Anda di halaman 1dari 12

PENUGASAN PADA PERTEMUAN KE 10

UNTUK DIBAHAS DAN DISEMINARKAN PADA PERTEMUAN KE 11

MODUL 10
IBADAH MU’AMALAH 2
(POLITIK DAN HAM DALAM ISLAM)

Kompetensi Politik dan Ham dalam Islam


Agar mahasiswa mengetahui tentang kosep politik dan Ham dalam Islam, dalam membentuk kekuasaan dalam
pemerintahan masyarakat madani sesuai dengan konsep syari‟aha Islamiyah, yang didukung oleh aktivitas sosial
ekononi islami dalam masyarakat madani dalam memenuhi kebutuhan hak asasi manusia sesuai dengan konsep syari‟ah
Islamiyah. Sehingga mamasiswa diharapkan mempu menerapkan Politik dan Ham secara islami dalam kehidupannya,
baik dalam kehdupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1. Politik Dalam Islam


Politik adalah pembentukan kekuasaan untuk mengatur kegiatan sosial dan ekonomi sebaik
mungkin, yaitu menurut ideologi atau anggapan politisi yang memegang kendali pemerintahan. Dalam
hubungan dengan luar negeri, politik melakukan diplomasi untuk mewujudkan keinginan-keinginannya
dalam rangka anggapan atau ideologinya yang efeknya yang bertujuan kepada sosial dan ekonomi
dalam negeri.
Politik luar negeri ditentukan oleh politik dalam negeri. Politik dalam negeri
memperhitungkan politik luar negeri. Apabila politik luar negeri dengan diplomasi macet, maka ia
dilanjutkan dengan permainan senja (perang). Perang adalah alat politik untuk mewujudkan tujuannya
yang beralatkan senjata. Diplomasi adalah alat politik yang beralatkan lidah (bahasa).
Politik Islam adalah pembentukan kekuasaan untuk mengatur sosial, ekonomi, hukum dan
kebudayaan menurut keyakinan (keimanan), jadi bukan menurut ideology, Politik dimulai dengan
memilih pemimpin (di Indonesia disebut dengan PEMILU).
1.1. Kewajiban Memilih Pemimpin Yang beriman (Islam).
Allah SWT. memerintahkan kepada umat Islam untuk memilih pemimpin yang yang beriman, yang
ahli dalam kepemimpinan, yang adil dan dari golongan umat Islam, sebagaimana dijelaskan Allah

1
SWT. dalam Firman-Nya QS. 4, 58-59, Qs.5:51 dan QS: 9:23 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya).
1.2. Dilarang Memilih Pemimpin Kafir (Bukan Muslim).
Allah SWT. melarang keras umat Islam memilih pemimpinnya dari golongan non muslim (orang
kafir), sebagaimana yang dijelaskan-Nya dari beberapa firman-Nya berikut ini: Dalam QS. 3:28,
QS. 4:144, QS.9:73 QS.5:51 dan QS.60:121 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
1.3. Jihad dalam Islam
Politik Islam pada awalnya dilaksanakan Rasulullah SAW. kurun Madinah, ditujukan untuk
mengatur sosial ekonomi masyarakat Muslim yang semakin luas. Di samping itu politik Islam
menghancurkan lawan yang menyerang. Selanjutnya politik Islam itu di samping mengatur ke
dalam, juga menundukkan tantangan dari luar. Dimana terjadi kemacetan dalam menjalankan
politik tersebut lahirlah jihad (perang), menembus kemacetan untuk mencapai tujuan politik.
Para penulis orientalis barat pada umumnya mengidentikkan jihad dengan perang. Hal itu keliru.
Perang adalah jihad, tapi jihad bukanlah perang saja. Jihad lebih luas dari perang. Contoh, sapi
adalah hewan, tapi tidak sebaliknya dapat dipakai kembali di sini.
Istilah jihad dalam al-Qur‟an terdapat dalam dua surat, yaitu dalam QS. QS:8:72-75, QS.9.20-22
(Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
Imam Ibnu Qasim al-Husain menerangkan bahwa arti kata jihad dijabarkan dari kata jahd atau
juhd. Jihad daya sungguh-sungguh atau tenaga, dan jihad mujahid berarti memusatkan tenaga
sendiri dalam menampik musuh. Selanjutnya ia membagi tiga macam jihad, yaitu:
1.3.1. Melakukan jihad terhadap musuh yang tampak, yaitu perang mengangkat senjata (perlawanan
fisik) menghadapi musuh yang tampak yang menyerang kita, sebahgamana dijelaskan Allah
SWT dalam QS.2:190-192 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
1.3.2. Melakukan jihad terhadap musuh yang tidak tampak, yaitu mnejaga diri dari gangguan setan
(iblis dan jin jahat), sebagaimana dalam firman Allah SWT. dalam QS.2:208 (Baca artinya
dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
1.3.3. Melakukan jihad terhadap diri sendiri, yaitu hawa nafsu). Nafsu menurut al-Qur‟an terbagi tiga:
1.3.3.1. Nafsu al-muthmainnah, yaitu nafsu yang tenang, yang berkeinginan menyembah Allah SWT.,
sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam Q.S. 89:27-30 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya).
1.3.3.2. Nafsu Lawwamah ialah nafsu yang cenderung menyesali diri sendiri, maksudnya bila ia
berbuat kebaikan ia juga menyesali kenapa ia tidak berbuat kebaikan ia juga menyesali kenapa

2
ia tidak berbuat lebih banyak, dan apabila ia berbuat kejahatan ia juga menyesali kenapa ia
tidak berbuat lebih banyak, sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam Q.S. 75:2 (Baca
artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
1.3.3.3. Nafsu Amarah ialah nafsu yang selalu mendorong manusia berbuat dosa/kejahatan atau kafir
terhadap Allah SWT. sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam Q.S. 12:53 (Baca artinya
dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
Jihad tidak hanya berarti perang saja (dengan senjata). Bandingkanlah ayat-ayat al-Qaur‟an
yang berisikan kata jihad dalam surat Makiyah dan surat Madaniyah dan hubungkan sikap dan
laku perbuatan nabi sebagai pelaksana dari surat-surat itu. Perang dalam Islam adalah untuk
membela diri, bukan untuk memaksa orang supaya masuk Islam. Umat Islam dibolehkan
berjihad dengan mengangkat senjata karena terpaksa untuk membela diri karena diserang
musuh, sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam Q.S. 2:190-193 dan QS.2:256 (Baca
artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
Ayat-ayat tersebut terang menyatakan bahwa jihad dalam pengertian perang dengan senjata
terhadap musuh yang kelihatan, hanya karena terpaksa. Umat Islam dilarang agresif,
sebaliknya diwajibkan berbuat baik kepada orang lain. Orang lain berarti semua manusia,
bukan muslim saja bahkan temasuk berbuat baik kepada orang yang nyata bermusuhan. Tetapi
apabila orang yang bersikap bermusuhan itu menyerang barulah umat Islam mengangkat
senjata. Kecuali terhadap orang zalim, umat Islam selalu berada dalam status bermusuhan.
Mempertahankan hidup Islam dengan berperang diizinkan oleh Allah SWT. sebagaimana
dijelaskan Allah SWT. dalam Q.S. 22:39, 9:41! (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya).
Pada prinsipnya Islam mencintai damai, dengan membudayakan musyawarah di meja
perundingan dalam segala urusan, apalagi dalam bidang politik, sebagaimana dijelaskan Allah
SWT. dalam Q.S. 3:159, 42:38! (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya). Sehinga
dicapai kesepakatan yang terbaik. Inilah asas demokrasi dalam membangun masyarakat
madani dengan prinsip persamaan di hadapan Allah SWT., sebagaimana dijelaskan Allah
SWT. dalam Q.S. 49:13! (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
2. Ham dalam Islam
Manusia diciptakan Allah SWT, dari jenis laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa di bumi ini, menjalani kehidupan dengan hak yang sama, sebagaimana dalam firman Allah
SWT dalam QS.49:13 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya Syari‟at Islam menempatkan

