Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENELITIAN

Ujaran Kebencian Terhadap Presiden di Media Sosial

Disusun Oleh :
1. Fiona Angelina S (6051901023)
2. Felicia Angel Winata (6052101406)
3. Michael Christian (6072101046)
4. Raden Qaulika Shafa H (6052101438)

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN


BANDUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dalam pembuatan makalah ini kami bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok yang
bermata kuliah Logika HB Universitas Katolik Parahyangan Bandung dan agar kami dapat
lebih memahami, mengetahui, dan menambah wawasan pengetahuan untuk lebih dalamnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Thomson Radesman Lingga selaku
dosen mata kuliah Logika yang telah memberikan tugas dan membimbing kami dalam proses
pengerjaan untuk memenuhi makalah ini. Kami pun sadar bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam pengerjaan makalah, maka dari itu kritik dan saran yang diberikan dari
pembaca sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Diharapkan dengan makalah ini pembaca dapat dipermudah dalam memperlajari,
memahami, menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Atas waktu dan perhatian yang telah
diberikan dengan demikian kami ucapkan terima kasih.

Bandung, 9 Januari 2022

2
Daftar Isi

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4


1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1.2. Landasan Teori ............................................................................................................ 4
1.3. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
1.4. Tujuan.......................................................................................................................... 5
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
2.1. Latar belakang pelaku melakukan ujaran kebencian................................................... 6
2.2. Dasar - dasar hukum yang relevan dengan kasus ujaran kebencian ........................... 6
2.3. Korelasi yang relevan antara kasus ujaran kebencian dengan kerancuan berpikir
dalam logika ........................................................................................................................... 7
2.4. Korelasi antara kerancuan berpikir dalam logika dengan critical thinking ................ 8
BAB 3 PENUTUP .................................................................................................................... 9
3.1. Kesimpulan.................................................................................................................. 9
3.2. Saran ............................................................................................................................ 9

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Media sosial adalah media online yang menduduki interaksi sosial. Media
Sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi
dialog interaktif. Beberapa jenis situs media sosial populer saat ini antara lain
Instagram, Twitter, Facebook, TikTok, hingga Youtube.
Ujaran kebencian adalah ujaran yang mengandung kebencian, menyerang yang
dimaksudkan untuk menimbulkan dampak tertentu baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sedangkan dalam arti hukum ujaran kebencian adalah perkataan, perilaku,
tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan
kekerasan. Ujaran kebencian banyak dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu
dalam penggunaan melalui media sosial yang banyak menimbulkan masalah di ruang
publik. Makalah ini secara khusus akan membahas mengenai kasus ujaran kebencian
yang terjadi di dalam media sosial.

1.2. Landasan Teori


Menurut Indriyanto Seno Adji, untuk memberhentikan ujaran kebencian dapat
dilakukan dengan cara mengembangkan budaya toleransi yang berbasis prevensi dan
melalui pendekatan represif yaitu dengan cara penegakan hukum. Namun terdapat
langkah yang juga penting yaitu dengan memahami kebebasan berbicara dan ujaran
kebencian (Media Indonesia, 3 Maret 2018). Pemahaman kedua tentang perbedaan
istilah ini akan mencegah adanya ketidakpastian hukum dan multitafsir, sehingga tidak
akan menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan, tulisan dan
ekspresi. Pentingnya untuk memahami kebebasan berbicara dan ujaran kebencian
terkait dengan jaminan hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan, tulisan,
dan ekspresi sebagaimana yng sudah diatur dan dijamin Undang - Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain menjamin hak asasi, memahami dan
menilai sesuatu tindakan yang dapat termasuk ke dalam ujaran kebencian (hate speech)
atau tidak, dengan tujuan agar pengertian hate speech tidak salah persepsi, baik oleh
penegak hukum maupun masyarakat. Maka itu, penegakan hukum terhadap
pelanggaran larangan mengenai ujaran kebencian dapat diterapkan secara profesional
sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

4
1.3. Rumusan Masalah
1. Apa yang melatar belakangi ujaran kebencian?
2. Apa dasar hukum yang relevan dengan kasus ujaran kebencian terhadap presiden?
3. Apa korelasi yang relevan antara kasus ujaran kebencian dengan kerancuan berpikir
dalam logika?
4. Apa korelasi antara kerancuan berpikir dalam logika dengan critical thinking?

