Anda di halaman 1dari 25

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN


KIMIA INDUSTRI

BAB III LARUTAN

ADHI KUSUMASTUTI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2017
BAB III LARUTAN

Kompetensi Inti : Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran kimia
Kompetensi Dasar : Menelaah konsep pH larutan, sifat koligatif, kelarutan, dan hasil kali
kelarutan

A. pH Larutan
Hampir semua proses yang melibatkan air memerlukan pengukuran pH.
Kelangsungan hidup pada sebagian besar makhluk hidup tergantung pada pH tubuh yang
tepat. Semua manusia dan binatang bergantung pada mekanisme internal untuk
mempertahankan level pH pada darah. Darah yang mengalir melalui pembuluh vena
harus mempunyai pH antara 7.35 hingga 7.45. Kenaikan pH tubuh di atas 10% dapat
berakibat fatal.

Komoditi seperti gandum dan jagung, serta tanaman dan bahan makanan lainnya
akan tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH yang optimal. Untuk memperoleh hasil
panen yang melimpah, petani harus mengkondisikan ladangnya pada pH yang sesuai.
Masing-masing tumbuhan memerlukan level pH yang berbeda. Dalam hal ini, level pH
tertentu tidak bisa digunakan untuk semua tumbuhan.

Hujan asam sangat merugikan bagi petani karena menurunkan hasil panen. Air
hujan biasanya memiliki pH asam (di bawah pH 7). Secara spesifik, hujan memiliki pH 5.6
di beberapa area, namun adanya polutan di atmosfer dapat menurunkan pH hingga level
4.0 - 5.0. Umumnya berbagai lembaga yang bergerak di bidang konservasi lingkungan
akan membidik kawasan industry agar dapat meminimalisir pembuangan polutan yang
dapat memicu hujan asam. Pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara akan
menghasilkan gas yang terbuang hingga lapisan atas atmosfer. Kombinasi gas tersebut
dengan air hujan akan mengubah komposisi air hujan dan menjadikannya lebih asam.

Pengendalian pH pada susu akan menjaga susu tersebut agar tidak asam,
sementara pada proses pembuatan jelly, pengendalian pH sangat menentukan

1
keberhasilan proses pembentukan jelly. Sampo rambut harus diproduksi dengan pH yang
sesuai agar tidak pedih di mata. Di pabrik penyepuhan, pengendalian pH dilakukan untuk
memastikan kilau krom pada berbagai produk mur dan baut hingga bumper mobil. pH air
limbah yang dibuang dari proses produksi maupun proses pemurnian air limbah harus
berada dalam rentang yang diperbolehkan oleh pemerintah. Nilai pH yang diijinkan
antara 5 hingga 9.

Proses lain yang dipengaruhi oleh pH larutan antara lain:

1. Netralisasi air limbah pada industry baja, pulp, kertas, kimia, dan farmasi.
2. Reverse osmosis
3. Industri farmasi
4. Industri kimia dan petrokimia
5. Pengendali menara pendingin
Pengukuran pH larutan diperlukan untuk memperoleh data nilai pH yang akurat.
Akurasi pH sangat penting agar reaksi berjalan sempurna. Pada proses pengolahan air
limbah, air limbah bisa dibuang ke lingkungan setelah mencapai ph yang sesuai. Jadi, pH
merupakan bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari.

Seperti halnya kilometer sebagai satuan pengukuran jarak dan jam sebagai satuan
pengukuran waktu, pH merupakan satuan pengukuran derajat keasaman atau kebasaan
larutan. Lebih tepatnya, pH adalah pengukuran konsentrasi ion hydrogen [H +]. Semua
larutan dapat diukur untuk menentukan nilai pHnya, yaitu antara 0 hingga 14. Nilai pH di
bawah 7 menunjukkan sifat keasaman, nilai pH di atas 7 menunjukkan sifat kebasaan
9disebut juga sebagai alkali). Sementara nilai pH 7 sebagai pusat skala pengukuran tidak
bersifat asam maupun basa, namun disebut dengan netral.

pH didefinisikan sebagai logaritma negative dari konsentrasi ion hydrogen. Definisi


pH dikenalkan pada tahun 1909 oleh ahli biokimia Denmark, Soren Peter Lauritz
Sorensen. Secara matematika didefinisikan sebagai:

pH = -log[H+]

dimana [H+] = konsentrasi ion hydrogen (mol/L)

2
Nilai pH merupakan rasio [H+] terhadap [OH‐] (konsentrasi ion hydroksida).
Sehingga, jika [H+] lebih besar dibanding [OH‐], larutan bersifat asam. Sebaliknya, jika [OH-
] lebih besar dibanding [H+], larutan bersifat basa. Pada pH 7, rasio [H+] terhadap [OH‐]
adalah sama sehingga larutan bersifat netral. pH merupakan fungsi logaritma,
sebagaimana ditunjukkan pada persamaan di bawah. Perubahan nilai pH sebesar 1 unit
menunjukkan perubahan konsentrasi ion hydrogen sebesar 10 kali. Dalam sebuah larutan
netral, [H+] = 1 x 10‐7 mol/L yang menunjukkan pH 7.

pH = -log (1 x 10-7

= -log (1 + log 10-7)

= -(0.0 + (-7))

= 7.0

Karena konsentrasi ion hydrogen dan ion hidroksida bernilai konstan pada larutan
yang stabil, konsentrasi salah satu ion dapat ditentukan jika konsentrasi ion yang lain
diketahui. Sehingga untuk menentukan pH larutan konsentrasi ion hidroksida dapat
dihitung sebagai:

[H+][OH-] = 10-14

Tabel berikut menunjukkan nilai konsentrasi ion hydrogen dan ion hidroksida. pH
larutan sebanding dengan eksponen [H+], dengan mengubah tanda negative menjadi
positif. Lebih mudah untuk menuliskan “pH 10” dibanding “konsentrasi ion hydrogen
0.0000000001 mol/L."

