Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL LAPORAN TUGAS AKHIR

PENERAPAN TEKNIK DISTRAKSI DENGAN VIRTUAL


REALITY TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI
DISMENORE
REMAJA WANITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SIMPANG PERIUK
KOTA LUBUKLINGGAU
TAHUN 2022

ENCAN REAZSARI ANISYA


NIM : PO.71.20.3.19.015

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LUBUKLINGGAU
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dismenore adalah nyeri yang dirasakan saat menstruasi akibat dari

horman prostaglandin, yang menyebabkan otot rahim berkontraksi, nyeri yang

dirasakan bervariasi pada setiap perempuan, akan tetapi bagi sebagian

perempuan disminore dapat terasa kuat hingga menganggu aktivitas sehari-

hari (Pebrianti, 2018). 3 sampai 33% kasus dilaporkan mengalami nyeri berat

dan sangat berat pada hari 1 hingga hari ke 3 mentruasi (Zannoni L, et al.,

2014)

Prevalensi dismenore di seluruh dunia berkisar antara 15,8% hingga

91,5%, dengan tingkat yang lebih tinggi dilaporkan pada populasi remaja

(Dong, 2021). Di Indonesia data prevalensi dismenore terbaru sendiri belum

diketahui secara pasti, namun data penelitian yang dilakukan pada remaja di

SMA N 1 Manado didapati bahwa dari 92 responden 74 orang (80.5%)

mengalami nyeri dismenore (Juliana, 2019), Penelitian lainnya juga

melaporkan ada 61 (32.4%) orang dari 188 siswi dengan populasi seluruh

siswi kelas 7 dan 8 SMPN 13 Bandung, dengan keluhan keram atau nyeri

perut saat menstruasi (Tantry, Solehati, & Yani, 2019).

Menurut data (Riskesdas, 2018), 70.1% Remaja putri usia 10-19 tahun

di Indonesia sudah mengalami menstruasi, 61.23% di propinsi sumatera

selatan, dan 66.54% di kota lubuklinggau, dimana rata-rata usia mulai

menstruasi berada pada usia 13 tahun.

1
2

Dismenore pada remaja putri dapat menimbulkan gangguan

aktifitas fisik, yang ditimbulkan akibat dari nyeri yang dirasakan. dismenore

dengan tingkatan nyeri berat berada pada angka 47%, di susul dengan nyeri

ringan sebesar 47.7%, bahkan faktanya bebrapa hasil studi akibat dismenore

menunjukan bahwa 10% sampai 18% remaja putri tidak masuk sekolah karena

keluhan dismenore (Utami & Prastika, 2015).

Remaja yang notabanenya adalah seorang pelajar harus berhadapan

dengan nyeri dismenore saat periode menstruasi, yang secara tidak langsung

dapat mengganggu aktivitas pembelajaran, oleh karena itu dismenore pada

remaja perlu mendapat perhatian, dengam memberikan penanganan yang tepat

baik secara farmakologis atau non farmakologis. (Lestari, 2013).

Perawat memiliki peran dalam pemberi asuhan yang sangat penting

dalam penurunan intensitas dismenore terutama secara non-farmakologis baik

didalam tatanan klinik ataupun komunitas. Menurut Wardah et al., 2021

beberapa terapi non-farmakologis yang dianjurkan untuk mengurangi

intensitas nyeri diantaranya adalah, aktifitas fisik, mind–body intervention,

aroma terapi, yoga, terapi herbal, terapi musik, akupresur dan teknik distraksi.

Virtual reality (VR) merupakan salah satu jenis distraksi yang

rekomendasikan dalam terapi non-farmakologis mengurangi nyeri. Sebuah

teknologi yang membuat seseorang yang berada di lingkungan virtual, seakan

berada di dunia nyata. Teknologi ini memungkinkan pengguna untuk

berinteraksi dengan komputer (atau perangkat lain), yang menstimulasikan

kenyataan dan mengurangi rasa nyeri melalui mengalihkan perhatian pasien

Poltekkes Kemenkes Palembang


3

dari dunia nyata, dengan partisipan aktif dalam lingkungan virtual melalui

penglihatan, pendengaran, dan indera lainnya (Wardah et al., 2021).