1.4. Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang pelaku melakukan ujaran kebencian terhadap
presiden.
2. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum yang relevan dengan kasus ini.
3. Untuk mengetahui korelasi yang relevan antara kasus ujaran kebencian dengan
kerancuan berpikir dalam logika.
4. Untuk mengetahui korelasi antara kerancuan berpikir dalam logika dengan critical
thinking

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Latar belakang pelaku melakukan ujaran kebencian


Menurut Kim R. Holmes, Ph.D yang merupakan mantan wakil presiden
Heritage Foundation, organisasi asal Amerika, yang bekerja sebagai wadah pemikiran
yang berfokus pada kebijakan publik ujaran kebencian disebabkan karena adanya fakta
yang palsu, argumentasi yang salah serta kata-kata yang memecah belah. Terdapat pula
ketidaksamaan dalam fakta dan logika yang dipikirkan. Oleh karena itu dinyatakan
bahwa ujaran kebencian pada dasarnya tidak memiliki perasaan benci. Maka dari itu,
ujaran kebencian disebut sebagai ujaran kebencian karena adanya kata-kata yang
memecah belah tapi belum tentu ada perasaan benci di dalamnya.

2.2. Dasar - dasar hukum yang relevan dengan kasus ujaran kebencian
Tempat dimana tindak pidana ujaran kebencian dapat menyebar luas adalah media
sosial seperti tiktok, instagram, facebook, twitter dan media sosial lainnya. Penyebaran ujaran
kebencian tersebut bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian antara individu ataupun
kelompok di lingkungan masyarakat tertentu, salah satu contohnya adalah ujaran kebencian
yang ditujukan kepada pemerintah.
Tindakan ujaran kebencian atau hate speech merupakan suatu bentuk kejahatan yang
tidak dapat diabaikan pada saat ini mengingat penyebarannya yang sangat cepat karena beredar
di media sosial. Selain itu, ujaran kebencian ini dapat menimbulkan masalah yang cukup besar
karena mengganggu ketertiban kegiatan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk mengurangi adanya ujaran kebencian yaitu
dengan pendekatan berbasis toleransi preventif dan represif dalam penegakan hukum. Selain
itu ada pula Prinsip - prinsip Camden yaitu suatu dokumen yang dibuat dan disepakati oleh para
ahli HAM1 tentang pembatasan hak dan ekspresi yang berkaitan dengan ujaran kebencian,
kemudian mendorong setiap negara untuk membuat hukum yang melarang advokasi kebencian
antar bangsa, ras atau agama yang mengandung penyebarluasan kebencian, diskriminasi, dan
kekerasan. Terakhir, yang penting diingat yaitu memahami perbedaan dari kebebasan berbicara
dan ujaran kebencian, karena hal ini dapat mencegah timbulnya multitafsir sehingga hak atas
kebebasan berpendapat tidak menimbulkan masalah.
Memahami perbedaan antara kebebasan berbicara dan ujaran kebencian sangat penting
dengan jaminan hak atas kebebasan menyatakan pendapat sebagaimana diatur dan dijamin oleh
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945). Selain adanya
jaminan hak asasi ini, memahami perbedaan yang termasuk kebebasan berpendapat atau ujaran
kebencian bertujuan agar konsepsi ujaran kebencian tidak disalah pahami, baik oleh penegak
hukum maupun masyarakat. Dengan demikian, penegakan hukum terhadap pelanggaran ujaran
kebencian dapat diterapkan sesuai dengan hukum dan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
Selain diatur UUD RI 1945 yang berlandaskan Hak Asasi Manusia (HAM), mengenai
pelanggaran ujaran kebencian yang dilakukan di media sosial merupakan tindak pidana yang
pelakunya dapat dijerat oleh Undang – Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan

1
Article 19. 2009. Prinsip – prinsip Camden tentang Kebebasan Berekspresi dan Kesetaraan.
https://www.article19.org/data/files/pdfs/standards/prinsip-prinsip-camden-tentang-kebebasan-berekspresi-dan-
kesetaraan.pdf diakses pada tanggal 8 Januari 2022. Mengenai Ahli yang menyusun prinsip – prinsip Camden
tertera di halaman 13.

6
Transaksi Elektronik atau biasa disebut UU ITE sebagaimana telah diubah menjadi Undang –
Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pelaku yang melakukan perbuatan ujaran
kebencian di media sosial dan telah memenuhi semua unsur pidana tentunya dapat dipidana.
Sebagaimana diatur di dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Ketentuan yang tertulis pada pasal
tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik ataupun fitnah yang diatur di dalam
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).
Setiap orang yang sengaja dan tidak memiliki hak untuk mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana
diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau
denda paling banyak 750 juta. Namun, ketentuan pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak mengatur
secara khusus mengenai ujaran kebencian terhadap pemerintah. Seperti yang dijelaskan di atas,
Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan ujaran kebencian yang memuat penghinaan
atau pencemaran nama baik yang diatur dalam KUHP, khususnya Pasal 310 dan 311.
Selain itu, perbuatan ujaran kebencian diatur juga dalam UU No 40 tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis Pasal 16 yang mengatur bahwa ujaran kebencian yang
memuat SARA dilarang dan dapat dipidana denda dan penjara. Masih dalam hal yang sama
yaitu ujaran kebencian yang memuat SARA juga diatur di dalam UU No. 19 tahun 2016 tentang
perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45a
ayat (2).

