahun
3. Suku/Bangsa : Ambon/Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : PNS
7. Alamat : S1
8. Sumber Biaya : Kulur
B. Keluhan Utama
Lemas
G. Pengkajian Psikososial
Keluarga pasien mengatakan saat sehat pasien sering mengikuti kegiatan pengajian
ibu-ibu kompleks dan beriteraksi dengan tetangga sekitar.
H. Pengkajian Spiritual
1. Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit : Sering
b. Selama sakit : Kadang-kadang
2. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah
Pasien mengatakan sulit untuk menggunakan mukenah karena mengalami
kelumpuhan pada ekstremitas sebelaha kiri, sehingga sering meminta bantuan
anaknya untuk menggunakan mukenah
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
No. Hari / Tgl Janis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
1 Rabu Darah Lengkap
01/11/2021 WBC 8.5 103/ul 4.0/12.0103/ul
LYM 4.0 103/ul 1.0/5.0103/ul
MON 0.7 103/ul 0.1/1.0103/ul
GRA 7.8 103/ul 2.0/8.0103/ul
LYM% 46.9% 25.0/50.0%
MON% 8.7% 2.0/8.0%
GRA% 54.4% 50.0/80.0%
RBC 5.18 106/ul 4.00-6.20
106/ul
HGB 11.4 g/dl 11.0-17.0 g/dl
HCT 45.6 % 35.0-55.0%
MCV 80.2 um3 80.0-100.0 um3
MCH 27.1 pg 26.0-34.0 pg
MCHC 32.9 g/dl 31.0-31.5 g/dl
RDW 19.4 % 10.0-16.0%
PLT 327 103/ul 150-400 103/ul
MPV 8.1 um3 7.0-11.0 um3
PCT 0.346% 0.000-0.000
PDW 17.7% 10.0-18.0%
Kimia Klinik
GDS < 120 mg/dl 153 mg/dl
J. Terapi
No. Tgl dan waktu Jenis (Oral / IV / IM / Topikal Dosis Indikasi
Rabu 01/11/2021 IVFD NaCl 0,9 % 500 ml 20 tpm Sebagai sumber
elektrolit dan air
Drip neurobion 1amp/24jam Menjaga
kesehatan system
saraf
Inj Citicolin 2 x 500 g/12 Mempertahankan
jam fungsi otak
secara normal
Inj ranitidine Tunda Analgesic
PO simvastatin 2 x 20 mg Menurunkan
kolesterol
Inj neorages 1amp/8 jam Untuk mengatasi
nyeri
Ode Sulastri
ANALISA DATA
Nyeri