Teknologi VR awalnya dinilai sebagai konten hiburan semata, namun

dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, aplikasin VR telah diperluas ke berbagai

bidang klinis, termasuk manajemen nyeri, rehabilitasi fisik, dan pengobatan

gangguan kejiwaan (Jahanishoorab et al., 2015). Beradasarkan penelitian

Wardah et. al., yang melakukan penelitian pada siswi SMP di Pekanbaru

dengan keluhan dismenore dengan teneknik distraksi menggunakan media VR

dapat menurunkan intensitas nyeri, dan merekomendasikan VR sebagai

salahsatu alternatif teknik distraksi untuk menurunkan intensitas nyeri.

Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang ”Penerapan Teknik Distraksi Dengan Virtual Reality

Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Disminore Pada Remaja Wanita Di SMP

Ar Risalah Kota Lubuklinggau Tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan

permasalahan studi kasus deskriptif tersebut dengan “bagaimanakah pengaruh

penerapan teknik distraksi dengan virtual reality terhadap penurunan

intensitas nyeri dismin”ore pada remaja wanita di SMP Ar Risalah Kota

Lubuklinggau tahun 2022”.

Poltekkes Kemenkes Palembang


4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui pengaruh dari penerapan teknik distraksi dengan virtual

reality terhadap penurunan intensitas nyeri disminore pada remaja wanita

di SMP Ar Risalah Kota Lubuklinggau tahun 2022

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya Pengkajian Keperawatan pada remaja dengan nyeri

Dismenore di SMP Ar Risalah Kota Lubuklinggau tahun 2022

b. Diketahuinya Perumusan Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan

remaja dengan nyeri Dismenore di SMP Ar Risalah Kota

Lubuklinggau tahun 2022

c. Diketahuinya Intervensi asuhan keperawatan pada pasien dengan

remaja dengan nyeri Dismenore di SMP Ar Risalah Kota

Lubuklinggau tahun 2022

d. Diketahuinya Implementasi asuhan keperawatan pada pasien dengan

remaja dengan nyeri Dismenore di SMP Ar Risalah Kota

Lubuklinggau tahun 2022

e. Diketahuinya evaluasi asuhan keperawatan remaja dengan nyeri

Dismenore di SMP Ar Risalah Kota Lubuklinggau tahun 2022

Poltekkes Kemenkes Palembang


5

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Prodi Keperawatan Lubuklinggau

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi laporan kasus

bagi pengembangan praktik keperawatan, juga memberikan sumbangan

pemikiran untuk pengembangan ilmu dalam penelitian lebih lanjut.

2. Bagi SMP Ar Risalah Kota Lubuklinggau

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk

mengatasi permasalahan nyeri dismenore yang dialami siswi SMP Ar

Risalah Kota Lubuklinggau

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai cara mengatasi nyeri dismenore dan terapi pada

remaja putri yang mengalami dismenore

4. Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan acuan dan kerangka untuk

penelitian selanjutnya dalam memberikan intervensi keperawatan dengan

teknik distraksi menggunakan virtual reality (VR) untuk mengurangi

intensitas nyeri

Poltekkes Kemenkes Palembang


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Dismenore

1. Pengertian Dismenore

Dismenorea berasal dari bahasa Yunani yaitu “dys” yang berarti

sulit atau menyakitkan atau tidak normal. “Meno” berarti bulan dan

“rrhea” yang berarti aliran. Dismenorea adalah rasa sakit atau nyeri pada

bagian bawah perut yang terjadi saat wanita mengalami siklus menstruasi

(Ratnawati, 2017). Nyeri yang dirasakan biasanya mencapai puncaknya

dalam waktu 24 jam, dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenorea

juga sering disertai dengan pegal-pegal, lemas, mual, diare dan kadang

sampai muntah (Nugroho dan Indra, 2014).