2.3. Korelasi yang relevan antara kasus ujaran kebencian dengan kerancuan berpikir dalam
logika
Berdasarkan analisa yang kami terkait kasus ujaran kebencian, kami menemukan
beberapa korelasi yang relevan dengan kerancuan berpikir dalam logika yang akan dijelaskan
berikut:
● Bias konfirmasi: Menurut Garret (2009), individu cenderung dimotivasi oleh keinginan
untuk membenarkan pendapat politiknya saat menggunakan media. Maka dari itu, motivasi
ini biasanya membuat individu memiliki bias konfirmasi. Contohnya adalah apabila
dikaitkan dengan ujaran kebencian yang dilakukan oleh masyarakat di media sosial sering
kali mengedepankan rasa benci atau ketidaksukaan terhadap seseorang khususnya presiden
yang sifatnya menggiring opini publik untuk kemudian publik melakukan hal yang serupa
(membenci/mengungkapkan rasa ketidaksukaan yang merujuk pada ujaran kebencian),
sementara belum dapat dibuktikan fakta salah atau benar pada fenomena tersebut.
● Bias seleksi diri: berhubungan dengan kasus dikarenakan ketika masyarakat mengeluarkan
ujaran kebencian terhadap pemerintah tidak semua dari mereka melakukan refleksi diri dan
melihat apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki keadaan mereka dan hanya
mengeluh sambil melontarkan ujaran kebencian terhadap pemerintah.
● Pengakuan sosial: Mayoritas masyarakat yang melakukan hate speech (ujaran kebencian)
cenderung untuk mengikuti mayoritas netizen di media sosial yang menyebarkan ujaran
kebencian pada presiden dan berpikiran bahwa dengan mereka melakukan hal tersebut
maka “opini” mereka dapat didengar oleh pemerintah.
● Slippery slope: Slippery Slope Fallacy dapat menunjukkan hasil dari suatu ucapan/perilaku
seseorang yang tidak memiliki kemungkinan terjadi atau benar – benar terjadi, karena tidak
ada cukup bukti bahkan tidak ada bukti untuk menjelaskan pemikiran tersebut. Contohnya
adalah dalam ujaran kebencian yang diberikan oleh masyarakat tertentu di media sosial

7
yang mayoritas berisikan argumen palsu, yaitu argumen yang belum tentu atau bahkan
tidak benar-benar terjadi.

2.4. Korelasi antara kerancuan berpikir dalam logika dengan critical thinking
Kemampuan berpikir kritis atau critical thinking merupakan kemampuan
berpikir manusia dalam tingkat tinggi untuk memecahkan suatu masalah secara logis
dan sistematis. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir dengan
baik dan merenungkan tentang proses berpikir merupakan bagian dari berpikir dengan
baik (Johnson 2010:187). Kemampuan manusia untuk berpikir secara kritis merupakan
kemampuan berpikir manusia yang esensial dan selalu berfungsi di dalam setiap aspek
kehidupan. Facione (2013:5) mengatakan bahwa aspek kemampuan berpikir kritis
terdiri dari 6 aspek, diantaranya: interpretasi, analisis, kesimpulan, evaluasi, penjelasan,
dan pengaturan diri. Melalui 6 aspek tersebut, maka kemampuan berpikir kritis setiap
manusia akan terarah.
Selain itu, proses berpikir kritis juga memiliki korelasi dengan kerancuan
berpikir dalam logika, dimana proses berpikir secara kritis dibutuhkan setiap manusia
untuk memecahkan masalah yang ada secara rasional dan logis sehingga tidak terjadi
kerancuan berpikir dalam setiap tindakan yang dilakukan. Maka dari itu, berpikir kritis
perlu dimiliki setiap manusia untuk menghindari terjadinya kerancuan berpikir dan
kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah,
merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat
keputusan sehingga tindakan yang dilakukan dapat efektif dalam konteks yang benar.

8
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dalam mengekspresikan pendapat dan kritik seharusnya masyarakat
memperhatikan hal fundamental yaitu dasar hukum,regulasi dan tetap berada pada
koridor aturan yang berlaku, agar terhindar dari tindak pidana UU ITE ujaran kebencian
masyarakat menjunjung tinggi etika dan norma serta hukum yang berlaku,
menumbuhkan sikap pemikiran positif dan rasional yang mengandung nilai-nilai positif
seperti optimisme untuk kerja keras,integritas, kejujuran, toleransi, perdamaian,
solidaritas kebhinekaan. Pemerintah sebagai fasilitator sekaligus eksekutor kebijakan
seharusnya mampu mendengarkan suara masyarakat sebagai bentuk pertimbangan
dalam pengambilan keputusan, sehingga meminimalisir rasa kekecewaan yang
kemudian dapat menimbulkan penghinaan dan pencemaran nama baik yang merujuk
pada ujaran kebencian.

3.2. Saran
Akhirnya terselesaikan makalah ini kami selaku penulis kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari tata cara
penulisan dan bahasa yang dipergunakan maupun dari segi penyajian materinya.
Semoga makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya dan
masyarakat. Apabila ada kritik dan saran akan sangat kami harapkan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
 Facione. (2013). Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Millbrae, CA:
Measured Reasons and The California Academic Press.

Jurnal/artikel:
 Article 19. 2009. Prinsip – prinsip Camden tentang Kebebasan Berekspresi dan
Kesetaraan. https://www.article19.org/data/files/pdfs/standards/prinsip-prinsip-
camden-tentang-kebebasan-berekspresi-dan-kesetaraan.pdf diakses pada tanggal 8
Januari 2022. Mengenai Ahli yang menyusun prinsip – prinsip Camden tertera di
halaman 13.

 Lidya Suryani Widayati. 2018. Ujaran Kebencian: Batasan Pengertian dan


Larangannya. Jurnal: Bidang Hukum Info Singkat Vol x, No. 06/II/Puslit/Maret.
https://berkas.dpr.go.id/sipinter/files/sipinter-2475-180-20210722101553.pdf diakses
pada tanggal 24 Desember 2021

 Rahkman Ardi. 2021. Apa Penyebab Bias Konfirmasi Pada Partisan Di Media Sosial.
https://www.unair.ac.id/site/article/read/3892/apa-penyebab-bias-konfirmasi-pada-
partisan-di-media-sosial.html diakses pada tanggal 11 Januari 2022.

 Salvina Wahyu Pameswari, Suharno, Sarwanto. 2018. Inculcate Critical Thingking


Skills in Primary Schools. file:///C:/Users/HOS/Downloads/23648-59348-1-PB.pdf
diakses pada tanggal 11 Januari 2022.

Website:
 Sutrisno S Parasian Panjaitan. 2020. Kekeliruan Logis (Logical Fallacies) yang Perlu
Dipahami Dalam Berargumen.
https://www.kompasiana.com/el.di/5f9a46df8ede486d21277102/kekeliruan-logis-
logical-fallacies-yang-perlu-dipahami-dalam-berargumen?page=all&page_images=1
diakses pada tanggal 11 Januari 2022.

 Republik, (2021), LP3ES: Polisi Siber Pengaruhi Keberanian Masyarakat Sampaikan


Aspirasi
https://www.republika.co.id/berita/r413c1428/lp3es-polisi-siber-pengaruhi-
keberanian-masyarakat-sampaikan-aspirasi

 CNNIndonesia, (2020), Polisi Tetapkan Tersangka Ujaran Kebencian pada Jokowi


https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200319193053-12-485123/polisi-tetapkan-
tersangka-ujaran-kebencian-pada-jokowi

10
 Heritage, (2018), The Origins of "Hate Speech
https://www.heritage.org/civil-society/commentary/the-origins-hate-speech

 Indonesiabaik, (2018), Ujaran Kebencian Berefek Pidana


https://indonesiabaik.id/infografis/ujaran-kebencian-berefek-pidana

 Merdeka, (2021), Mengenal Fungsi Media Sosial, Berikut Pengertian dan Jenisnya
https://www.merdeka.com/jabar/mengenal-fungsi-media-sosial-berikut-pengertian-
dan-jenisnya-kln.html

 Nasional Kontan. (2021). Pidana UU ITE Efektif Menjerat Pengguna Media Sosial.
https://nasional.kontan.co.id/news/pidana-di-uu-ite-efektif-menjerat-pengguna-
medsos-hingga-oktober-ada-324-kasus

 Tempo. (2021). Sanksi Pelaku Ujaran Kebencian.


https://nasional.tempo.co/read/1499383/pelaku-ujaran-kebencian-terancam-6-tahun-
penjara-serta-denda-maksimal-rp1-
m#:~:text=Untuk%20ujaran%20kebencian%20sudah%20diatur,dan%20antargolonga
n%20(SARA).%E2%80%9D

 Wartajogja. (2021). Cara Menghadapi Ujaran Kebencian di Media Sosial.


https://www.wartajogja.id/2021/08/9-cara-menghadapi-ujaran-kebencian-di.html

11

Anda mungkin juga menyukai