Referat Syok Hipovolemik
Referat Syok Hipovolemik
SYOK HIPOVOLEMIK
DISUSUN OLEH :
ARISTA STHAVIRA
030.08.042
PENDAHULUAN
Shock adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal
mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan
(hipovolemik), Karena kegagalan pompa atau karena perubahan resistensi vaskuler perifer.
Renjatan adalah diagnosa klinis yang terjadi karena berbagai sebab. Renjatan
merupakan gewatan medic dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (>20%) yang
membutuhkan penanganan segera. Kelambatan penanganan dapat menyebabkan kematian
atau terjadinya gejala sisa. Gejala awal shock pada anak tidak sama dengan dewasa karena
fungsi organ dan kemampuan kompensasi tubuh yang relative berbeda sesuai perkembangan
usia.
Kehilamgan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel sehingga
terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi penurunan hantaran
oksigen kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan, selain terjadi penurunan cardiac
output juga terjadi pengurangan haemoglobin, sehingga transport dari oksigen ke jaringan
makin berkurang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yanga dekuat organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh
yang serius seperti, perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri
yang tidak terkontrol (syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik)
atau akibat respon imun (syok anafilaktik).
Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan
ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan
mekanisme homeostasis.
Kardiogenik 1. Aritmia
Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
Penyakit jantung arteriosklerotik
Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
Regurgitasi mitral/aorta
Rupture septum interventrikular
3
Aneurisma ventrikel massif
Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus
Anafilaksis Antibiotic
Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin, ampoterisin B
Biologis
Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma globulin
Makanan
Telur, susu, dan udang/kepiting
Lain-lain
Gigitan binatang, anestesi local
4
Bagaimana mengenali Berbagai macam jenis dari syok
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu
arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat,
artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer
rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat
mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang
5
mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan
darah akan turun.
6
Gambar 2.3 Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan per-kembangan
syok.
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat
ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan
ireversibel (tidak dapat pulih).
Fase1 : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui
mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya
resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital
ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan
tekanan darah sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi
menyempit).
7
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan
meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin
dan renin – angiotensin – aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan
natrium dan air dalam sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin
dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.
Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung
yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang
buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara
anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan
asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan
terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,
sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang
dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator
oleh makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada
keadan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi
arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang
kembali kejantung (venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.
8
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah
mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling
bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan
depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).
2.4 Diagnosis
Shock adalah diagnosis klinis, jadi tidak ada diagnosis bandingnya. Diagnosis
bandingnya hanya terhadap penyebab dar shock. Diagnosis shock pada stadium dini sangat
penting untuk berhasilnya suatu pengobatan, namun sering kali hal ini tidak mudah. Karena
itu sangat penting adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya shock pada
penderita dengan resiko tinggi. Pada penderita pada resiko tersebut kita lakukan pemantauan
yang lebih ketat sehingga dapat dilakukan tindakan yang lebih dini bila terdapat tanda-tanda
shock.
Diagnosis shock pada anak dan bayi kadang-kadang sulit, tanda-tanda shock berat
dengan gejala yang jelas seperti nadi yang lemah atau tidak teraba, akral dingin dan sianosis
mudah dikenali, tapi pada compensated shock dimana tekanan darah sentral masih dapat
dipertahankan, seringkali diagnsosi renjatan shock sulit ditegakkan. Pengambilan anamnesa
yang baik dan benar sangat penting untuk menegakkan diagnosis etiologis dari renjatan,
seperti adanya muntah dan diare akan mengarahkan kita pada shock hipovolemik, trauma
atau pasca operasi kemungkinan menjadi penyebab renjatan hipovolemik karena perdarahan.
Pada neonatus panas pada ibu pada aktu melahirkan, ketuban pecah prematur (KPP),
9
perdarahan intrapartum atau distress fetal dapat membantu memperkirakan penyebab
renjatan pada bayi.
2.5 penatalaksanaan
4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu
bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan
darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin.
Cari dan Atasi Penyebab :
Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk
mempermudah kembalinya darah ke jantung.
Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.
Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya muntahan.
Jangan diberikan apapun melalui mulut.
10
Obat-obatan diberikan secara intravena. Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat
penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung menurunkan tekanan darah.
Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang
mengkerutkan pembuluh darah. Pemberian obat ini dilakukan sesingkat mungkin karena
bisa mengurangi aliran darah ke jaringan.
Jika penyebabnya adalah aksi pompa jantung yang tidak memadai, dilakukan usaha
untuk memperbaiki kinerja jantung. Kelainan denyut dan irama jantung diperbaiki dan
volume darah ditingkatkan (bila perlu). Untuk memperlambat denyut jantung bisa
diberikan atropin. Obat lainnya bisa diberikan untuk memperbaiki kemampuan
kontraksi otot jantung.
Pemberian Cairan :
Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah,
kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat trauma pada perut serta kepala
(otak) karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah
cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan
yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus
diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus
11
diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan
kristaloid memerlukan volume 3-4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila
menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan
yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi
dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang
berlebihan.
Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang
akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk
menghilangkan nyeri.
Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok
septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction).
Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter,
dan pemeriksaan analisa gas darah
2.6 Komplikasi
SIRS, dapat terjadi bola syok tidak dikoreksi
Gagal ginjal akut (ATN)
Gagal hati
SYOK HIPOVOLEMIK
12
Etiologi shock hipovolemik pada anak:
Patofisiologi
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun secara
umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk
mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui reflex
neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus
13
pembuluh darah dan system pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat
menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi
yang terjadi adalah melalui:
1.Baroreseptor
Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh darah. Bila
terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun,
sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan
terjadi:
Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia. Baroreseptor
ini terdapat di snus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam
sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling
berperan dalam pengaturan tekanan darah.
2. Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai
60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila terjadi hipoksia
dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas
dan rangsangan pernafasan.
Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi sympathetic
discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari pada reseptor-reseptor
perifer .
4. Reseptor humoral
Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormone-hormon stress
seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang merupakan hormone yang mempunyai efek
14
kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran dari hormone ini adalah terjadinya
takikardia, vasokonstriksi dan hiperglikemi. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan
tekanan darah perifer dan preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH aleh
hipofisee posteriosr juga meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.
Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin oleh apparatus
yukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I. angiotensin I ini oleh
converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang mempunyai sifat:
- Vasokonstriksi kuat
- Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus
ginjal.
- Menigkatkan sekresi vasopressin
Volume sirkulasi↓
Preload ↓
Volume sekuncup ↓
Ginjal 15
Ngiotensi, vasopressin, aldosteron
Gambar 3.1 Refleks kardiovaskular pada hipotensi
6. Autotransfusi
Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam tubuh untuk mempertahankan agar volume
dan tekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara jumlah
cairan intravascular yang keluar ke ekstravaskular atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada
keseimbangan antara tekanan hidrostatik intravascular akan menurun makan akan terjadi
aliran cairan dari ekstra ke intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal
ini tergantung dari kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh cepat
maka proses ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah.
Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka metabolisme menjadi
metabolisme anaerobic yang tidak efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP dari setiap
molekul glukosa. Pada metabolism oerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup dengan
pemecahan 1 molukel glukosa akan menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolism
anaerobic ini akan terjadi penumpukan asam laktat dan pada khirnya metabolism tidak akan
mampu lagi menyediakan energy yang cukup untuk mempertahan homeostasis seluler,
terjadi kerusakan popma ionic dinding sel, natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar
sel sehingga terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel. Pada
akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-organ tubuh atau terjadi kegagalan organ
multiple dan renjatan yang ireversibel.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan
mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan
tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2
lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah
yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan
menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan
fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
17
dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit,
otot, dan traktus gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin
dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin
I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin
II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya
akan menyebabkan retensi air.
Manifestasi klinis
Tergantung pada penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah cairan yang
hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan. Secara
klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekomensasi,
dan ireversibel.
18
Nadi/volume Normal/menurun Menurun + Menurun ++
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan cairan keluar
tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstitial seperti pada demam
berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan ke luar tubuh akan
menunjukkan tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar cekng, mata cekung, mucosa
kering, turgor kulit turun, refill kapiler turun, karal dingin, dan penurunan status mental.
Table 3.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita
19
Pemeriksaan laobarotorium
20
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis
Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting pada renjatan
terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal
Pemeriksaan faal hemostasis
Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer
Penatalaksanaan
1. Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2100%), kalau perlu bias diberiakan ventilator support.
2. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali. Bila akses
vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renjatan
berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan
sudah mencapai 2-3 kali tapi respons belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi
dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral
(CVP).
4. Kortikosteroid
21
Gambar 3.2 Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik.
Komplikasi
22
Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif terhadap
hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.
- Renjatan ireversibel.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Hipovolemi Pada Anak in: Pedoman
Diagnosa dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 3. Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soetomo. Surabaya. Pp. 4-7.
2. Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Anafilaksis in: Pedoman Diagnosa dan
Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 3. Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Soetomo. Surabaya. Pp. 8-9.
3. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
4. Hasan R, Atlas H. 2005. Ilmu Penyakit Anak. Buku Kuliah 3. Infomedika, Jakarta.
5. Ontoseno T, Poerwodibroto S, Rahman MA. 2008. Renjatan Kardiogenik in: Pedoman
Diagnosa dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 2. Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soetomo. Surabaya. Pp. 164-165.
6. Shinca KS, Donn S.Shock and Hypotension in new born. Update june 6, 2008
http:/www.emedicine.com/ped/topic2768.htm
7. Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. update October 2004
http:/www/emedicine.com/ped/topic3047
8. Staff FK UI,2005. Ilmu Kesehatan Anak jilid 3.Infomedika, Jakarta
9. Susetyo, Cahyohadi, dr. 2008. Renjatan. http//www. Buah hatiku.com. diakses tanggal 15
September 2010.
10. Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 2008.Clinical Skill Refreshment. Fakultas Kedokteran
UMM. Malang.
24