3
Tabel Konsentrasi Ion Hidrogen dan Ion Hidroksida (mol/L)

Konsentrasi [OH-] (mol/L) pH Konsentrasi [H+] (mol/L)

1 x 10-14 0.00000000000001 0 1 1 x 100


1 x 10-13 0.0000000000001 1 0. 1 1 x 10-1

Peningkatan
Keasaman
1 x 10-12 0.000000000001 2 0.01 1 x 10-2

netral
1 x 10-11 0.00000000001 3 0.001 1 x 10-3

Peningkatan
Kebasaan
1 x 10-10 0.0000000001 4 0.0001 1 x 10-4
1 x 10-9 0.000000001 5 0.00001 1 x 10-5
1 x 10-8 0.00000001 6 0.000001 1 x 10-6
1 x 10-7 0.0000001 7 0.0000001 1 x 10-7
1 x 10-6 0.000001 8 0.00000001 1 x 10-8
1 x 10-5 0.00001 9 0.000000001 1 x 10-9
1 x 10-4 0.0001 10 0.0000000001 1 x 10-10
1 x 10-3 0.001 11 0.00000000001 1 x 10-11
1 x 10-2 0.01 12 0.000000000001 1 x 10-12
1 x 10-1 0. 1 13 0.0000000000001 1 x 10-13
1 x 100 1 14 0.00000000000001 1 x 10-14

Pengukuran pH

pH dalam suatu larutan dapat diukur dengan berbagai cara. Cara yang paling
umum digunakan adalah dengan menggunakan elektroda kaca, elektroda referensi, dan
pH meter. Metode alternative untuk menentukan pH larutan adalah:

1. Indikator
Indikator merupakan suatu alat yang dirancang untuk berubah warna ketika
terpapar bahan yang berbeda pH. Warna sampel yang dibasahi cocok dengan warna

4
pada table warna. Tabel tersebut digunakan sebagai referensi untuk membandingkan
dan menyimpulkan pH berdasar warna yang ada. Kertas pH sebagai indicator terdapat
pada rentang pH yang pendek (misalnya untuk pH 3.0 hingga 5.5, 4.5 hingga 7.5, 6.0
hingga 8.0) dan rentang yang lebih lebar (pH 1 hingga 11).
Kertas pH biasa digunakan pada pengukuran awal dengan volume yang kecil.
Pengukuran dengan kertas pH tidak bisa dilakukan pada proses monitoring yang
kontinyu. Walaupun kertas pH tergolong murah, namun dapat terpengaruh oleh
larutan sehingga mempengaruhi perubahan warna.
2. Kolorimeter
Alat ini berupa tabung kecil yang diisi dengan sampel dalam volume tertentu.
Reagen ditambahkan ke dalam botol sampel tersebut. Segera setelah reagen
ditambahkan, akan terjadi perubahan warna. Warna larutan tersebut kemudian
dibandingkan dengan warna pada standar kemudian dilakukan interpolasi untuk
menentukan nilai pH.
Kolorimeter dapat digunakan untuk metode grab sampling, namun tidak dapat
digunakan untuk metode continuous sampling. Alat ini biasa digunakan untuk
menentukan pH air kolam renang, spa, menara pendingin, boiler, maupun air danau
dan sungai.

Pengukuran pH yang paling direkomendasikan adalah menggunakan pH meter


karena alat tersebut mampu digunakan secara kontinyu dengan hasil yang akurat.
Sebagian besar laboratorium menggunakan pH meter yang dihubungkan dengan strip
chart recorder atau alat akuisisi data lainnya sehingga bacaan pH dapat direkam atau
disimpan secara elektronik dengan jangka waktu yang ditentukan oleh pengguna.

Aktivitas versus Konsentrasi

Elektroda kaca bersifat sensitive terhadap aktivitas ion hydrogen di dalam larutan.
Konsekuensinya, konsentrasi ion hydrogen bukan merupakan satu-satunya factor yang
mempengaruhi pH larutan. Konsentrasi bahan lain dalam larutan, kekuatan ionic larutan
juga memberikan pengaruh utama dalam pengukuran pH.

5
Istilah “kekuatan ionic” menunjukkan jumlah spesies ionic dalam larutan serta
besarnya muatan pada spesies tersebut. Contoh senyawa ion adalah Na 2SO4, CaCl2, KNO3.
Keberadaan ion-ion tersebut dalam larutan cenderung membatasi mobilitas ion hydrogen
sehingga menurunkan aktivitas H+.

Konsep mobilitas terbatas ion hydrogen dapat dianalogikan dengan seseorang


yang memasuki sebuah pusat perbelanjaan. Jika pengunjung pusat perbelanjaan hanya
sedikit, orang tersebut akan bebas bergerak ke segala arah di dalamnya. Sebaliknya jika
pusat perbelanjaan tersebut sangat ramai, orang itu akan susah bergerak dari satu toko
ke toko yang lain, sehingga aktivitasnya sangat terbatas. Gambaran tersebut sama dengan
prinsip "crowded environment" yang membatasi aktivitas ion hidrogen. Persamaan
berikut menjelaskan secara matematika pengaruh aktivitas H+:

pH = - log {[H+] [f]}

dimana : f adalah koefisien aktivitas

Dalam larutan dimana kekuatan ioniknya sangat rendah, koefisien aktivitasnya 1,


menjadikan aktivitas ion hydrogen sama dengan konsentrasinya, Kenaikan kekuatan ionic
suatu larutan akan disertai dengan turunnya koefisien reaksi. Fenomena ini berpengaruh
terhadap rendahnya aktivitas ion hydrogen, yang tampak justru terdapatnya kenaikan pH.
Contoh berikut memberikan ilustrasi mengenai fenomena tersebut. pH larutan asam
nitrat 0.00002 M dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

pH = -log {[H+] [f]}

pH = -log {[0.00002] [1]}

pH = 4.70

Hasil koefisian aktifitas dan konsentrasi ion hidrogen adalah sebesar 0.00002. Hal
ini menunjukkan bahwa kekuatan ionic larutan tersebut tidak berpengaruh pada
perhitungan pH. Jika kekuatan ionic larutan sebesar 0.1, pH larutan dapat dihitung
sebagai:

pH = -log {[H+] [f]}

pH = -log {[0.00002] [0.75]}

6
pH = 4.70

Jika kekuatan ionic suatu larutan adalah 0.1 maka koefisien aktifitasnya [f] adalah
0.75. Hasil koefisien aktifitas dan konsentrasi ion hydrogen kurang dari 0.00002. Hal
tersebut menyebabkan naiknya pH larutan asam nitrat sebesar 0.12. Dalam kasus inim
kekuatan ionic mempunyai pengaruh yang besar terhadap pH larutan.

B. Macam-macam Campuran
1. Larutan

Larutan adalah campuran fase cair yang homogen, baik dari molekul, atom,
ataupun ion dari dua zat atau lebih. Larutan tersusun atas pelarut (solvent) yang berupa
cairan dan zat terlarut (solute) yang dapat berupa gas, cairan, maupun zat padat.
Umumnya, zat dengan kuantitas lebih kecil merupakan zat terlarut. Namun, jika zat padat
atau zat gas dilarutkan dalam zat cair maka yang menjadi pelarutnya adalah zat cair.

Larutan homogen mempunyai komposisi yang seragam pada keseluruhan larutan.


Larutan homogen terbentuk dari gaya tarik-menarik molekul atau partikel zat terlarut dan
pelarut. Dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel-partikel yang sangat
kecil dengan diameter kurang dari 1 nm. Partikel larutan tidak dapat dilihat lagi dengan
mata telanjang. Oleh karena itulah larutan tampak homogen dan merupakan satu fase.
Larutan tidak dapat disaring. Larutan heterogen merupakan campuran dua fase atau
lebih. Permukaan-permukaan tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian atau fase-
fase yang terpisah. Tingkat kelarutan zat terlarut di dalam pelarut untuk membentuk
larutan homogen tergantung pada sifat zat terlarut dan pelarut tersebut. Contoh larutan
yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah larutan gula, larutan garam.

2. Suspensi

Ambillah gelas berisi air, masukkan pasir, aduk. Setelah diaduk, apakah terbentuk
larutan? Pasir tidak dapat larut dalam air, walaupun campuran tersebut tampak homogen
dalam beberapa waktu, sedikit demi sedikit pasir akan tenggelam ke dasar gelas.

Suspensi merupakan campuran heterogen dimana ukuran partikelnya lebih besar


dari 1000 nm, sebagian partikel akan mengendap di bagian dasar campuran. Suspensi
tampak keruh dan merupakan sistem multi fase. Partikel dalam suspensi berukuran jauh

7
lebih besar dibanding zat terlarut dalam larutan sehingga dapat mengendap oleh gaya
gravitasi. Tidak seperti pada larutan, partikel dalam suspense dapat dilihat dengan mata
telanjang. Selain itu, partikel yang terdispersi dalam suspense dapat dipisahkan dari
media pendispersi dengan proses penyaringan. Suspensi tergolong ke dalam campuran
heterogen karena bahan-bahan dalam campuran tidak selamanya terdispersi dengan
seragam jika tidak terus diaduk. Contoh lain dari suspensi adalah campuran terigu dengan
air, tanah liat dengan air, dan air sungai yang keruh.

3. Koloid

Koloid merupakan campuran heterogen dimana ukuran partikel penyusun berada


di antara larutan dan suspense, yaitu sekitar 1 – 1000 nm. Asap pembakaran merupakan
contoh sistem koloid dimana padatan partikel halus melayang di udara. Seperti halnya
pada larutan, partikel pada koloid terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang.
Partikel tersebut dapat melewati kertas filter. Namun partikel koloid terlalu besar untuk
dapat melewati kertas perkamen atau membran.

Partikel pada koloid tersebar secara merata dalam medium pendispersi yang
dapat berupa padat, cair, maupun gas. Karena pertikel terdispersi pada koloid tidak
sebesar partikel terdispersi pada suspense, maka partikel tersebut tidak akan mengendap
walaupun didiamkan selama waktu tertentu. Cntoh koloid antara lain santan, susu, jelly.
Tabel berikut merangkum sifat dan perbedaan larutan, koloid, dan suspensi.

Larutan Koloid Suspensi


Homogen Heterogen Heterogen
Ukuran partikel: > 1000
Ukuran partikel: 1-1000 nm,
Ukuran partikel: 0.01-1 nm; nm, partikel tersuspensi;
partikel terdispersi; molekul
atom, ion, atau molekul partikel besar atau
atau aggregat
aggregat
Tidak terpisah dalam Tidak terpisah dalam Partikel mengendap ketika
kedudukannya kedudukannya didiamkan
Tidak dapat dipisahkan Tidak dapat dipisahkan melalui Dapat dipisahkan melalui
melalui proses filtrasi proses filtrasi proses filtrasi
Dapat menghamburkan
Tidak dapat Dapat menghamburkan
cahaya atau menjadi
menghamburkan cahaya cahaya (efek Tyndall)
buram

8
Aturan umum solubilitas larutan dikenal dengan nama “like dissolves like” yaitu
suatu zat hanya akan larut pada pelarut yang sesuai. Dengan kata lain, zat yang bersifat
polar akan larut pada pelarut polar, misalnya garam dalam air; sementara suatu zat non
polar akan larut pada pelarut yang non polar, misalnya Iodine dalam CCl4.

Air bersifat polar sehingga dapat larut dalam hampir semua pelarut polar.
Konstanta dielektrik air besar jadi dapat menurunkan gaya tarik antara ion zat terlarut
dan menahannya agar tetap terpisah satu sama lain. Air merupakan media yang baik
untuk mengionisasi zat terlarut sehingga disebut pelarut universal.