3
HAM sesuai dengan filosofi teosentris dan etiko religius, sebagaimana yang dirumuskan oleh Ahmad
Zaki Yamani, bahwa HAM menurut Syari‟at Islam adalah:
2.1. Persamaan Warga Negara.
Yang dimaksud dengan persamaan warga negara itu adalah adanya perbedaan antara masing-
masing orang seorang dalam hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, atau seperti sabda Rasulullah
SAW. Yang artinya: orang itu sama rata seperti gerigi sisir. Persamaan dalam Islam adalah persamaan
dalam perlakuan hukum yang memperbolehkan semua orang dengan wewenang hukum untuk memiliki
dan menghasilkan kekayaan, dan lingkungan hukum bagi mereka diwujudkan dan merekapun tunduk
kepada kewajiban yang ditentukan oleh hukum.
Islam telah memberi contoh praktis yang mengagumkan tentang persamaan kedudukan
dihadapan hukum. Rasulullah SWT. selalu mengajar para sahabat beliau bagaimana menghormati hak
penggugat dalam menuntut haknya, walaupun penggugat bersikap keterlaluan. Pernah seorang Yahudi
mendatangi Rasul untuk menagih hutang yang belum tiba waktunya; sambil berkeras dalam cara
menagih, ia berkata kepada rasul “memang kalian ini, hai abu Muthalib, suka bertangguh-tanguh saja”.
Dan para sahabat Rasul naik darah mendengar ucapan yang tidak sopan ini. Rasul bersabda kepada
mereka, “Biarkanlah dia bicara, karena ia berhak untuk itu”.
2.2.Jaminan Atas Kebebasan Pribadi
Hak-hak perseorangan dengan segala macamnya merupakan suatu di antara hal-hal yang
sangat diperhatikan oleh Islam, yaitu: agama, kemerdekaan dan persamaan. Kebebasan adalah suatu
lambang yang suci, karenanya baik rakyat maupun penguasa sangat mementingkan masalah
pelaksanaan kebebasan bagi setiap orang-seorang dalam masyarakat.
Para Khalifah rasul mengajarkan rakyat agar mereka gigih memelihara anugerah Ilahi yang
suci ini. Ali bin Abi Thalib berkata: “Janganlah engkau menjadi hamba dari orang lain, padahal Allah
swt. telah menjadikanmu orang merdeka”. Ketika Sayidina Umar menetahui bahwa seorang dari
Gubenurnya telah memukul seorang warga negara golongan kopti Mesir, beliau marah dengan penuh
perasaan dan mengucapkan kata-kata yang terkenal, “Sejak kapan kamu diperbudak manusia, padahal
ibu mereka telah melahirkan mereka sebagai orang bebas”.
Dalam Islam, kebebasan dimulai dengan kebebasan seorang dari hawa nafsunya, dan
kemampuan untuk mengendalikan kemauannya. Rasulullah saw. memperbandingkan antara perjuangan
membebaskan diri dari hawa nafsu sebagai “jihad Akbar” dan menggambarkan orang yang mampu
menguasai dirinya disaat marah sebagai orang kuat. Sabda rasulullah saw.: ”Orang kuat itu bukan
orang yang mampu mengalahkan lawannya dalam pergulatan. Tapi orang kuat ialah yang mampu

