Anda di halaman 1dari 9

Bab 6

SYIASAH DAULIYAH

A. DASAR DASAR HUBUNGAN INTERNASIONAL DALAM ISLAM


Hubungan internasional dalam islam didasarkan pada sumber sumber normatif tertulis
dan sumber praktis yang pernah diterapkan umat islam dalam sejarah.sumber normatif
tertulis berasal dari Al quran dan hadis Rasulullah SAW.Dari kedua sumber ini kemudian
ulama menuangkannya kedalam kajaian fikih al-siyar wa al jihad (Hukum internasional
tentang peran dan damai)
Sumber praktis adalah aplikasi sumbr sumber normatif tersebut oleh pemerintah
dinegara negara islam dalam berhubungan dengan negara negara lain.Hal ini dapat
dirujuk langsung pada kebijakan kebijakan politik Nabi Muhammad Saw terhadap
negara negra sahabat maupun musuh. Kebijakann khulafa’al Rayidun dan para pelajut
mereka
1. Prinsip Dasar Al- quran Dalam Hubungan Internasional
 Memperkuat kewaspdaan dalam suasana damai
2. ‘’dan jika mereka bermaksud menipumu, maka sesunguhnya secukuplah Allah
(menjadi perlindungn) dialah yang mempersekutukanmu dengan pertolonganya
dan dengan paramukmim’’(QS. Al-anfal, 8;62)’’
3. Beberpa tuntunan nabi dalam hubungan intrnasional
Dalam hubungan dimasa perang ,nabi Saw memberikan tuntunan kepada panglima
perang dan pasukannya untuk memperhatikan etika perang yaitu;
 perang dilandasi oleh rasa takwa kepada Allah SW,bukan tujaun lain yang
bersifat duniawi
 yang diperangi adalah orang kafir yang memusuhi islam
 jangan mengelapakan rampasan perang
 jangan berhianat,termasuk lari dari medan perang
 jangan membunuh secara kejam
 jangan membunuh anak anak, termasuk juga wanita dan orang jompo
 terhadap orang yang belum memeluk islam dan tidak memusuhi islam.tawarkan
kepada mereka apakah mereka mau masuk islam, membayar jizya atau
dipengaruhi.
 Demikian beberapa dasar ataw prinsip ajaran islam dalam mengatur hubungan
internasional,baik pada masa damai maupun pada masa perang .