Macam-macam larutan

No. Zat Terlarut Pelarut Contoh


1 Padat Padat Alloy seperti kuningan, perunggu, tembaga, emas
2 Cair Padat Amalgam merkuri dengan logam
3 Gas Padat Gas hydrogen dalam logam palladium, batu apung
4 Padat Cair Iodine dalam CCl4; asam benzoat dalam C6H6, gula
dalam air
5 Cair Cair Ethanol dalam air
6 Gas Cair Oksigen, karbondioksida dalam air
7 Padat Gas Iodine di udara
8 Cair Gas Chloroform dalam nitrogen
9 Gas Gas Udara, campuran gas non-reaktif

Larutan aqueous: larutan dengan pelarut air

Larutan non-aqueous: larutan dengan pelarut selain air

Konsentrasi larutan: jumlah zat terlarut yang dilarutkan di dalam sejumlah pelarut

Larutan encer: larutan yang mengandung zat terlarut dengan konsentrasi rendah

Larutan pekat: larutan yang mengandung zat terlarut dengan konsentrasi tinggi

C. Metode-metode untuk Menunjukkan Konsentrasi Larutan


1. Persen massa (W/W)
Menunjukkan massa zat terlarut dalam gram yang terlarut di dalam pelarut untuk
membentuk 100 gram larutan

9
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
% 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = × 100
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
Dimana: massa larutan = massa zat terlarut + massa pelarut
Persen massa tidak tergantung pada suhu karena tidak mengandung fungsi suhu
2. Persen volume (V/V)
Didefinisikan sebagai rasio volume zat terlarut terhadap volume larutan

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


% 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = × 100
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛

Persen volume digunakan ketika kedua komponen larutan berupa fase cair. Total
volume larutan tidak sama dengan jumlah volume zat terlarut dan volume pelarut
karena partikel zat terlarut menempati ruang kosong pada struktur cairan. Volume
tergantung pada suhu sehingga persen volume berubah menurut perubahan suhu.
Persen massa/volume (m/v) dihitung sebagai massa zat terlarut dalam gram yang
terdapat pada 100 ml larutan.
3. Fraksi mol (x)
Fraksi mol komponen larutan didefinisikan sebagai rasio jumlah mol komponen yang
terdapat dalam larutan terhadap jumlah total mol seluruh komponen larutan.
Secara matematika dapat didefinisikan sebagai:
Untuk larutan dengan dua komponen penyusun, maka:
n1 = jumlah mol pelarut
n2 = jumlah mol zat terlarut
Fraksi mol pelarut:
𝑛1
𝑥1 =
𝑛1 + 𝑛2
Fraksi mol zat terlarut:
𝑛2
𝑥2 =
𝑛1 + 𝑛2
Jumlah fraksi mol pelarut dan zat terlarut:
𝑛1 + 𝑛2
𝑥1 + 𝑥2 = =1
𝑛1 + 𝑛2
Fraksi mol tidak tergantung pada suhu

10
4. Molaritas (M)
Didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut yang terdapat dalam 1 liter larutan,
secara matematis didefinisikan sebagai:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠 (𝑀) =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 (𝐿)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
Molaritas dinyatakan dalam mol/L, tergantung pada suhu karena mengandung fungsi
volume.
5. Molalitas (m)
Didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut yang dilarutkan dalam 1 kg pelarut.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑀𝑜𝑙𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 (𝑚) =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑘𝑔)
Metode ini paling baik untuk menentukan konsentrasi larutan karena tidak tergantung
pada suhu.
6. Normalitas (N)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 (𝑁) =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 (𝐿)

Dimana:

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚)


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑎𝑠𝑎𝑚 =
𝑘𝑒𝑏𝑎𝑠𝑎𝑎𝑛
Kebasaan menunjukkan jumlah mol ion H+ yang dihasilkan oleh 1 mol asam
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎 =
𝑘𝑒𝑎𝑠𝑎𝑚𝑎𝑛
Keasaman menunjukkan jumlah mol ion OH- yang dihasilkan oleh 1 mol basa
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 =
𝑚𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
Hubungan antara molaritas dan normalitas
N=nxM
Dimana n menunjukkan keasaman atau kebasaan

11
Normalitas merupakan parameter yang tergantung pada suhu.
7. Part per million (ppm)
Didefinisikan sebagai massa atau volume zat terlarut dalam gram atau cm3 per 106
gram atau 106 cm3 larutan.

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


𝑝𝑝𝑚 = × 106
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛

Ppm dapat diperhitungkan sebagai massa terhadap massa, massa terhadap volume,
atau volume terhadap volume.

D. Solubilitas zat terlarut di dalam pelarut


Berdasar jumlah zat terlarut yang terdapat dalam larutan, maka larutan dibedakan
menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Larutan jenuh, didefinisikan sebagai larutan yang mengandung zat terlarut dalam
jumlah yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan antara zat terlarut yang
terlarut dan yang tidak terlarut.
2. Larutan tak jenuh, merupakan larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah
yang lebih sedikit daripada yang diperlukan untuk membentuk larutan jenuh. Perlu
dicatat bahwa tidak akan tercapai kesetimbangan antara disolusi dan kristalisasi.
3. Larutan lewat jenuh, merupakan larutan dengan jumlah zat terlarut lebih banyak
dibanding yang diperlukan untuk membentuk larutan jenuh.

Konsep solubilitas

Solubilitas adalah jumlah maksimum zat terlarut yang dapat larut dsalam pelarut
pada suhu tetap. Solubilitas dinyatakan dalam mol/L. Solubilitas suatu benda akan
berubah sesuai dengan suhu.

Ketika zat terlarut (misalnya gula) dimasukkan ke dalam pelarut (misalnya air),
maka gula akan terlarut karena gaya tarik antara partikel zat terlarut dan molekul pelarut.
Partikel zat terlarut bergerak acak dan bertumbukan secara terus-menerus dengan
partikel zat terlarut lainnya maupun dengan molekul pelarut. Partikel zat terlarut
berikatan satu sama lain karena adanya gaya tarik.

