Anda di halaman 1dari 2

Tafakkur Bekerja, Bekerja Tafakkur

Dibaca normal 5 menit

Dalam bekerja - apapun yang dilakukan tidak masalah asal tepat pada
tempatnya, mpan papan kalau jawanya. Tapi sering kali kita melihat masyarakat
Indonesia seperti dikampung, perumahan, komplek atau mungkin kawasan industri tetap
mengutamakan kebersamaan dalam arti gotong-royong. Itulah fungsinya persatuan
masyarakat Indonesia. Pancasila sila ke 3.
Ketika menulis ini, kalimat demi kalimat, saya terbesit apa yang di- ngendikakke
Simbah Nun, bahwa Allah dalam Al-Qur’an-Nya,– baldatun thayyibatun wa rabbun
ghafuur, gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja. Disini saya mencoba men-
tadabburi sendiri. Lebih tepatnya, belajar mengaitkannya.
Kebetulan hari ini, Minggu 18 Juli 2021 atau lebih bertepatan dengan 9 Dzulhijjah
1442 H. Dikampung kami mengadakan gotong-royong untuk persiapan acara Idul
Qurban yang dilaksanakan pada hari Selasa lusa. Seperti biasanya, acara dilakukan di
lapangan depan masjid. Pada pagi tadi warga telah dihimbau untuk berkumpul di sekitar
masjid jam 07.30 pagi. Saya bersama anak remas, datang sekitar jam 07.10. yup, saya
datang termasuk awal (padahal rencanaku jam 06.00, hadeuh). Beberapa orang sudah
ada disekitar masjid. Tanpa basa-basi, saya bersama anak remas langsung cari tempat
yang akan dibersihkan. Pikiran pertama saya adalah masjid. Karena pikirku tempat yang
dibuat hajatan adalah masjidnya. Ketika kami hendak membersihkan, saya berfikir,
“sebentar, kan acaranya masih hari Selasa. Kalau dibersihkan sekarang mungkin besok
akan kotor lagi. Jadi kurang pas kalau dibersihkan sekarang. Sedangkan yang utama
lokasi dibersihkan adalah lapangan depan masjid”, lebih tepatnya tanah pemerintah
yang lama ndak dipakai, yang bergitu luas. Dari situ kami beralih dari masjid pindah
kebawah menuju lokasi. Karena ke luputanku aku tidak membawa alat yang dibutuhkan,
buding & gunting rumput. Jadinya aku balik sebentar untuk mengambil. Hadeuhh,
kebiasaan deh. Singkat cerita waktu sudah menunjukkan, wes mulai panas maksudnya
sudah mulai siang. Orang-orang pada berdatangan. Beberapa orang sudah ada yang
langsung tandang mbabat rumput ketika datang. Langsung hajar.. boss. Saya suka
dengan orang seperti itu. Gak kcc (kakean cocot). Saya pun langsung cari bagian
rumput yang akan saya tandangi. Kemudian perlahan anak remas ikut bantu juga. Skip
cerita, saya bekerja. Capek, ngasuh dulu. Kembali kerja. Capek, ngasuh lagi. Kembali
kerja lagi. Begitu seterusnya. Disela-sela saya ngasuh, saya pindah-pindah tempat
ngasuh. Lalu, saya disuruh duduk oleh dua orang, yang satu orang keta’miran masjid
dan yang satu mantan RT. Kedua orang ini termasuk tokoh masyarakat kami. Disitu
saya mendapat penguatan pegetahuan. Mereka bilang, “ sek.. mas, lungguh kene” pinta
mereka ke saya. Salah satu dari mereka bilang,
“ndek kene ae lungguh disek, karo ndelok wong-wong iku lho. Ono sing tandang, ono
sing ngadek tok. Ono sing ngumpul dewe lak pas kerjo. Kene iki karo ndelok karaktere
wong-wong iku mas. Ben ngerti. Nek dadi pemimpin iku gak gampang. Dadi RT iku gak
mudah. Ketua yo ngunu podo ae. Dadi wong-wong iku durung tau ngrasakno dadi
pemimpin. Yo.. isane ming maido tok. Wong gak tau. Sing akeh iku, mek usul tok. Akeh
tunggale lak mek usul tok. Sing dibutuhno iku yo usul yo solusi. Gak mek usuul.. ae. Aku
tau ono bawahanku isane yo ngunu iku. Ketika tak dadekno sekretaris. Njajal tak jarno.
Gak mlaku. Wes a. mangkane dadi pemimpin iku kudu roh masyarakate iku opo ae.
Mergane masyarakat iku macem-macem wong e. Onok sing ngene. Ono sing ngunu.
Macem-macem”. “nggih.. pak”, responku.
Heuhh..
Kesekian kalinya aku disambati model ngunu iku. Memang wajar. Kalau setiap
rencana masyarakat atau kelompok sering di remehkan hanya bisa dicemooh tanpa ada
solusi oleh hanya segelintir orang saja. Memang wajar. Tapi sekali lagi. Ini bukan hanya
sambatan atau pengalaman belaka, tetapi tambahan sekaligus penguatan pengetahuan
bagiku pribadi. Bahwa tidak mudah menghadapi manusia zaman akhir dalam kondisi
yang di tambahi pandemi seperti ini. Tidak mudah. Harus ekstra arif dan sabar
menurutku. Saya jadi teringat syair Simbah Nun yang berjudul; ‘Ya Ampun’,
~Yaa Allah Daudkan hamba. Yaa Allah.. Yaa Allah.. luaskan jiwa. Sungguh tidak
tega, tumpahlah seluruh cinta mati hidup hamba untuk tangis mereka. Yaa.. Allah
Muhammadkan hamba. Taburkanlah syafa’atnya. Ya Allah.. Ya Allah.. agar terkuak
rahasia Surga~
Dari sini saya menafsirkan apa yang saya peroleh dari kegiatan ini, bahwa ada
beberapa jenis orang yang mungkin, menurut saya, ada 3 jenis pekerja. Yang pertama
pekerja ubed, pekerja yang banyak bekerja, sedikit omong. Tapi tetep ngasuh juga.
Kedua, pekerja umum, ya bekerja ya guyon ya ngasuh. Ketiga, pekerja nggedabrus,
alias pekerja sedikit bekerja tapi kakean nyocot. Bahkan lebih parahnya, omongannya
itu berbau ngrasani. Wes.. wes.. na’udzubillahi min dzalik.
Oleh karena itu, sesuai judul tema kali ini, bahwa dalam bekerja butuh berfikir.
Ndak bekerja secara membabi buta. Juga, ketika berfikir, jangan lupa pekerjaannya.
Dikhawatirkan nanti termasuk orang dzalim, seharusnya bisa sehari selesai, karena
kebanyakan mikir jadi dua hari selesainya. Itu namanya termasuk orang yang rugi.
Menyia-nyiakan waktu. Jadi tidak wal ‘ashri lagi namanya. Wassalam.

Kwansan, 9 Dzulhijjah 1442 H


18 Juli 2021 M

Anda mungkin juga menyukai