4
menguasai dirinya di saat ia marah”. (H.R. Imam Ahmad dan Ibnu Majah), sebagaimana dijelaskan
Allah SWT. dalam Q.S. 9:19, 39:53, 2:186! (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
Kebebasan pribadi perseorangan untuk bertindak sekehendak hati dan pergi kemana saja,
maka setiap pribadi tidak boleh ditangkap, di penjara atau dihukum kecuali atas dasar hukum.
Kebebasan pribadi ini adalah kebebasan yang telah menjadi kebiasaan sejak mula peradaban Islam.
Oleh karena itu tidak boleh perasaan pribadi hakim mempengaruhi tindakan-tindakannya. Khalifah
Umar bin Khathab ra. berkata kepada seseorang: “Aku benci kepadamu”. Jawab orang itu “Apakah
engkau akan menahan sesuatu yang menjadi hakku atau merugikan aku tanpa alasan hukum? Jawab
Sayidina Umar: “Tidak”. “Jika demikian tak apalah, yang gembira mendengar kata cinta hanyalah
orang wanita”. Demikianlah perasaan benci seorang kepala negara kepada salah seorang rakyat tidak
menakutkan atau tidak mempengaruhi kebebasan pribadi yang bersangkutan.
2.3.Kebebasan Berhak Milik
Kebebasan berhak milik adalah suatuhak yang amat terkenal dalam Islam. Islam
melindunginya sama dengan melindungi seorang muslim. Islam mengatakan bahwa seluruh harta
benda itu adalah milik Allah SWT. sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam Q.S. 10:55, 24:33, 2:29!
(Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
Maksud ayat-ayat tersebut adalah bahwa semua yang ada dalam perut bumi atau di atas muka
bumi telah dijadikan untuk kegunaan bagi umat manusia seluruhnya, masing-masing orang mempunyai
hak yang cukup guna memenuhi kebutuhannya dan menyejahterakan hidunya dalam batas-batas yang
dihalalkan oleh syari‟at Islam.
2.4.Kebebasan Tempat tinggal
Kebebasan tempat tinggal termasuk di antara hal yang oleh al-Qur‟an disebutkan secara tegas.
Pernah Umar bin Khattab memasuki suatu rumah dengan memanjat tembok dan menggerebek beberapa
orang di dalamnya yang sedang minum arak. Orang tadi mendebat Khalifah bahwa beliau telah berlaku
salah dalam tindakannya dan menyalahi firman Allah swt. yang artinya: “Dan masukilah rumah itu dari
pintunya”, Umar menerima pembelaan mereka dan tidak menjatuhkan hukuman kepada mereka.
2.5.Kebebasan Berusaha
Kebebasan berusaha dan berniaga merupakan di antara hal-hal yang oleh Islam dibebaskannya
dan dilepaskannya dari segala ikatan, kecuali jika merupakan yang merugikan kepentingan umum,
seperti halnya monopoli. Berusaha di samping halal juga wajib bagi semua orang yang berdaya, dan
malahan merupakan suatu ibadah untuk mendekatkan diri kepada tuhan, sebagaimana Umar bin
Khathab berkata: “bahwa berusaha dan berniaga adalah lebih dari shalat sunnat di mesjid-mesjid”,

5
sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam Q.S. 62:10, 30:23! (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya).
2.6. Kebebasan Berpendapat
Islam melindungi kebebasan berpendapat bahkan menggalakannya. Syari‟ah Islam
menyifatkan orang yang tidak mempunyaipendapat sebagai orang yang lemah. Sejarah Islam penuh
dengan perisiwa-peristiwa abadi; di saat para Muslim perseorangan menjalankan kebebasan
berpendapat dengan segala keyakinan dan kepercayaan serta keberaniannya. Khalifah Umar bin
Khathab pernah menyampaikan pidatonya di hadapan umat Islam, beliau mengecam sikap
mempermahal emas kawin yang dibayarkan oleh para suami kepada istri-istri mereka. Seorang wanita
di antara hadirin tampil dan berkata: “Engkau tidak kuasa berbuat demikian, hak Umar! Lalu ia
bacakan firman Allah swt. yang artinya: “Dan kamu semua telah memberikan kepada tiap-tiap orang di
antara istri masing-masing harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya
barang sedikitpun, sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam Q.S. 4:20 (Baca artinya dalam al-Qur‟an
dan Terjemahannya). Umar pun tunduk kepada teguran wanita dan berkata: “Aku telah keliru dan anda
benar. Dengan demikian dilaksanakanlah untuk pertama kalinya dalam sejarah prinsip kedaulatan
hukum.
2.7. Kebebasan Beragama
Hak beragama merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang mendasar, bahwa tidak ada
paksaan untuk memasuki agama Islam., karena sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dan yang
salah”, sebagamana dijelaskann Allah SWT dalam Q.S. 2:256 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya).
Untuk mewujudkan hak asasi manusia tentang kebebasa beragama, perlu diciptakan toleransi
kehiduapan beragama. Toleransi beasal dari kata tolerance (bahasa Inggris), yang berarti dapat
menerima perbedaan, atau membiarkan perbedaan. Dalam pemakaian sehari-hari toleransi disebut
dengan istilah kerukunan. Rukun artinya saling menghormati di antara yang berbeda paham, berbeda
pendapat dan berbeda agama, kerukunan hidup ialah kehidupan yang harmonis, yang saling
menghagai, saling menghormati perbedaan.
Toleransi kehidupan beragama di Indonesia dilaksanakan berdasarkan kepada SK (Surat
Keputusan) Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 70 dan 77 tahun 1978 tentang Tri Kerukunan
Hidup Beragama, yaitu kerukunan Interen Umat beragama, kerukunan Antar Umat Beragama, dan
kerukunan Antar Pemerintah dengan Pemerintah.
2.7.1. Kerukunan Interen Umat Beragama