12
Jika zat terlarut ditambahkan terus-menerus, maka akan terjadi disolusi dan
kristalisasi secara serentak. Pada konsentrasi zat terlarut yang rendah, laju disolusi sangat
tinggi namun laju kristalisasi sangat rendah. Peningkatan konsentrasi zat terlarut akan
menurunkan laju disolusi dan meningkatkan laju kristalisasi. Pada level tertentu, laju
disolusi dan laju kristalisasi adalah sama, tercapailah kesetimbangan. Pada tahap
tersebut, dikatakan larutan mencapai titik jenuh.

Gula(s) + H2O(l)  larutan gula (l)


Pengaruh suhu pada solubilitas zat terlarut padat dalam pelarut cair

Umumnya solubilitas zat padat dalam cairan meningkat dengan meningkatnya


suhu. Tidak benar bahwa solubilitas zat terlarut padat meningkat dua kali lipat pada
setiap kenaikan suhu sebesar 10oC. Solubilitas zat terlarut padat dalam pelarut cair dapat
merupakan proses eksotermik maupun endotermik. Dengan diperngaruhi oleh sifat
proses, solubilitas dapat naik maupun turun seiring dengan kenaikan suhu. Pada proses
eksotermik, solubilitas turun dengan meningkatnya suhu, sementara pada proses
endotermik, solubilitas naik dengan meningkatnya suhu.

Variasi solubilitas dengan suhu pada beberapa senyawa ionic

Solubilitas NaBr, NaCl, KCl sedikit dipengaruhi oleh suhu. Solubilitas garam seperti
KNO3, NaNO3, KBr meningkat secara signifikan dengan kenaikan suhu. Sementara
solubilitas Na2SO4 justru menurun seiring dengan meningkatnya suhu. Sementara
NH4NO3 yang mengalami proses endotermis sehingga solubilitasnya meningkat dengan
peningkatan suhu. Namun demikian, pada CaCl2 yang mengalami proses eksotermis,
ditemui adanya peningkatan solubilitas ketika terjadi peningkatan suhu. Pengetahuan
mengenai solubilitas bahan akan mempermudah kita untuk memisahkan komponen-
komponen dalam campuran garam dari larutan aqueous. Proses ini disebut dengan
kristalisasi fraksional. Teknik ini dapat digunakan jika bahannya sangat mudah larut pada
suhu tinggi dengan solubilitas yang buruk pada suhu rendah. Misalnya pemisahan NaCl
dari campuran NaCl dan NaBr pada suhu 0oC. Contoh lain yaitu pemisahan 80% KNO3 dari
campuran KNO3 dan NaNO3.

Karena padatan bersifat mampat (incompressible) maka perubahan tekanan tidak


berpengaruh terhadap solubilitas padatan dalam cairan. Solubilitas gas dalam cairan

13
tergantung pada sifat gas tersebut. Gas dapat larut dalam cairan, termasuk air. Karena
bersifat non polar, solubilitas gas (misalnya oksigen dan nitrogen) di dalam air sangat
rendah. Karbondioksida (CO2) bereaksi dengan air membentuk asam karbonat,
sementara ammonia (NH3) bereaksi dengan air membentuk ammonium hidroksida
(NH4OH). Dengan demikian dapat diketahui bahwa CO2 dan NH3 mudah larut dalam air.
Solubilitas HCl dalam air yang sangat tinggi disebabkan oleh polaritasnya.

Pengaruh Perubahan Suhu terhadap Solubilitas Gas dalam Cairan

Menurut hukum Charles, volume gas bermassa tertentu berbanding lurus dengan
temperaturnya. Jadi peningkatan suhu akan meningkatkan volume gas tersebut. Volume
gas bermassa tertentu yang larut dalam larutan tersebut akan bertambah seiring dengan
meningkatnya suhu. Oleh karena itu, pelarut dalam larutan tidak dapat mengakomodasi
zat terlarut berupa gas sehingga terbentuk gelembung gas. Jadi solubilitas gas di dalam
cairan menurun dengan peningkatan suhu.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan dasar manusia, air laut
atau air sungai sering digunakan sebagai pendingin. Air diambil dari sumber air, setelah
mengalami proses pendinginan, air panas sebagai limbah dari proses tersebut dibuang ke
sumber air. Hal tersebut menyebabkan peningkatan suhu dan penurunan solubilitas gas
oksigen di dalam air. Akibatnya, terjadi gangguan pada kehidupan organisme air.

E. Sifat Koligatif Larutan


Sifat larutan yang hanya tergantung pada jumlah partikel zat terlarut dalam
larutan dan bukan pada sifat partikel zat terlarut disebut dengan sifat koligatif larutan.
Sifat koligatif adalah sifat larutan yang merupakan fungsi konsentrasi (molaliltas) partikel
dalam larutan. Idealnya, ukuran partikel, massa partikel, dan jenis partikel tidak
mempengaruhi sifat koligatifnya. Sifat koligatif digambarkan sebagai pengaruh partikel
terhadap larutan. Sifat ini digunakan untuk menentukan massa molekul zat terlarut non
elektrolit. Persamaan diturunkan dengan mengukur sifat koligatif larutan encer dengan
konsentrasi kurang dari sama dengan 0.2M. Sifat koligatif larutan meliputi:

14
1. Penurunan tekanan uap

Semua cairan cenderung mengalami evaporasi. Fase gas suatu material


disebut sebagai uap. Jika gaya tarik-menarik intermolekuler lemah, maka cairan
mudah menguap dan disebut sebagai cairan mudah menguap (volatile liquids). Etil
alcohol dan aseton merupakan contoh cairan mudah menguap. Pelumas tergolong
cairan yang agak mudah menguap sebagai pengaruh gaya tarik intermolekulernya
yang kuat.