A. PEMBABGIAN NEGARA DALAM ISLAM


Beberapa dengan syariat nabi2 sebelum yang bersifat lokal dan temporal,syariat
islam yang di bawah oleh nabi Muhammad SAW bersifat unifersal ,internasional dan
kekal hinga akhir zaman.hal ini ditegaskan sendiri Allah dalam Al-Quran
‘’kami tidak megutusmu (Wahai Muhammad) kecuali untuk seluruh umat
manusia,sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan, akan tetapi banyak manusia
yang tidak mengetahunya.’’(QS. Saba =34,28).
Meskipun al quran mengklaim syariat islam bersifat kekel dan universal, AL quran juga
mengakui kebebasan manusia untuk menerima sepenuh hati ataw menolaknya dengan
penuh kesadaran tampa merasa dipaksa .
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan identitas suatu negara dar al islam .
Di antara mereka ada yang melihat dari sudut hukum yang berlaku di negara tersebut.
Dalam pemikran modern, pandangan demikian juga di anut oleh sayyid quthb. Tokoh
al-muslim ini memandang negara yang menerapkan hukum islam sebagai dar al-islam,
tanpa mensyarakatan pendududknya harus muslim atau bercampur baur dengan ahl al-
dzimmi.
Kewarganegaraan
Islam adalh agama yang mementingkan kemasalahan dan kebahagian manusia baik di
dunia maupun di akhirat, ajaran tetap aktual bagi manusia di segala jaman dan tempat, islam
tidak hanya merupakan rahmat bagi manusia, tetepi juga bagi alam semesta .
Dengan berlandasan pada agama yang di yakini seseorang mempertimbangkan negara yang
menjadi tempat tinggalnya dan ada atau tidaknya ikatan perjanjian dengan pemerintah islam,
para ulama figh membagi kewarganegaraan seseorang muslim dan non-muslim, orang non-
muslim terdiri dari ahl-idzmi, musta’min dan harbyyan.penduduk dar al-islam terdiri dari
muslim, ahl al dzimii, dan musta’minsedangkan penduduk dar al-harb terdiri dari muslim dan
harbiyyan.
1.Muslim
Istilah ‘’muslim’’ merupakan nama yang di berikan bagi orang yang menganut agama islam.
Muslim meyakini dengan sepenuh hati kebenaran islam dalam akidad,syari’ah dan akhlak
sebagai aturannya.
2.Ahl al-Dzimi
Kata ahl al-dzimi atau ahlahl al-dzimmah merupakan bentuk tarkip idhafi [kata majemuk]
yang masing-masing katanya berdiri sendiri.
Kata ‘’ahl’’ secara Bahasa berarti keluarga atau sahabat. Adapun kata ‘’dzimmi/dzimmah’’
berarti janji, jaminan, atau keamanan.
Dalam pandangan al-Ghazali [w.505H/1111 M], ahl al-dzimmi adalah setiap ahli kitap yang
telah baligh, berakal, merdeka, laki-laki, mampu berpereng, dan membayar jizyah. Ibn al-maliki
memberikan definisi yang hamper sama dengan al-ghazali bahwa al-dzimmi adalah orang kafir
yang merdeka, baligh, laki-laki,menganut agama yang bukan islam, mampu membayar jizyah
dan tidak gila.
3.Musta’min
Secara Bahasa kata ‘’musta’min merupakan bentuk isim fa’il [pelaku] dari kata kerja
ista’mana. Kata ini seakar dengan kata dimana yang berati aman. Dengan demikian kata
ista’mana mengandung pengertian ‘’ meminta jaminan keamanan, dan orang yang meminta
jaminan tersebut di sebut musta’min.
Istilah musta’min juga dapat di gunakan untuk orang-orang islam dan ahl al-dzimmi yang
memasuki wilayah dar al-harb dengan mendapat izin dan jaminan keamanan dari pemerintahan
setempat.Hal ini di akui selama meraka hanya menetap sementara di tempat tersebut dan
kembali ke dar’ al-islam sebelum izinya habis, status yang bersangkutan masih tetap muslim,
selama ia tidak murtad.
4.Harbiyun
Kata ‘’harbiyun’’ berasal dari harb, berarti ‘’perang’’. Kata ini di gunakan untuk pengertian
warga negara dar al-harb yang tidak menganut agama islam dan di antara negara islam dengan
dar al-harb tersebut tidak terdapat hubungan diplomatik.
Dri penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa warga negara dar al-islam terdiri dari umat
islam ahl al-dzimmi, dan musta’min. adapun warga negara dar ahl al-harb terdiri dari non-
muslim yang di sebut harbiyun, muslim sendiri dan musta’min.

C.HUBUNGAN DIPLOMATIK

Sesuai degan Namanya sebagai agama dami dan sejahtera, islam lebih
mengutamakan perdamain dan kerja sama dengan negara mana saja. Islam di turunkan
sebagai rahmat untuk alam semesta. Karena itu Allah tidak membenarkan umat islam
melakukan peperangan, apalagi mengekspansi negara lain. Perng hanya di izinkan dalam
kondisi snagat terdesak, dan hanya u ntuk membela diri.
Dalam negara madina, Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara, juga
melakukan jalinan kerja sama dengan berbagi negara sahabat. Kerja sama ini di pererat
melalui hubungan diplomatic dengan negara-negara tersebut. Negara-negara sahabat
yang mempunyai hubungan diplomatik dengan dar al-islam. Di namakan oleh ulama
syafi’yah dengan dar al-ahd al-shulh.
Diplomasi [diplomacy, Inggris] berasal dari bahsa Yunani kuno, diploo= melipat,
diploma= perjanjian atau perikatan atau surat kepercayaan.
Menurut konvensi wina 18 april 1961 yang mengatur hubungan internasional, korps
diplmatik memiliki hak kekebalan pribadi dan ekonomi. Dalam hak-hak pribadi, jiwa, dan
harta diplomat asing harus di lindungi supaya ia dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik. Sementara dalam hak-hak ekonomi, diplomat harus di bebaskan dari bea cukai dan
pajak dalam batas-batas tertentu.
Selain kedua hak tersebut, diplomat juga mempunyai hak ekstrateritorial, yaitu hak
untuk tidak tunduk pada hukum negaranya.Nmaun begitu, hal ini tidak berarti bahwa ia
dapat berbuat apa saja di luar kewenangannya sebagai diplomat yang melanggar
kedaulatan negara tempat ia bertugas.

