Pedoman Umum Pengelolaan PBB p2
Pedoman Umum Pengelolaan PBB p2
2014
Salah satu jenis pajak baru yang dapat dipungut oleh daerah adalah Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). PPB-P2 yang sebelumnya merupakan
pajak pusat, dialihkan menjadi pajak daerah kabupaten/kota, dengan berbagai
pertimbangan. Pertama, secara konseptual PBB-P2 dapat dipungut oleh daerah
karena lebih bersifat lokal, visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah (immobile),
dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak
tersebut. Kedua, pengalihan PBB-P2 kepada daerah diharapkan dapat meningkatkan
PAD dan memperbaiki struktur APBD. Ketiga, pengalihan PBB-P2 kepada daerah dapat
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dan memperbaiki aspek transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaannya. Keempat, berdasarkan praktek di banyak negara,
PBB-P2 termasuk dalam jenis local tax.
Mengingat PBB-P2 merupakan jenis pajak baru bagi daerah, maka dalam
pengelolaannya masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh daerah,
antara lain masih adanya daerah yang belum menerbitkan Peraturan Kepala Daerah
mengenai pelaksanaan pengelolaan PBB-P2, lemahnya sistem pengelolaan basis
data objek, subjek dan wajib pajak, dan lemahnya sistem administrasi dan pelayanan
kepada masyarakat wajib pajak. Hal tersebut semuanya terkait dengan terbatasnya
kesiapan sarana/prasarana, organisasi, dan SDM di daerah yang akan melakukan
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. v
Daftar Isi v
3. Cara Penilaian.........................................................................................40
D. Penetapan ...................................................................................................41
Sumber ............................................................................................................... 98
Hal yang paling fundamental dalam UU 28/2009 adalah dialihkannya Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah. Pada awalnya PBB-P2 merupakan
pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat sedangkan
seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Namun, guna
meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khususnya dari penerimaan
PBB, maka paling lambat tanggal 1 Januari 2014 seluruh proses pengelolaan PBB-P2
akan dilakukan oleh pemda. Sedangkan, PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan masih tetap menjadi pajak pusat.
Adapun dasar pemikiran dan alasan pokok dari pengalihan PBB-P2 menjadi pajak
daerah, antara lain: Pertama, berdasarkan teori, PBB-P2 lebih bersifat lokal (local origin),
visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah (immobile), dan terdapat hubungan erat
antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak tersebut (the benefit tax-link
principle). Kedua, pengalihan PBB-P2 diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan sekaligus memperbaiki struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Ketiga, untuk meningkatkan pelayanan masyarakat (public services),
akuntabilitas, dan transparansi dalam pengelolaan PBB-P2. Keempat, berdasarkan
praktek di banyak negara, PBB-P2 atau Property Tax termasuk dalam jenis local tax.
Berdasarkan Pasal 180 angka 5 UU 28/2009, masa transisi pengalihan PBB-P2 menjadi
pajak daerah adalah sejak tanggal 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember
Sementara itu, berdasarkan amanat Pasal 182 angka 1 UU 28/2009 dan guna mengatur
tahapan persiapan pengalihan PBB-P2, maka pada tanggal 30 November 2010 telah
ditetapkan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor
213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan
PBB-P2 menjadi pajak daerah. Dalam peraturan bersama dimaksud diatur mengenai
tugas dan tanggung jawab (Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan
pemda), batas waktu penyerahan kompilasi data, batas waktu penyelesaian persiapan
pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2 oleh pemda, serta pemantauan dan
pembinaan.
A. Peraturan Daerah
Sebagai landasan hukum pemungutan PBB-P2, pemda terlebih dahulu harus
menetapkan Perda. Sesuai Pasal 95 ayat (3) UU 28/2009, Perda tersebut harus mengatur
sekurang-kurangnya:
1. nama, objek, dan subjek PBB-P2;
2. dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan PBB-P2;
3. wilayah pemungutan;
4. masa pajak;
5. penetapan;
6. tata cara pembayaran dan penagihan;
7. kedaluwarsa;
8. sanksi administratif; dan
9. tanggal mulai berlakunya.
Selain itu, Perda tentang PBB-P2 dapat juga mengatur ketentuan mengenai:
1. pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas
pokok pajak dan/atau sanksinya;
2. tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluwarsa; dan/atau
3. asas timbal balik, berupa pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan
pajak kepada kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing sesuai dengan
kelaziman internasional.
Hasil evaluasi dapat berupa persetujuan atau penolakan. Apabila hasil evaluasi berupa
persetujuan, maka Raperda dapat langsung ditetapkan. Dalam hal hasil evaluasi berupa
penolakan, maka bupati/walikota harus melakukan revisi terlebih dahulu. Perda yang
telah ditetapkan wajib disampaikan bupati/walikota kepada Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
1. Peraturan Kepala Daerah tentang Bentuk dan Isi Formulir SPPT PBB-P2
Perkada ini mengatur bentuk formulir SPPT PBB-P2 yang berisi informasi/data berkaitan
dengan:
a. Nomor seri formulir;
b. nama kantor Dinas Pendapatan Daerah atau sesuai dengan tugas, pokok dan
fungsi yang memungut;
c. informasi berupa tulisan “SPPT PBB-P2” bukan merupakan bukti kepemilikan hak;
d. kode akun;
e. tahun pajak dan jenis sektor “PBB-P2”;
Pengurangan atas ketetapan berupa SPPT PBB-P2, SKPD PBB-P2, STPD PBB-P2 dapat
dilakukan dalam hal terdapat ketidakbenaran atas:
a. luas objek;
b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP); dan/atau
c. penafsiran peraturan perundang-undangan PBB, yang terdapat dalam SPPT
PBB-P2, SKPD PBB-P2, dan STPD PBB-P2. Pembatalan SPPT PBB-P2, SKPD
PBB-P2, STPD PBB-P2 dapat dilakukan apabila SPPT PBB-P2, SKPD PBB-P2,
STPD PBB-P2 tersebut seharusnya tidak diterbitkan.
Selain ketentuan tersebut, Perkada ini dapat juga mengatur persyaratan dalam
mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan permohonan
pengurangan atau pembatalan atas ketetapan PBB-P2.
Setelah surat keberatan itu diajukan, wajib pajak akan diberi tanda bukti penerimaan.
Dalam SOP dijabarkan juga proses bisnis pemungutan PBB-P2 antara lain:
1. pendataan dan penilaian;
2. penetapan dan pelayanan;
3. penerimaan dan manajemen IT;
4. penagihan; dan
5. pengawasan.
Masing-masing proses bisnis tersebut dijabarkan dalam bentuk SOP yang berisi
tentang:
1. pihak yang terkait dalam proses pemungutan PBB-P2;
2. tugas dan fungsi masing-masing pihak terkait;
3. formulir yang digunakan;
4. dokumen yang dihasilkan; dan
5. alur proses dari masing-masing proses bisnis pemungutan PBB-P2.
1. Fungsi Pelayanan
SDM yang mempunyai fungsi pelayanan antara lain adalah mampu bertanggung jawab
melayani setiap wajib pajak dari awal hingga selesai, responsif, komunikatif, ramah.
3. Fungsi Penerimaan
Spesifikasi SDM yang dibutuhkan antara lain pegawai harus dapat menatausahakan
penerimaan, restitusi, dan pengalokasian penerimaan, melakukan estimasi penerimaan
pajak berdasarkan potensi pajak.
4. Fungsi Manajemen IT
Spesifikasi yang diperlukan antara lain pegawai harus dapat melakukan pengumpulan
dan pengolahan data, perekaman, dan validasi dokumen perpajakan.
5. Fungsi Penagihan.
Spesifikasi yang dibutuhkan antara lain pegawai harus dapat melakukan urusan
tata usaha piutang pajak, penagihan, melakukan penatausahaan surat keputusan
pembetulan, surat keputusan keberatan, surat keputusan pengurangan, surat keputusan
peninjauan kembali, surat keputusan pelaksanaan putusan banding beserta surat
putusan banding.
C. Pengembangan SDM
Dalam rangka pendaerahan PBB-P2, pemda harus siap secara personil dan teknis saat
menerima penyerahan kewenangan. Untuk itu, diperlukan peran dan kerja sama antara
pemerintah dan pemda. Bentuk kerja sama untuk pengembangan SDM dimaksud
adalah sebagai berikut:
Setiap awal pelaksanaan kebijakan baru diperlukan sarana dan prasarana yang
memadai, sehingga kebijakan baru tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Begitu
pula dengan pemungutan PBB-P2, kita ketahui bahwa tidak semua pemda siap
menerima kebijakan tersebut untuk dapat dilaksanakan di daerah masing-masing.
Dalam bab ini akan dibahas khusus mengenai sarana dan prasarana yang mendukung
pelaksanaan pemungutan PBB-P2. Sarana dan prasarana tersebut mencakup tiga unsur
utama, yaitu fasilitas perkantoran, teknologi informasi, dan peralatan pemetaan.
A. Fasilitas Perkantoran
Mengingat pemungutan PBB-P2 ini merupakan kebijakan yang terkait dengan pelayanan
pada masyarakat, diperlukan suatu fasilitas perkantoran yang memadai. Adapun fasilitas
perkantoran yang perlu disiapkan oleh pemda paling tidak meliputi:
1. gedung kantor untuk administrasi pengelolaan PBB-P2;
2. tempat pelayanan yang akan menerima jenis pelayanan antara lain:
a. pendaftaran objek pajak baru;
b. mutasi objek/subjek pajak;
c. pembetulan SPPT/SKPD;
d. pembuatan salinan dokumen perpajakan;
e. keberatan atas penunjukan sebagai wajib pajak;
f. keberatan atas pajak terutang;
g. pengurangan pajak terutang;
h. restitusi dan kompensasi;
i. pengurangan denda administrasi;
j. penentuan kembali jatuh tempo SPPT; dan
k. penundaaan tanggal pengembalian SPOP;
3. tempat informasi; dan
4. tempat penerima pembayaran PBB-P2 berupa bank tempat pembayaran PBB-P2.
Daerah perlu mengetahui hardware dan software yang digunakan dalam melakukan
pengelolaan PBB-P2. Adapun hardware dan software yang dapat digunakan dalam
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dalam pengelolaan PBB-P2 adalah:
1. - hardware
a. server;
b. personal computer;
c. network;
d. high speed printer;
e. printer;
f. plotter;
- software;
a. Operating System (OS);
b. database;
c. runtime aplikasi;
d. aplikasi pemetaan;
e. aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Pajak, misalnya SISMIOP; dan
f. aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).
2. Pengadaan software sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan. Apabila akan
menggunakan software aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Pajak berupa
Pengadaan hardware dan software tersebut sebaiknya tetap harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi masyarakat di daerah masing-masing. Penyesuaian itu tetap
diperlukan agar tidak membebani keuangan pemda, sehingga pelaksanaan tugas dapat
tetap terlaksana dengan biaya yang tidak terlalu besar. Tingkat kelengkapan hardware
dan software tersebut sebaiknya disesuaikan dengan volume pekerjaan dan jumlah
wajib pajak yang dilayani.