Pada bejana terbuka, cairan berevaporasi melepaskan uapnya. Proses


evaporasi terus berjalan walaupun bejana ditutup, namun uap tidak terlepas keluar.
Molekul cairan terlepas dari permukaan cairan menuju ke atas permukaan cairan.
Molekul uap terus bergerak secara acak. Terjadi tumbukan antar uap, antara uap
dengan dinding wadah, serta dengan permukaan cairan kemudian kembali ke fase
cair. Proses evaporasi balik ini dikenal dengan nama kondensasi. Setelah selang
waktu tertentu, maka akan terjadi kesetimbangan antara cairan dan uap. Pada tahap
ini, laju evaporasi sebanding dengan laju kondensasi. Tekanan yang dihasilkan oleh
uap pada fase tersebut dinamakan tekanan uap yang nilainya berbanding lurus
dengan suhu. Semakin tinggi suhu, semakin besar tekanan uap yang terjadi. Jika
pemanasan dilakukan pada atmosfer terbuka maka tekanan eksternalnya adalah
tekanan atmosfer.

Jadi tekanan uap dapat didefinisikan sebagai tekanan yang dihasilkan oleh
fase gas ketika mencapai kondisi kesetimbangan. Tekanan uap pelarut cair akan turun
ketika bercampur dengan zat terlarut yang tidak mudah menguap (non-volatile).
Molekul pelarut yang mudah menguap akan menempati seluruh area permukaan
pelarut murni. Pada larutan dengan zat terlarut yang tidak mudah menguap, area
permukaan tidak sepenuhnya ditempati oleh pelarut namun sebagian ditempati oleh
zat terlarut. Jadi laju penguapan larutan lebih rendah dibanding pada pelarut murni.
Konsekuensinya tekanan uap larutan lebih rendah daripada pelarut murni.

Perbedaan antara tekanan uap pelarut murni dan tekanan uap larutan disebut
dengan penurunan tekanan uap. Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap

15
parsial komponen mudah menguap dalam larutan merupakan hasil dari tekanan uap
komponen murni dan fraksi mol komponen dalam larutan.

Jika 𝑃1𝑜 adalah tekanan uap pelarut murni dan P adalah tekanan uap larutan
dan P < 𝑃1𝑜 maka penurunan tekanan uap dihitung sebagai:

∆𝑃 = 𝑃1𝑜 − 𝑃

Penurunan tekanan uap relatif pada larutan tersebut merupakan rasio


penurunan tekanan uap pelarut terhadap tekanan uap pelarut murni, yang secara
matematis didefinisikan sebagai berikut;

∆𝑃 𝑃1𝑜 − 𝑃
=
𝑃1𝑜 𝑃1𝑜

Larutan yang mengikuti hukum Raoult pada semua konsentrasi disebut


dengan larutan ideal. Penurunan tekanan uap, ΔP, didefinisikan sebagai:

∆𝑃 = 𝑃1𝑜 − 𝑃𝑇

= 𝑃1𝑜 − 𝑃1𝑜 𝑥1 = 𝑃1𝑜 (1 − 𝑥1 )

Dengan 1 − 𝑥1 = 𝑥2 maka:

∆𝑃 = 𝑃1𝑜 𝑥2

Penurunan tekanan uap merupakan hasil tekanan uap pelarut murni dan
fraksi mol zat terlarut dalam larutan. Penurunan tekanan uap tergantung pada sifat
pelarut murni dan konsentrasi zat terlarut dalam fraksi mol. Penurunan tekanan uap
relative didefinisikan sebagai:

∆𝑃 𝑃1𝑜 − 𝑃 𝑃1𝑜 − 𝑥2
= = = 𝑥2
𝑃1𝑜 𝑃1𝑜 𝑃1𝑜

Jadi, penurunan tekanan uap relative besarnya sama dengan fraksi mol zat
terlarut (x2). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa penurunan tekanan uap
merupakan sifat koligatif karena tergantung pada konsentrasi zat terlarut.

2. Kenaikan titik didih

Titik didih didefinisikan sebagai suhu dimana tekana uap cairan sebanding
dengan tekanan atmosfer. Titik didih meningkat dengan peningkatan tekanan uap.

16
Cairan dengan gaya intermolekuler lebih besar mempunyai titik didih yang lebih
tinggi. Tekanan uap larutan selalu kurang dari tekanan uap pelarut murni. Pada suhu
dimana pelarut murni mendidih, larutan belum mendidih karena tekanan uapnya
kurang dari tekanan uap pelarut murni yang juga sama dengan tekanan eksternal.
Larutan tersebut hanya akan mendidih jika tekanan uapnya naik hingga mencapai
tekanan atmosfer eksternal, yaitu dengan kenaikan sebesar:

∆𝑇𝑏 = 𝑇 − 𝑇 𝑜
Dimana
T : titik didih larutan
To : titik didih pelarut murni
ΔTb : kenaikan titik didih
T > To

Kenaikan titik didih menunjukkan perbedaan antara titik didih larutan dan titik
didih pelarut murni. Pada larutan encer, kenaikan titik didih (ΔT b) secara proporsional
sebanding dengan molalitas (m) larutan, sehingga ΔTb  m

ΔTb = Kb m
Dimana:
m = molalitas larutan
Kb = konstanta kenaikan molal titik didih atau konstanta ebullioskopik
Kenaikan titik didih dapat juga ditulis sebagai:
𝐾𝑏 𝑊2 𝐾𝑏 𝑊2
∆𝑇𝑏 = → 𝑀2 =
𝑀2 𝑊1 ∆𝑇𝑏 𝑊1
Dimana:
ΔTb = (K);
m = (mol/kg);
Kb = K kg/mol
Berdasar persamaan di atas dapat didefinisikan bahwa Kb merupakan kenaikan titik
didih yang terjadi ketika 1 mol zat dilarutkan dalam 1 kg pelarut. Nilai K b tergantung
pada sifat pelarut.
3. Penurunan titik beku

17
Titik beku cairan merupakan suhu dimana tekanan uap zat padat sama
dengan tekanan uap cairan. Larutan mempunyai tekanan uap yang lebih rendah
dibanding pelarut murni sehingga membeku pada suhu yang lebih rendah dibanding
pelarut murni. Penurunan titik beku adalah perbedaan antara titik beku pelarut
murni dan titik beku larutan. Secara matematis ditulis sebagai:

∆𝑇𝑓 = 𝑇 − 𝑇 𝑜

Pada larutan encer, nilai ΔTf dapat berubah sesuai dengan konsentrasi larutan
terlepas dari sifat zat terlarut. Penurunan titik beku bernilai proporsional dengan
penurunan tekanan uap dan fraksi mol zat terlarut. Sehingga pada larutan encer
∆𝑇𝑓 ∞ 𝑃1𝑜 − 𝑃. Semakin besar penurunan tekanan uap (𝑃1𝑜 − 𝑃), semakin tinggi
penurunan titik beku.