Pakta perjanjian
Sebagai mana diungkapkan di atas, adanya hubungan diplomatik antara negara satu
dengan negara lainya diawali oleh penandatangan pakta perjanjia. Sebelum di rumuskan
konvensi wina mengenai pakta perdamaian 1969 nabi dan sahabat telah mempraktikkan
bagaimana dar al-islam harus tunduk dan patuh pada pakta perjanjian yang telah di
sepakati dngan negara lain.
Bila dilihat sepintas, isi perjanjian ini timpang dan merugikan umat islam, terutama
pasal dua yang mengharuskan ekstradisi secara sepihak. Namun Nabi Muhammad SAW,
sebagai pihak yang telah menandatangani perjanjian hudaibiyah in tidak punya pilihan
kecuali mematuhi dan melaksanakanya.

Sikap Islam Terhadap Anggota Korps Diplomatik


Anggota korps diplomatik adalah para duta dan utuusan-utusan tetap suatu negara
di negara asing untuk menyelenggerakan hubungan diplomatik. Islam memperlakukan
duta-duta negara asing dengan perlakuan hormat dan simpatik, meskipun duta tersebut
mempunyai track record yang negatif terhadap islam dan umatnya.
Selain itu kasus musailamah ada di atas, ada lagi kasus wahsyi, seorang budak
Ethiopia yang telah membunuh dan memperlakukan jenazah paman nabi hamzah ibn
abd al-muthalib secara sadis dan kejam pada perang uhud,yang di utus oleh negaranya
untuk menjadi duta.
Penerimaan duta asing yang bertugas di dar al-islam juga dilakukan dalam sebuah
upacara kenegaraan. Dalam kehidupan negara madina, upacara penerimaan duta asing
biasanya di oleh seorang pemimpin upacara [pratokoh].
Terhadap duta negara asing, dar al-islam boleh membebaskan meraka dari pajak
impor, apabila negaranya melakukan hal yang sama pula terhadap duta islam.
sebagaimana di kutip Pirzada, mengemukakan bahwa kalua negara asing membebaskan
duta-duta islam dari pajak impor dan pajak-pajak lainya, maka para duta dari negara
tersebut juga harsu mendapatkan perlakuan keistimewaan yang sma di wilayah
kekuasan islam. Jika tidak demikian kalua negara islam mau, maka para duta asing
tersebut diharuskan membayar seprti tamu-tamu biasa’’.

D. PERANG DALAM ISLAM


Perang adalah sesuatu yang sangat tidak di sukai manusia.Al-lQur’an juga mengatakan
hal demikian,ketika menyebutkan perintah perang ,AI-Qur’an sudah menggaris bawahi bahwa
perang merupakan seuatu yang sangat di benci manusia.namun begitu AI-Qur’an terdapat
kebaikan yang tidak di sukai itu terdapat kebaikan yang tidak di ketahui
manusia.Sebaliknya,boleh jadi pulah, sesuatu yang di senangi manusia ternyata membawa
petaka bagi hidup mereka ( QS.al-baqarah, 2:216).
Artinya:”Diwajibkan atas kamu berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci,padahal ia
amat baik bagimu,allah mengetahui,sedang kamu tidak mengetahui.
Karena itu, perperangan hanyalah di bolehkan dalam situasi yang sangat
terpaksa.seperti di uraikan sebelumnya,islam,sesuai dengan namanya,adalah agama
perdamaian dan berusaha membawa manusia dalam kedamaian,kesejateraan,dan
rahmatnya.Kedamaian ini tergantung pada kesediaan manusia untuk tunduk dan taat pada
ajaran –ajaran –Nya yang tertuang di dalam islam.siapa saja yang menghadap kepadanya dan
menghadap petunjuknya,pasti akan di berkatinya dengan kedamaian,kebahagiaan,dan
kesempurnaan.
Namun tidak semua manusia dapat menerima kebenaran islam.karena pengaruh
bahwa nafsu,ambisi dan hal-hal lain yang sangat bersifat duniawi,sebagaian manusia menolak
kebenaran islam.sebenarnya,kalau hanya menolak kebenaran islam. Allah dan rasulnya tidak
mempermasalahkanya.sebab,masalah iman ini adalah otoritas allah semata yang tidak bisa
“diintervasi” oleh manusia.masalah iman atau kufur adalah pilihan dasar manusia itu
sendiri.Namun,kalaupenolakan tersebut diiringi dengan sikap
benci ,permusuhan,gangguan,ancaman,dan segalah bentuk yang menghambat perkembangan
islam,hal ini tidak dapat di toleransi .Apalagi klo sudah menjurus kepada bentuk
terror ,intiminasi,tekanan fisik, dan ancaman terhadap keselamatan jiwa umatnya, maka allah
memerintahkan umat islam untuk membelah diri.
Berdasarkan ayat-ayat AI-Qur’an dan sejarah kehidupan nabi Muhammad SAW,Ali
wahbah menyimpuikan 3 kelompok manusia yang boleh di perangi dalam islam, yaitu:
1. Orang-orang musrik yang memulai terhadap umat islam dalam surah al-baqarah di atas,
Allah memerintakan kaum muslimin untuk menghilangkan permusuhan terhadap pihak
lain. Karena itu,bila ada pihak musrik yang memulai permusuhan ,allah memerintahkan
umat islam agar membalas memerangi mereka.Dalam sejarah islam terkenal
permusuhan yang di lakukan kaum musrik Qurais mekka kepada Nabi Muhammad SAW
dan umat islam, sehingga nabi membalas memerangi mereka juga.
2. Pihak yang membatalkan perjanjian secara sepihak. Kalau ada pihak yang mengadakan
fakta perjanjian dengan kaum muslimin,lalu mereka menghianatinya, maka halal di
perangi. Hal ini dapat di rujuk pada perjanjian ( piagam Madinah) yang di buat nabi
bersama kaum yahudi madinah. Mereka terdiri dari Bani Nadir,Bani Qainuqa’, dan Bani
Quraizah. Tetapi mereka melakukan penghianatan dan mengganggu kehidupan umat
islam di madina. Ahirnya, sebagai balasan atas penghianatan mereka, Nabi menghukum
mereka dengan hukuman yang setimbal.
3. Musu-musu islam yang mengadakan persekutuan untuk menghancurkan islam dan
umatnya, sebagaimana terjadi dalam perang Azhab (perang khandak). Dalam perang ini
kaum penganis mekkah mengadakan komplotan dengan penduduk di sekitar mekah.

Selain ke 3 kelompok di atas , ada lagi kelompok yang boleh di perangi dam islam. Mereka
adalah orang-orang yang sengaja menggagu dan menghalangi dawa islam. Dalam sejarah, Nabi
perna mengirikan utusan dakwanya ke daerah syam yang saat itu di kuasai oleh romawi. Akan
tetapi misi dakwa nabi itu yang berjumlah 50 orang da’I yang di kirimkan nabi ke Dhat al-Tallh.
Mereka di bunuh, kecuali hanya pimpinannya saja yang selamat melarikan diri . Kasus ini
merupakan kasus belli (peristiwa yang menyebabnya di bolehkannya melakukan peperangan)
terhadap romawi. Oleh karena itu, Nabi mengirimkan pasukan untuk membalas kejahatan
mereka terhadap utusan beliau . Akhirnya pasukan muslim dan romawi bertempur di medam
perang Mu’tah.
Kewajiban Berperang

Secara umum, perang adalah fardu kifayah, yaitu kewajiban yang di bebankan kepada sebagian
orang yang dapat berperang telah mengusir musuh atau perang berakhir dengan perjanjian, maka
kewajiban tersebut gugur atas kaum muslimin lainya, Hal ini di dasarkan pada firman allah dalam surah
At-taubah, 9:122:

Artinya:

“Tidak sepantasnya bagi orang-orangyang beriman itu pergi semuanya ke medan perang . Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk mempelajari agama agar
mereka bisa memberi peringatan kepada kaumnya bilah telah kembali, supaya mereka menjaga diri”,