Dismenorea disebut juga kram menstruasi atau nyeri menstruasi.

Dalam bahasa Inggris, Dismenorea sering disebut sebagai “painful period”

atau menstruasi yang menyakitkan (American College of Obstetritians and

Gynecologists, 2015).

2. Klasifikasi Dismenore

1) Dismenorea primer

Dismenorea primer yaitu nyeri saat menstruasi yang dialami

perempuan usia subur dan tidak berhubungan dengan kelainan organ

reproduksi. Dismenorea primer memiliki ciri khas yaitu rasa nyeri

timbul sejak 1-2 hari menstruasi datang dan keluhan sakitnya agar

berkurang setelah wanita bersangkutan menikah dan hamil.

6
7

Penyebabnya berkaitan dengan pelepasan 7 sel-sel telur (ovulasi) dari

ovarium sehingga dianggap berhubungan dengan gangguan

keseimbangan hormon (Devi, 2012).

2) Dismenorea sekunder

Dismenore sekunder biasanya baru muncul, jika ada penyakit atau

kelainan organ reproduksi yang menetap seperti infeksi rahim, kista,

polip, atau tumor, serta kelainan kedudukan rahim yang mengganggu

organ dan jaringan di sekitarnya (Kusmiran, 2013).

3. Etiologi Dismenore

Secara umum nyeri haid muncul akibat kontraksi disritmik

miometrium yang menampilkan suatu gejala atau lebih, mulai dari nyeri

yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri

spasmodik di sisi medial paha. Riset biologi molekuler terbaru berhasil

menemukan kerentanan gen (susceptibility genes), yaitu memodifikasi

hubungan antara merokok pasif (passive smoking) dan nyeri haid

(Anurogo & Wulandari, 2011).

Berikut adalah penyebab nyeri haid berdasarkan klasifikasinya :

1) Penyebab dismenore primer

a) Faktor endokrin Rendahnya kadar progresteron pada akhir fase

corpus luteum. Hormon progresteron menghambat atau mencegah

kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang

kontraktilitas uterus. Di sisi lain, endometrium dalam fase sekresi

memproduksi prostaglandin F2 sehingga menyebabkan konstraksi

Poltekkes Kemenkes Palembang


8

otot – otot polos. Jika kadar prostaglandin yang berlebihan

memasuki peredaran darah maka selain dismenore dapat juga

dijumpai efek lainnya seperti nausea (mual), muntah, diare,

flushing (respons involunter tidak terkontrol) dari sistem darah

yang memicu pelebaran pembuluh kapiler kulit, dapat berupa

warna kemerahan atau sensasi panas. Jelaslah bahwa peningkatkan

kadar prostaglandin memegang peranan penting pada timbulnya

dismenore primer (Anurogo & Wulandari, 2011).

b) Faktor organik Kelainan organik yang dimaksud yaitu seperti

retrofleksia uterus (kelainan letak – arah anatomis Rahim),

hipoplasia uterus (perkembangan rahim yang tidak lengkap),

obstruksi kanalis servikal (sumbatan saluran jalan lahir), mioma

submukosa bertangkai (tumor jinak yang terdiri dari jaringan otot),

dan polip endometrium (Anurogo & Wulandari, 2011).

c) Faktor kejiwaan atau psikis Pada wanita yang secara emosional

tidak stabil, apalagi jika tidak mendapat penerangan yang baik

tentang proses haid, maka akan mudah timbul dismenore. Contoh

gangguan psikis yaitu seperti rasa bersalah, ketakutan seksual,

takut hamil, konflik dan masalah jenis kelaminnya, dan imaturitas

(belum mencapai kematangan) (Anurogo & Wulandari, 2011).

d) Faktor konstitusi Faktor konstitusi yaitu seperti anemia dan

penyakit menahun juga dapat memperngaruhi timbulnya dismenore

(Anurogo & Wulandari, 2011).

Poltekkes Kemenkes Palembang


9

e) Faktor alergi Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan

adanya asosiasi antara hipermenorea dengan urtikaria migrain atau

asma bronkele. Smith menduga bahwa sebab alergi adalah toksin

haid (Purwaningsih & Fatmawati, 2010).

2) Penyebab dismenore skunder

a) Infeksi : nyeri sudah terasa sebelum haid

b) Myoma submucosa, polyp corpus uteri : nyeri bersifat kolik

c) Endometriosis : nyeri disebabkan

d) Retroflexio uteri fixate

e) Stenosis kanalis servikalis

f) Adanya AKDR : tumor ovarium (Aspiani, 2017).

4. Tanda dan Gejala Dismenore

1) Dismenore primer Dismenore primer hampir selalu terjadi saat siklus

ovulasi (ovulatory cycles) dan biasanya muncul dalam setahun setelah

haid pertama. Pada dismenore primer klasik, nyeri dimulai bersamaan

dengan onset haid atau hanya sesaat sebelum haid dan bertahan atau

menetap selama 1 – 2 hari. Nyeri dideskripsikan sebagai spasmodik

dan menyebar ke bagian belakang (punggung) atau paha atas atau

tengah. Berhubungan dengan gejala – gejala umumnya yaitu seperti

berikut :

a) Malaise (rasa tidak enak badan)

b) Fatigue (lelah)

c) Nausea (mual)

Poltekkes Kemenkes Palembang


10

d) vomiting (muntah)

e) Diare

f) Nyeri punggung bawah

g) Sakit kepala

h) Terkadang dapat juga disertai vertigo atau sensasi jatuh, perasaan

cemas, gelisah, hingga jatuh pingsan.

2) Gejala klinis dismenore primer termasuk onset segera setelah haid

pertama dan biasanya berlangsung sekitar 48 – 72 jam, sering mulai

beberapa jam sebelum atau sesaat setelah haid. Selain itu juga terjadi

nyeri perut atau nyeri seperti saat melahirkan dan hal ini sering

ditemukan pada pemeriksaan pelvis yang biasa atau pada rektum

(Anurogo & Wulandari, 2011).

5. Derajat Dismenore

Derajat Dismenorea Dismenorea dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan

derajatnya (Ratnawati, 2017) yaitu :

1) Derajat I Nyeri perut bagian bawah yang dialami saat menstruasi dan

berlangsung hanya beberapa saat, nyeri masih dapat ditahan dan

penderita masih bisa melakukan aktivitasnya sehari-hari.

2) Derajat II Rasa nyeri yang timbul pada perut bagian bawah saat

menstruasi yang dialami cukup mengganggu, sehingga penderita

memerlukan obat penghilang rasa nyeri seperti paracetamol, ibuprofen

atau lainnya. Penderita akan merasa baikan jika sudah meminum obat

dan bisa kembali melakukan pekerjaannya.

Poltekkes Kemenkes Palembang


11

3) Derajat III Penderita mengalami rasa nyeri saat menstruasi pada bagian

bawah perut yang luar biasa, tidak kuat untuk beraktivitas hingga

membuatnya butuh waktu untuk beristirahat beberapa hari.

6. Penatalaksaan Dismenore

Penatalaksanaan yang dapat dilaksanakan untuk pasien Dismenorea adalah

(Anurogo dan Wulandari, 2011) :

1) Penjelasan dan nasihat

Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa Dismenorea adalah gangguan

yang tidak berbahaya untuk kesehatan. Penjelasan dapat dilakukan

dengan diskusi mengenai pola hidup, pekerjaan, kegiatan, dan

lingkungan penderita.

2) Pemberian obat analgetik

Saat ini beredar obat-obat analgesik yang dapat diberikan sebagai

terapi simptomatik. Obat analgesik yang sering diberikan adalah

kombinasi aspirin, fenasetin, dan kafein. Obat-obat paten yang beredar

di pasaran antara lain novalgin, ponstan, acet-aminophen.