Penurunan titik beku bernilai proporsional dengan molalitas larutan ΔT f  m, dengan


menyertakan factor konstanta diperoleh:
ΔTf = Kf m
Dimana Kf adalah konstanta proporsionalitas yang dikenal dengan konstanta
krioskopik atau konstanta penurunan titik beku. Dengan memasukkan nilai molalitas,
maka diperoleh:
𝐾𝑓 𝑊2 𝐾𝑓 𝑊2
∆𝑇𝑓 = → 𝑀2 =
𝑀2 𝑊1 ∆𝑇𝑓 𝑊1
Jika m = 1 maka ΔTf = Kf. Konstanta krioskopik (K kg/mol) didefinisikan sebagai
penurunan titik beku yang disebabkan oleh pelarutan 1 mol zat dalam 1 kg pelarut.
4. Tekanan osmotic

Membran semi permeable merupakan membran yang dapat dilewati oleh


molekul pelarut namun menahan molekul zat terlarut. Lapisan tipis yang terbentuk
oleh tembaga ferrosianida pada pori wadah porselen merupakan salah satu contoh
membran semi permeable yang terbaik. Selulosa dan selulosa nitrat digunakan
sebagai membran semi permeable.

Pada pemisahan larutan dari pelarut murni, molekul pelarut mengalir melalui
membran semi permeable dan mengencerkan larutan

18
aliran pelarut

pelarut larutan

Membran semi permeabel


Proses osmosis antara pelarut dan larutan

Pada dua buah larutan dengan konsentrasi yang berbeda yang dipisahkan
oleh membran semi permeable, maka pelarut akan mengalir dari larutan dengan
konsentrasi yang lebih rendah menuju larutan dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
Aliran pelarut menuju larutan dengan konsentrasi lebih tinggi menghasilkan larutan
yang lebih encer. Aliran akan berlangsung hingga konsentrasi kedua larutan tersebut
sama.

19
aliran pelarut

larutan konsentrasi rendah Larutan konsentrasi tinggi

Membran semi permeabel

Osmosis pada larutan yang berbeda konsentrasi

Osmosis adalah aliran molekul pelarut secara spontan dan searah melalui
membran semi permeable dari larutan berkonsentrasi rendah menuju larutan
berkonsentrasi tinggi. Sistem mencapai kesetimbangan ketika tekanan hidrostatik
kolom sama dengan tekanan osmotic. Kelebihan tekanan pada sisi larutan yang
menghentikan aliran pelarut ke larutan melalui membran semi permeable disebut
tekanan osmotic. Tekanan ini tidak disebabkan oleh larutan, namun terjadi ketika
larutan dipisahkan dengan pelarut melalui membran semi permeable. Tekanan
osmotic larutan juga dapat didefinisikan sebagai kelebihan tekanan mekanik yang
diterapkan pada sisi larutan untuk menghentikan aliran molekul pelarut menuju
larutan. Jenis larutan berdasar tekanan osmotic:

1) Larutan isotonic
Dua larutan atau lebih yang menghasilkan tekanan osmotic yang sama disebut
dengan larutan isotonic. Misalnya 0.05 M (3 g/L) larutan urea dan 0.05 M (17.19
g/L) merupakan larutan isotonic karena mempunyai tekanan osmotic yang sama.
Jika larutan tersebut dipisahkan dengan membran semi permeable, tidak aka nada
aliran pada kedua arah.
2) Larutan hipertonik
Larutan yang tekanan osmotiknya lebih dibanding larutan yang lain disebut
hipertonik terhadap larutan lain tersebut. Misalnya larutan urea 0.1 M

20
mempunyai tekanan osmotic yang lebih tinggi dibanding larutan sukrosa 0.05 M.
Maka larutan urea 0.1 M hipertonik terhadap larutan sukrosa 0.05 M. Jika kedua
larutan tersebut dipisahkan dengan membran semi permeable, pelarut akan
mengalir dari larutan sukrosa ke larutan urea karena urea mempunyai konsentrasi
yang lebih rendah.
3) Larutan hipotonik
Larutan yang mempunyai tekanan osmotic lebih rendah dibanding larutan yang
lain disebut larutan hipotonik terhadap larutan lainnya tersebut. Misalnya larutan
sukrosa 0.05 M mempunyai tekanan osmotic lebih rendah dari larutan urea 0.1 M.
Maka larutan sukrosa 0.05 M dikatakan hipotonik dengan larutan urea 0.1 M.

Mangga mentah yang direndam dalam larutan garam pekat akan kehilangan
air dan menyusut menjadi acar. Wortel dan seledri yang layu akibat kehilangan air
dapat direndam dalam air untuk mengembalikan kesegarannya. Air terserap ke
dalam wortel melalui peristiwa osmosis. Orang yang terlalu banyak mengkonsumsi
garam akan menderita edema, yaitu pembengkakan sel jaringan karena retensi air
dalam sel. Penambahan gula dalam buah dapat melawan pertumbuhan bakteri
sehingga buah bisa awet, misalnya menjadi manisan buah. Peristiwa osmosis
menyebabkan keluarnya air pada bakteri dalam buah sehingga bakteri menyusut dan
mati, dihasilkan buah yang awet. Larutan natrium klorida 0.91% (air garam)
merupakan larutan isotonic terhadap darah manusia sehingga suntikan intravena
memerlukan penambahan air garam untuk mencegah menyusut atau pecahnya sel-
sel darah.

Ketika sel-sel darah direndam dalam larutan hipertonik (NaCl 5%), air akan
keluar dari sel dan sel akan menyusut. Sementara ketika sel-sel darah direndam
dalam larutan hipotonik (air suling), air mengalir ke dalam sel sehingga sel
membengkak bahkan pecah. Tekanan osmotic berperan memindahkan air dari tanah
ke tanaman. Di dalam tanaman, daun akan melepaskan air ke atmosfer melalui
proses transpirasi. Konsentrasi zat terlarut di dalam cairan daun meningkat dan air
tertarik karena tekanan osmotic. Pada tumbuhan yang tinggi, air dapat mencapai
ketinggian 120 meter melalui proses osmosis dan daya kapiler.

21
Menurut teori, molekul zat terlarut dalam larutan encer menghasilkan energy
kinetic dan bergerak secara acak di dalam larutan seperti halnya pada molekul gas.
Ketika terjadi tumbukan dengan merman semi permeable, molekul zat terlarut
mempunyai tekanan osmotic yang sama dengan tekanan dimana molekul zat terlarut
mengalaminya jika molekul gas berada pada suhu yang sama dan menempati volume
yang sama dengan larutan. Pada suhu konstan, tekanan osmotic berbanding lurus
secara proporsional dengan partikel zat terlarut atau konsentrasi zat terlarut.

F. Hasil Kali Kelarutan


Hasil kali kelarutan (Ksp) adalah konstanta kesetimbangan bahan padat yang
terlarut dalam larutan cair. Konsentanta tersebut mempresentasikan tingkat dimana
zat terlarut dalam larutan. Semakin banyak zat tersebut terlarut dalam larutan,
semakin tinggi nilai konstantanya. Contoh:

aA (s)  cC (aq) + dD (aq)

Untuk menentukan Ksp, harus diketahui konsentrasi produk (cC dan dD) serta
mengalikannya. Jika di depan produk terdapat koefisien, maka produk harus
dinaikkan menjadi pangkat dan mengalikan konsentrasi dengan koefisien tersebut
sebagaimana ditunjukkan pada persamaan berikut.

Ksp = {C}c x {D}d

Perlu diperhatikan bahwa reaktan aA tidak termasuk dalam persamaan Ksp


karena berupa padatan. Pada perhitungan konstanta kesetimbangan, zat padat tidak
dimasukkan. Konsentrasi yang diperhitungkan hanya zat yang menentukan
tercapainya kesetimbangan. Konsentrasi zat padat tidak mengubah simbol,
perubahan konsentrasi yang terjadi tidak signifikan sehingga tidak diperhitungkan.
Ksp menunjukkan jumlah maksimum zat padat yang dapat dilarutkan di dalam
larutan dengan satuan mol/L, disebut dengan molaritas atau konsentrasi.

Untuk senyawa ionic yang sangat mudah larut, aktifitas ionic versus
konsentrasi yang terdapat dalam larutan. Solubilitas reaksi turun karena adanya ion
senama sehingga jika berhubungan dengan dua reaksi yang sama, reaksi dengan ion
mempunyai nilai Ksp yang lebih rendah dan reaksi tanpa ion mempunyai nilai Ksp

22
yang lebih tinggi. Mempunyai efek yang berlawanan dengan nilai Ksp dibanding efek
ion senama, ion tak senama meningkat dengan naiknya nilai Ksp. Ion tak senama
adalah ion yang berbeda dengan yang terlibat dalam kesetimbangan. Perhitungan
nilai Ksp pada pasangan ion akan memberikan hasil yang lebih rendah dibanding nilai
actual karena ion yang terlibat berpasangan. Untuk meraih nilai Ksp yang sama, harus
dilakukan penambahan zat terlarut.

Contoh:

a. Ksp AgCl adalah 1.8 x 10-10 M2. Berapa solubilitas molar AgCl dalam air murni?
Misalnya x adalah solubilitas molar, maka:
AgCl = Ag+ + Cl-

x x

x = (1.8 x 10-10 M2)1/2

= 1.3 x 10-5

Hasil kali kelarutan, Ksp merupakan indicator yang lebih baik dibanding spesifikasi
solubilitas untuk g per 100 mL pelarut atau mol per unit volume pelarut. Untuk
kasus AgCl, ketika konsentrasi kation tidak sama dengan konsentrasi anion
concentration ([Ag+]  [Cl-]) solubilitas AgCl tidak dapat didefinisikan dalam mol/L.
Pada kasus ini, system dibagi menjadi tiga area. Kondisi [Ag+] [Cl-] = Ksp,
ditunjukkan dengan sebuah garis yang membagi bidang menjadi dua bagian.

Ketika [Ag+] [Cl-] < Ksp, tidak ada endapan yang akan terbentuk.

Ketika [Ag+] [Cl-] > Ksp, akan terbentuk endapan.

23
Ketika AgCl and NaCl dilarutkan dalam larutan, kedua garam akan memberikan
ion Cl- . Efek [Cl-] pada solubilitas AgCl disebut dengan efek ion senama (common
ion effect)

b. Ksp Ag2CrO4 sebesar 9 x 10-12 M3. Tentukan solubilitas molar Ag2CrO4 dalam air
murni.
Misalnya x adalah solubilitas molar, maka:
Ag2CrO4 = 2Ag+ + CrO42-
2x x
Ksp = (2x)2 (x)
1
9𝑒 −12 3
𝑥= ( ) = 1.3𝑒 −4 𝑀
4
[Ag+] = 2.6 x 10-4

Solubilitas molar sebesar 1.3 x 10-4 M.

24

Anda mungkin juga menyukai