Namun demikian, tentu saja orang yang berpegang lebih muliah di sisi allah dari pada yang di
tinggal. Akan tetapi fardu kifayah ini berubah menjadi fardhu ‘ain, apabilah tentara muslim dalam
keadaan lemah,dengan kondisi demikian, umat islam lainya yang sanggup dan dekat dengan posisis
pertempuran, wajib berperang membantu tentara muslim untuk menghadapi kaum kafir, baik dalam
bentuk persenjataan, harta benda maupun langsung terlibat dalam peperangan.
ETIKA PERANG

Watak islam sebagai agama damai menganjurkan perang untuk tujuan –tujuan defensif terlihat
dalam beberapa etika perang yang di garikan dalam al-Qur’an dan di contokan oleh Nabi Muhammad
SAW serta para pelanjutnya , Hai yang pertama harus di lakukan sebelum perang adalah mengumumkan
perang terhadap musuh. Sebagian ulama memandang pengumuman perang ini sebagai suatu kewajiban
atas perintah dar al-islam. Pendapat ini di anut imam malik dan mazhab syi’ah Zaidiyah. Menurut
mereka , pemerintah harus terlebih dahulu menyampaikan dakwa, baik kepada musuh maupun bukan.
Pendapat ini di dasarkan pada amanat nabi kepada komandan pasukan yang akan berperang. Beliau
berpesan bahwa sebelum memerangi orang musrik, terlebih dahulu harus di suruh masuk islam . kalau
menolak , mereka boleh tetap dalam kepercayaanya , tetapi harus membawa ziryah sebagai jaminan
atas keagamaan mereka , bila ini meraka juga menolak , berarti hal ini merupakan ajakan perang. Dalam
kondisi inilah umat islam boleh mememerangi mereka.

AKHIR PEPERANGAN

Peperangan dapat berakhir dengan menyerahnya musuh dan perjanjian atau gencatan senjata.
Apabilah musuh telah menyerah , mereka tidak boleh di serang lagi dan kepada mereka dapat di berikan
alternatif pilihan.Pertama . Ajak mereka masuk islam.. Bilah pilihan ini mereka terima, ajak mereka
untuk pindah ke negri islam, maka mereka menerima tawaran ini , maka status dan kedudukan mereka
sama dengan umat lainya. Mereka berhak mendapat harta rampasan perang, kecuali hijrah, maka
mereka tidak mendapat harta rampsan perang , kecuali kalau mereka engan hijrah, maka mereka
bersama tentara muslim. Bilah alternatif pertama tidak mereka terima, musuh wajib di beri tawaran ke
dua, yaitu membayar jizyah. Jiwa dan harta benda mereka wajib dilindungi bilah mereka membayar
jizyah.

TAWANAN PERANG

Kosenkuensi dari sebuah perperangan adalah tawanan yang berhasil di tangkap. Dalam islam,
tawanan perang adalah orang kafir atau musrik yang dalam peperangan berhasil di tangkap oleh tentara
islam. Dalam fiqhi, tawanan perang dapat di kelompokan menjadi al-asra dan al-sabiyy adalah anak-anak
dan wanita musrik yang berhasil di tangkap oleh tentara islam.

Islam membolehkan menawan pasukan musuh sebagaimana dalam surah at-taubah, 9: 5 dan
Muhammad, 48: 4 ). Namun ilam memberikan tutunan dalam memperlakukan tawanan perang ini .
islam mewajibkan umatnya untuk memperlakukan mereka secarah baik dan kasih saying (rahmat).
Dalam sejarah, Nabi tidak pernah memperlakukan tawanan perang dengan kasar, apalagi
membunuhnya, kecuali karena hal-hal yang sangat prinsip , seperti tawanan perang tersebut
melakukan tindak pidana (jarimah) atau sangat berbahaya kalau di biarkan hidup, sebagaimana di
lakukan nabi dalam kasus perang badar. Selain yang di bunuh , masi banyak tawanan perang badar yang
di bebaskan, bahkan tanpa meminta tembusan dari mereka.
Terhadap tawanan perang Badar, Nabi SAW berpesan kepada umatnya agar memperlakukan
mereka dengan baik ( istawshu bihin khaira=perlakukan mereka dengan sebaik-baiknya). Daalam AL-
Qur’an , allah juga mengajarkan memperlakukan tawanan cecara manusiawi.