3) Terapi hormonal Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi.

Tindakan ini bersifat sementara dengan maksud membuktikan bahwa

gangguan yang terjadi benar-benar dismenorea primer, atau jika

diperlukan untuk membantu penderita untuk melaksanakan pekerjaan

penting pada waktu haid tanpa gangguan.

Poltekkes Kemenkes Palembang


12

4) Non-farmakologis.

Menurut beberapa teori dan penilitian beberapa terapi non-

farmakologis yang dianjurkan, adalah sebagai berikut :

a) aktifitas fisik

b) mind–body intervention

c) aroma terapi

d) yoga

e) terapi herbal

f) terapi music

g) akupresur

h) teknik distraksi (Wardah et al., 2021)

7. Patofisiologi Dismenore

Patofisiologi Dismenore Selama siklus menstruasi di temukan

peningkatan dari kadar prostaglandin terutama PGF2 dan PGE2. Pada fase

proliferasi konsentrasi kedua prostaglandin ini rendah, namun pada fase

sekresi konsentrasi PGF2 lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi

PGE2. Selama siklus menstruasi konsentrasi PGF2 akan terus meningkat

kemudian menurun pada masa implantasi window. Pada beberapa kondisi

patologis konsentrasi PGF2 dan PGE2 pada remaja dengan keluhan

menorrhagia secara signifikan leih tinggi dibandingkan dengan kadar

prostaglandin remaja tanpa adanya gangguan haid. Oleh karena itu baik

secara normal maupun pada kondisi patologis prostaglandin mempunyai

peranan selama siklus menstruasi (Reeder, 2013). Di ketahui FP yaitu

Poltekkes Kemenkes Palembang


13

reseptor PGF2 banyak ditemukan di myometrium. Dengan adanya PGF2

akan menimbulkan efek vasokontriksi dan meningkatkan kontraktilitas

otto uterus. Sehingga dengan semakin lamanya kontraksi otot uterus

ditembah adanya efek vasokontriksi akan menurunkan aliran darah keotot

uterus selanjutnya akan menyebabkan iskemik pada otot uterus dan

akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Dibuktikan juga dengan pemberian

penghambat prostaglandin akan dapat mengurangi rasa nyeri pada saat

menstruasi rasa nyeri pada saat menstruasi. Begitu juga dengan PGF2

dimana dalam suatu penelitian disebutkan bahwa dengan penambahan

PGF2 dan PGE2 akan meningkatkan derajat rasa nyeri saat menstruasi

(Anurogo, 2011). Penigkatan produksi prostaglandin dan pelepasannya

(terutama PGF2a) dari endometrium selama menstruasi menyebabkan

kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi dan tidak teratur sehingga timbul

nyeri. Selama periode menstruasi, remaja yang mempunyai dismenorea

mempunyai tekanan intrauteri yang lebih tinggi dan memiliki kadar

prostaglandin dua kali lebih banyak dalam darah menstruasi di bandingkan

remaja yang tidak mengalami nyeri. Akibat peningnkatan aktivitas uterus

yang abnormal ini, aliran darah menjadi berkurang sehingga terjadi

iskemia atau hipoksia uterus yang menyebabkan nyeri. Mekanisme nyeri

lainnya disebabkan oleh serat prosteglandin (PGE2) dan hormon lainnya

yang membuat serat saraf sensori nyeri di uterus menjadi hipersensitif

terhadap kerja badikinin serta stimulasi nyeri fisik dan kimiawi lainnya

(Reeder, 2013)

Poltekkes Kemenkes Palembang


14

8. WOC Dismenore (Lestari, 2014)

Bagan 1. WOC Dismenore

Poltekkes Kemenkes Palembang


15

Poltekkes Kemenkes Palembang

Anda mungkin juga menyukai