C. Peralatan Pemetaan
Peralatan pemetaan yang dibutuhkan dalam melakukan pemetaan adalah sebagai
berikut:
1. Theodolit, Total Station;
2. Global Positioning System (GPS);
3. Scanner;
4. Alat ukur;
5. Aplikasi Pemetaan; dan
6. Aplikasi SIG.
A. Pendaftaran
Pada prinsipnya setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib melakukan
pendaftaran pada kantor pengelola Pajak Daerah yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal (bagi Wajib Pajak Orang Pribadi) atau tempat kedudukan (bagi Wajib
Pajak Badan) untuk dicatat sebagai wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak Daerah (NPWPD) dan/atau Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD). Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Persyaratan subjektif pada PBB-P2 adalah orang pribadi/badan yang secara nyata
mempunyai hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,
Persyaratan objektif pada pendaftaran objek pajak menjadi faktor yang dominan dalam
pengelolaan PBB-P2. Dalam UU No. 28 Tahun 2009, Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP) digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan atau mendaftarkan data subjek
dan objek PBB-P2. Tata cara pelaporan atau pendaftaran data subjek dan objek PBB-P2
secara khusus tidak diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 dan peraturan dibawahnya,
karena itu Perkada dapat mengaturnya. Perkada dapat mengatur tata cara pendaftaran
objek dan subjek PBB-P2 dan SOP untuk SKPD pelaksana sesuai dengan kondisi
pemda masing-masing. Perkada juga dapat memodifikasi bentuk-bentuk dan isian
formulir-formulir yang digunakan dalam proses pendaftaran PBB-P2.
Agar lebih mudah dalam membuat Perkada tersebut, pemda dapat mengacu pada
Peraturan Menteri Keuangan atau Peraturan Dirjen Pajak pada saat PBB-P2 masih
dikelola oleh Pemerintah. pemda dapat mengacu pada Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP-533/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian
Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam Rangka Pembentukan dan/
atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) jo.
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-115/PJ/2002 tentang Perubahan Keputusan Dirjen
Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000. Dalam Keputusan Dirjen Pajak tersebut dijelaskan
bahwa tujuan dari proses pendaftaran objek PBB adalah untuk meningkatkan
akuntabilitas kinerja dengan cara memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak serta
meningkatkan potensi penerimaan PBB secara nasional dengan mempertimbangkan
perkembangan kondisi dan perekonomian terkini.
B. Pendataan
1. Alternatif Pendataan
Pendataan merupakan upaya dari pemda untuk menginventarisasi objek dan wajib
pajak. Pendataan objek dan subjek PBB-P2 dilaksanakan oleh Dispenda/DPPKAD
dengan menggunakan formulir SPOP/LSPOP dan dilakukan sekurang-kurangnya untuk
satu wilayah administrasi desa/kelurahan, dengan menggunakan/memilih salah satu
dari empat alternatif sebagai berikut:
a. Pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP.
Pendataan dengan alternatif ini hanya dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah
yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta, merupakan daerah terpencil,
atau mempunyai potensi PBB relatif kecil. Pelaksanaannya dilakukan sebagai
berikut:
1) Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP perorangan.
Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP secara perorangan
dilakukan dengan menyebarkan SPOP langsung kepada subjek pajak atau
kuasanya dengan berpedoman pada sket/peta blok yang telah ada.
2) Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP kolektif.
Untuk daerah yang potensi PBB relatif lebih kecil, namun cakupan wilayah
dan objek pajaknya luas, dapat digunakan alternatif pendataan dengan
2. Tahapan Pendataan
Setelah dilakukan proses pendaftaran berupa penyampaian SPOP kepada wajib pajak,
pengisian SPOP, serta pengembalian SPOP, maka dilakukan tahapan berikutnya yaitu
proses pendataan PBB-P2. Proses pendataan dilakukan oleh instansi yang berwenang
mengelola perpajakan PBB-P2. Pada dasarnya pendataan merupakan semua kegiatan
yang ditujukan untuk memperoleh, mengumpulkan, melengkapi dan menatausahakan
data objek dan subjek PBB sebagai salah satu bahan yang digunakan dalam
menetapkan besarnya PBB terhutang. Adapun tahapan kegiatan pendataan adalah
sebagai berikut:
a. Pekerjaan Persiapan
1) Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan pada dasarnya merupakan proses inventarisasi
semua bahan dan dimaksudkan untuk menentukan data dan informasi yang
3. Cara Penilaian
Mengingat jumlah objek pajak yang sangat banyak sedangkan jumlah tenaga penilai
dan waktu penilaian dilakukan yang tersedia sangat terbatas, maka pelaksanaan
dengan dua cara, yaitu:
a. Penilaian Massal
Dalam sistem ini NJOP bumi dihitung berdasarkan NIR yang terdapat pada setiap
ZNT, sedangkan NJOP bangunan dihitung berdasarkan DBKB. Perhitungan
penilaian massal dilakukan terhadap objek pajak dengan menggunakan program
komputer konstruksi umum (Computer Assisted Valuation/CAV).
b. Penilaian Individual
Penilaian Individual diterapkan untuk objek pajak dengan kriteria:
1) Luasan Objek Pajak:
a. Luas tanah > 10.000 M2;
b. Jumlah lantai > 4 lantai; atau
c. Luas bangunan > 1.000 M2.