6
Kerukunan interen umat beragama ialah kerukunan interen (di dalam) antar umat dalam suatu
agama yang berbeda-beda organisai perjuangan dalam menegakkan agama Islam, karena
perbedaan faham atau mazhab, seperti antar warga organisasi Muhammadiyah dengan warga
organisasin nahdatul-Ulama (NU) dalam perbedaan menetapkan tanggal satu bulan Ramadhan
untk memulai ibadah puasa dan tanggal satu bulan Sawal untuk melaksnakan hari raya Idul-Fitri
dan menetapkan tanggal satu bulan Zulhijjah untuk menetapkan harir aya Idul-Adha, yang
kadangkala terdapat persamaan dan terkadang terdapat perbedaan, yang saling menghormati
dan saling menghargai.
2.7.2. Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan antara umat beragama ialah kerukunan antara penganut agama yang berbeda-beda,
saling menghormati, saling menghargai pelaksanaan ajaran ibadah agama masing-masing,
membiarkan, tidak menggangu dan menjaga keamaanan dan kenyamanan, seperti antar umat
Islam, umat Kristen, umat Hindu dan Budah, yang selalu menjaga kerukunan dan
keharmonisan, sehingga dapat bekerja sama dalam membangun kahidupan dalam berekonomi,
bersosial, bermasyaraat dan berbangsa dan berkenagara.
2.7.3. Kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah
Kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah ialah terciptanya saling menghormati
antara penganut agama yang ada di Indonesia dengan pemerintah, harus tertata sedemikian rupa,
karena pemerintah berkewajiban mengayomi dan melindungi masyarakatnya yang berbeda
keyakinan dan agama yang dianutnya (heterogen). Pemerintah wajib membina kerukunan antar
umat beragama dan kerukunan intern umat beragama. Permusuhan antar umat beragama dan
intern umat beragama antara lain disebabkan oleh fanatisme berlebihan terhadap agama yang
dianut, atau mazhab atau faham yang dianut oleh umat beragama; sehingga timbul permusuhan
antar antar penganut mazhab atau paham yang berbeda dalam suatu agama dan fanatisme yang
berlebihan oleh penganut agama masing-masing terhadap agama yang mereka anut; sehingga
timbul sikap memusuhi dari suatu faham dan mazhab kepada penganut faham dan mazhab yang
lain dalam satu agama, dan antar penganut satu agama terhadap penganut agama lain. Maka
solusinya adalah dengan membina kerukunan dan kerjasma antar seagama yang berbada faham
dan mazhab, dan kerjasama antar yang berbeda agama dengan penganut agama lain dan
kerukunan dengan pemerintah yang bertanggung jawab membina kerukunan itu sendiri.
2.7.4. Kerjasama Interen Umat Islam

7
Salah satu ajaran pokok Islam ialah mengatur hubungan antar sesama manusia sebagai makhluk
sosial yang disebut dengan hablumminannas. Sedangkan antar sesama muslim disebut dengan
ukhuwah islamiyah (persaudaraan muslim), sebagai saudara seiman dan seagama, sebagaimana
firman Allah SWT. dalam Q.S. 49:10-13 (Baca artinya dalam al-Qu‟an dan Terjemahannya).
Hubungan antar sesama muslim digambarkan oleh Rasulullah saw. seperti hubungan satu
anggota tubuh dengan anggota tubuh lainnya dalam satu tubuh yang bersatu secara utuh. Sabda
rasul, yang artinya: Perumpamaan umat Islam itu bagaikan satu tubuh, apabila salah satu
anggota tubuh itu sakit, maka seluruh anggota tubuh merasakan sakitnya. (Hadis Riwayat
Muslim dan Ahmad).
Hubungan dengan sesama muslim dibina berdasarkan rasa kasih sayang, saling mencitai,
sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: Tidak beriman salah seorang di antara kamu,
sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencitai diri sendiri. (Hadis Riwayat Bukhari
dan Anas).
Perbedaan mazhab dalam fikih (hukum) dan perbedaan faham tasahwuf dalam berakidah
dikalangan umat Islam merupakan pernak pernik dan keindahan kekayaan intelektual muslim
dalam memahami ayat al-Qur‟an dan sunnah rasul yang masih bersifat umum, yang seharusnya
tidak dipertentangkan oleh umat Islam. Akan tetapi perbedaan itu adalah sebagai penghargaan
terhadap kekayaan intelektual muslim, setiap pribadi umat Islam dengan bebas memilih mana
mazhab dan faham yang lebih sesuai dengan pemahamannya dan keyakinannya. Sudah barang
tentu perbedaan itu tidak boleh keluar dari ajaran pokok Islam yang telah dijelaskan secara rinci
dan tegas dalam al-Qur‟an dan sunnah.
Kerjasama di antara penganut mazhab dan faham yang berbeda di kalangan umat Islam
merupakan kebutuhan mutlak untuk tegak, kukuh dan kuatnya syari‟at Islam di muka bumi ini
dalam berjihad membela Islam dari serangan musuh-musuh Islam sebagaimana diisyaratan
dalam QS.2:208 (Baca artinya dalam al-Qu‟an dan Terjemahannya).
2.7.5. Kerjasama Umat Islam dengan Penganut Agama Lain
Agama Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil-„alamin)
melarang umatnya memusuhi umat beragama lain, selama umat beragama lain itu menghormati
agama Islam dan umatnya serta tidak memerangi dan memusuhi umat Islam. Allah SWT.
melarang umat Islam memaksa orang lain untuk menganut Agama Islam, karena kebenaran
ajaran Islam itu dapat diuji oleh akal sehat manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah SWT. Q.S. 2:256 (Baca artinya dalam al-Qu‟an dan Terjemahannya).

8
Allah SWT. melarang (haram hukumnya) umat Islam bekerjasama dengan umat agama lain
dalam berakidah dan beribadah mahdhah (Hablumminallah), yaitu yang berkaitan rukun Iman
dan rukun Islam, seperti berdo‟a bersama dan menucapkan selamat natal kepada umat krsiten
dan selamat nyepi kepada mat Hindu. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT.
QS.109:1-6, artinya: 1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, 2. Aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah. 3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. 4. Dan aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, 5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. 6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Akan tetapi Allah SWT. membolehkan umat Islam bekerjasama dengan umat agama lain dalam
hal bermu‟amalah seperti dalam kegiatan sosial, ekonomi, politik, IPTEK dan sebagainya
selain bidang akidah dan ibadah. (hablumminannas) selama tidak bertentangan dengan norma-
norma „Aqidah Islamiyah, syari‟ah Islamiyah (hukum Islam) dan Akhlak Islamiyah.
2.8. Kebebasan Belajar
Kebebasan belajar, menurut Islam belajar adalah suatu kewajiban agama yang telah
ditetapkan oleh rasul dalam hadis beliau: “Sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”.
(HR. Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas‟ud dan ali bin Abi Thalib). Beliau menganjurkan para sahabat
untuk menuntut ilmu walaupun ke negeri Cina”. (HR. Baihaqi), yang waktu itu negeri Cina merupakan
negeri terjauh dari negeri Arab. Beberapa abad yang lalu Imam Syathibi menegaskan bahwa
pendidikan sekurang-kurangnnya tingkat dasar merupakan kewajiban pemerintah untuk menyediakan
segala sarananya bagi semua anggota masyarakat: kemudian untuk lebih lanjut dari pelajaran itu
tergantung atas bakat dan kemampuan otak masing-masing.

9
TUGAS DAN LATIHAN
Tugas Pilihan 1
Jawablah pertanyaan berikut berdasarkan pemahaman anda tentang materi yang dibahas dalam bab ini?
Minimal 4 halaman, maksimal 8 halaman doble fulio bergaris, dengan tulisan tangan sendiri!
1. Jelaskan pengertian sosial Islam dalam pembahasan mu‟amalah?
2. Jelaskan titik berat dasar pembetukan kesaatuan sosial masyarakat Islam.?
3. Jelaskan pengertian masyarakat madani?
4. Jelaskan, kenapa Islam menentang rasisme, sukuisme, kastaisme, klasisme dan dinastisme dalam
kehidupan bermasyarakat?
5. Jelaskan fungsi nikah dalam pembentukan masyarakat Islam?
6. Jelaskan eksistensi keluarga Islami sebagai unit terkecil dari terbentuknya nation (masyarakat)
madani, berdasarkan analisis arti dalil ayat al-Qur‟an?
7. Jelaskan prinsip dasar ajaran Islam tentag pernikahan, berdasarkan analisis arti dalil ayat al-Qur‟an
?
8. Jelaskann hukum menikah dan kriterian memilih calon suami/istri dalam membetuk masyaakat
madani?
9. Jelaskan kewajiban suami/istri dalam rumah tangga Islami, berdasarkan analisis arti dalil ayat al-
Qur‟an dan Hadis?
10. Jelaskan kewajiaban orag tua kepada anak dan kewajiaban anak kepada orang tua dalam rumah
tangga Islami?
11. Jelakan beberapa problematika rumah tangga dan solusinya?
12. Jelaskan pengertiann ekonimo Islam?
13. Jelaskan dasar eknonomi masyarakat madani dan prinsipnya?
14. Jelaskan hubungan agama dengan ekonomi menurut Islam, berdasarkan analisis dalil ayat al-
Qu‟an?
15. Jelaskan sksistensi ekonomi dalam agama Islam?
16. Jelaskan ciri khusus orientasi Islam dalam ekonomi, bedasarkan analisis arti dalil ayat al-Qur‟an?
17. Jelaskan hubungan visi hidup muslim dengan aktivitas ekonominya dalam kehidupan, berdasarkan
analisis arti dalil ayat al-Qur‟an?
18. Jelaskan dasar filisafat ekonomi Islam?
19. Jelaskan beberapa prinsip praktis secara umum dalam ekonomi menurut Islam?
20. Jelaskan prinsip konsumsi dalam Islam, berdasarkan dalil anaisis dalil ayat al-Qur‟annya?