Mazhab maliki berpendapat bahwa pemerintahan islam boleh memiliki lima anternatif yang
paling maslahat bagi umat islam terhadap tawanan perang sebelum pembagian rampasan perang , yaitu
: membunuh mereka , menjadikannya sebagai budak , membebaskannya sebagai anugerah tanpa
meminta tebusan ,membebaskanya dengan mintah tebusannya atau memungut pajak dari mereka.

Dapat disimpulkan bahwa memiliki mensyaratkan penemuan sikap terhadap tawanan perang
harus sebelum pembagian harta rampasan perang karena tawanan perang juga merupakan
‘’sesuatu’’ yang akan dibagi bagikan.

E. SUAKA POLITK
Suaka politik atau asyalum adalah perlindungan yang di berikan oleh suatu negara
kepada orang asing yang terlibat perkara/kejahatan politik di negara lain atau negara
asal pemohon suaka. Kegiatan politik tersebut biasanya dilakukan karena motifdan
tujuan politik atau karena tuntutan hak-hak plitiknya secara umum. Kejahatan politk ini
pun biasanya di landasi oleh perbedaan pandangan politiknya dengan pemerintah yang
berkuasa, bukan karena motif pribadi.

Jenis-jenis suaka poiotik


Dalam hubungan internasional,suaka politik dapat dibedkan menjadi suatu wilyah
[teritorial asyalum] dan suaka dplomatik .
Suaka wilayah atau suaka teritorial adalah perlidungan yang di berikan suatu negara
kepada orang asing di dalam negara itu sendiri.
Jenis suaka poitik pertama mendapt jaminan dalam hukum internasional.setiap
negara berhak memberikan perlindungan politik kepada negara asing.

Pandangan ulama tentang suaka poltik


Pandangan ulama mengenai masalah suaka politik berpangkal dari pembagian
mereka tentang dua negara [dunia], yaitu dar al-harb dan dar al-islam sebagaimana
telah di uraikan pada bagian sebelumnya.
Pada prinsipnya, islam tidak menghalangi penduduk dari dar al-harb untuk meminta
perlindungan [suaka] ke dar al-islam. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Allah dalam al-
qur’an surah at-taubah, 9;6 ayat menjelaskan bahwa kalua ada orang musrik yang
datang memohon suaka, makai a harus diterima dan dilindungi.
Namun para ulama berbeda pendapat tentang berapa lamanya waktu mereka boleh
menetap di dar al-islam, abu hanifah dan sebagian mazhab hanbali berpendapat bahwa
bahwa keizinan tinggal bagi pemohon suaka hanya berlaku satu tahun saja.

Penyarahan pemohon suaka


Sering terjadi dalam hubungsn internasional, negara asal pelarian politik meminta
kepada negara yang memberi suaka supaya perian tersebut, diserahkan [diektradisi]
kembali ke negara asalnya.
Menurut Ali-Mansyur, untuk menyerahkan atau mengembalikan ke negara asal
orang yang meminta perlindungan di dar al-islam, haruslaj\h di penuhi empat syarat ,
kejahatan yang di lakukannya besifat sebservis dan sangat membahayakan negara;
kedua,baik negara asal maupun negara suaka sama-sama memandang bahwa kejahatan
yang diLakukan pencari suaka harus di hukum dengan ancama hukuman ,ketiga, pelaku
yang memminta suaka adalah orang yang memang dapat diserahkan harus ad jaminan
dari negara yang meminta ekstrradisi.
Perbedaan pendapat terjadi dalam masalah pengembalian para muslim ke dar al-
harb setelah adanya perjanjian ekstradisi. Syafi’I berpendapat bahwa penyerahan
pemohon suaka ke negara asalnya tergantung apakah ia memiliki keluarga, makai a
dapat di ektradisi.tetapi kalua ia tidak memiliki keluarga di sana, ia tidak dapat
dikembalikan. Pertimbanganya adalah bahwa keluarganya merupakan pihak yang paling
bertangung jawab atas jaminan keselamatnya. Dengan demikian, keluarganya akan
membela dan memperjuangkannya agar ia tidak diperlakukan dengan semena-mena
dan di proses secara adil, Adapun kalau ia tidak memiliki keluarga di dar al-harb,
kemungkinan jiwanya tidak akan aman dan dia akan memngalami ketidakadilan.

Anda mungkin juga menyukai