D. Penetapan
Sesuai Pasal 79 UU 28/2009, dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP. NJOP ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah. Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun,
kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun. Keputusan Kepala
Daerah dapat mencantumkan tabel klasifikasi nilai tanah dan bangunan dan tabel
DBKB sebagai dasar penetapan NJOP tanah dan bangunan. Tabel klasifikasi dimaksud
merupakan pengelompokan nilai jual rata-rata atas permukaan bumi berupa tanah
dan/atau bangunan. Sedangkan tabel DBKB merupakan daftar yang dibuat untuk
memudahkan perhitungan nilai bangunan berdasarkan pendekatan biaya yang terdiri
dari biaya komponen utama dan/atau biaya komponen material bangunan dan/atau
biaya komponen fasilitas bangunan.
Terhadap Objek pajak PBB-P2 yang tidak bersifat khusus, NJOP ditentukan berdasarkan
nilai indikasi rata-rata yang diperoleh dari hasil penilaian secara massal. Penetapan
NJOP berupa tanah adalah sebesar nilai konversi setiap NIR ke dalam klasifikasi,
penggolongan dan ketentuan nilai jual permukaan bumi (tanah). Sedangkan NJOP
berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya pembangunan baru setiap jenis
bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam
klasifikasi, penggolongan, dan ketentuan nilai jual bangunan. Sedangkan objek pajak
tertentu yang bersifat khusus, NJOP dapat ditentukan berdasarkan nilai pasar yang
dilakukan oleh pejabat fungsional penilai secara individual. NJOP Bumi dijumlahkan
dengan NJOP Bangunan merupakan NJOP total.
Selanjutnya untuk perhitungan PBB-P2 terutang, pertama kita hitung NJOP sebagai
dasar perhitungan PBB terutang. Caranya adalah mengurangkan NJOP total dengan
NJOPTKP. NJOPTKP ditetapkan paling rendah Rp10.000.000,00 dan kemungkinan
berbeda di setiap daerah. Setelah itu, kita bisa menghitung besarnya PBB terutang
Contoh Kasus
Mas Agung memiliki sebuah rumah di kawasan Rawamangun, dari data PBB tahun
sebelumnya diketahui luas tanah 700 m2 dengan nilai jual setelah diklasifikasi sebesar
Rp800.000/m2, sedangkan luas bangunan 300 m2 dengan nilai jual setelah diklasifikasi
sebesar Rp900.000/m2. Pada bulan Mei 2013, Mas Agung menambah luas bangunan
sebesar 100 m2 dengan perkiraan nilai jual yang sama dengan bangunan lainnya.
Jawab
a. Diketahui: dari data PBB-P2 tahun 2013
- Nilai jual bumi setelah diklasifikasi = Rp800.000/m2
NJOP Bumi = 700 m2 × 800.000 = Rp560.000.000
- Nilai jual bangunan setelah diklasifikasi = Rp900.000/m2
NJOP Bangunan = 300 m2 × 900.000 = Rp 270.000.000 (+)
- NJOP Bumi dan Bangunan = Rp 830.000.000
- (-) NJOPTKP (asumsi Rp10.000.000,00) = Rp10.000.000 (-)
- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 820.000.000
- PBB-P2 terhutang (asumsi tarif 0,3%):
0,3% × Rp820.000.000,00 = Rp2.460.000
b. Berhubung tambahan bangunan dilakukan pada Bulan Mei 2013, maka tidak
masuk dalam perhitungan PBB-P2 tahun 2013 melainkan untuk PBB-P2 terhutang
tahun 2014.
c. Jadi PBB-P2 yang harus dibayar tahun 2013 sebesar Rp2.460.000
A. Pelaksanaan:
Pemungutan PBB-P2 di Kabupaten Sidoarjo dilaksanakan mulai 1 Januari 2012.
B. Tahap Persiapan:
1) Persiapan Regulasi:
a. telah ditetapkan Perda Kabupaten Sidoarjo Nomor 11 Tahun 2011 Tentang
PBB-P2 yang telah melalui proses evaluasi oleh Kementerian Keuangan RI dan
diundangkan tanggal 28 Juni 2011;
b. Kabupaten Sidoarjo melaporkan kesiapan untuk melaksanakan pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan sebagai Pajak Daerah kepada Kementerian
Keuangan dengan melampirkan Perda tentang PBB-P2 sebagai persyaratan;
c. kemudian Kabupaten Sidoarjo menerbitkan Peraturan Bupati 55 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan diundangkan tanggal 21 Desember 2011;
d. SOP yang telah ditetapkan meliputi:
- SOP Klasifikasi dan Penetapan NJOP;
- SOP Penetapan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-P2;
- SOP Penerbitan dan Penandatanganan SPPT;
- SOP Pendistribusian SPPT PBB-P2;
- SOP Pelayanan;
- SOP Pemberian Pengurangan PBB-P2; dan
- SOP Pengembalian Kelebihan Bayar PBB-P2.
2) Persiapan Personil:
a. telah dilaksanakan Bimbingan Teknis Implementasi Pendaerahan PBB-P2
terhadap 20 personil DPPKA Kabupaten Sidoarjo selama 4 bulan mulai bulan
Juli dan berakhir bulan Nopember 2011;
b. pemagangan peserta pelatihan pada Ditjen Pajak untuk memperdalam proses
bisnis PBB serta pengolahan data PBB-P2 berbasis teknologi informasi;
C. Teknis Pelaksanaan:
1) Protokoler:
Serah terima sistem dan data PBB-P2 sebagai tanda dimulainya pengalihan
PBB-P2 sebagai Pajak Daerah pada prinsipnya sudah dapat dilakukan, karena
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah melaksanakan sebagaimana yang dimaksud
dalam ketentuan Peraturan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri;
2) Pelaksanaan Pengalihan:
a. Perangkat Komputer Baru:
Perangkat komputer baru yang digunakan untuk pengolahan data PBB-P2
sudah sesuai dengan sistem operasional dan basis data. Sistem aplikasi
komputer tersebut dapat membaca dan mengoperasionalkan sistem dan data
PBB-P2 yang diserahkan oleh Ditjen Pajak.
b. Penginstalan Sistem dan Data:
- Perlu diadakan pemanasan (warming up) terlebih dahulu sampai dengan
kekurangan-kekurangan (troubleshooting) dinyatakan tidak ada dan
dinyatakan siap untuk ditanam (diinstall) sistem dan data PBB-P2
(SISMIOP);
- Penanaman (install) sistem PBB-P2;
- Penanaman (install) data PBB-P2;
- Penanaman (install) data pendukung PBB-P2 lainnya.
c. Kustomisasi Data:
G. Lain-lain:
1) Diperlukan kejelasan mengenai rekonsiliasi piutang (tunggakan) PBB-P2 dalam
pengalihan, karena terdapat perbedaan presepsi tentang jumlah total piutang pada
berita acara pengalihan piutang PBB-P2 dengan jumlah total pada data SISMIOP
oleh karena perbedaan informasi rinci bayarnya;
2) Diperlukan petunjuk pelaksanaan dari Direktorat Jenderal Pajak tentang
penghapusan piutang PBB-P2 karena perbedaan data piutang PBB-P2 dalam
pengalihan;
3) Diperlukan petunjuk pelaksanaan dari Direktorat Jenderal Pajak tentang
penghapusan piutang PBB-P2 karena daluwarsa penagihan;
4) Diperlukan petujuk pelaksanaan dari Direktorat Jendera Pajaktentang penghapusan
piutang PBB-P2 karena proses pemuktahiran data dengan penetapan ganda.
5) Diperlukan petunjuk pelaksanaan dari Direktorat Jenderal Pajak tentang pembatalan
SPPT yang berkonsekuensi pada penghapusan piutang PBB-P2;
H. Target dan realisasi penerimaan PBB-P2 tahun 2012 dan tahun 2013
B. TAHAP PERSIAPAN
Kelompok Kerja dan Sekretariat Kelompok Kerja yang telah dibentuk terus melakukan
berbagai persiapan secara matang sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing
guna menerima pengalihan pengelolaan PBB-P2. Adapun hal-hal yang telah disiapkan
oleh Kelompok Kerja dan Sekretariat Pokja dalam rangka menerima pengalihan
pengelolaan PBB-P2 antara lain:
5. Sosialisasi
Atas terbitnya Perda Kab. Way Kanan No.2 Tahun 2012 tentang PBB-P2 serta Peraturan
Bupati dan Keputusan Bupati sebagai petunjuk pelaksanaan dari Perda tentang
PBB-P2, informasi dan edukasi tentang PBB-P2 kepada aparatur Pemerintah Kab. Way
Kanan, aparatur kecamatan dan kampong, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat,
tokoh pemuda, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta masyarakat wajib pajak yang
dilaksanakan di seluruh kecamatan (14 Kecamatan) di Kab. Way Kanan secara rutin dan
terjadwal dan selaku pengisi materi dari Dinas P2KA dan DPRD Kab. Way Kanan. Selain
itu pula, informasi dan edukasi tentang PBB-P2 terus disampaikan melalui forum seperti
pada rapat koordinasi bulanan baik ditingkat Kabupaten maupun tingkat kecamatan,
serta melalui media massa baik cetak maupun elektronik seperti koran daerah, radio
daerah/swasta yang ada di Kab. Way Kanan serta televisi daerah Lampung.
Berdasarkan database PBB-P2 yang telah diserahkan Direktorat Jenderal Pajak, objek
pajak yang telah terdaftar sejumlah 172.905 dengan nilai pajak sebesar Rp1.960.078.340
sedangkan untuk target PBB-P2 yang telah ditetapkan dalam APBD Kab. Way Kanan
Tahun 2013 sebesar Rp2.300.000.000. Sebagai upaya optimalisasi Pendapatan dari
sektor PBB-P2 dan sebagai upaya meningkatkan peran masyarakat dalam membangun
Kab. Way Kanan melalui pemenuhan kewajiban perpajakan, Bupati Way Kanan
mengambil langkah kebijakan dengan mengeluarkan Surat Edaran No.900/96/III.09-
WK/2013 tanggal 7 Maret 2013 tentang Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah dari Sektor
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
D. Penerimaan PBB-P2
Target penerimaan PBB-P2 pada tahun 2013 adalah sebesar Rp3.363.548.096. Pada
akhir tahun 2013, realisasi penerimaan PBB-P2 mencapai Rp3.318.005.478 atau
99% dari target yang ditetapkan. Realisasi penerimaan PBB-P2 tersebut mengalami
peningkatan sebesar 138% dari realisasi tahun sebelumnya ketika PBB-P2 masih
dikelola oleh Ditjen Pajak yaitu sebesar Rp1.395.764.179.
Bab ini pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan dari
kegiatan pendaftaran, pendataan, penilaian, dan penetapan yang sudah dibahas dalam
bab sebelumnya. Secara garis besar, kegiatan pemungutan yang terkait dengan tata
cara pembayaran, penagihan, pengurangan, dan pelayanan PBB-P2 lainnya dapat
diuraikan di bawah ini.
A. Pembayaran
Setelah wajib pajak menerima ketetapan pajak dengan mendapatkan SPPT atau SKPD,
maka wajib pajak harus menyelesaikan pembayaran kewajiban pajak terutangnya
kepada daerah sebelum jatuh tempo pembayaran dan penyetoran yang sudah
ditentukan berakhir.
Dalam pembayaran PBB-P2, wajib pajak dapat melakukan pembayaran dengan cara
sebagai berikut:
1. Pembayaran melalui Petugas Pemungut
Petugas Pemungut adalah pihak yang memverifikasi dan mencocokkan data
pada SPPT atau SKPD dengan data pada DHKP serta memberikan Tanda Terima
Sementara (TTS) kepada WP.
2. Pembayaran melalui Tempat Pembayaran yang Ditunjuk
Petugas di Tempat Pembayaran merupakan pihak yang memverifikasi dan
memberikan stempel lunas pada Surat Tanda Terima Setoran (STTS), menyiapkan
daftar realisasi, menyetor uang pembayaran PBB ke rekening kas daerah di bank,
serta membuat buku penerimaan dan penyetoran.
3. Pembayaran melalui Tempat Pembayaran Elektronik
Tempat Pembayaran Elektronik (TPE) adalah tempat pembayaran yang disediakan
oleh penyedia jaringan yang bekerja sama dengan pemda dan secara otomatis
tersambung dengan sistem pada Tempat Pembayaran. TPE dapat berupa Anjungan
Tunai Mandiri (ATM), Short Messaging Services (SMS), ataupun internet.
I. Persiapan
Masa persiapan pengalihan/pendaerahan PBB-P2 ini kurang lebih satu tahun. Pada
tahun 2011 tim verifikasi mulai melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
A. Pembuatan peraturan/regulasi.
1. Perda tentang Pajak Daerah (PBB-P2);
2. Perda tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK);
3. Peraturan tentang Standard Operating Procedures.
D. Sosialisasi
Dalam upaya pemberian informasi kepada masyarakat selaku wajib pajak (WP) terkait
pengalihan/pendaerahan PBB-P2 ke daerah, Pemerintah Kota Samarinda melakukan
sosialisasi sebagai berikut:
1. Sosialisasi melalui media elektronik
a. Televisi;
b. Radio.
2. Sosialisasi melalui media massa, surat kabar/koran
3. Sosialisasi melalui SKPD terkait (Kecamatan dan Kelurahan ).
4. Sosialisasi melalui baliho, spanduk, banner
C. Pelayanan
Dalam pelaksanan fungsi-fungsi pelayanan telah ditetapkan loket-loket sebagai berikut:
1. Loket Pendaftaran/Mutasi
Loket pendaftaran/mutasi ini berfungsi melakukan pelayanan:
1.1 Pendaftaran/data baru
1.2 Data mutasi
1.3 Pemecahan objek pajak
1.4 Pembatalan SPPDT/SPPT
1.5 Salah SPPDT/SPPT
1.6 Penghapusan SPPDT/SPPT
2. Loket Pengaduan Keberatan dan Keringan
Loket pengaduan keberatan dan keringanan berfungsi melakukan pelayanan:
2.1 WP yang keberatan akan ketetapan pajak (Ukuran dan keadaan bumi dan
bangunan);
2.2 WP yang meminta keringanan atas ketetapan nominal pajak;
2.3 Verifikasi dan konfirmasi.
3. Loket Penerimaan Pembayaran
IV. Permasalahan
1. Akurasi data piutang yang diserah terimakan
2. Adaptasi regulasi penunjang operasional PBB-P2
3. Validitas data objek dan subjek PBB-P2
4. Pemetaan SIG belum 100% untuk seluruh wilayah
5. Perubahan wilayah pemekaran belum terakomodir
6. SDM pelaksana masih perlu pembekalan lebih
7. Integrasi dan distribusi data PBB-P2 sesuai struktur Organisasi dan Tata Kerja
(SOTK) sesuai tugas pokok dan fungsi
8. Peningkatan kinerja pelayanan agar lebih akurat dan prima
9. Customisasi aplikasi & data base
2. Banding
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung
Pajak terhadap suatu keputusan keberatan kepada Pengadilan Pajak, berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Pengaturan lebih lanjut mengenai kewenangan ini dilakukan dalam Peraturan Kepala
Daerah. Adapun tahapan umum untuk tahapan ini adalah:
a. Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan dan STPD PBB-P2 Atas Permohonan wajib pajak
1) Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB-P2
a) Pengajuan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB-P2
(1) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
PBB-P2 oleh wajib pajak diajukan ke kepala daerah dengan
Dengan dialihkannya PBB-P2 menjadi pajak daerah, maka seluruh piutang PBB-P2
yang tercatat di Ditjen Pajak diserahkan pula kepada pemda. Penyerahan piutang
tersebut telah diatur di dalam Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 15/PMK.07/2014 dan Nomor 10 Tahun 2014 tentang Tahapan Persiapan
dan Pelaksanaan Pengalihan PBB-P2 sebagai Pajak Daerah. Berdasarkan Peraturan
Bersama tersebut, Ditjen Pajak wajib menyerahkan data piutang PBB-P2 beserta data
pendukungnya kepada pemda paling lambat tanggal 31 Januari Tahun Pengalihan. Data
piutang juga diserahkan kepada pemda yang sampai dengan tanggal 1 Januari 2014
belum memungut PBB-P2, paling lambat tanggal 31 Mei 2014. Penyerahan data piutang
dilaksanakan dengan Berita Acara Serah Terima.
Piutang PBB-P2 yang diserahkan oleh Ditjen Pajak terdiri atas piutang netto dan
penyisihan piutang PBB-P2 yang tidak tertagih beserta dokumen pendukungnya.
Dokumen pendukung tersebut dapat berupa daftar SPPT yang belum lunas, SKP,
STP, dokumen penagihan yang sedang dilakukan penagihan aktif, atau Kertas Kerja
Penyisihan Piutang PBB-P2 yang tidak tertagih. Dalam penyerahan data piutang
PBB-P2, Ditjen Pajak mempunyai tanggung jawab untuk menyerahkan data dan saldo
piutang PBB-P2 yang seakurat mungkin. Untuk itu, sebelum penyerahan data piutang,
Ditjen Pajak telah melaksanakan kegiatan pemeliharaan basis data PBB-P2. Maksud
dilakukannya kegiatan ini adalah untuk pemutakhiran data pembayaran PBB-P2 dan
memverifikasi data objek dan/atau subjek PBB-P2 pada basis data PBB yang diindikasi
tidak benar. Dalam kegiatan ini, Ditjen Pajak bekerja sama dengan Kantor Desa/
Kelurahan dan Kantor Kecamatan di wilayah KPP Pratama setempat.
Piutang PBB-P2 akan terus tercatat dalam laporan keuangan apabila pada tahun-tahun
berikutnya wajib pajak belum membayar/melunasi piutangnya, bahkan akan bertambah
jumlahnya apabila tahun-tahun berikutnya wajib pajak juga tidak membayar kewajiban-
kewajiban perpajakan termasuk sanksi administrasi di tahun yang bersangkutan.
Sesuai ketentuan yang berlaku untuk perpajakan negara, piutang PBB-P2 masih belum
kedaluwarsa sampai dengan 10 tahun, sehingga tunggakan piutang PBB-P2 yang
dialihkan kepada pemda berjumlah cukup besar dan menjadi beban yang cukup berat
bagi pemda.
Terjadinya piutang pajak termasuk piutang PBB-P2 disebabkan oleh faktor-faktor yang
menjadi penghambat dalam kegiatan pemungutan PBB-P2 itu sendiri. Beberapa faktor
tersebut antara lain:
Saat pemungutan PBB-P2 masih dilakukan oleh Ditjen Pajak, dasar perhitungan pajak
terutang yang tercantum dalam SPPT seringkali tidak sesuai dengan keadaan objek
terkini. Kesalahan lain yang ditemui adalah nama pemilik/wajib pajak yang tercantum
dalam SPPT tidak sesuai dengan nama pemilik/wajib pajak sebenarnya, objek pajak
yang tercantum dalam SPPT tidak ditemukan fisiknya, dan penerbitan SPPT ganda
atas objek pajak yang sama dengan nama pemilik yang berbeda. Akibat kesalahan-
kesalahan tersebut, wajib pajak menjadi enggan untuk membayar sejumlah nilai pajak
terutang yang ditetapkan.
Kendala yang terjadi dalam penagihan PBB-P2 adalah karakteristik piutang PBB yang
berbeda dengan jenis pajak lainnya. Nilai piutang PBB-P2 untuk setiap wajib pajak
pada umumnya berjumlah kecil, sehingga jumlah piutang yang harus ditagih oleh
Ditjen Pajak kurang signifikan apabila dibandingkan dengan biaya operasional yang
Dari beberapa kasus yang terjadi, lurah/kepala desa sering membayar di muka secara
gelondongan sejumlah SPPT sesuai dengan sejumlah target penerimaan PBB-P2 yang
dibebankan kepadanya. Pembayaran secara gelondongan ini dilakukan dalam rangka
pencapaian target penerimaan PBB-P2 untuk mendapatkan insentif pemungutan
dari Pemerintah. Masalah terjadi saat akan dilakukannya pembayaran di bank, untuk
pembayaran gelondongan tersebut pihak bank tidak mencocokkan pembayaran
tersebut dengan NOP masing-masing objek pajak. Akibatnya, sistem yang ada di Ditjen
Pajak tidak mencatatnya sebagai pembayaran/pelunasan karena tidak diketahui wajib
pajak mana saja yang melakukan pembayaran.
Sehubungan dengan penyerahan piutang PBB-P2 kepada pemda, data piutang PBB-P2
yang diserahkan tersebut telah digolongkan pada masing-masing kualitas piutang
PBB-P2. Penggolongan kualitas piutang ini sangat diperlukan oleh pemda untuk
menetapkan kebijakan yang akan diambil dalam melaksanakan penagihan piutang
tersebut, seperti menentukan prioritas penagihan piutang dan kemungkinan untuk
menghapuskan piutang yang dianggap sulit untuk ditagih atau tidak mungkin dilakukan
penagihan.
Tujuan penagihan piutang pajak adalah agar wajib pajak atau Penanggung Pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Agar tujuan penagihan pajak tersebut
tercapai, maka diperlukan serangkaian tindakan yang dapat diambil oleh Juru Sita Pajak
mulai dari tindakan penerbitan Surat Teguran atau sejenisnya, kemudian penyampaian
Surat Paksa, penyampaian Surat Perintah Melakukan Penyitaan, pelaksanaan penyitaan,
pengajuan/permintaan jadual waktu dan tempat pelelangan, pengumuman lelang,
dan pelaksanaan lelang. Tindakan penagihan pajak berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tidaklah harus tuntas dilakukan seluruhnya, namun
urutan-urutan tindakan hanya dilanjutkan apabila wajib pajak tidak melunasi utang
pajaknya. Misalnya, apabila fiskus menyampaikan Surat Teguran, wajib pajak segera
melunasi piutangnya, maka fiskus tidak perlu lagi menyampaikan Surat Paksa dan
seterusnya.
