Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Perkembangan Musik Melayu

Musik tradisional yang berasal dari wilayah pantai timur


Sumatra dan Semenanjung Malaysia ini pernah mencapai
zaman keemasannya pada tahun 1980 hingga 1990-an. Namun,
musik yang didominasi permainan rebana, petikan gambus,
pukulan gong, dan alunan serunai ini mulai mengalami
penurunan di awal tahun 2000-an, saat musik rock dan pop
berkembang. Masyarakat pun mulai meninggalkan genre musik
ini. Mereka lebih senang menikmati musik-musik bergenre pop.

Sejak zaman berzaman, bermula dengan pengaruh yang


dibawa oleh pendatang dan pedagang (Wilayah Timur Tengah,
Arab, India dan Persia) dan penjajah, bermula dengan Portugis ;
kemudian Belanda dan Inggeris, musik di Nusantara telah
bertumbuhkembang hingga mewujudkan apa yang kita panggil
sebagai musik tradisi orang Melayu

Perkembangan music Melayu di Indonesia telah mulai


sejak lama. Dahulu, kita mengenal adanya music Orkes Melayu
yang masih menggunakan gitar akustik, akordeon, rebana,
gambus dan suling sebagai instrument utamanya. Pada periode
50 dan 60-an, orkes-orkes Melayu di Jakarta ini memainkan
lagu-lagu Melayu Deli asal Sumatera (sekitar Medan). Perlahan,
seiring perkembangannya, unsur India mulai juga masuk ke
dalam music Melayu. Ellya Khadam dengan hits “Boneka India”-
nya merupakan representasi dari gejala ini. Selain itu masih ada
penyanyi lain seperti P.Ramlee (Malaysia), Said Effendi (dengan
lagu Seroja) dan lainnya yang mempopulerkan genre music ini.

Dengan melihat ke belakang, awal Musik Melayu berakar


dari Qasidah yang berasal sebagai kedatangan dan penyebaran
Agama Islam di Nusantara pada tahun 635 - 1600 dari Arab,
Gujarat dan Persia, sifatnya pembacaan syair dan kemudian
dinyanyikan. Oleh sebab itu, awalnya syair yang dipakai adalah
semula dari Gurindam yang dinyanyikan, dan secara berangsur
kemudian dipakai juga untuk mengiringi tarian. Kemudian
sekitar tahun 1940 lahir Musik Melayu Deli, tentu saja gaya
permainan musik ini sudah jauh berbeda dengan asalnya
sebagai Qasidah, karena perkembangan masa ini tidak hanya
menyanyikan syair Gurindam, tetapi sudah jauh berkembang
sebagai musik hiburan nyanyian dan pengiring tarian
khas Orang Melayu pesisir timur Sumatera dan Semenanjung
Malaysia.

Bersebab kawasan Melayu itu berada di pesisir, yang


berada pada jalur lalu lintas ramai yaitu Selat Melaka dan Laut
Cina Selatan, maka tiadalah mengherankan jika masyarakat
Melayu paling banyak mendapatkan pengaruh bangsa-bangsa
lain seperti Cina, Siam, Arab, India Selatan, Persia, Portugis dan
dari suku-suku yang bertetangga seperti Batak, Jawa, Bugis dan
lain-lainya. Perihal yang sedemikian itu juga sangat dirasakan
dalam perkembangan musik Melayu dari mulai peralatan musik
sampai kepada tarian dan lagu-lagu Melayu itu sendiri.
Sehingga sulitlah untuk menentukan mana yang asli dan mana
yang modern, mana yang mendapat pengaruh Barat atau mana
yang musik tradisional.

Tonggak perkembangan music Melayu (yang berkelindan


dengan music dangdut) adalah dengan adanya Soneta Group,
pimpinan Rhoma Irama di tahun 1970-an. Setelah itu, music
Indonesia diwarnai oleh beragam genre yang merupakan
unsur-unsur asing seperti Rock, Reggae, Heavy Metal hingga
SKA dan Grundge (Alternative). Pada masa ini, musik Melayu
memasuki periode hiatus alias mati suri. Hal ini terbukti dengan
tidak banyaknya musisi baik solo maupun group yang
mengusung genre Melayu. Di periode ini, lagu Melayu yang
paling saya ingat adalah “Isabela” yang disuarakan grup
Malaysia.Namun sebagaimana jenis seni apapun (mo fashion,
painting, dll), music juga mengalami proses recycle. Unsur-
unsur Melayu yang pernah dinyatakan “mati”, usang dan nggak
nyeni itu mulai ngetop lagi dengan adanya grup-grup seperti ST
12, Wali, Hijau Daun dan lainnya. Bahkan Soneta “reinkarnasi”
kembali di sosok Ridho Roma.

Bolehlah dikatakan bahwa Musik Tradisional Melayu itu


adalah musik yang belum mendapat pengaruh Barat seperti
biola, bas, gitar, piano, akordeon dan lain sebagainya. Tetapi
masih menggunakan alat musik seperti yang lazim yaitu gong,
rebab, serunai, gendang, rebana, suling dan lain-lain. Pewarisan
musik tradisional tidaklah dilakukan seperti musik Barat yang
menggunakan notasi, melainkan diwariskan secara dari mulut
ke mulut dan diajarkan dengan cara memberi contoh.

Sebagai contoh musik melayu, sudah sangat terkenal di


Malaysia dan di Negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini berarti
musik asli Indonesia telah dapat diterima di mata Internasional.
Hendry Lamiri, seorang penyanyi solo melayu mengatakan,
walaupun Malaysia kaya dengan musik melayu, tetapi
Indonesia jauh lebih dari itu. Bahkan ia prihatin dengan musik
Melayu dari Indonesia, yang masih sedikit mampir ke Negara-
negara barat. Tetapi, bukan berarti tidak ada. Musik melayu
sudah sempat ditampilkan di Paris, saat Indonesia tampil dalam
Festival Budaya Se-dunia yang diadakan di Paris. Dan juga,
Musik Melayu Indonesia sudah berkembang di beberapa
wilayah di Amerika Serikat, seperti di Chicago, di mana ada
suatu sanggar musik melayu untuk anak-anak dan orang
dewasa yang ingin mempelajarinya.

Klasifikasi Musik Melayu

Berdasarkan Perkembangan zaman

Menurut waktu lahirnya dan alat musik yang dipakai, maka ada
3 jenis Musik Melayu, yaitu:
 Musik Melayu Asli, hanya dengan pukulan kendang atau
rebana seperti Qasidah, diperkirakan tahun 635 - 1600
 Musik Melayu Tradisional, sudah memakai alat musik
gong, rebana, rebab, serunai, diperkirakan tahun 1800 -
1940
 Musik Melayu Modern, memakai alat musik modern, di
samping tradisional, seperti biola, guitar, akordeon, dan
terakhir dengan keyboard, diperkirakan setelah tahun
1950.

Berdasarkan Rentak Musik Melayu

Ada beberapa pendapat mengenai rentak musik melayu.

Menurut Fadlin

Menurut Fadlin [2], ada tiga jenis rentak Musik Melayu, yaitu:
 Pertama, rentak senandung, yaitu dengan metrik 4/4,
dalam satu siklus terdapat delapan ketukan, biasanya
dengan irama lambat dan lagu bersifat sedih. Contoh lagu
adalah Kuala Deli, Laila Manja.
 Kedua, rentak mak inang, yaitu dengan metrik 2/4, tempo
lagu sedang, biasanya lagu bertemakan kasih sayang atau
persahabatan. Contoh lagu adalah Mak Inang Pulau
Kampa, Mak Inang Stanggi, Pautan Hati.
 Ketiga, rentak lagu dua, yaitu dengan metrik 6/8, sifatnya
riang dan gembira, bersifat joget, tempo agak cepat,
sangat digemari orang Melayu. Contoh lagu Tanjung
Katung, Hitam Manis, Selayang Pandang.

Menurut Daryudi

Menurut wawancara khusus dengan Daryudi (Seorang ahli


musik lokal di Medan) [3] menyebutkan rentak dibagi dalam:
 Rentak Langgam, metrik 4/4 dengan kecepatan Andante,
contoh lagu Makan Sirih, Kuala Deli, Patah Hati
 Rentak Inang, metrik 4/4 dengan kecepatan Moderato,
sejenis Rumba, contoh lagu Mak Inang Pulau Kampai,
Mak Inang Lenggang, Mak Inang Selendang. Seperti
diketahui bahwa Inang dalam kerajaan berarti Dayang-
dayang
 Rentak Joget, metrik 2/4, jadi cepat seperti Allegro.
Contoh lagu Tanjung Katung, Selayang Pandang
 Rentak Zapin, metrik 6/8, dengan kecepatan Moderto,
dan istilah Zapin diambil dari bahasa Arab yang berarti
derap kaki, disini petikan gambus sangat menonjol.
Contoh lagu Zapin Sri Gading, Zapin Sayang Serawak

Anda mungkin juga menyukai