Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu penyakit non infeksi yang berkembang saat ini adalah
penyakit atau gangguan sistem peredaran darah yang menimbulkan
kerusakan pada sistem syaraf pusat dan lebih lanjut mengakibatkan
kelumpuhan pada sebagian anggota badan dan wajah sehingga
menurunkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien.
Interfensi fisioterapi dan kerja sama dengan tenaga medis dan
paramedis lainnya pada kasus-kasus seperti ini sangat dibutuhkan, baik
selama pasien dirawat di rumah sakit maupun setelah kembali di
keluarganya.
Hemiparesis adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progesif cepat, berupa defisit neurologis fokal atau global,
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non traumatik. Hemiparese dextra adalah kelemahan sebelah kanan
di tandai dengan adanya tonus yang abnormal.
Hemiparese merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
adanya kelemahan separuh badan, wajah, lengan, dan tungkai berupa
gangguan motorik dan gangguan fungsional lainnya (Kustiowati, 2008).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien hemiparese pendekatan dengan proses
keperawatan.
2. Tujuan Khusus

1
Laporan ini dilaksanakan untuk mengetahui pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Tn.S dengan Hemiparese di RSUD Sleman
Murangan yang meliputi:
a. Dapat melakukan pengkajian pada klien dengan Hemiparese.
b. Dapat menentukan masalah keperawatan pada klien dengan
Hemiparese.
c. Dapat merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
Hemiparese.
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
Hemiparese.
e. Dapat melakukan evaluasi pada klien dengan hemiparese.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hemiparese adalah kelumpuhan pada sebagian salah satu sisi
tubuh. Hemiparese dextra adalah kelemahan sebelah kanan di tandai
dengan adanya tonus yang abnormal. (Aplikasi Nanda jilid 3, 2015)

B. Manifestasi Klinis
1. Kelumpuhan wajah anggota badan
2. Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan
3. Perubahan mendadak status mental
4. Ataksia
5. Vertigo, mual, dan muntah

C. Etiologi
1. Trombosis adalah bekuan darah di dalam pembuluh darah otak.
Contohnya : Arteriosklerosis.
2. Embolisme serebral adalah tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan
darah atau material lain (lemak, tumor) yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia adalah penurunan aliran darah atau kekurangan suplai oksigen
yang menuju otak. Contohnya : karena konstriksi ateroma pada arteri
yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi Serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak, akibatnya
adalah penghentian suplai darah ke otak. Contohnya : Hipertensi.
5. Pecahnya pembuluh darah diotak karena kerapuhan pembuluh darah
otak, Contohnya : aneurisma.

3
D. Patofisiologi
Infark serebral adalah kehilangan suplai darah pada bagian tertentu
dari jaringan otak. Luasnya infark bergantung pada faktor lokasi dan
pembuluh darah yang mengalami sumbatan tertentu serta tidak
adekuatnya sirkulasi ke lateral pada area yang di suplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat.
Gangguan suplai darah ke otak dapat cepat atau lambat :
a. Trombus terjadi sebagai akibat plague aterosklerosis atau bekuan darah
pada area stenosis dimana aliran darah akan menjadi lambat atau terjadi
turbulensi. Trombus dapat pecah atau terlepas dari dinding pembuluh
darah dan di bawah oleh aliran darah. Trombus menyebabkan:
 Iskemia jaringan otak
 Edema dapat terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
 Edema dapat menyebabkan disfungsi serebral dan setelah edema
hilang, maka secara perlahan–lahan akan berfungsi kembali
b. Embolus, oklusi pembuluh darah cerebral oleh embolus menyebabkan
nekrosis dan edema yang diakibatkan sama dengan trombus
c. Perdarahan dalam otak diakibatkan oleh ruptur dan intersklerosis dan
hipertensi pembuluh darah, sering terjadi setelah usia 60 tahun.
Perdarahan intracerebral dapat menjadi total, misalnya terjadi herniasi
otak menyebabkan kematian 50% klien dalam 3 hari pertama setelah
perdarahan intracranial jika sirkulasi serebral terputus
d. Anoreksia serebral akan terjadi dimana kekurangan oksigen pada otak.
Anoreksia cerebral dapat reversible bila kekurangan oksigen hanya terjadi
dalam 4-6 menit, lebih dari itu terjadi irreversible.

4
E. Pathway

F. Pengkajian Fokus
a. Aktivitas / Istirahat
Letih, lemah, malaise, keterbatasan gerak, ketegangan mata, kesulitan
membaca, insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri
kepala, sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas
(kerja) atau karena perubahan cuaca.