Dalam melakukan penagihan piutang PBB-P2, ada hak dan kewajiban wajib pajak
yang perlu diperhatikan oleh fiskus maupun wajib pajak sendiri. Hak wajib pajak dalam
kegiatan penagihan piutang pajak adalah meminta Juru Sita memperlihatkan tanda
pengenal Juru Sita Pajak, menerima salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara
Penyitaan, menentukan urutan barang yang akan dilelang, dan mendapat kesempatan
Bagi instansi yang diberikan tugas dan fungsi mengelola penerimaan daerah,
perencanaan penerimaan merupakan target yang biasanya disajikan secara kuantitatif
dan dinyatakan dalam satuan uang yang disusun untuk jangka waktu tertentu. Selain
itu, perencanaan (target) dan pencapaian target (realisasi) berkaitan erat dengan kinerja
(performance) suatu instansi. Perencanaan penerimaan PBB-P2 dimulai dari penentuan
model peramalan penerimaan PBB-P2, perhitungan dan penetapan target penerimaan
PBB-P2, sampai dengan penyusunan program kerja untuk mencapai target yang telah
ditetapkan serta langkah-langkah antisipatif apabila dalam periode berjalan, target
tertentu tidak dapat dicapai.
Selama ini penentuan target penerimaan pajak daerah lebih didasarkan pada kaidah
inkremental (dinaikkan persentase tertentu dari tahun lalu) seperti yang dilakukan
oleh Ditjen Pajak, bukan didasarkan pada potensi penerimaan. Potensi penerimaan
daerah untuk masing-masing jenis pajak daerah belum dihitung secara menyeluruh.
Pengukuran prestasi kerja dalam penerimaan pajak daerah masih didasarkan pada rasio
pengumpulan (collection ratio), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur persentase
realisasi penerimaan pajak daerah dari target penerimaan pajak daerah bukan ukuran
rasio cakupan (coverage ratio), yang meliputi rasio proporsi dan rasio pertumbuhannya.
Sedangkan rencana tindakan (action plan) peningkatan pendapatan daerah lebih
dianggap sebagai kegiatan rutin instansi pemungut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa besarnya penerimaan atau tercapainya target penerimaan
dipengaruhi oleh tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Tidak hanya
jenis pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak, jenis pajak yang dibayar berdasarkan
ketetapan seperti halnya PBB-P2 juga demikian. Hal-hal berikut ini ditengarai
berpengaruh besar terhadap penerimaan PBB-P2 di daerah:
a. Kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam membayar pajak.
Kecenderungan masyarakat kita pada umumnya adalah menekan seminimal
mungkin pengeluaran (cost) termasuk didalamnya pengeluaran untuk membayar
pajak, sehingga seringkali masyarakat baru akan membayar pajak ketika sudah
ditagih atau ketika kewajiban perpajakan tersebut dikaitkan dengan layanan
pemerintahan.
b. Masyarakat belum memahami fungsi pajak.
Hal ini menjadi faktor penghambat tersendiri sehingga mereka enggan untuk
memenuhi kewajibannya. Keengganan ini lebih disebabkan oleh karena masyarakat
belum mengerti benar mengenai pentingnya fungsi pajak, terlebih lagi apabila
masyarakat tidak atau belum merasakan secara langsung hasil dari pajak yang
mereka bayar. Ketimpangan pembangunan yang dirasakan oleh masyarakat
dipelosok negeri menjadikan resistensi tersendiri dalam memenuhi kewajiban
perpajakan.
c. Kekeliruan dalam dokumen penetapan.
Terjadinya kekeliruan atau kesalahan dalam penetapan besarnya pajak menjadikan
faktor penghambat berikutnya. Walaupun secara peraturan perundang-undangan,
kekeliruan tersebut dapat dilakukan perbaikan melalui proses pembetulan atau
proses keberatan oleh wajib pajak, namun hal tersebut bagi sebagian masyarakat
Dikaitkan dengan teori perencanaan di atas, apabila PBB-P2 disuatu daerah termasuk
dalam kategori prima, maka kebijakan perpajakan yang telah diterapkan pada tahun-
tahun sebelumnya (termasuk saat PBB-P2 dikelola oleh KPP) dapat tetap digunakan
dengan mempertahankan tingkat pertumbuhan dan kontribusinya terhadap penerimaan
daerah. Jika termasuk penerimaan yang potensial, maka upaya yang perlu dilakukan
adalah dengan mengintensifkan pemungutan dari objek-objek yang telah ada sehingga
terjadi pertumbuhan penerimaan. Untuk klasifikasi berkembang, upaya peningkatan
yang dilakukan adalah dengan menggali sumber-sumber baru dengan cara melakukan
pendataan baru atau dengan menyesuaikan NJOP yang sudah terlalu lama tidak
mengalami penyesuaian. Jika PBB-P2 dalam klasifikasi terbelakang, maka upaya
peningkatannya dilakukan dengan melakukan pendataan ulang, merestrukrisasi
kebijakan tarif dan penyesuaian kembali NJOP. Tentu saja hal-hal tersebut disandingkan
dengan kemampuan masyarakat untuk membayar pajaknya.
Sumber 99
100 Pedoman Umum Pengelolaan pbb-p2
sUmBer 101