10
21. Jelaskan jenis-jenis makanan dan minuman yang haram menurut Islam?
22. Jelaskan pengertian politik Islam?
23. Jelaskan tuntunan Islam dalam memilih pemimpin yang diwajibkan dan fiharamkan, berdasrkan
analisis arti dalil ayat al-Qur‟an?
24. Jelaskan peranan jihad dalam politik Islam pada masa Rasulullah SAW.?
25. Jelaskan kekeliruan pandangan orientalis barat tentang jihad dalam Islam?
26. Jelaskan pengertian Istilah jihad dalam al-Qur‟an dan menurut Imam Ibnu Qasim al-Husain?
27. Jelaskan asas demokrasi dalam membangun masyarakat madani menurut Islam berdasarkan
analisis arti ayat?
28. Jelaskan landasan HAM dalam Islam tentang laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa di bumi ini, menjalani kehidupan dengan hak yang sama, berdasarkan analisi arti
dalil ayat al-Qur‟an?
29. Jelaskan konsep HAM menurut Ahmad Zaki Yamani?
30. Jelaskan apa yang mesti dilaksanakan oleh setiap warga negara untuk mewujudkan hak asasi
manusia tentang kebebasa beragama?
31. Jelakan dasar hukum tentang toleransi kehidupan beragama di Indonesia?
32. Jelaskan konsep tri kerukunan hidup umat beragama di Indonesia?
33. Jelaskan batasan toleransi kehidupann beragama menurut Islam dengan menganalisis satu catu
contoh toleransi yang diharamkan, satu catu contoh toleransi yang dibolehkan, berdasarkan
analisisi arti dalil ayat al-Qur‟an?
Tugas Pilihan 2
PEMBENETUKAN MASYARAKAT MADANI
BERDASARKAN KONSEP SOSIAL, EKONOMI,
POLITIK DAN HAM DAKAM ISLAM
Batasan Masalah;
1. Konsep Pembentukan Madani, Syarat-syarat dan ciri-cirinya
2. Eksistensi Pernikahan dalam Pembentukan Masyarakat Madani
3. Konsep Pembentukan Rumah tangga Yang Sakinah, Mawaddah dan Rahmah.
4. Problema Rumah Tangga dan Solusinya
5. Tuntunan Islam dalam Kegiatan Produksi, Distribusi dan Konsumsi Untuk menciptakan Ekonomi
Masyaraat Madani
6. Tuntunan Islam Tentang Toleransi dalam Kehidupan Beragama, Berbangsa dan Bernegara

11
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bustanuddin, MA., Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, Pustaka Univ. Andalas,
1984
-------------------------------, Prof, DR., Sosiologi Agama, Unand Press, Padang, 2003
Al-Syaibani, Omar Muhammad, Al-Toumy, Prof. DR., Filsafat Pendidikan Islam, Bulan Bintang,
Jakarta, 1978
Anshari, H. Saifuddin (ESA), MA., Ilmu, Filsafat dan Agama, Bina Ilmu Surabaya, 1985
Ash-Shiddieqy, T. Hashby, Prof. DR., al-Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1977
Ali, Maulana Muhammad, MA., LLB. Islamologi, Mutiara Medan, Jakarta, 1980
Buchaille, Maufiche, DR., Bibel, al-Qur‟an dan Sains Modern, Bulan Bintang, Jakarta, 1978
Daud, Ma‟mur, Terjemahan Shahih Muslim, Widjaya Jakarta, 1993
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Bahan Penataran P 4 Pola 100 Jam dan 45 Jam, Jakarta
1989/1990
Farid, Miftah, Drs., Pokok-pokok Ajaran Islam, Salman ITB, Bandung, 1982
Gazalba, Sidi, Drs., Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan, Bulan Bintang, Jakarta, 1978
________________., Ilmu, Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, Bulan Bintang, Jkarta,
1978
Kusumamihardja, Supan, Drh. M.Sc. dkk. Studia Islamica, Rajawali, Jakarta, 1985
Muhaimin, et al. Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Kencana, Jakarta, 2005.
Mulia TGS. Prof. DR. dkk., Ensiklopedia Indonesia, Jakarta, 1976
Oesen, Ahmad Amin, DR., Filsafat Islam, Jakarta, 1976
Poerwadarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1976
Poejawiyatna, Ir. Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Jakarta, 1978
Rasyidi, Prof. DR., Filsafat Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1983
Subhi al-Shaleh, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur‟an, (terjemahan, Tim Pustaka Firdaus), Pustaka Firdaus,
1996.
Surachmad Winarno Prof. DR., Pengantar Penyelidikan Ilmiah, Dasar-dasar dan Metode, Jammers,
Bandung, 1985
Syari‟ati, Ali, DR., Ideologi Kaum Intelektual, Wawasan Islam, Mizan, Bandung, 1984
Tem Departemen Agama RI., Dasar-dasar Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1984
Zaini, Syahminan, Drs. Mengenal Manusia Lewat Al-Qur‟a, Bina Ilmu, Surabaya, 1980.

12

Anda mungkin juga menyukai