5
b. Sirkulasi
Riwayat hypertensi, denyutan vaskuler, misal daerah temporal, pucat,
wajah tampak kemerahan
c. Integritas Ego
Faktor faktor stress emosional/lingkungan tertentu, perubahan
ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi,
kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala,
mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)
d. Makanan dan cairan
Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang,
keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus,
hotdog, MSG (pada migrain), mual/muntah, anoreksia (selama nyeri),
penurunan berat badan
e. Neurosensoris
Pening, disorientasi (selama sakit kepala), riwayat kejang, cedera
kepala yang baru terjadi, trauma, stroke, aura ; fasialis, olfaktorius,
tinitus, perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras,
epitaksis, parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore,
perubahan pada pola bicara/pola pikir, mudah terangsang, peka
terhadap stimulus, penurunan refleks tendon dalam, papiledema.
f. Nyeri/ kenyamanan
Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain,
ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis, nyeri,
kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus menyempit, fokus pada
diri sendiri, respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis,
gelisah, otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
g. Keamanan
Riwayat alergi atau reaksi alergi, demam (sakit kepala), gangguan
cara berjalan, parastesia, paralisis, drainase nasal purulent (sakit
kepala pada gangguan sinus).

6
h. Interaksi sosial
Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang
berhubungan dengan penyakit
i. Penyuluhan/ Pembelajaran
Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga,
penggunaan alkohol/obat lain termasuk kafein, kontrasepsi
oral/hormone, menopause.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi Serebral.
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya
pertahanan atau sumbatan arteri.
b. CT SCAN (Computerized Axial Tomografi)
adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran
dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena
(MAV).
d. USG Doppler (Ultrasonografi dopple)
Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis
(aliran darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis.
e. EEG (elekroensefalogram)
Mengidentifikasi masalah pada otak dan memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.
f. Sinar tengkorak.
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding
aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

7
H. Penatalaksanaan
a. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .
b. Anti koagulan: mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi
(Smeltzer C. Suzanne, 2009, hal 2131).

I. Komplikasi
a. Gangguan otak yang berat
b. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau
kardiovaskuler
c. Edema Serebri dan Tekanan Intra cranial tinggi yang dapat
menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak
d. Aspirasi Atelektasis
e. Gagal Nafas
f. Disrithmia Jantung
g. Kematian

J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan sputum (karena
kelemahan, hilangnya refleks batuk).
2. Penurunan perfusi serebral b.d. adanya perdarahan, edema atau oklusi
pembuluh darah serebral.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan,
hemiparese

K. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan sputum (karena
kelemahan, hilangnya refleks batuk).
a. Auskultasi bunyi nafas
b. Ukur tanda-tanda vital
c. Berikan posisi semi fowler sesuai dengan kebutuhan (tidak
bertentangan dgn masalah keperawatan lain)

8
d. Lakukan penghisapan lender dan pasang OPA jika kesadaran
menurun
e. Bila sudah memungkinkan lakukan fisioterapi dada dan latihan
nafas dalam
f. Kolaborasi:
· Pemberian ogsigen
· Laboratorium: Analisa gas darah, darah lengkap dll
· Pemberian obat sesuai kebutuhan.
2. Penurunan perfusi serebral b.d. adanya perdarahan, edema atau oklusi
pembuluh darah serebral.
a. Pantau adanya tanda-tanda penurunan perfusi serebral :GCS,
memori, bahasa respon pupil dll
b. Observasi tanda-tanda vital (tiap jam sesuai kondisi pasien)
c. Pantau intake-output cairan, balance tiap 24 jam
d. Pertahankan posisi tirah baring pada posisi anatomis atau posisi
kepala tempat tidur 15-30 derajat
e. Hindari valsava maneuver seperti batuk, mengejan dsb
f. Pertahankan ligkungan yang nyaman
g. Hindari fleksi leher untuk mengurangi resiko jugular
h. Kolaborasi:
· Beri ogsigen sesuai indikasi
· Laboratorium: AGD, gula darah dll
· Penberian terapi sesuai advis
· CT scan kepala untuk diagnosa dan monitoring
3. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan,
hemiparese
a. Pantau tingkat kemampuan mobilisasi klien
b. Pantau kekuatan otot
c. Rubah posisi tiap 2 jan
d. Pasang trochanter roll pada daerah yang lemah

9
e. Lakukan ROM pasif atau aktif sesuai kemampuan dan jika TTV
stabil
f. Libatkan keluarga dalam memobilisasi klien
g. Kolaborasi: fisioterapi

10
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta EGC

Engram, Barbara, 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Alih


bahasa, Suharyati Samba, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Kustiowati E, Gunadharma S. Pendahuluan, definisi, klasifikasi, etiologi, dan


terapi. Dalam: Pedoman Tata Laksana Epilepsi. Jakarta: PERDOSSI;
2008. Hal 1-13.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2009, Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo (dkk), EGC, Jakarta.

Taylor, Cynthia M, 2011, Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan, Alih


bahasa Ns. Eny Meiliya, S.Kep, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai