Anda di halaman 1dari 208

AAN OBAT GENERIK MELALUI METODE ANALISIS ABC, ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) DAN REOR

RUMAH SAKIT ISLAM ASSHOBIRIN TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH :
Rahmi Fadhila NIM: 109101000032

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN (MPK)


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H / 2013 M
i
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

Skripsi, Juli 2013

Rahmi Fadhila, NIM : 109101000032

Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik melalui Metode Analisis ABC,


Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013

xxv + (144) halaman, (8) tabel, (4) gambar, (1) grafik, (4) bagan, (11) lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang: Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus


revenue center utama di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi khususnya Gudang Farmasi
bertanggung jawab menyediakan perbekalan farmasi dengan jumlah yang cukup,
pada waktu yang dibutuhkan dan dengan biaya yang serendah-rendahnya. Belum
adanya keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan obat di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin sehingga terjadi stock out dan pembelian cito. Untuk itu perlu
dilakukan studi pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin.
Metode: Jenis penelitian adalah operational research untuk mengetahui nilai
pemakaian dan investasi obat, mengetahui jumlah pemesanan optimum dan waktu
pemesanan kembali masing-masing obat generik di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Islam Asshobirin. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer
yang diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi sedangkan data sekunder
diperoleh melalui telaah dokumen terkait penelitian. Subjek dari penelitian adalah
Kepala Unit Farmasi, Kepala Bidang Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi, Kepala
Bagian Keuangan dan Koordinator Logistik di RS Islam Asshobirin.
Hasil Penelitian: Pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin dilakukan melalui stock opname, kartu stok, buku defekta dan laporan
bulanan. Namun belum menggunakan metode pengendalian khusus, baik untuk
prioritas jenis persediaan, jumlah pemesanan maupun waktu pemesanan obat. Melalui
Analisis ABC, terdapat 13 jenis obat yang tergolong kelompok A yang perlu

i
diprioritaskan dalam pengendalian persediaan. Berdasarkan metode Economic Order
Quantity (EOQ) jumlah pemesanan optimum untuk 13 obat tersebut bervariasi mulai
dari 10-301 item. Berdasarkan metode Reorder Point (ROP) diperoleh titik
pemesanan kembali/waktu pemesanan kembali yang bervariasi mulai dari 1-25 item.
Saran: RS perlu membentuk Komite Farmasi Terapi (KFT) untuk menyusun
formularium, penyesuaian sistem informasi untuk menghasilkan informasi mengenai
jumlah penggunaan setiap dalam periode tertentu agar memudahkan dalam
penyusunan kebutuhan obat dan perlu menerapkan metode pengendalian persediaan
untuk menghindari stock out dan pembelian cito.
Kata Kunci: Pengendalian Persediaan, Obat Generik, Analisis ABC, EOQ, ROP,
Rumah Sakit.
Daftar bacaan: 40 (1987-2013)

i
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
HEALTH CARE MANAGEMENT

Skripsi, July 2013

Rahmi Fadhila, NIM : 109101000032

Inventory Control Study of Generic Drug using ABC Analysis Method,


Economic Order Quantity (EOQ) and Reorder Point (ROP) in Pharmaceutical
Warehouse of Asshobirin Islamic Hospital 2013

xxv + (144) pages, (8) tables, (4) pictures, (1) graphic, (4) charts, (11) attachments

ABSTRACT

Background: Pharmaceutical service is support service and main revenue center in


the hospital. Pharmacy installation especially pharmaceutical warehouse particularly
responsible for providing pharmaceutical supplies in sufficient quantities, the time
required and the lowest cost. There is no balance between the demand and availability
of drugs in the pharmaceutical warehouse of Asshobirin Islamic Hospital which cause
stock out and cito purchase. So there need to be analyzed about inventory control of
drug in pharmaceutical warehouse at Asshobirin Islamic Hospital.
Methods: The type of this research was operational research to determine the value
of drug consumption and investment, determine the optimum order quantity and
reorder time of generic drug in the pharmaceutical warehouse at Asshobirin Islamic
Hospital. The primary data was obtained from indepth interviews and observation
then secondary data was obtained by reviewing the related document. The subject of
this research was the Head of Pharmaceuticals Unit, Head of Medical Support,
Pharmaceutical Warehouse Staff, Head of Finance and Coordinator of Logistics at
Asshobirin Islamic Hospital.
Results: Inventory control of generic drugs in the Pharmaceutical Warehouse of
Asshobirin Islamic Hospital was done by stock opname, stock card, defekta books
and monthly reports. Even though, the specific control methods such as priority of
inventory, the amount of medication ordering and time ordering have yet to be
implemented. Based on ABC analysis, there were 13 types of drugs belonging to
group A that should be prioritized in inventory control. Based on Economic Order
v
Quantity (EOQ) method, optimum ordering quantity for 13 types of drugs was ranged from 10-301 ite
Suggestion: The hospital needs to establish Pharmacy Therapeutic Commitee to prepare formularium,

Keywords: ABC analysis, EOQ, Generic Drugs, Inventory Control, ROP, Hospital.
Bibliography: 40 (1987-2013)

v
vii
viii
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Identitas Pribadi

Nama : Rahmi Fadhila


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tanggal Lahir Alamat
: Bukittinggi, 23 Agustus 1991
: Jl. Nubala RT 004 / RW 08 No.25B Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang
Agama : Islam
No. Telp E-mail : 085669178494
: rahmifadhila23@gmail.com

Riwayat Pendidikan

2009 - sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK), Kesehatan Masyarakat Universi


: SMA Negeri 3 Teladan Bukittinggi
: MTs Diniyyah Puteri Padang Panjang
: SD Jamiyyatul Hujjaj Bukittinggi
2006 - 2009 : TK Jamiyyatul Hujjaj Bukittinggi
2003 - 2006
1997 - 2003
1996 - 1997

Organisasi

2008 - 2009 : Saka Bakti Husada Bukittinggi


2009 - 2010 : Kesekretariatan IKMM Ciputat
2010 - 2011 : Bendahara I IKMM Ciputat
2009 - 2012 : Huminfo, Bidang Media KSR-PMI UIN Syahid Jakarta

ix
2011 - 2012 : Bendahara Umum IKMM Ciputat
2012 - 2013 : PSDMO (Pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Organisasi)BEMFKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Kerja

November 2011 dan April 2012 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di


Puskesmas Pondok Aren, Tangerang Selatan

Feruari-Maret 2013 : Magang di RS Puri Cinere, Depok

x
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi di Rumah Sakit Islam
Asshobirin Tahun 2013 ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tidak lupa penulis
sampaikan pada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umatnya ke
jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Skripsi ini merupakan syarat mahasiswa semester VIII (delapan) Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dengan pengetahuan, pengarahan dan bimbingan
yang diperoleh selama perkuliahan, penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul
“Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik melalui Metode Analisis ABC,
Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Rumah Sakit Islam
Asshobirin Tahun 2013”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Uda Fadhli, Fadhlan dan seluruh keluarga besar yang
telah memberi dukungan materil dan nonmateril, memberi semangat, motivasi
serta doanya.
2. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.
3. Ir. Febrianti, M.Si sebagai Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.
4. dr. Yuli Prarancha Satar, MARS dan Minsarnawati Tahangnacca, S.KM, M.Kes
selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingannya.
5. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D, Riastuti Kusuma Wardani, MKM dan Susanti
Tungka, MARS sekalu penguji sidang skripsi.

xi
6. Segenap bapak/ibu dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis selama masa perkuliahan.
7. Direktur RS Islam Asshobirin yang telah memberikan izin penelitian skripsi di
RS Islam Asshobirin.
8. Ibu Dewi, Ibu Upi dan Staf Unit Farmasi RS Islam Asshobirin yang telah
berkenan menerima, membantu dan memberikan informasi terkait penelitian.
9. Ibu Neneng yang membantu perizinan dan administrasi pelaksanaan skripsi.
10. Uda, Uni, Adiak-adiak, dunsanak terimakasih doa, semangat dan dukungannya.
11. Cumi Indry, Tari, Amel, Nani dan Besties Renny, Emmy, Rosita yang selalu
mendengarkan keluh kesah, memberi semangat dan masukan, terimakasih.
12. Bapak Gazali yang membantu administrasi mahasiswa selama ini dari awal
perkuliahan sampai selesai.
13. Untuk sahabat-sahabat Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) 2009 dan
seluruh teman-teman Kesmas lainnya.
14. Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat dan
doanya untuk penulis dalam menyelesaikan penyusunanan skripsi ini.

Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT penulis berharap semua kebaikan
yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir, penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Jakarta, Juli 2013

Penulis

xii
DAFTAR ISI

Halama

n HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERNYATAAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT v

PERNYATAAN PERSETUJUAN vii

LEMBAR PENGESAHAN viii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ix

KATA PENGANTAR xi

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR GRAFIK xx

DAFTAR BAGAN xxi

DAFTAR LAMPIRAN xxii

DAFTAR SINGKATAN xxiii

DAFTAR ISTILAH xxv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 9

xii
C. Pertanyaan Penelitian 10

D. Tujuan Penelitian 11

1. Tujuan Umum 11

2. Tujuan Khusus 11

E. Manfaat 12

1. Bagi Peneliti 12

2. Bagi Rumah Sakit Islam Asshobirin 12

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta 12

F. Ruang Lingkup Penelitian 13

BAB II TINJAUAN PUSAKA 14

A. Rumah Sakit 14

1. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit 14

2. Kategori Rumah Sakit di Indonesia 15

B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) 15

1. Pengertian Instalasi Rumah Sakit (IFRS) 16

2. Tujuan Tugas dan Tanggung Jawab IFRS 17

C. Manajemen Logistik 19

1. Definisi Manajemen Logistik 19

2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik 21

3. Fungsi Manajemen Logistik 22

a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan 24

b. Fungsi Penganggaran 25

xi
c. Fungsi Pengadaan 26

d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan 27

e. Fungsi Penyaluran 28

f. Fungsi Pemeliharaan 29

g. Fungsi Penghapusan 29

h. Pengendalian/Pengawasan 30

D. Manajemen Persediaan 34

1. Fungsi Persediaan 34

2. Jenis Persediaan 35

E. Metode Pengendalian Persediaan 36

1. Analisis ABC 39

2. Economic Order Quantity (EOQ) 48

3. Reorder Point (ROP) 50

F. Kerangka Teori 59

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 61

A. Kerangka Berpikir 61

B. Definisi Istilah 65

BAB IV METODE PENELITIAN 70

A. Desain Penelitian 70

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 71

C. Informan Penelitian 71

D. Instrumen Penelitian 72

xv
E. Sumber Data 72

F. Pengumpulan Data 73

G. Keabsahan Data 73

H. Pengolahan Data 74

I. Penyajian Data 77

BAB V HASIL 78

A. Gambaran Umum Rumah Sakit dan Unit Farmasi


RS Islam Asshobirin 78

1. RS Islam Asshobirin 78

2. Unit Farmasi RS Islam Asshobirin 85

B. Pengendalian Persediaan di Gudang Farmasi RS Islam


Assobirin 88

C. Metode Pengendalian Persediaan 92

1. Analisis ABC 99

2. Economic Order Quantity (EOQ) 107

3. Reorder Point (ROP) 113

BAB VI PEMBAHASAN 118

A. Keterbatasan Penelitian 118

B. Pengendalian Persediaan 118

C. Metode Pengendalian Persediaan 123

1. Analisis ABC 125

2. Economic Order Quantity (EOQ) 135

3. Reorder Point (ROP) 138

xv
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 142

A. Simpulan142

B. Saran144

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xv
DAFTAR

Nomor Tabel Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan 46

Tabel 3.1 Definisi Istilah 65

Tabel 5.1 Jumlah Tenaga RS Islam Asshobirin 82

Tabel 5.2 Jumlah Pemakaian dan Nilai Investasi berdasarkan


Kemasan Obat Generik di Gudang Farmasi Tahun
2012 100

Tabel 5.3 Analisis ABC berdasarkan Jumlah Pemakaian Obat


Generik Tahun 2012 104

Tabel 5.4 Analisis ABC berdasarkan Nilai Investasi Obat


Generik Tahun 2012 105

Tabel 5.5 Biaya ATK dalam Pemesanan setiap Bulan Gudang


Farmasi RS Islam Asshobirin 110

Tabel 5.6 Total Biaya Perpemesanan di Gudang Farmasi RS


Islam Asshobirin 111

xvi
DAFTAR

Nomor Gambar Halaman

Gambar 2.1 Klasifikasi Sediaan Pareto 43

Gambar 2.2 Jumlah Pemesanan Ekonomis 49

Gambar 2.3 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali 52

Gambar 2.4 PengendalianTingkatPemesananKembali dengan Safety Stock


53

xi
DAFTAR

Grafik 2.1 Grafik dari Analisis ABC 44

x
DAFTAR

Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik 23

Bagan 2.2 Kerangka Teori 59

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir 64

Bagan 5.1 Struktur Organisasi Unit Farmasi RS Islam Asshobirin 87

x
DAFTAR

Lampiran 1 Surat Pengajuan Skripsi ke RS Islam

Asshobirin Lampiran 2 Surat Izin Penelitian di RS Islam

Asshobirin Lampiran 3 Pedoman Wawancara

Lampiran 4 Pedoman Telaah Dokumen

Lampiran 5 Struktur Organisasi RS Islam

Asshobirin Lampiran 6 Matriks Transkrip Hasil

Wawancara

Lampiran 7 Tabel Klasifikasi Obat Generik berdasarkan Analisis


ABC Pemakaian Tahun 2012

Lampiran 8 Tabel Klasifikasi Obat Generik berdasarkan Analisis ABC


Investasi Tahun 2012

Lampiran 9 Tabel Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) Obat


Generik Tahun 2012

Lampiran 10 Tabel Perhitungan Reorder Point (ROP) Obat Generik Tahun

2012 Lampiran 11 Tabel Luas Kurva Normal

xx
DAFTAR

ATK = Alat Tulis Kantor

Dirjend = Direktorat Jenderal

DOEN = Daftar Obat Esensial Nasional

DPHO = Daftar Palfon Harga Obat

EOQ = Economic Order Quantity

FEFO = First Expired First Out

FIFO = First In First Out

IFRS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit

INN = International Nonpropoetary Names

Jamkesmas = Jaminan Kesehatan Masyarakat

Jampersal = Jaminan Persalinan

Kabag = Kepala Bagian

Kabid = Kepala Bidang

KARS = Komisi Administrasi Rumah Sakit

KFT = Komite Farmasi dan Terapi

KIE = Komunikasi Informasi dan Edukasi

PBF = Perusahaan Besar Farmasi

Permenkes = Peraturan Menteri Kesehatan

Kepmenkes = Keputusan Menteri Kesehatan

Menkes = Menteri Kesehatan

xxi
RI = Republik Indonesia

ROP = Reorder Point

RS = Rumah Sakit

RSIA = Rumah Sakit Islam Asshobirin

SDM = Sumber Daya Manusia

Sekjen = Sekretaris Jenderal

SIRS = Sistem Informasi Rumah Sakit

SK = Surat Keputusan

SOP = Standard Operational Procedure

SP = Surat Pemesanan

TT = Tempat Tidur

Yanmed = Pelayanan Medik

xxi
DAFTAR ISTILAH

Cito = Pemesanan dilakukan insidental dan harus segera dikirim saat itu
juga

Buffer Stock = Stok penyangga, stok pengaman/safety stock untuk menghindari


kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out)

Defekta = Pendokumentasian/pencatatan mengenai permintaan dan


pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek

Expired Date = Tanggal Kadaluarsa

Formularium = Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh


profesional kesehatan di rumah sakit

Lead Time = Waktu tunggu pemesanan atau waktu yang diperlukan mulai
pemesanan sampai obat diterima

Obat fast moving = Obat yang perputaran/pergerakannya cepat

Obat moderate = Obat yang perputaran/pergerakannya sedang

Obat slow moving= Obat yang perputaran/pergerakannya lambat

Over stock = Kelebihan stok

Revenue center = Pusat biaya produksi atau sumber pendapatan

Safety stock = Stok pengaman, stok penyangga/buffer stock untuk menghindari


kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out)

Service level = Tingkat pelayanan

Stock opname = Kegiatan mencocokan kondisi fisik barang gudang dengan kartu
stok

Stok kerja = Jumlah pemakaian rata-rata periode tertentu

Stock out = Kekosongan stok

User = Pengguna obat (dokter)

xx
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan

kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat (Azwar, 2010). Menurut

UU RI No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI Nomor

1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,

pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit

yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pembangunan di bidang

pelayanan farmasi bertujuan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan

kesehatan.

Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus revenue

center utama karena hampir 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit

1
menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi,

1
2

bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medik) dan 50% dari seluruh

pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Aspek

terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat, ini

harus termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan

keefektifan penggunaan obat (Suciati, 2006).

Selain itu, salah satu sasaran hasil dari Program Kefarmasian dan Alat

Kesehatan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang

Rencana Strategis Kemenkes Tahun 2010-2014 adalah meningkatnya sediaan

farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh

masyarakat dengan indikator ketersediaan sebesar 100% di tahun 2014.

Mengingat besarnya kontribusi perbekalan farmasi sebagai sumber pelayanan

penunjang di rumah sakit untuk menjamin kelancaran pelayanan kesehatan, maka

dibutuhkan pengelolaan secara tepat dan penuh tanggung jawab.

Menurut UU RI No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, instalasi farmasi

adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas menyelenggarakan,

mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan

farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah Sakit.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau

fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan

kefarmasian yang ditunjukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar,

2003).
3

Rumah Sakit Islam Asshobirin merupakan rumah sakit yang memiliki visi

menjadi Rumah Sakit yang efektif, efisien dan mandiri yang berazaskan Islam.

RS Islam Asshobirin didukung oleh unit farmasi yang bertanggung jawab

mengelola dan menyelenggarakan kegiatan yang mendukung ketersediaan obat

dan alat kesehatan di RS Islam Asshobirin. unit farmasi, khususnya gudang

farmasi yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi logistik. Bagian

gudang farmasi mempunyai prinsip 8 P, yaitu: perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, pendistribusian, persiapan, pendokumentasian, penghapusan serta

pengawasan/pengendalian obat dan alat kesehatan.

Setiap fungsi tersebut saling berhubungan satu sama lain agar dapat

memenuhi kebutuhan obat untuk unit pengguna dalam jumlah dan mutu yang

sesuai serta waktu yang tepat. Sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian

mengenai pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS Islam

Asshobirin, sehingga peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian di rumah

sakit ini.

Menurut informan, pengawasan/pengendalian yang dilakukan oleh Gudang

Farmasi RS Islam Asshobirin adalah melalui stock opname yang dilakukan 2 kali

setahun untuk mencocokan sisa stok secara fisik dengan pendataan harian

melalui komputer (kartu stok). Selain itu pencatatan menggunakan buku defekta

yang berisi jumlah permintaan persediaan apotek, jumlah yang dikirim ke apotek
4

dan sisa stok yang ada di gudang farmasi. Berdasarkan pencatatan sisa stok

tersebut diketahui kebutuhan persediaan yang harus dipesan.

Selain melalui sisa stok, dasar petugas gudang farmasi dalam melakukan

pemesanan adalah buffer stock. Menurut Bowersox (1995), buffer stock adalah

stok penyangga/pengaman yang disediakan sebagai proteksi terhadap dua jenis

ketidakpastian, yaitu; peningkatan permintaan dan keterlambatan pengiriman.

Namun menurut informan, belum pernah dilakukan perhitungan buffer

stock/safety stock untuk persediaan obat sehingga penentuan buffer stock

dilakukan berdasarkan perkiraan saja. Untuk obat fast moving harus dengan

buffer stock yang lebih banyak dibandingkan obat slow moving.

Berdasarkan wawancara dengan informan, kendala yang dialami oleh

gudang farmasi mengenai persediaan obat adalah pemesanan obat yang kerap

kali dilakukan secara cito, artinya pemesanan dilakukan insidental dan harus

segera dikirim saat itu juga. Terkadang ketika melakukan pemesanan secara cito,

obat yang dibutuhkan juga sedang tidak tersedia pada distributor, sehingga

petugas gudang mengusahakan untuk membeli ke apotik luar.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit

(SIRS) RS Islam Asshobirin, terdapat 137 jenis obat yang pernah dibeli ke apotik

luar pada tahun 2012. Artinya, 137 jenis obat tersebut belum dapat disediakan

dalam jumlah yang diminta pada waktu dibutuhkan oleh unit sehingga harus

dibeli secara cito ke apotik luar RS Islam Asshobirin. Paling sedikit ada 11 jenis
5

obat dalam satu bulan yang dibeli cito ke apotik luar RS Islam Asshobirin pada

tahun 2012. Terdapat beberapa jenis obat yang hampir setiap bulan dibeli cito di

luar apotik karena stok obat tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasien,

seperti; obat Curcuma Tab dibeli cito di apotik luar RS yaitu sebanyak 25 kali

pembelian. Berdasarkan pencatatan dalam sistem informasi RS obat tersebut

telah dibeli sebanyak 2.050 tablet selama tahun 2012.

Menurut informan pemesanan cito dapat terjadi karena persediaan di

Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin sedang kosong/stock out atau tidak cukup

untuk memenuhi permintaan obat di unit sehingga menyebabkan adanya

permintaan yang tidak terlayani dan harus dipesan secara cito. Tentunya dengan

membeli cito ke apotik luar, obat dibeli dengan harga yang lebih tinggi

dibandingkan membeli ke distributor sehingga dapat mempengaruhi keuangan

rumah sakit. Hal ini berisiko tidak tercapainya tujuan manajemen logistik.

Menurut Bowersox (1995), tujuan manajemen logistik adalah menyampaikan

barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu

yang dibutuhkan dan dengan total biaya yang terendah.

Kekosongan stok di rumah sakit juga terjadi di negara lain, seperti

Amerika, menurut American Hospital Association (2011), 99,5% rumah sakit di

negara tersebut mengalami satu atau lebih kekurangan obat dalam enam bulan

terakhir (Januari-Juni 2011). Diantara rumah sakit yang mengalami kekurangan

obat tersebut, hampir setengahnya mengalami kekurangan sebanyak 21 atau lebih


6

obat. 82% dari RS menunda perawatan pasien akibat kekurangan obat dan lebih

dari setengahnya tidak mampu menyediakan obat sesuai dengan resep yang

diberikan. Selain itu sebagian besar rumah sakit tersebut melaporkan biaya obat

meningkat sebagai akibat dari kekurangan obat.

Selain itu sebuah penelitian di negara berkembang India oleh Devnani

(2010), mengungkapkan bahwa di rumah sakit India, tidak hanya jumlah obat-

obatan yang diterima saja yang kurang tetapi juga ketersediaan obat yang tidak

menentu. Bahkan untuk obat-obatan yang umum digunakan terjadi stock out

dalam waktu yang cukup lama.

RS Islam Asshobirin yang memiliki misi untuk mengelola RS secara

efektif, efisien dan mandiri yang berorientasi kepada kepuasan pasien, tentunya

berupaya mengoptimalkan pelayanan farmasi dengan menyediakan obat dengan

jumlah yang tepat pada waktu yang dibutukan serta dengan harga yang serendah-

rendahnya. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan metode pengendalian

persediaan yang bertujuan untuk menyeimbangkan antara permintaan dan

persediaan. Sebagaimana tujuan pengendalian menurut Direktorat Jenderal

Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010) adalah agar tidak

terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan.

Obat-obatan di RS Islam Asshobirin terdiri dari obat generik dan obat

paten. Berdasarkan Permenkes RI Nomor HK.02/02/Menkes/068/I/2010 tentang

Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


7

Pemerintah, obat generik merupakan obat dengan nama resmi International

Nonpropoetary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau

buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik ini

disarankan penggunaannya oleh pemerintah. Selain jauh lebih murah, kualitas

dan khasiatnya sama seperti obat bernama dagang. Dengan mengutamakan

pelayanan kepada masyarakat menengah ke bawah yang mempunyai kartu

jaminan kesehatan, tentunya penggunaan obat generik di RS Islam Asshobirin

menjadi sangat tinggi sehingga persediaan obat generik harus diperhatikan

dengan baik. Untuk itu penelitian ini difokuskan pada persediaan obat generik.

Menurut John dan Harding (2001) untuk memastikan bahwa pengendalian

persediaan efektif, maka tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab adalah apa

yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak dipesan dan kapan

memesan kembali. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, digunakan metode

Analisis ABC untuk menjawab apa yang akan dikendalikan dengan mengetahui

prioritas obat generik yang dikelompokan berdasarkan nilai pemakaian obat dan

nilai investasi. Selanjutnya obat generik yang tergolong kelompok A akan

dihitung Economic Order Quantity (EOQ)-nya untuk dapat menjawab berapa

banyak yang hendak dipesan (jumlah optimum) agar dapat mengefisiensikan

biaya persediaan obat. Kemudian, dihitung Reorder Point (ROP) obat yang

tergolong kelompok A untuk mengetahui kapan memesan kembali dengan

mengetahui titik pemesanan kembali sehingga dapat mengatasi kekurangan stok.


8

Menurut Heizer dan Render (2010) analisis ABC mengarahkan

pengembangan kebijakan mengenai prediksi yang lebih baik, kontrol fisik,

keandalan pemasok dan persediaan pegaman (safety stock) yang lebih efektif.

Nadia (2012) menyarankan dalam penelitian skripsinya agar RS tersebut

menerapkan analisis ABC untuk memberikan perhatian berbeda terhadap jenis

persediaan antibiotik dan menerapkan perhitungan EOQ untuk menentukan jumlah

pemesanan untuk mendapatkan efisiensi pemesanan.

Valerie (2011) menyimpulkan bahwa dengan penerapan EOQ untuk

manajemen persediaan di perusahaan yang ditelitinya, dapat mengefisiensikan

total biaya persediaan karena lebih terkontrol. Selain memiliki safety stock,

perusahaan dapat mengetahui banyak bahan baku yang harus dipesan untuk

menghindari biaya karena persediaan yang over stock dan perusahaan dapat

mengetahui kapan seharusnya melakukan pemesanan/Reorder Point (ROP).

Mulyardewi (2010), menyarankan dalam penelitiannya untuk menggunaan

metode ABC Indeks Kritis dalam menetapkan perencanaan obat, serta

mengendalikan persediaan obat yang termasuk kelompok A dengan menggunakan

model EOQ dan ROP agar tidak lagi terjadi kekosongan persediaan, pembelian cito,

dan resep yang dibeli pasien diluar apotek rumah sakit. Menurut Wahjuni dan

Suryawati (1998), metode EOQ yang diterapkan terhadap klasifikasi obat pada

analisis ABC di Instalasi Farmasi yang mereka teliti, dapat menurunkan total nilai

persediaan obat dan memudahkan pengaturan frekuensi pengadaan obat.


9

Diharapkan dengan penerapan metode pengendalian tersebut menjadi suatu

solusi untuk meningkatkan pengendalian persediaan sehingga obat dapat

disediakan dengan jumlah dan waktu yang tepat, penggunaan anggaran yang

rendah dan menghindari pemesanan cito dan pembelian ke apotik luar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, obat merupakan salah satu perbekalan

farmasi yang sangat penting bagi kelancaran pelayanan kepada pasien sehingga

diperlukan pengelolaan yang tepat dan baik. Obat generik merupakan obat yang

disarankan penggunaannya oleh pemerintah dan RS Islam Ashobirin

memfokuskan pelayanan kepada pasien jaminan kesehatan yang banyak

menggunakan obat generik. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai

pengendalian persediaan obat generik di RS Islam Asshobirin sehingga peneliti

tertarik untuk meneliti di RS ini. Berdasarkan data yang diperoleh dari SIRS RS

Islam Asshobirin, pemesanan obat sering dilakukan secara cito dan dibeli di

apotik luar, yaitu sebanyak 137 jenis obat pada tahun 2012. Menurut informan,

ini terjadi karena adanya kekosongan obat di gudang farmasi sehingga obat

tersebut harus dipesan secara cito sebagai upaya pemenuhan kebutuhan obat

pasien.

Hal ini menandakan obat tersebut belum dapat disediakan dalam jumlah

yang tepat pada waktu yang dibutuhkan sehingga harus dibeli secara cito di

apotik luar dengan harga yang lebih tinggi dibanding membeli kepada distributor.
1

Sehingga dikhawatirkan tujuan logistik menurut (Aditama, 2007) dan

(Bowersox, 1995) untuk dapat memenuhi kebutuhan obat dengan jumlah yang

tepat pada waktu yang dibutuhkan dan total biaya terendah tidak dapat tercapai.

Begitu juga dengan tujuan pengendalian menurut Dirjend Bina Farmasi dan Alat

Kesehatan Kemenkes RI (2010), agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan

perbekalan farmasi di unit pelayanan kesehatan, tidak dapat terpenuhi.

Oleh karena itu, diperlukan metode pengendalian yang dapat menjawab

tiga pertanyaan dasar menurut John dan Harding (2001) dan Ahyari (1987) yaitu

apa yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak dipesan, dan kapan

memesan kembali. Dalam penelitian ini digunakan metode Analisis ABC untuk

menjawab apa yang akan dikendalikan, Economic Order Quantity (EOQ) untuk

menjawab berapa banyak yang hendak dipesan dan Reorder Point (ROP) untuk

mengetahui kapan memesan kembali.

C. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi Rumah

Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013?

b. Bagaimana pengelompokan obat generik berdasarkan nilai pemakaian (fast

moving, moderate dan slow moving) dan nilai investasinya (kelompok A, B

dan C) melalui metode analisis ABC di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam

Asshobirin Tahun 2013?


1

c. Berapa jumlah pemesanan optimum obat generik melalui perhitungan

Economic Order Quantity (EOQ) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam

Asshobirin Tahun 2013?

d. Kapan pemesanan kembali obat generik yang ideal melalui perhitungan

Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin

Tahun 2013?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuam Umum

Diketahuinya pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi

Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya pengelompokan obat generik berdasarkan nilai pemakaian

(fast moving, moderate dan slow moving) dan nilai investasinya (kelompok

A, B dan C) melalui metode analisis ABC di Gudang Farmasi Rumah Sakit

Islam Asshobirin Tahun 2013.

b. Diketahuinya jumlah pemesanan optimum obat generik melalui

perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) di Gudang Farmasi Rumah

Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013


1

c. Diketahuinya waktu dilakukannya pemesanan kembali obat generik

melalui perhitungan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit

Islam Asshobirin Tahun 2013

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Dapat menerapkan keilmuan manajemen pelayanan kesehatan khususnya

manajemen logistik yang diperoleh di bangku kuliah

b. Mendapatkan gambaran nyata pengendalian persediaan logistik di RS

Islam Asshobirin

c. Melatih peneliti untuk dapat menganalisis dan memecahkan permasalah d

lingkungan kerja secara lebih sistematis

2. Bagi Rumah Sakit Islam Asshobirin

a. Mengetahui sejauh mana pelaksanaan pengendalian persediaan obat di

Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam

penyusunan kebutuhan obat di Gudang Farmasi Islam Asshobirin.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk

pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta

a. Terjalin suatu kerja sama antara pihak program studi dengan rumah sakit.
1

b. Dapat dijadikan sebagai referensi terkait pengendalian persediaan obat di

rumah sakit.

c. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait

dengan pengendalian persediaan obat di rumah sakit.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengendalian persediaan obat

generik di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin. Penelitian dilakukan

selama bulan Juni-Juli 2013. Penelitian merupakan penelitian operational

research untuk mengetahui nilai pemakaian dan investasi obat, mengetahui

jumlah pemesanan optimum dan titik pemesanan kembali obat generik di

Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin. Jenis data yang digunakan

dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam

dan observasi dan data sekunder melalui telaah dokumen terkait penelitian.

Subjek dari penelitian adalah Kepala Unit Farmasi, Kepala Bagian Penunjang

Medis, Staf Gudang Farmasi dan Kepala Bagian Keuangan dan Koordinator

Logistik di RS Islam Asshobirin.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna

adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif.

1. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut Rumah Sakit

mempunyai fungsi (Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah

sakit) :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit;

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan

14
1

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2. Kategori Rumah Sakit di Indonesia

Menurut kepemilikan dan penyelenggaraan rumah sakit, rumah sakit

dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta yang dapat

dibedakan sebagai berikut (Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit):

a. Rumah Sakit Pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh:

1) Departemen Kesehatan (Pusat);

2) Pemerintah Daerah Propinsi (Pemda);

3) Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota (Pemda);

4) TNI dan POLRI;

5) Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

b. Rumah Sakit Swasta dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh:

1) Yayasan, yang sudah disahkan sebagai badan hukum.

2) Badan hukum dimiliki oleh pemodal baik dalam negeri maupun asing.

3) Badan hukum lain yang bersifat sosial.

B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Pedoman organisasi rumah sakit umum menyatakan bahwa rumah sakit

umum harus melaksanakan beberapa fungsi, satu diantanya adalah fungsi


1

menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan nonmedis. Dalam hal

penunjang medis, salah satu pelayanan penting di dalamnya adalah pelayanan

farmasi. Instalasi farmasi rumah sakit merupakan satu-satunya unit rumah sakit

yang mengadakan barang farmasi, mengelola dan mendistribusikannya kepada

pasien, bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar di rumah

sakit serta bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat yang

siap pakai bagi semua pihak di rumah sakit, baik petugas maupun pasien

(Aditama, 2007).

1. Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan

di suatu rumah sakit. Instalasi farmasi adalah bagian dari Rumah Sakit yang

bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi

seluruh kegitan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di

rumah sakit (UU Nomor 44 RI tahun 2009 tentang Rumah Sakit). Praktik

kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan

farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,

pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (UU Nomor 36 tahun

2009 tentang Kesehatan).

Instalasi farmasi di rumah sakit harus memiliki organisasi yang

memadai serta dipimpin oleh seorang apoteker dengan personalia lain,


1

meliputi para apoteker, asisten dokter, tenaga administrasi serta tenaga

penunjang teknis (Aditama, 2007). Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah

pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang

memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang

bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta palayanan kefarmasian, yang

terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan;

produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing

obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan;

pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh

perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan

spesialis, mencakup pelayanan langsung kepada penderita dan pelayanan

klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar,

2003).

2. Tujuan, Tugas dan Tanggung Jawab IFRS

a. Tujuan IFRS (Siregar, 2003)

1) Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi

kesehatan, dan kepada profesi farmasi.

2) Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai.


1

3) Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan

dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian

dan melalui peningkatan kesejahteaan ekonomi

4) Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam

ilmu farmasetik pada umumnya

5) Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran

informasi antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan

spesialis yang serumpun.

6) Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk

secara efektif mengelola pelayanan farmasi yang terorganisasi;

mengembangkan dan memberikan pelayanan medik; serta melakukan

dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi dan dalam

program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderitam mahasiswa dan

masyarakat.

7) Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah sakit

kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi, dan

profesional kesehatan lainnya.

8) Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk

IFRS.

9) Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.


1

b. Tugas dan Tanggung Jawab IFRS

Menurut Hassan (1986) dalam Siregar (2003) : Teori dan Penerapan,

tujuan utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita

sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan

digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat

jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. IFRS

bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas

dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan

berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf

medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita

yang lebih baik (Siregar, 2003)

C. Manajemen Logistik

1. Definisi Manajemen Logistik

Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses

mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan,

penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Logistik

adalah bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan bahan/barang

yang dibutuhkan untuk kegiatan operasionalnya instansi tersebut dalam

jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga

serendah mungkin (Aditama, 2007). Menurut definisi yang dikemukakan oleh


2

Ballou (1997), logistik merupakan proses perencanaan, implementasi, dan

pengendalian efisiensi, aliran biaya yang efektif dan penyimpanan bahan

mentah, bahan setengah jadi, barang jadi dan informasi-informasi yang

berhubungan, dari asal ke titik konsumsi dengan tujuan memenuhi kebutuhan

konsumen.

Manajemen logistik adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap

pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para

suplier, di antara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para pelanggan

(Bowersox, 1995). Menurut Wolper (1995) dalam Sabarguna (2009),

Manajemen logistik adalah manajemen dan pengendalian barang-barang,

layanan, dan perlengkapan mulai dari akuisisi sampai pada disposisi dan ada

elemen penting yaitu: strategi terpadu untuk menjamin bahwa barang, jasa dan

perlengkapan dibeli dengan biaya total yang terendah; strategi terkait untuk

menjamin bahwa persediaan dan biaya disimpan dipantau dan dikendaliakan

secara agresif.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut disimpulkan bahwa manajemen

logsitk adalah serangkaian proses pengeloaan bahan mentah, bahan setengah

jadi, barang jadi dan informasi terkait yang meliputi perencanaan, pelaksanaan

dan pengontrolan/pengendalian secara efektif dan efisien mulai dari tempat

asal penerimaan sampai pata tempat pemakaian untuk memaksimalkan

pelayanan sesuai kebutuhan konsumen.


2

2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik

Tujuan manajemen logistik adalah menyampaikan barang jadi dan

bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang

dibutuhkan dan dengan total biaya yang terendah. Penyelenggaraan logistik

memberikan kegunaan (utility) waktu dan tempat. Kegunaan tersebut

merupakan aspek penting dari operasi perusahaan dan juga pemerintah

(Bowersox, 1995).

Menurut Aditama (2007), tiga tujuan logistik dalam sebuah organisasi

atau institusi adalah tujuan operasional, tujuan keuangan, dan tujuan

keutuhan:

a. Tujuan operasional adalah tersedianya barang material dalam jumlah yang

tepat dan kualitas yang baik pada saat dibutuhkan.

b. Tujuan keuangan adalah tercapainya tujuan operasional dengan biaya yang

rendah.

c. Tujuan keutuhan adalah tercapainya persediaan yang tidak terganggu oleh

kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan

yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan yang tercermin dalam

sistem akuntansi.

Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan tuntutan

terhadap pemindahan (movement) dan penyimpanan (storage) yang strategis

(Bowersox, 1995). Logistik rumah sakit mempunyai ciri yang penting untuk

dilihat dan diperhitungkan antara lain (Sabarguna, 2005):


2

a. Spesifik, berarti terkait dengan pelanggan dan profesi tertentu, seperti obat,

film rontgen, dan lain-lain.

b. Harga yang variatif dari yang sangat murah sampai sangat mahal, seperti

lampu CT Scan, sampai kasa steril

c. Jumlah item yang sangat banyak, maka sering dikelola secara

departemental sesuai pelayanan dan profesi.

3. Fungsi Manajemen Logistik

Di dalam pengelolaan logistik, fungsi-fungsi manajemen logistik

menurut Aditama (2007) dan Subagya (1994) adalah perencanaan,

penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian, pemeliharaan,

penghapusan dan pengendalian. Sedangkan menurut Seto (2004), fungsi-

fungsi logistik terdiri dari perencanaan dan penentuan kebutuhan,

penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpananan, penyaluran,

pemeliharaan, penghapusan, dan pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut

merupakan suatu siklus kegiatan manajemen logistik.


2

Berikut adalah siklus manajemen logistik yang dapat dijalankan sebagai

berikut:

Bagan 2.1
Siklus Manajemen Logistik (Seto, 2004)

Perencanaan dan Penentuan Kebuthan

Penghapusan

Penganggaran

Pemeliharaan Pengendalian/ Pengawasan

Pengadaan

Penyaluran

Penerimaan dan Penyimpanan

Sukses atau gagalnya pengelolaan logistik ditentukan oleh kegiatan di

dalam siklus tersebut. Apabila lemah dalam perencanaan, misalnya dalam

penentuan suatu item barang yang seharusnya kebutuhannya di dalam satu

periode (misalnya 1 tahun) sebesar kurang lebih 1.000 unit, tetapi

direncanakan sebesar 10.000 unit. Akibatnya akan mengacaukan suatu siklus

manajemen logistik secara keseluruhan mulai dari pemborosan dalam

penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, tidak

tersalurkannya obat/barang tersebut sehingga barang bisa rusak, kadaluarsa


2

yang bagaimanapun baiknya pemeliharaan di gudang, tidak akan membantu

sehingga perlu dilakukan penghapusan yang berarti kerugian.

Apabila barang tidak rusak, akan menumpuk di gudang yang merupakan

opportunity cost. Harus selalu dijaga agar semua unsur di dalam siklus

pengelolaan logistik sama kuatnya dan segala kegiatan tersebut harus selalu

selaras, serasi dan seimbang.

a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan

Menurut Seto (2004), Perencanaan merupakan dasar tindakan

manajer untuk dapat menyelesaikan tugas pekerjaanya. Penentuan

kebutuhan merupakan perincian dari fungsi perencanaan menyangkut

proses memilih jenis dan menetapkan dengan prediksi jumlah kebutuhan

persediaan barang/obat perjenis di apotek ataupun di rumah sakit.

Penentuan kebutuhan obat di rumah sakit harus berpedoman kepada daftar

obat essensial, formularium rumah sakit, standar terapi dan jenis penyakit

di rumah sakit, dengan mengutamakan obat-obat generik.

Menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan tantangan

yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi di rumah sakit karena

masalah kekosongan atau kelebihan dapat terjadi. Dengan koordinasi dan

proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi secara terpadu

diharapkan perbekalan farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat

jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan. (Dirjend

Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, 2010).


2

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI

(2010), pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui

beberapa metode:

1) Metode Konsumsi

Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada

data riel konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan

berbagai penyesuaian dan koreksi.

2) Metode Morbiditas/Epidemiologi

Dinamakan metode morbidotas karena dasar perhitungan adalah

jumlah kebutuhan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban

kesakitan (morbidity load) yang harus dilayani. Metode morbiditas

adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan pola

penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu (lead time).

3) Metode Kombinasi

Kombinasi antara metode konsumsi dan metode morbiditas

disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

b. Fungsi Penganggaran

Menurut Seto (2004) Fungsi penganggaran adalah menyangkut

kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan perincian penentuan

kebutuhan dalam satu skala standar yaitu dengan skala mata uang (dollar,

rupiah, dan lain-lain). Begitu juga menurut Aditama (2007) menambahkan


2

dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku

terhadapnya.

c. Fungsi Pengadaan

Fungsi ini merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi

kebutuhan operasional yang telah digariskan dalam fungsi perencanaan dan

penentuan kepada instansi-instansi pelaksana (Aditama, 2007). Menurut

Seto (2004), fungsi pengadaan adalah usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan

untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam

fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik),

maupun penganggaran.

Menurut Kepmenkes No 1197/MENKES/X/2004 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pengadaan merupakan kegiatan untuk

merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui

pembelian, produksi dan sumbangan/hibah. Pembelian dapat dilakukan

secara tender oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi dan secara langsung

dari pabrik/distribusi/pedagang besar farmasi/rekanan.

Menurut Subagya (1994) metode dalam pembelian yaitu pembelian

melalui pelelangan terbuka yang membuka peluang para usahawan untuk

memberikan pelayanan kepada pembeli dan sebaliknya. Pembelian melalui

pelelangan terbatas yang dilakukan apabila produk yang akan dibeli

membutukan desain khusus dan produsen yang terbatas. Sedangkan


2

pembelian dengan penunjukan langsung, pembeli dapat menunjuk langsung

produsen tanpa melalui prosedur pelelangan terbuka maupun terbatas.

d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah

Sakit, Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi

yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian

langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Menurut Dirjend

Binakefarmasian dan Alar Kesehatan Kemenkes RI (2010), tujuan

penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima

sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu.

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI

(2010), Tujuan penyimpanan adalah:

1) Memelihara mutu sediaan farmasi

2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab

3) Menjaga ketersediaan

4) Memudahkan pencarian dan pengawasan

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI

(2010), metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,

menurut bentuk sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO

dan FIFO dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan

perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.


2

e. Fungsi Penyaluran

Proses pemindahan dari satu tempat ke tempat lain atau suatu

kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan

pengaturan pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain, yaitu dari

tempat penyimpanan ke tempat pemakainya. Pendisitribusian adalah

kegiatan menyalurkan barang sesuai permintaan, tepat waktu, tepat jumlah

serta sesuai dengan spesifikasinya (Subagya, 1994)

Menurut Subagya (1994), hal-hal yang harus diperhatikan dalam

pendistribusian barang yaitu:

1) Ketepatan jenis dan spesifikasi logistik yang disampaikan

2) Ketepatan nilai logistik yang disampaikan

3) Ketepatan jumlah logistik yang disampaikan

4) Ketepatan waktu penyampaian

5) Ketepatan tempat penyampaian

6) Ketepatan kondisi logistik yang disampaikan

Menurut Seto (2004) khusus menyangkut fungsi penyaluran untuk

farmasi Rumah Sakit, beberapa hal yang dijadikan pegangan adalah dengan

prinsip:

1) Distribusi obat harus aman, efektif dan efisien.

2) Harus menjamin: obat benar bagi penderita tertentu, dosis yang tepat

pada waktu yang ditentukan dan cara penggunaan yang benar.


2

f. Fungsi Pemeliharaan

Fungsi pemeliharaan merupakan usaha atau proses kegiatan untuk

mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan daya hasil barang

inventaris (Aditama, 2007). Pemeliharaan meliputi seluruh kegiatan

penting untuk mempertahankan sistem atau porduk tersebut tetap

mempunyai nilai manfaat. Pemeliharaan terdiri dari dua kategori, yaitu

pemeliharaan korektif dan pemeliharaan preventif. Pemeliharaan korektif

merupakan seluruh kegiatan pemeliharaan yang tidak terjadwal sebagai

akibat kegagalan sistem atau produk, untuk mengembalikan sistem dalam

kondisi tertentu. Siklus pemeliharaan korektif antara lain identifikasi

kegagalan, lokalisasi dan isolasi, pembongkaran, pemindahan item atau

perbaikan, penyusunan kembali, pemeriksaan atau verifikasi. Sedangkan

pemeliharaan preventif merupakan kegiatan yang terjadwal untuk

mempertahankan sistem atau produk dalam kondisi tertentu. Pemeliharaan

dilakukan dengan inspeksi secara periodik, monitoring, penggantian item

yang rusak dan kalibrasi (Blanchard, 2004).

g. Fungsi Penghapusan

Fungsi Penghapusan merupakan kegiatan dan usaha pembebasan

barang dari pertanggungjawaban yang berlaku. Dengan kata lain, fungsi

penghapusan adalah usaha untuk menghapus kekayaan (assets) karena

kerusahakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan sudah tua dari

segi ekonomis maupun teknis, kelebihan, hilang, susut dan karena hal-hal
3

lain menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Aditama,

2007).

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI

(2010), penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap

perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu

tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan

perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang

berlaku. Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi

yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang

berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan

maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sub standar. Cara-

cara penghapusan menurut Subagya (1994) adalah dengan pemanfaatan

langsung, pemanfaatan kembali, pemindahan, hibah, penjualan/pelelangan

dan pemusnahan.

h. Fungsi Pengendalian/Pengawasan

Pengendalian persediaan adalah berhubungan dengan aktivitas dalam

pengaturan persediaan bahan-bahan agar dapat menjamin kelancaran

proses produksi atau persediaan obat di apotek dan farmasi rumah sakit

agar menjamin kelancaran pelayanan pasiennya secara efektif dan efisien

(Seto, 2004). Semua kegiatan dalam siklus logistik harus selalu dilakukan

pengawasan mulai dari fungsi perencanaan, penganggaran, pengadaan,

penerimaan dan penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan, dan


3

penghapusan. Pengendalian dilakukan untuk memantau pelaksanaan

kegiatan logistik agar tidak terjadi penyimpangan dari rencana yang

ditetapkan. Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan

Kemenkes RI (2010) tujuan pengendalian adalah agar tidak terjadi

kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan.

Kegiatan dalam pengendalian mencakup:

1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu.

Jumlah stok ini disebut stok kerja

2) Menentukan stok optimum, yaitu stok obat yang diserahkan kepada unit

pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan

3) Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu tunggu yang

diperlukan mulai pemesanan sampai obat diterima.

Pengawasan/pengendalian dari siklus pengelolaan logistik dapat

dikategorikan dalam (Seto, 2004):

1) Harga barang persediaan yang dibeli

2) Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam siklus pengelolaan logistik

3) Menyangkut prosedur pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan

penyaluran

4) Kesesuaian barang/obat menyangkut spesifikasi barang, kecocokan

kartu barang terhadap bukti-bukti pembukuan dan jumlah barang dari

masing-masing item di gudang pada suatu waktu tertentu


3

5) Perhatian terhadap kualitas barang, obat expired date/rusak, alur obat

dengan menggunakan metode FIFO, turn over rate dengan penandaan

terhadapa fast moving item, slow moving item, dead inventory, dated

inventory/perishable inventory.

6) Tertib pencatatan dan pelaporan (recording dan reporting).

Pencatatan dalam persediaan adalah untuk menjamin obat-obat

yang ada dalam persediaan dipergunakan secara efisien, maka perlu

dilakukan pencatatan-pencatatan atas persediaan obat tersebut.

Pencatatan yang dikerjakan secara teratur dan terus-menerus diharapkan

Apotek, PBF, Industri Farmasi dan Farmasi Rumah Sakit akan dapat

mengikuti perkembangan persediaan bahan-bahan/obat jadi dengan

baik, karena itu sangat penting mencatat semua barang (bahan/obat)

yang ada di dalam persediaannya, agar dapat mengikuti perkembangan

keadaan usahanya dari waktu ke waktu.

Pencatatan tersebut meliputi penerimaan, persediaan di gudang

dan penerimaan barang (dagangan), barang pembantu, inventaris dan

lain-lain. Sistem pengawasan persediaan dengan pencatatan ini perlu

selalu ditingkatkan untuk memenuhi usaha pengawasan yang optimal.

Pencatatan tersebut antara lain: Permintaan Pembelian (Purchasing

Requestion), Surat Pesanan, Berita Acara Penerimaan dan Laporan

Penerimaan, Catatan Persediaan (kartu obat/stok dan kartu kadaluarsa),


3

dan surat bukti penyerahan barang (berita acara penyerahan barang,

resep resep obat, dan lain-lain)

Fungsi pengendalian merupakan fungsi inti dari pengelolaan

perlengkapan yang meliputi usaha untuk mengawasi dan mengamankan

keseluruhan pengelola logistik. Dalam fungsi ini diantaranya terdapat

kegiatan pengendalian inventarisasi (inventory control) dan expediting

yang merupakan unsur-unsur utamanya (Aditama, 2004).

Menurut Sabarguna (2005), pengendalian logistik sangat penting

artinya pada segi dibawah ini:

1) Pada hal tertentu obat akan merupakan salah satu penyebab selamatnya

seseorang juga keberadaannya harus tersedia dengan tepat

2) Alat tulis kantor keberadaannya akan menunjang kelancaran

administrasi, dan bentuk serta perawatan yang indah dan jelas akan

mewujudkan kelas pelayanan rumah sakit.

3) Pelayanan makanan dari dapur akan merupakan bagian kepuasan pasien

yang penting dari sehari-hari berlangsung.

4) Ketiga komponen logistik ini mempunyai spesifikasi tersendiri,

sehingga perlu disesuaikan dengan keadaan

5) Nilai uang yang beredar pada ketiga hal ini dapat sekitar 15-25% total

penerimaan atau pengeluaran, terutama yang besar dari sektor farmasi.


3

D. Manajemen Persediaan

Inventory atau persediaan merupakan simpanan material yang berupa

bahan mentah, barang dalam proses atau barang jadi (Sumayang, 2003). Tujuan

inventory control adalah menciptakan keseimbangan antara persediaan dan

permintaan oleh karena itu hasil stock opname harus yang seimbang dengan

permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu (Anief 2001).

Manajemen persediaan berusaha mencapai keseimbangan diantara

kekurangan dan kelebihan persediaan dalam suatu periode perencanaan yang

mengandung risiko dan ketidakpastian. Konsep yang ideal dari persediaan terdiri

dari pengadaan suatu produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Sistem

yang demikian tidak akan membutuhkan penumpukan bahan mentah atau bahan

jadi untuk mengantisipasi penjualan di masa depan. Walaupun sistem ini tidak

praktis, namun penting diingat bahwa setiap dollar yang diinvestasikan dalam

persediaan harus ditujukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Bowersox. D,

1995).

1. Fungsi Persediaan

Menurut Heizer dan Render (2010), Persediaan dapat melayani beberapa

fungsi yang menambah fleksibilitas bagi operasi perusahaan. Keempat fungsi

persediaan adalah sebagai berikut:

a. Decouple, memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi. Jika

persediaan berfluktuasi, persediaan tambahan mungkin diperlukan untuk

melakukan decouple proses produksi dari pemasok.


3

b. Melakukan decouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan

menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan

bagi pelanggan.

c. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian dalam

jumlah yang besar dan mengurangi biaya pengiriman barang.

d. Melindungi terhadap inflasi dan kenaikan harga.

2. Jenis Persediaan

Menurut Heizer dan Render (2010), untuk mengakomodasi fungsi-

fungsi persediaan, perusahaan harus memelihara empat jenis persediaan:

a. Persediaan bahan mentah (raw material invetory) telah dibeli tapi belum

diproses. Persediaan ini digunakan untuk melakukan decouple pemasok

dari proses produksi.

b. Persediaan baran setengah jadi (work in process) adalah komponen atau

bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi

belum selesai.

c. Persediaan pasokan pemeliharaan/perbaikan/operasi (Maintenance, Repair,

Operating - MRO) unutk menjaga agar mesin-mesin dan proses-proses

tetap produktif. MRO adalah karena kebutuhan serta waktu untuk

pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa perlengkapan tidak diketahui.

d. Persediaan barang jadi adalah produk yang telah selesai dan tinggal

menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukkan ke persediaan karena

permintaan pelanggan masih di masa mendatang tidak diketahui.


3

Sedangkan menurut Johns dan Harding (2001), jenis pokok sediaan

dalam operasi adalah:

a. Barang jadi

1) Memberikan pelayanan yang cepat bagi pelanggan

2) Mengurangi gejolak fluktuasi keluaran

3) Membantu mengatasi permintaan musiman

4) Memberikan pengaman terhadap kemungkinan kerusakan

dan pemogokan.

b. Barang dalam proses

1) Memisahkan tahapan produksi

2) Memberikan fleksibilitas dalam penjadwalan

3) Memberikan pemingkatan utilisasi mesin

c. Bahan mentah

1) Memisahkan perusahaan dari para pemasoknya

2) Memungkinkan perusahaan untuk meraih manfaat dari potongan harga

karena jumlah pesanan


3) Memberikan perlindungan terhadap inflasi

4) Menyiapkan sediaan strategis bagi barang yang vital

E. Metode pengendalian persediaan

Masalah umum dalam suatu model persediaan bersumber dari kejadian

yang dihadapi berupa tersedianya barang terlalu banyak atau terlalu sedikit untuk
3

memenuhi permintaan langganan di masa mendatang. Kalau barang terlalu

banyak dalam persediaan, maka perusahaan terpaksa menderita biaya tambahan

misalnya biaya pergudangan dan lain-lain. Barang yang terlalu sedikit

menimbulkan kekecewaan bagi para langganan dan menimbulkan rasa kurang

percaya yang akhirnya merugikan perusahaan sendiri (Siagian, 1987).

Oleh karena itu manajemen persediaan pada hakikatnya mencakup dua

fungsi yang berhubungan sangat erat sekali, yaitu perencanaan persediaan dan

pengawasan persediaan. Aspek perencanaan menjawab pertanyaan tentang apa

yag akan disediakan dan sumber terbaik sedangkan aspek pengawasan menjawab

berapa kali pemesanan dilaksanakan dan berapa banyak pesanan tersebut

(Siagian, 1987).

Pengendalian logisitik disebut juga pengendalian persediaan. Pengendalian

persediaan adalah aktivitas mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat

yang dikehendaki. Harus ada keseimbangan antara mempertahankan tingkat

persediaan yang tepat dengan pengaruh keuangan minimum terhadap pelanggan.

Jika investasi sangat besar akan mengakibatkan biaya modal yang sangat besar

sehingga akan mengakibatkan juga biaya operasi yang tinggi. Investasi untuk

persediaan harus bersaing dengan investasi lain yang juga membutuhkan dana.

(Sumayang, 2003).

Pengawasan/pengendalian persediaan suatu prosedur mekanis untuk

melaksanakan suatu kebijakan persediaan, aspek akuntabilitas dari pengawasan

ini akan mengukur berapa unit yang ada di tangan pada suatu lokasi tertentu dan
3

terus mengikuti penambahan dan pengurangan terhadap kuantitas dasar.

Pelaksanaan pengawasan persediaan menjadi tanggung jawab koordinator

logistik. Walaupun pengawasan persediaan merupakan hal esensial bagi

kelancaran operasi, namun masalah-masalah pengawasan biasanya menimbulkan

gangguan atau kegagalan untuk mencapai sasaran-sasaran karena masalah-

masalah kebijakan yang tidak sesuai (Bowersox. D, 2004).

Menurut Ahyari (1987), beberapa kerugian yang akan diderita sehubungan

dengan penyelenggaraan persediaan yang terlalu besar adalah:

1. Biaya penyimpanan atau pergudangan yang akan menjadi semakin besar.

Tidak hanya sewa gudang atau pemeliharaan saja tetapi juga resiko kerusakan,

kehilangan, kadaluarsa dan penurunan kualitas.

2. Penyelenggaraan persediaan yang besar berarti harus mempersiapkan dana

yang cukup besar pula untuk mengadakan pembelian.

3. Tingginya biaya penyimpanan dan investasi dalam persediaan tersebut

mengakibatkan berkurangnya dana untuk pembiayaan dan investasi barang

lain.

4. Apabila jumlah persediaan bahan baku yang disimpan dalam perusahaan itu

semakin besar, maka resiko atas bahan baku yang disimpan dalam perusahaan

yang bersangkutan akan semakin besar pula.

5. Terjadinya penurunan harga pasar merupakan suatu kerugian yang tidak

sedikit walaupun ada kemungkinan terjadi kenaikan harga pasar yang


3

menguntungkan perusahaan. Maka manajemen perlu mengetahui gambaran

harga pasar di waktu mendatang.

Sedangkan persediaan dalam jumlah yang sangat kecil atau terlalu rendah

akan mengakibatkan (Ahyari, 1987):

1. Persediaan yang terlalu kecil kadang-kadang tidak dapat memenuhi

kebutuhan. Apabila hal ini terjadi berkali-kali, tentunya dalam jangka panjang

akan sangat merugikan perusahaan. Hal ini disebabkan karena dengan

pembelian mendadak disamping akan memperoleh harga beli lebih tinggi,

kualitas bahan belum tentu dapat memenuhi standar yang ada dan efisiensi

waktu kerja karyawan juga akan berkurang.

2. Seringkali kehabisan bahan baku maka pelaksnaan produksi tidak dapat

berjalan lancar.

3. Persediaan yang kecil akan mengakibatkan frekuensi pembelian bahan akan

semakin besar sehingga biaya pemesanan akan bertambah besar jumlahnya.

Menurut Johns dan Harding (2001), untuk memastikan bahwa suatu sistem

pengendalian sediaan efektif, maka tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab

adalah apa yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak di pesan dan

kapan memesan kembali.

1. Analisis ABC

Banyaknya persediaan bahan di sebuah perusahaan tentunya mempunyai

karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut baik dari
4

segi harga perunit bahan, dari segi jumlah unit yang diperlukan dan dari

penyimpanan bahan. Dengan demikian apabila bahan diperlakukan sama rata,

maka tindakan ini kadang-kadang akan merugikan perusahaan. Hal ini karena

terdapat perbedaan nilai rupiah dari bahan yang dipergunakan (Ahyari, 1987).

Dalam kenyataannya akan terdapat bahan baku yang dipergunakan

dalam jumlah unit yang besar namun mempunyai nilai rupiah yang kecil,

sebaliknya akan terdapat sejumlah bahan baku dalam nilai rupiah yang tinggi

walaupun jumlah unit fisiknya tidak berapa besar. Dengan demikian perlakuan

yang berbeda untuk masing-masing bahan yang mempunyai karakteristik yang

berbeda juga masih tetap diperlukan dalam perusahaan yang bersangkutan

tersebut. Cara yang paling umum digunakan untuk prioritas persediaan adalah

dengan klasifikasi ABC (Ahyari, 1987).

Analisis ABC membagi persediaan yang ada menjadi tiga klasifikasi

dengan basis volume dolar tahunan. Analisis ABC adalah sebuah aplikasi

persediaan dar prinsip pareto. Gagasannya adalah untuk membuat kebijkan-

kebijakan persediaan yang memfokuskan persediaan pada bagian-bagian

persediaan yang kritis namun sedikit bukan pada yang banyak namun spele.

Tidaklah realistis jika memantau barang yang tidak mahal dengan intensitas

yang sama dengan barang yang sangat mahal (Heizer dan Render, 2010).

Cara yang dilakukan untuk mengendalikan persediaan dilakukan dengan

klasifikasi ABC atau klasifikasi Pareto. Cara membagi sediaan ke dalam tiga

kelas didasarkan pada nilai penggunaan tahunan. Analisis ABC menyoroti


4

perbedaan antara efektivitas dan upaya. Penggunaan analisis ini

memungkinkan teridentifikasinya barang yang benar-benar berpengaruh pada

kinerja sediaan, sehingga manajemen yang efektif dapat berkonsentrasi pada

barang yang itemnya sedikit tersebut tanpa mengabaikan yang lain (Johns dan

Harding, 2001).

Menurut Ahyari (1987), dasar yang dipergunakan untuk mengadakan

pemisahan tersebut adalah:

a. Kelas A, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik yang kecil atau

rendah, namun jumlah rupiahnya tinggi

b. Kelas C, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik yang besar atau

tinggi, namun nilai rupiah yang rendah atau kecil

c. Kelas B, merupakan bahan baku dengan karakteristik yang berbeda di

antara kelas A dan kelas C, baik jumlah fisik maupun jumlah rupiahnya

adalah sedang.

Menurut Seto (2004), sistem ABC, semua obat dalam persediaan

digolongkan menjadi salah satu dari kategori:

a. Kelompok A mewakili 20% obat dalam persediaan dan 70% total

penjualan.

b. Kelompok B mewakili 30% obat dalam persediaan dan 20% total

penjualan.

c. Kelompok C mewakili 50% obat tapi hanya kira-kira 10% total penjualan.
4

Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam beberapa kasus

obat merupakan obat yang sangat mahal. Hanya ada sedikit kelompok A

dalam persediaan apotik. Tetapi karena kelompok tersebut sangat tinggi

permintaannya, merupakan obat yang berputar dengan cepat (atau karena obat

itu sangat mahal), kelompok A merupakan mayoritas penjualan apotik.

Kelompok A seharusnya dimonitor dengan hati-hati, angka pemesanan ulang

dan EOQ-nya seharunya dihitung (Seto, 2004).

Kelompok B dan C merupakan agak lambat lakunya. Kelompok B

mempunyai penjualan rata-rata dan perputaran inventaris. Kelompok C adalah

obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling kurang diminta.

Karena kelompok B dan C merupakan jumlah yang jauh lebih besar dan

merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan tidak efisien

untuk memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A. Kelompok B dan C

biasanya dapat cukup dikendalikan dengan menggunakan kartu stok gudang

dan kartu stok di ruang peracikan dan penjualan eceran (Seto, 2004).

Pengelola secara periodik seharusnya memonitor kelompok C untuk

menentukan apakah obat tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan.

Menyingkirkan kelompok C yang lambat lakunya merupakan metode praktis

mengurangi jumlah obat dan investasi dalam persediaan, tapi memberikan

pengaruh yang kecil pada penjualan dan biaya kehabisan persediaan (Seto,

2004).
4

Klasifikasi sediaan Pareto (Johns dan Harding, 2001)

Kelas A : 75 % nilai penggunaan sediaan tahunan diwakili oleh hanya 15

% dari jenis sediaan.

Kelas C : 60% dari barang sediaan hanya bertanggung jawab atas 10% dari nilai penggunaan tah
Kelas B : barang yang tidak termasuk ke dalam kelas A dan kelas C.

Gambar 2.1 Klasifikasi Sediaan Pareto (Johns dan Harding, 2001)

Item sedian (%)


10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0
90
80 C
70 B
60
50 nilai dalam sedian
A
40 (%)
30
20
10
0

Menurut Heizer dan Render (2010), barang kelas A adalah barang

dengan volume dolar tahunan tinggi yaitu 70%-80% penggunaan uang secara

keseluruhan namun hanya merepresentasikan 15% dari persediaan total.


4

Barang kelas B barang dengan volume dolar tahunan yang sedang yaitu 15%-

25% penggunaan uang keseluruhan dan 30% penggunaan persediaan total.

Barang dengan volume dolar tahunan yang kecil adalah kelas C yang hanya

merepresentasikan 5% volume tahunan namun mewakili 55% barang

persediaan total.

Secara grafik persediaan akan terlihat seperti gambar berikut ini:

Grafik 2.1
Grafik dari Analisis ABC
(Heizer dan Render,
2010)

100
90 A
80
Persen 70
Penggunaan 60
Dollar 50
Tahunan 40 B
30
20
10 C
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Persen persediaan
4

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2010), prinsip

utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan farmasi ke dalam

suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran/rupiah terbanyak.

Urutan langkah adalah sebagai berikut (Dirjend Binakefarmasian dan

Alat Kesehatan, 2010) :

a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah satu

metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya yang

diperlukan untuk tiap nama dagang. Kelompokkan kedalam

jenisjenis/kategori, dan jumlahkan biaya per jenis kategori perbekalan

farmasi.

b. Jumlahkan anggaran total, hitung masing-masing prosentase jenis

perbekalan farmasi terhadap anggaran total.

c. Urutkan kembali jenis- jenis perbekalan farmasi diatas, mulai dengan jenis

yang memakan prosentase biaya terbanyak.

d. Hitung prosentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya.

e. Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±70% anggaran

total (biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan farmasi saja).

1) Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%

2) Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20%

3) Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10%


4

Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan

Ahli Kelas A Kelas B Kelas C


Item Nilai Item Nilai Item Nilai
Johns dan Harding 15% 75% 25% 15% 60% 10%
(2001)
Heizer dan Render 15% 70% - 30% 15% - 55% 5%
(2010) 80% 25%
Dirjend Binfar dan 70% 20% 10%
Alkes (2010)

Peramalan, kontrol fisik, keandalan pemasok dan reduksi pada persediaan pengaman yang lebih
Berikut kebijakan-kebijakan yang dapat didasarkan pada analisis ABC (Heizer dan Render, 2010
a. Membeli sumber daya harus lebih tinggi pada barang-barang A

dibandingkan dengan barang-barang C.

b. Barang-barang A harus memiliki kontrol persediaan fisik yang lebih ketat,

barang tersebut mungkin ditempatkan dibagian yang lebih aman akurasi

catatan persediaannya untuk barang A harus lebih sering di verivikasi.

c. Meramalkan barang A memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan

barang lainnya.
4

Adapun perlakuan untuk masing-masing kelas bahan baku yang

dipergunakan di dalam suatu perusahaan tersebut adalah sebagai berikut

(Ahyari, 1987):

a. Kelas A

1) Kuantitas pembelian bahan serta titik pemesanan kembali harus

dilaksanakan dengan perhitungan yang cermat

2) Biaya penyelenggaraan persediaan di dalam perusahaan tersebut akan

diawasi sangat ketat

3) Tingkat persediaan yang diselenggarakan untuk kelas ini disesuaikan

dengan kebutuhan perusahaan untuk pelaksanaan produksi

4) Umumnya, persediaan kelas A mendapat perhatian yang cukup,

mengingat kerusakan atau kehilangan bahan jenis ini dalam jumlah unit

yang kecil akan mengakibatkan terjadinya kerugian perusahaan di dalam

jumlah yang cukup besar

b. Kelas B

1) Pencatatan yang baik serta pengawasan normal dari penyelenggaraan

persediaan ini akan dapat membuahkan persediaan bahan baku yang

optimal di dalam perusahaan yang bersangkutan.

2) Pengendalian juga tetap diperlukan sehingga perusahaan tidak menderita

kerugian karena penyelenggaraan persediaan yang tidak sesuai situasi

dan kondisi dari perusahaan yang bersangkutan.


4

c. Kelas C

1) Pada umumnya persediaan kelas C diselenggarakan dengan sistem

pengendalian sederhana di dalam perusahaan yang bersangkutan

2) Pengawasan tidak akan dilaksanakan seperti kelas B atau A, melainkan

akan diselenggarakan dengan cara yang relatif mudah dan sederhana.

2. Economic Order Quantity (EOQ)

Menurut Jogiyanto (1985) dalam Sabarguna (2004), Economic Order

Quantity (EOQ) adalah sejumlah persediaan barang yang dapat dipesan pada

suatu periode untuk tujuan meminimalkan biaya dari persediaan barang

tersebut. Model Kuantitas Pesanan Ekonomi atau Economic Order Quantity

(EOQ) adalah salah satu teknik kontrol persediaan tertua dan paling

dikenal/teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi berdasarkan beberapa

asumsi (Heizer dan Render, 2010) :

a. Jumlah permintaan diketahui, konstan dan independen

b. Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan kata

lain persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada

suatu waktu

c. Tidak tersedia diskon kuantitas

d. Biaya variabel hanya biaya untuk penyetelan/pemesanan dan biaya

menyimpan persediaan dalam waktu tertentu


4

e. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan

dilakukan pada waktu yang tepat

Model persediaan umumnya meminimalkan biaya total. Dengan asumsi

yang diberikan di atas biaya paling signifikan adalah biaya pemesanan dan

biaya penyimpanan. Jadi jika kita meminimalkan biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan, kita juga akan meminimalkan biaya total. Seiring dengan

meningkatnya kuantitas yang dipesan, jumlah pemesanan pertahunnya akan

menurun namun biaya penyimpanan akan meningkat karena jumlah

persediaan yang harus diurus lebih banyak.

Gambar 2.2
Jumlah Pemesanan Ekonomis
Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010)
Sabarguna (2004), Johns dan Harding( (2001)

biaya
tahunan kurva biaya total
penyimpanan dan pemesanan

kurva biaya penyimpanan


biaya total
minimum

kurva biaya pemesanan

Kuantitas pesanan Kuantitas


pesanan Optimal (Q)
5

Dalam perhitungan ini telah ditentukan titik order untuk memenuhi

penggunaan selama waktu tertentu atau order untuk suatu kuantitas tertentu

yang ditentukan akan dipesan pada saat itu (Buffa, 1997).

Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum

menurut Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010) dan Buffa (1997)

Rumus:

Keterangan:

Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)

D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan

S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan

H = Biaya penyimpanan per unit per tahun

EOQ penerapannya sangat tepat dalam kaitan kurangnya stok akhir.

Dengan menerapkan kebijaksanaan EOQ maka dalam setiap tahun dapat

ditentukan banyaknya order sehingga dapat mengatasi kemungkinan

kehabisan stok.

3. Reorder Point (ROP)

Setiap penjualan berarti terjadi pengeluaran barang dari apotek dari

barang dan barang yang keluar tersebut harus diisi kembali hingga jumlah

barang itu tetap. Tetapi hal ini tidak mungkin mengadakan keseimbangan
5

setiap hari karena frekuensi pembelian menjadi sangat tinggi dan volume

pekerjaan menjadi besar. Selain itu, keseimbangan antara persediaan dan

permintaan perlu diciptakan agar kemampuan pelayanan pada pasien dapat

berlanjut. Terputusnya kemampuan pelayanan adalah karena persediaan sudah

habis (Anief, 2001).

Oleh karena itu sebelum persediaan habis maka pemesanan barang harus

sudah dilakukan. Untuk itu dicari waktu yang tepat, pada saat mana

pembeliaan harus dilakukan sehingga terjadi keseimbangan antara beban

pekerjaan dan kemampuan memenuhi permintaan sehingga pelayanan tidak

terputus tetapi persediaan masih dalam batas-batas yang ekonomis (Anief,

2001). Apabila terjadi masa tenggang (lead time) maka kita harus menentukan

tingkat persediaan minimal sehingga apabila tingkat ini sudah dicapai, kita

harus mengajukan pesanan baru untuk menjaga jangan sampai terjadi

kekosongan dalam stok (Siagian, 1987).


5

Pada gambar di bawah ini, tingkat pemesanan kembali ditetapkan untuk

persediaan yang cukup untuk menutupi penggunaan selama menunggu

pesanan tiba. Dengan demikian sediaan habis tepat pada saat pesanan tiba.

Gambar 2.3
Pengendalian Tingkat Pemesananan
Kembali (Johns dan Harding, 2001)
persediaan

ROP

waktu

Menurut Johns dan Harding (2001), variasi pada pola permintaan atau

lead time akan menyebabkan grafik berbentuk gigi gergaji, sehingga apabila

permintaan ditingkatkan dan waktu tenggang pemasok yang diperpanjang

akan mengakibatkan stock out. Untuk itu dibutuhkan suatu ancangan yang

dapat mengatasi variabilitas ini dan dibutuhkan sediaan pengaman (safety

stock) tujuannya adalah untuk menangani ketidakpastian dalam pengendalian

sediaan, semakin besar tingkat ketidakpastian atau variabilitasnya semakin

besar pula tingkat sediaan pengaman yang diperlukan.

Kebutuhan selama masa tenggang (lead time) adalah tidak tetap dan

jarang sama dengan kebutuhan sebagaimana diharapkan, bahkan

kemungkinan akan terjadi stock out selalu ada. Untuk menghadapi

ketidakpastian ini, perlu diambil suatu tindakan dengan cara mempersiapkan


5

cadangan penyangga (buffer stock) yang bertindak sebagai penyangga

terhadap Normal
kenaikan yang tidak diharapkan dalam
Permintaan kebutuhan masa tenggang (lead time) (Siagi
lead time
Berikutadalahgambartingkatpemesanankembalidengan
Meningkat meningkatmemperhitungkan Safety Stock:
Gambar 2.4
Pengendalian Tingkat Pemesananan Kembali dengan Safety Stock
(Johns dan Harding, 2001)

persediaan

ROP

Persediaan pengaman (Safety Stock)

waktu

Fungsi persediaan pengaman atau safety stock/buffer stock adalah

menyangkut perubahan jangka pendek, baik dalam permintaan maupun dalam

pengisian kembali. Kebutuhan akan persediaan pengaman adalah disebabkan


5

oleh ketidakpastian mengenai penjualan di masa depan dan pengisian kembali

persediaan. Persediaan pengaman itu merupakan proteksi terhadap 2 jenis

ketidakpastian. Pertama, ketidakpastian mengenai penjualan yang melebihi

ramalan selama periode pengisian kembali. Yang kedua adalah ketidakpastian

mengenai keterlambatan (delays) dalam penerimaan pesanan, pengolahan

pesanan, atau keterlambatan transportasi selama pengisian kembali

(Bowersox, 1995).

Faktor-faktor yang menentukan besarnya persediaan pengaman menurut

Rangkutty (1996), yaitu penggunaan bahan baku rata-rata, faktor waktu, dan

biaya–biaya yang digunakandan dihutung berdasarkan service level . Menurut

Bowesox, Closs dan Cooper (2010), service level adalah tujuan kinerja

persediaan atau target kinerja yang ditetapkan oleh manajemen. Menurut

Heizer dan Render (2010) hal yang penting dalam manajemen adalah menjaga

tingkat pelayanan yang cukup untuk menghindari permintaan yang tidak pasti.

Tingkat pelayanan (service level) adalah komplemen dari probabilistik

kehabisan persediaan. Sebagai contoh, jika probabilitas kehabisan persediaan

adalah 0,05 maka tingkat pelayanannya adalah 0,95.

Menurut Assauri (2004), jika buffer stock/safety stock dengan service

level dan standar lead time diketahui dan bersifat konstan, maka

perhitungannya adalah sebagai berikut:


5

SS = Z x d x L

Keterangan :

SS = Safety Stock/Buffer stock

Z = Service level

D = Rata-rata pemakaian

L = Lead Time

Menurut Johns dan Harding (2001), pengendalian dengan Reorder

Point (ROP), keputusan mengenai kapan mengajukan pemesanan kembali

terletak pada dua faktor, yaitu; yang pertama pertimbangan tingkat pemesanan

kembali secara langsung berdasarkan pada pemakaian normal dan yang kedua

pertimbangan sediaan pengaman berdasarkan derajat ketidakpastian dan

tingkat pelayanan yang diminta.

Dengan mempertimbangkan safety stock maka perhitungan titik

pemesanan kembali menurut Heizer dan Render (2010), Johns dan Harding

(2001) adalah:

ROP = (d x L) + SS

Keterangan:

ROP = Reorder Point

d = permintaan harian

L = lead time (waktu tunggu)

SS = persediaan pengaman (safety stock)/buffer stock


5

Menurut Seto (2004), beberapa cara dalam pengendalian persediaan:

1. Two and Bag Account System (Two Bin System)

Dengan menggunakan 2 kantong, dimana kantong pertama merupakan

tempat persediaan yang jumlahnya sama dengan jumlah persediaan pada

tingkat Reorder Point (ROP) dan berfungsi sebagai persediaan cadangan.

Persediaan selebihnya (sisanya) ditempatkan pada kantong kedua. Cara

penggunaanya adalah mula-mula digunakan persediaan di kantong kedua

sampai habis. Pada saat habis maka pemesanan kembali harus dilakukan.

Sebelum obat yang dipesan tiba di gudang, kantong pertama digunakan.

Apabila obat yang dipesan tiba kantong pertama diisi kembali sesuai jumlah

semula dan sisanya dimasukkan ke dalam kantong kedua.

2. One Storage Bin System (One Bin System)

Dengan menggunakan 1 kantong. Dalam kantong persediaan ini

diadakan pembagian terhadap persediaan menjadi 2 bagian. Bagian 1 untuk

memenuhi kebutuhan rutin, bagian 2 untuk kebutuhan selama periode

pengisian kembali.

Syarat untuk 1 atau 2 kantong tersebut adalah apabila hoding cost (biaya

penyimpanan) cukup mahal. Obat yang diminta tertentu dan jenisnya tidak

banyak dan kepastian waktu pemesanan tidak jelas.


5

3. Fixed Order Period System (Reorder Cycle System)

Dengan memesan pada waktu-waktu tertentu, misalnya setiap awal bula

tanpa mengindahkan tingkat persediaan yang tergantung pemakaian selama

interval waktu tersebut. Jumlah yang dipesan tidak boleh melebihi batas

maksimum yang ditentukan.

Pada sistem ini ada dua nilai yang harus ditentukan, yaitu:

a. Interval waktu pemesanan

b. Batas maksimum persediaan oada setiap kali diadakan pemesanan

Pengendalian lebih mudah, namun apabila terjadi ketidaktepatan di

dalam penentuan batas maksimum persediaan dapat mengakibatkan

persediaan yang berlebihan ataupun kehabisan persediaan.

4. Fixed Order Quantity System (Reorder Level System)

Yaitu, obat tertentu, jumlah yang dipesan dari pemasok adalah tetap

pada titik kritis (Reorder Point/ROP). Jumlah ini adalah yang paling ekonomis

ditinjau dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Untuk sistem ini ada dua

yang harus ditentukan untuk setiap jenis obat, yaitu:

a. Berapa jumlah yang harus dipesan (Q)

b. Kapan harus dilakukan pemesanan


5

5. Economic Order Quantity (Economic Lot Size)

Jumlah pesanan hendaknya mengeluarkan biaya-biaya yang

ditimbulkannya dari adanya pesanan tersebut dan penyimpanannya adalah

minimal. Untuk menentukan jumlah pesanan yang ekonomis, harus

diusahakan untuk memperkecil biaya-biaya pemesanan (ordering cost) dsan

biaya penyimpanan (carrying cost/holding cost).

6. ABC Analysis Method

Ini menekankan pada persediaan yang mempunyai nilai penggunaan

yang relatif tinggi/mahal. Dalam persediaan terdiri dari berbagai jenis obat

yang mempunyai nilai penggunaan yang berbeda-beda.

7. Kombinasi EOQ dengan Analisis ABC

Kombinasi ini ditekankan pada jumlah persediaan pengaman (safety

stock) dan perode pemesanan/frekuensi pesanan per periode tertentu (N kali

pesan), terutama untuk kelompok A dengan persediaan pengaman yang sedikit

dengan periode pesanan sesering mungkin (N>>). Untuk kelompok C

sebaliknya.

8. Safety Stock (Buffer Stock)

Yang dimaksud adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk

melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan

(stock out) yang disebabkan karena adanya permintaan yang lebih besar dari

perkiraan semula atau karena keterlambatan barang yang dipesan sampai di


5

gudang penyimpanan (lead time yang lebih lama dari perkiraan semula)

denganmenentukan/menghitungbesarnyapersediaanpengamanyang

kemudian diikuti dengan sistem jumlah pesamam tetap atau EOQ.

9. Komputerisasi

Daricara-carapengendaliantersebutdiatas,dapatdipadukan. Digabungkan dan dikembangkan di da


Programmer Computer dan System Analyst Computer.

F.Kerangka Teori

Bagan 2.2
Kerangka Teori

Jenis Persediaan

Analisis ABC

Kelompok A Kelompok B Kelompok C

Jumlah Pemesanan Waktu Pemesanan

Economic Order Quantity Reorder Point


(EOQ) (ROP)

Sumber: Ahyari (1987), Siagian (1987), John dan Harding (2001), Heizer dan
Render (2010) dan Dirjend Binafarmasi dan Alat Kesehatan (2010).
6

Menurut Johns dan Harding (2001), pengendalian persediaan dikatakan

efektif apabila dapat menjawab pertanyaan mengenai apa saja obat yang akan

dikendalikan dan memerlukan pengawasan yang lebih ketat serta hati-hati,

berapa banyak suatu item obat tersebut dipesan dan kapan harus dilakukan

pemesanan. Menurut Heizer dan Render (2010), prediksi yang lebih baik, kontrol

fisik, keandalan pemasok dan persediaan pengaman (safety stock) semuanya

merupakan hasil dari kebijkan manajemen persediaan yang sesuai, analisis ABC

mengarahkan pengembangan semua kebijkan tersebut.

Menurut Heizer dan Render (2010) obat-obat yang tergolong A harus

memiliki kontrol persediaan yang lebih dibandingkan dengan kelompok B dan C.

Selain itu menurut Ahyari (1987) kuantitas pembelian dan titik pemesanan

kembali untuk obat kelompok A harus dilaksanakan dengan perhitungan cermat.

Menurut Jogiyanto (1985) dalam Sabarguna (2004), Economic Order Quantity

(EOQ) adalah sejumlah persediaan barang yang dapat dipesan pada suatu periode

untuk tujuan meminimalkan biaya dari persediaan barang tersebut. Apabila

terjadi masa tenggang (lead time) maka kita harus menentukan tingkat persediaan

minimal sehingga apabila tingkat ini sudah dicapai, kita harus mengajukan

pesanan baru untuk menjaga jangan sampai terjadi kekosongan dalam stok

(Siagian, 1987). Menurut Johns dan Harding (2001), Reorder Point (ROP) adalah

metode untuk memutuskan kapan mengajukan pemesanan kembali.


BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Berpikir

Berdasarkan teori yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, obat

merupakan salah satu barang logistik/persediaan di rumah sakit. Untuk dapat

menyediakan obat dengan jumlah dan waktu yang tepat serta dengan total biaya

terendah dibutuhkan pengelolaan yang efektif dan efisien terhadap obat tersebut.

Pengendalian persediaan bertujuan untuk menyeimbangkan antara permintaan

dan persediaan demi kelancaran proses pelayanan. Menurut Johns dan Harding

(2001), pengendalian persediaan dapat dikatakan efektif apabila dapat menjawab

pertanyaan apa saja obat yang akan dikendalikan dan memerlukan pengawasan

yang lebih ketat serta hati-hati, berapa banyak suatu item obat tersebut dipesan

dan kapan harus dilakukan pemesanan.

Berdasarkan hal tersebut pengendalian persediaan obat generik dalam

penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis ABC, Economic

Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP). Dalam pengendalian

persediaan perlu dilakukan teknik pengklasifikasian persediaan terlebih dahulu

melalui metode analisis ABC. Menurut Heizer dan Render (2010), prediksi yang

lebih baik, kontrol fisik, keandalan pemasok dan persediaan pengaman (safety

61
6

stock) semuanya merupakan hasil dari kebijkan manajemen persediaan yang

sesuai, analisis ABC mengarahkan pengembangan semua kebijkan tersebut.

Metode ini digunakan untuk menentukan kelompok persediaan obat

generik berdasarkan kelompok A, B dan C, sehingga akan menjawab pertanyaan

obat mana yang harus diawasi secara ketat dan hati-hati. Metode ini menekankan

pada obat dengan nilai investasi yang tinggi dalam satu periode. Obat generik

yang termasuk kelompok A akan dilakukan proses pengendalian yang

selanjutnya menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder

Point (ROP) karena menurut Heizer dan Render (2010) obat-obat tersebut harus

memiliki kontrol persediaan yang lebih dibandingkan dengan kelompok B dan C.

Selain itu menurut Ahyari (1987) kuantitas pembelian dan titik pemesanan

kembali untuk obat kelompok A harus dilaksanakan dengan perhitungan cermat.

Menurut Seto (2004), jumlah pesanan hendaknya meminimalkan biaya

yang ditimbulkan dari adanya pesanan dan penyimpanan barang tersebut

sehingga harus diusahakan untuk memperkecil biaya pemesanan dan

penyimpanan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan penghitungan

Economic Order Quantity (EOQ) untuk menjawab pertanyaan mengenai jumlah

optimum obat yang akan dipesan dengan memperhitungkan jumlah pemakaian

obat, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Setelah itu dihitung Reorder

Point (ROP) untuk menjawab pertanyaan kapan dilakukan pemesanan kembali


6

terhadap masing-masing obat generik tersebut dengan mempertimbangkan rata-

rata pemakaian, tingkat pencapaian, lead time dan safety stock/buffer stock.

Melalui metode tersebut dapat dilakukan pengendalian persediaan untuk menyeimbangkan perminta
tinggi; dan tingginya biaya penyimpanan karena persediaan yang tinggi.
6

Bagan 3.1
Kerangka Berpikir

Pengendalian Persediaan Obat

Metode Pengendalian Persediaan Obat

Analisis ABC

Persediaan obat Persediaan obat Persediaan obat


Kelompok A Kelompok B Kelompok C

Economic Order Quantity


(EOQ)
Reorder Point (ROP) Keterangan:

= metode pengendalian persediaan


6

3.1. Definisi Istilah

Tabel 3.1
Definisi

Cara Pengambilan
No Substansi Definisi Istilah Alat ukur Hasil Ukur Sumber Informasi
Data
1. Pengendalian Salah satu siklus Wawancara, telaah Pedoman Pengendalian/pengawasan Kepala Unit Farmasi RS Islam
Persediaan logistik yang dokumen wawancara yang dilakukan di Asshobirin, Staf Gudang
berhubungan dengan dan telaah Gudang Farmasi RS Farmasi RS Islam Asshobirin,
aktivitas dalam dokumen Islam Asshobirin Kepala Bidang Penunjang
pengaturan Medis RS Islam Asshobirin,
persediaan obat di dan Kepala Bagian Keuangan
apotek dan farmasi RS Islam Asshobirin
rumah sakit agar
menjamin kelancaran
pelayanan pasiennya
secara efektif dan
efisien (Seto.S, 2004)
6

Cara Pengambilan
No Substansi Definisi Istilah Alat ukur Hasil Ukur Sumber Informasi
Data
2. Metode Pengendalian Metode ABC, Kelompok Cara pengendalian Kepala Unit Farmasi RS Islam
Pengendalian persediaan obat Economic Order obat A, B persediaan obat generik Asshobirin,
Persediaan generik agar tidak Quantity (EOQ) dan C Staf Gudang Farmasi RS
Obat terjadi kekosongan dan Reorder Islam Asshobirin,
Generik dan kelebihan stok Point (ROP) Koord.SIM RS Islam
(Dirjend Binfar dan Asshobirin,
Alkes, 2010) Koordinator Logistik RS
menjawab 3 Islam Asshobirin, Kepmenkes
pertanyaan dasar: apa RI Nomor 092/Menkes/
yang dikendalikan, SKII/2012 dan Biro
berapa jumlah yang Perencanaan dan Anggaran
dipesan dan kapan Sekjen Kemenkes RI (2013)
dilakukan pemesanan
ulang (John dan
Harding, 2001)
3. Analisis Cara yang digunakan Mengurutkan obat pemakaian Kelompok obat generik Kepmenkes RI Nomor
ABC untuk prioritas dari nilai investasi tahun 2012 yang termasuk kelompok 092/Menkes/SKII/2012,
terbesar sampai dan harga A, B, dan C untuk Kepala Unit Farmasi RS Islam
6

Cara Pengambilan
No Substansi Definisi Istilah Alat ukur Hasil Ukur Sumber Informasi
Data
persediaan (Ahyari, terkecil, dan Obat Investasi Asshobirin, Koord.SIM RS
1987) menghitung % Islam Asshobirin
kumulatif setiap obat
4. Kelompok A Kelompok obat Metode Analisis Daftar nama Informasi obat generik Kepmenkes RI Nomor
generik yang ABC obat, jumlah yang tergolong kelompok 092/Menkes/SKII/2012,
persentase kumulatif pemakaian A Kepala Unit Farmasi RS Islam
0-70% (Dirjend tahun 2012, Asshobirin dan Koord.SIM
Binfar dan Alkes, harga obat RS Islam Asshobirin
2010)
5. Kelompok B Kelompok obat Metode Analisis Daftar nama Informasi obat generik Kepmenkes RI Nomor
generik yang ABC obat, jumlah yang tergolong kelompok 092/Menkes/SKII/2012,
persentase kumulatif pemakaian B Kepala Unit Farmasi RS Islam
71-90% (Dirjend tahun 2012 Asshobirin dan Koord.SIM
Binfar dan Alkes, dan harga RS Islam Asshobirin
2010) obat
6. Kelompok C Kelompok obat Metode Analisis Daftar nama Informasi obat generik Kepmenkes RI Nomor
generik yang ABC obat, jumlah yang tergolong kelompok 092/Menkes/SKII/2012,
persentase kumulatif pemakaian C Kepala Unit Farmasi RS Islam
6

Cara Pengambilan
No Substansi Definisi Istilah Alat ukur Hasil Ukur Sumber Informasi
Data
91-100% (Dirjend tahun 2012 Asshobirin dan Koord.SIM
Binfar dan Alkes, dan harga RS Islam Asshobirin
2010) obat
7. Economic Jumlah pemesanan Perhitungan Permintaan Jumlah pemesanan Koord.SIM RS Islam
Order optimum setiap menggunakan rumus: tahunan optimum untuk setiap kali Asshobirin,
Quantity melakukan (Heizer dan Render, obat, pemesanan Koord.Logistik RS Islam
(EOQ) pemesanan untuk 2010), (Bowersox, Biaya Asshobirin dan Kepmenkes
mengendalikan 2010), Buffa, 1997): pemesanan RI
persediaan obat untuk Nomor092/Menkes/SKII/2012
setiap

Q =Jumlah pesanan,

optimum unit per Biaya

pesanan (EOQ) penyimpanan

D = Permintaan obat per unit

tahunan obat per tahun

S = Biaya pemesanan
obat untuk setiap
pesanan
6

Cara Pengambilan
No Substansi Definisi Istilah Alat ukur Hasil Ukur Sumber Informasi
Data
H = Biaya
penyimpanan obat
per unit per tahun
8. Reorder Batas minimal stok Perhitungan Lead time, Waktu dilakukannya Kepala Unit Farmasi RS Islam
Point (ROP) persediaan sehingga menggunakan rumus jumlah pemesanan ulang dengan Asshobirin,
harus dilakukan (Heizer dan Render pemakaian melihat batas minimal Koord.SIM RS Islam
pemesanan (2010) dan (John dan rata-rata persediaan yang telah Asshobirin dan Biro
kembali/pemesanan Harding, 2001): perhari, ditentukan Perencanaan dan Anggaran
ulang ROP = (LT x d) + SS Buffer Stock, Sekjen Kemenkes RI (2013)
LT = lead time
d = pemakaian rata-
rata
SS = Safety
Stock/Buffer Stock
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian operational

research yang bertujuan untuk memberikan suatu landasan ilmiah dalam

menyelesaikan persoalan yang menyangkut interaksi dari unsur-unsur guna

kepentingan yang terbaik bagi organisasi secara keseluruhan. Operational

research juga digunakan dalam teori pengendalian persediaan (Siagian, 1987).

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelompokan persediaan

obat, jumlah pemesanan optimal dan waktu ideal dilakukannya pemesanan

kembali. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi landasan dalam

menentukan kebijaksanaan dan tindakan secara ilmiah untuk mengatasi masalah

kekosongan obat di Rumah Sakit Islam Asshobirin.

Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dari wawancara

mendalam kepada beberapa informan dan observasi. Selain itu penelitian

menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit

Islam Asshobirin dan telaah dokumen. Data tersebut untuk menentukan

pengelompokan obat berdasarkan pemakaian dan nilai investasi obat generik.

Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut selanjutnya dibuat perhitungan dengan

70
7

Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) agar dapat

menghasilkan persediaan yang optimal.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin

yang berlokasi di Jalan Raya Serpong Km 11, Pondok Jagung, Tangerang,

selama bulan Juni sampai Juli 2013.

C. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan peneliti

sesuai dengan kebutuhan penelitian dan dan keterlibatan informan dalam

persediaan obat di RS Asshobirin.

Informan sebanyak 5 orang yang terdiri dari:

1. Kepala Instalasi Farmasi sebagai penanggung jawab pengelolaan perbekalan

farmasi di RS Islam Ashobirin.

2. Kepala Bidang Penunjang Medis yang bertanggung jawab atas instalasi

farmasi sebagai salah satu penunjang medis di RS Islam Asshobirin.

3. Staf Gudang Farmasi sebagai pelaksana harian kegiatan di Gudang Farmasi

RS Islam Asshobirin.

4. Kepala Bagian Keuangan untuk mengetahui penganggaran obat di RS Islam

Asshobirin.
7

5. Koordinator Logistik untuk mengetahui penggunaan ATK (Alat Tulis Kantor)

oleh gudang farmasi untuk menghitung biaya dalam setiap kali melakukan

pemesanan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini adalah peneliti yang melakukan wawancara

secara langsung kepada informan. Instrumen lain yang digunakan adalah

pedoman wawancara, pedoman telaah dokumen, alat tulis, laptop dan alat

perekam. Pedoman wawancara dan telaah dokumen mengacu kepada pedoman

pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang disusun oleh Dirjend

Binafarmasi dan Alat Kesehatan tahun 2010 dan beberapa referensi terkait

manajemen farmasi dan logistik rumah sakit.

E. Sumber Data

Data primer yang dibutuhkan adalah mengenai pengendalian persediaan

obat generik yang saat ini dilakukan oleh Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin

yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan seluruh informan

penelitian dan observasi. Data sekunder dalam penelitian ini adalah daftar nama

obat generik, jumlah pemakaian obat generik dan harga obat generik selama satu

periode terakhir mulai bulan Januari-Desember 2012 yang diperoleh dari Unit

Gudang Farmasi dan Sistem Informasi Rumah Sakit. Data jumlah pemakaian

ATK selama tahun 2012 dan harga ATK diperoleh dari Koordinator Logistik RS

untuk menghitung biaya pemesanan obat di Gudang Farmasi RS Islam Assobirin.


7

Selain itu data-data lain yang dibutuhkan diperoleh melalui telaah dokumen

(lampiran 2).

F. Pengumpulan Data

a. Wawancara mendalam (indepth interview): wawancara dilakukan kepada

Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Bidang Penunjang Medis, Staf Gudang

Farmasi, Kepala Bagian Keuangan dan Koordinator Logistik RS Islam

Ashhobirin untuk memperoleh data primer mengenai pengendalian persediaan

obat generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin dengan menggunakan

pedoman wawancara.

b. Observasi: untuk mengetahui pengendalian persediaan yang dilakukan di

Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.

a. Telaah dokumen: untuk mengetahui jenis-jenis obat generik, jumlah

pemakaian obat dan harga obat generik, jumlah pemakaian ATK, harga ATK

dan proses pengelolaan perbekalan farmasi di Gudang Medik RS Islam

Asshobirin.

G. Keabsahan Data

Menurut Mathinson (1988) dalam Sugiyono (2009), nilai dari teknik

pengumpulan data melalui triangulasi adalah untuk mengetahui data yang

diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi. Sehingga

dengan menggunakan teknik ini data yang diperoleh lebih konsisten, tuntas dan
7

pasti. Untuk itu triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber dengan

melakukan pemeriksaan terhadap beberapa hasil wawancara mendalam dengan

lima informan. Selain itu, juga dilakukan triangulasi metode dengan observasi

dan telaah dokumen untuk mendukung hasil wawancara yang dibandingkan

dengan struktur organisasi, uraian tugas dan Standard Operational Procedure

(SOP).

H. Pengolahan Data

1. Pengendalian obat generik di RS Islam Asshobirin

a. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan beberapa

informan

b. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam dicatat dan dibuat

transkrip wawancara

c. Data direduksi untuk menghilangkan data yang dianggap kurang penting

dan tidak ada hubungannya dengan penelitian.

d. Wawancara yang telah direduksi ditranskrip ke dalam matriks berdasarkan

pertanyaan penelitian.

2. Jenis persediaan obat generik di RS Islam Asshobirin

a. Data mengenai daftar jenis obat, jumlah pemakaian obat dan harga obat

generik selama Januari-Desember 2012 dikumpulkan dan diinput

menggunakan program komputer Microsoft Excel.


7

b. Obat generik diurut mulai dari pemakaian obat yang paling tinggi sampai

yang paling rendah dan dihitung persentase kumulatif pemakaian obatnya.

Selanjutnya obat dikelompokan berdasarkan nilai pemakaian: fast moving

(0-70%), moderate (71-90%), dan slow moving (91-100%).

c. Nilai investasi untuk masing-masing obat dihitung dan dicari dengan cara

mengalikan jumlah pemakaian dengan harga masing-masing obat.

Selanjutnya obat diurut mulai dari nilai investasi tertinggi sampai terendah

dan dihitung persentase kumulatifnya. Setelah itu obat dikelompokan

berdasarkan nilai investasinya: kelompok A (0-70%), kelompok B (71-

90%) dan kelompok C (90-100%).

3. Jumlah pemesanan obat generik di RS Islam Asshobirin

a. Dihitung EOQ dan ROP untuk obat yang termasuk ke dalam kelompok A

obat generik.

b. Dihitung pemakaian tahunan setiap jenis obat.

c. Dihitung biaya pemesanan obat yang terdiri dari:

1) Biaya telepon : rata-rata lama menelpon setiap pemesanan dikalikan

dengan biaya telepon permenit

2) Biaya ATK: hitung jumlah pemakaian kertas SP (Surat Pemesanan),

nota, tinta dan pulpen selama tahun 2012 dikalikan dengan harga
7

masing-masing item. Selanjutnya dibagi dengan berapa jumlah transaksi

pemesanan yang dilakukan selama tahun 2012

d. Dihitung biaya penyimpanan berdasarkan perhitungan Heizer dan Render

(2010), biaya penyimpanan adalah 26% dari harga barang.

e. Angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus:

Keterangan:

Q= Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)

D= Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan


S= Biaya penyetelan atau pemesanan untuk setiap pesanan H= Biaya penyimpanan per unit p

f. Dari perhitungan tersebut dihasilkan jumlah pemesanan yang optimum

untuk setiap kali pemesanan.

4. Waktu pemesanan obat generik di RS Islam Asshobirin

a. Dihitung Reorder Point (ROP) setiap jenis obat yang tergolong kelompok

A dengan menentukan permintaan harian, lead time dan safety stock

b. Dihitung Safety stock dengan mengalikan tingkat pencapaian kinerja yang

diinginkan dengan permintaan obat harian dan lead time


7

c. Angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus:

ROP = (d x L) + SS

Keterangan:

ROP = Reorder Point

d = permintaan harian

L = lead time (waktu tunggu)

SS= persediaan pengaman (safety stock)/buffer stock

d. Dari perhitungan tersebut dihasilkan waktu untuk memesan kembali ketika

persediaan obat generik sudah mencapai titik tertentu.

I. Penyajian Data

Data yang telah diperoleh dan dianalisis, disajikan dalam bentuk kutipan hasil wawancara yang diba
(ROP) yang diinterpretasikan.
BAB V

HASIL

A. Gambaran Umum Rumah Sakit dan Unit Farmasi RS Islam Asshobirin

1. RS Islam Assshobirin

a. Sejarah Rumah Sakit

Rumah Sakit Islam Asshobirin didirikan pada tanggal 18 Juli 1992

berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat

No. 503/SK/2726-RS/1992, berlokasi di Jalan Raya Serpong KM.11

Pondok Jagung, Tangerang. Rumah Sakit ini dikelola oleh Yayasan

Muslimin Tangerang. Saat itu RS Islam Asshobirin dilengkapi dengan

fasilitas 60 unit tempat tidur (TT) dengan jumlah tenaga medis 2 orang, 1

orang perawat, 3 orang bidan, 10 orang paramedis nonperawat dam 10

orang tenaga nonmedis dengan penunjang seperti Kamar Operasi, Apotek,

Laboratorium dan Radiologi.

Pada pertengahan tahun 2007 Yayasan Muslimin Tangerang

mengangkat dr. Hj. Ayi Raffiah, MARS., sebagai Direktur Rumah Sakit

Islam Asshobirin. Saat itu RS Islam Asshobirin memiliki 78 unit tempat

tidur (TT) dengan jumlah 6 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi, 18

dokter spesialis dengan 14 macam spesialisasi, yaitu: Penyakit Dalam,

Anak, Bedah Umum, Bedah Orthopedi, Mata, Gigi dan Mulut, Kebidanan

78
79

dan Kandungan, Jantung, THT, Fisioterapi, Bedah Mulut, Paru-paru, Jiwa

dan Syaraf. Adapun tenaga paramedis keperawatan sebanyak 82 orang

perawat, 12 orang bidan, 24 orang paramedis nonperawat, 82 orang tenaga

nonmedis.

Pada tahun 2009, RS Islam Asshobirin menjadi bagian dari Kota

Tangerang Selatan Provinsi Banten sehingga perizinan tenaga maupun izin

rumah sakit dilakukan di Kota Tangerang Selatan. Perizinan tersebut

dikeluarkan pada tanggal 30 September 2010 oleh pejabat Walikota

Tangerang Selatan dan berlaku sampai dengan 30 September 2015. Saat ini

RS Islam Asshobirin dipimpin oleh dr.Hj. Tri Widowati, MARS., yang

diangkat oleh Badan Pengurus Yayasan Muslimin Tangerang pada tanggal

31 Desember 2011. Dalam menjalankan tugasnya, beliau dibantu empat

Kepala Bidang/Bagian, yaitu: Kabid. Pelayanan, Kabid Penunjang

Pelayanan, Kabag. Keuangan dan Kabag Administrasi dan Umum.

Pada awal kepemimpinan dr.Hj. Tri Widowati, MARS., dibentuk tim

akreditasi yang tertuang dalam SK Direktur No. 016-

SK/DIR/RSIA/V/2012. Bimbingan akreditasi oleh KARS terlaksana pada

tanggal 29-30 Maret 2012 dan Penilaian Akreditasi oleh Surveyor KARS

terlaksana pada tanggal 30-31 Juli 2012. Selain itu, RS Islam Asshobirin

telah melaksanakan visitasi Penetapan Kelas oleh Dinas Kesehatan Kota

Tangereng Selatan yang menghasilkan rekomendasi untuk menambah

tempat tidur dari 78 TT menjadi 100 TT. Terlaksananya akreditasi RS dan


8

Penetapan Kelas membuat RS Islam Asshobirin semakin berupaya untuk

meningkatkan mutu pelayanan dan berupaya untuk menjadi rumah sakit

yang memberikan pelayanan persalinan tingkat lanjutan bagi masyarakat

yang memiliki Jampersal (Jaminan Persalinan) dari Pemerintah. Upaya ini

dilakukan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi maupun Angka

Kematian Ibu di wilayah Kota Tangerang Selatan.

Saat ini RS Islam Asshobirin merupakan RS Tipe C yang memiliki

90 TT dan dalam waktu dekat akan menambah jumlah tempat tidur

menjadi 100 TT dan berupaya menjadi rumah sakit rujukan bagi

masyarakat pemegang Jampersal (Jaminan Persalinan) maupun Jamkesmas

(Jaminan Kesehatan Masyarakat).

b. Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit

1) Visi: menjadi Rumah Sakit yang efektif, efisien dan mandiri yang

berasaskan Islam.

2) Misi RS Islam Asshobirin adalah fungsi sosial dan agama yang terdiri

dari:

a) Mengelola Rumah Sakit secara efektif, efisien dan mandiri

b) Memberikan pelayanan kesehatan paripurna yang berorientasi kepada

keputusan stakeholder

c) Ikut serta melalui program peningkatan kesehatan masyarakat

3) Motto RS Islam Asshobirin adalah “WE CARE”, kami memberikan

pelayanan secara cepat, akurat, ramah dan ekonomis.


8

4) Tujuan RS Islam Asshobirin:

a) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat

b) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada keluarga miskin

c) Meningkatkan kualitas pelayanan dengan pihak ketiga

d) Meningkatkan pengelolaan manajemen rumah sakit.

c. Struktur Organisasi Rumah Sakit

1) Yayasan Muslimin Tangerang

Rumah Sakit Islam Asshobirin berada di bawah Yayasan Muslimin

Tangerang. Berdasarkan akta notaris tanggal 21 Juni 2012 struktur

organisasi yayasan ini terdiri dari: Badan Pembina, Badan Pengurus dan

Badan Pengawasan.

2) RS Islam Asshobirin

Berdasarkan SK Direktur No.001a-SK/DIR/RSIA/I/2012 berikut adalah

struktur organisasi RS Islam Asshobirin:

a) Direktur

b) Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan yang membawahi

dua unit, yaitu: Kepala Unit Pelayanan Medis dan Kepala Unit

Keperawatan

c) Kepala Bidang Penunjang Medis, membawahi Kepala Unit Farmasi,

Kepala Unit Rekam Medik, Kepala Unit Gizi dan Kepala Unit

Penunjang.
8

d) Kepala Bagian Keuangan dan Anggaran, membawahi Koordinator

Keuangan (Bendahara) dan Koordinator Tagihan dan Jaminan.


e) Kepala Bagian Administrasi dan Umum, membawahi Kepala Unit Administrasi dan

d. Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di RS Islam Asshobirin terdiri dari berbagai profesi yait
Tabel 5.1
Jumlah Tenaga RS Islam Asshobirin

No Tenaga Jumlah
1 Tenaga Medis Dokter Umum 8 orang
Dokter Gigi 3 orang
Dokter spesialis 13 orang
Jumlah Tenaga Medis 24 orang
2 Tenaga Paramedis Paramedis Perawatan 57 orang
Bidan 10 orang
Paramedis Non Perawatan 22 orang
Jumlah Tenaga Paramedis 89 orang
3 Tenaga Non Medis Apoteker 1 orang
Sarjana lain 8 orang
Lain-lain:
- Administrasi, umum, keuangan dan 62 orang
penunjang lain
- Cleaning service 24 orang
Jumlah Tenanga Non Medis 95 orang
Total Tenaga 208 orang
Sumber: Profil RS Islam Asshobirin
8

e. Pelayanan dan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit Islam Asshobirin

1. Pelayanan Rawat Jalan

Pelayanan rawat jalan yang tersedia di RS Islam Asshobirin adalah:

a) Pelayanan Medik Umum, Poli Gigi, Pelayanan Gawat Darurat 24

jam.

b) Pelayanan Medik Spesialistik, seperti: Penyakit Dalam, Anak, Bedah

Umum, Bedah Orthopedi, Mata, Gigi dan Mulut, Kebidanan dan

Kandungan, THT, Fisioterapi, Terapi Wicara, Bedah Mulut, Paru-

paru, Jiwa dan Syaraf, Poliklinik Jantung yang dilengkapi dengan

alat pemeriksa Vascular Doppler dan Echocardiografi.

2. Pelayanan Rawat Inap

Kapasitas rawat inap di RS Islam Asshobirin adalah 90 tempat tidur.

Ruang rawat inap terdiri dari lima ruangan. Berikut ruang rawat inap

yang tersedia berdasarkan klasifikasi kelas dan penyakit:

a) Namirah : Kelas III (Isolasi, Penyakit Dalam)

b) Mina : Kelas II dan Kelas III (Klasifikasi: Ruang Anak)

c) Muzdalifah : Kelas II a, II b dan Kelas III (Klasifikasi: Ruang Bedah)

d) Arofah : kelas VIP, Kelas I Utama (Ruang rawat pasien anak dan

dewasa umum)

e) Sakinah : Unit kebidanan dan kandungan, terdiri dari kamar

bersalin/VK dan ruang perawatan kelas II dan III


8

3. Ruang Intensif (ICU)

Ruang ICU dilengkapi dengan alat-alat medis seperti Ventilator, Infus

Pump, Syringe Pump, EKG Monitor serta Oksigen dengan sistem

sentralisasi.

4. Kamar Operasi

RS Islam Asshobirin memiliki tiga ruang operasi yang terbagi atas:

ruang operasi besar, ruang operasi sedang dan ruang operasi kecil.

5. Kamar Bersalin

Merupakan ruang yang disediakan untuk melakukan tindakan yang

berhubungan dengan kebidanan dan kandungan. Serangkaian kegiatan

persiapan persalinan normal, induksi, curratage, maupun pemasangan

alat KB.

6. Pelayanan Penunjang

Pelayanan penunjang yang terdapat di RS Islam Asshobirin adalah

radiologi, laboratorium, farmasi, laundry, informasi, pendaftaran dan

rekam medik, gizi dan dapur, pemulasaraan jenazah dan ambulance

(antar jemput pasien).

7. Pelayanan Admnistratif

Meliputi berlangsungnya fungsi staf yang terdiri dari urusan

kepegawaian, ketatausahaan, kerumahtanggaan dan logistik. Selain itu

juga mencakup data pasien seperti pengurusan administrasi pasien rawat

jalan, rawat inap dengan jaminan asuransi, jamsostek, maupun umum,


8

serta pengeluaran pasien (administrasi pasien keluar sembuh, rujuk dan

lain-lain).

2. Unit Farmasi RS Islam Asshobirin

a. Visi Unit Farmasi RS Islam Asshobirin

“IFRS sebagai satu-satunya unit pelayanan kefarmasian paripurna, akurat,

terpercaya yang mengedepankan kepentingan dan kepuasan konsumen”

b. Misi Unit Farmasi RS Islam Asshobirin

1) Membantu dalam penyediaan perbekalan farmasi yang memadai dan

berkualitas.

2) Mendukung dalam meningkatkan keefektifan biaya dari pelayanan

kefarmasian dan meningkatkan mutu pelayanan ke pasien.

3) Mengatur dan mengawasi pendistribusian perbekalan farmasi di RS.

4) Membantu perkembangan penggunaan obat yang optimal dan

bertanggungjawab, termasuk pencegahan penggunaan obat yang tidak

rasional dan tidak terkendali.

5) Menyediakan informasi tentang perbekalan farmasi bagi pasien dan

tenaga kesehatan lainnya.

6) Meningkatkan mutu personal farmasi dengan meningkatkan

pengetahuan dan praktik kefarmasian.

7) Berpartisipasi dalam mendukung penelitian farmasetik dan monitoring

efek samping pengunaan obat.


8

c. Tugas Pokok Unit Farmasi RS Islam Asshobirin

1) Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal

2) Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan

prosedur kefarmasian dan etik profesi

3) Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

4) Memberikan pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk

meningkatkan mutu pelayanan farmasi

5) Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan/perundang-undangan

yang berlaku

6) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi

7) Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi

8) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

Formularium Nasional.

d. Struktur Organisasi Unit Farmasi RS Islam Asshobirin

Dalam SK Direktur RS Islam Asshobirin nomor 001a-

SK/DIR/RSIA/I/2012 tentang Struktur Organisasi RS Islam Asshobirin

(lampiran 5), Unit Farmasi merupakan salah satu dari Unit Penunjang

Medis yang berada di bawah tanggung jawab Bidang Penunjang Medis.

Unit Farmasi yang dikepalai oleh seorang Apoteker, membawahi Gudang

Farmasi dan Apotek. Gudang farmasi dikelola oleh 1 orang Staf Gudang
8

dan Apotek dikelola oleh 6 orang Asisten Apoteker, 5 orang Admnistrasi

dan 1 orang cleaning service.

Bagan 5.1
Struktur Organisasi Unit Farmasi RS Islam Asshobirin

Unit Farmasi

Gudang Farmasi Apotik

Berdasarkan wawancara dengan informan, yang terlibat dalam persediaan di gudang farmasi,
informan:

“Yang input adalah bagian gudang, seleksi kebutuhan; kalau apoteker

untuk menentukan kebutuhan akan dicari dimana, harga murah dan

sebagaimya”(R.1)

“Yang terlibat di perencanaan pembelian itu apoteker, karena apoteker

yang lebih mengerti pesennya berapa, persediaan kita seharusnya ada

berapa, kalau staf gudang hanya input saja. Kalau apoteker sedang
8

tidak ada staf gudang yang memesan, kalau memang benar-benar obat

itu dibutuhkan”(R.2)

Begitu juga dengan pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi

RS Islam Asshobirin juga Kepala Unit Farmasi dan Staf Gudang Farmasi,

sesuai dengan hasil wawancara dengan informan berikut:

“iya samaa.. pengendalian bagian gudang sama apoteker juga..” (R.1)

“biasanya apoteker sama gudang” (R.2)

B. Pengendalian Persediaan di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirirn

Pengendalian/pengawasan yang dilaksanakan Gudang Farmasi RS Islam

Asshobirin adalah:

1. Stock Opname

Stock opname dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk mengecek jumlah

barang (fisik) dengan pendataan di komputer, menjamin kualitas, kuantitas

dan terhindar dari kerusakan dan kadaluarsa. Obat yang mendekati kadaluarsa

akan mendapat perhatian khusus untuk digunakan segera oleh user (dokter)

atau obat dikembalikan kepada PBF (Perusahaan Besar Farmasi) tiga bulan

sebelum expired. Sebagaimana hasil wawancara dengan informan:

“Stock opname itu utk melihat berapa jumlah yang masih ada, apakah

yang di komputer sesuai dengan kondisi kenyataannya. Itu yang dilakukan

2 kali dalam setahun” (R.1)


8

“Ya setiap 6 bulan, kita hitung jumlah stok yang ada semua masing-

masing obat sisanya berapa, yang di apotik juga di hitung. Kalau ada yang

mendekati kadaluarsa kita lancarkan dulu, makanya kan kita sistemnya ini

FIFO dan FEFO yang baru datang disimpan di belakang, yang kita beli

pertama harus lebih dulu kita jual” (R.2)

Berdasarkan hasil telaah dokumen, hal ini sesuai dengan SOP unit

farmasi. Dalam SOP, Stock opname merupakan kegiatan yang dilakukan

setiap 6 bulan sekali untuk mencocokan kondisi fisik barang yang ada di

gudang dengan kartu barang di komputer dan dengan bukti pembukuan atau

dokumen sumber (penerimaan, permintaan, pengeluaran dan pemeriksaan

barang) sehingga bisa diketahui kualitas, kuantitas dan waktu kadaluarsa dari

barang tersebut.

2. Kartu Stok

Kartu stok di gudang farmasi tidak menggunakan kartu stok yang

langsung tertera pada rak obat. Kartu stok menggunakan komputer dengan

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) untuk mengurangi penggunaan kertas.

Setiap obat yang masuk ke gudang farmasi (diantar oleh distributor) dan obat

yang dikirim ke apotek langsung di input ke komputer. Berikut adalah kutipan

wawancara dengan informan:

“Kalau kartu fisiknya tidak ada karena kita pakai pencatatan komputer,

jadi setiap permintaan ada di komputer. Ya dari situ.”


9

“...jadi prinsip RS itu lesspaper. Jadi sebisa mungkin mengurangi kertas

yang dipakai. Kita pakai komputer. Obat yang datang, obat yang dikirim

ke gudang di catat disitu” (R.1)

“Kalau kartu stok langsung di komputer. Kan kalau ada permintaan

otomatis langsung terpotong stoknya” (R.2)

Berdasarkan observasi oleh peneliti, pendataan keluar masuknya obat

dilakukan menggunakan sistem informasi. Pendataan terdiri dari pembelian

dari gudang farmasi ke distributor (baik pembelian biasa maupun pembelian

cito) dan pengiriman barang dari gudang farmasi ke apotek.

3. Buku Defekta

Buku defekta merupakan pendokumentasian/pencatatan mengenai

permintaan dan pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek. Selain itu

buku ini juga digunakan sebagai dasar pemesanan obat. Setiap petugas apotek

yang meminta obat ke gudang farmasi terlebih dahulu mengisi buku defekta.

Setelah itu staf gudang mengambilkan stok yang dibutuhkan dan mencatat

jumlah pengiriman dan sisa stok gudang di buku tersebut. Melalui wawancara

dengan informan, diperoleh informasi sebagai berikut:

“Kita itu ada data manual juga namanya buku defekta, buku defekta itu

buku pencatatan permintaan barang dari apotik ke gudang farmasi“ (R.1)


9

“Buku defekta itu permintaan apotik ke gudang, yang diminta berapa yang

dikirim berapa, sisa berapa dicatat disitu” (R.2)

Berdasarkan observasi oleh peneliti, dari buku defekta dapat diketahui

sisa stok yang ada di gudang farmasi. Kolom dalam buku defekta terdiri dari

nama obat yang diminta, jumlah permintaan, jumlah pengiriman dan sisa stok

di gudang farmasi.

4. Laporan

Laporan yang dilaporkan oleh Kepala Unit Farmasi kepada Kepala

Bidang Penunjang Medis adalah pembelian obat kepada distributor, jenis

persediaan obat, pemakaian obat dan jatuh tempo pembayaran perbekalan

farmasi kepada distributor. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut:

“Laporan pembelian, obatnya apa saja, pemakaian, jatuh tempo, obat

narkotika, psikotropika” (R.1)

“Laporannya itu, terutama pemakaian, jenis-jenis obat, pembelian,

laporan ke dinas, kaya narkotika, kemudian ada pembelian apa saja, jatuh

tempo pembayarannya, itu sebulan sekali. Jadi dari Kepala Unit Farmasi

ke Kabid Penunjang Medis dulu, saya ke keuangan, itu untuk

pembayarannya. ” (R.3)

Sedangkan yang dilaporkan kepada Kepala Bagian Keuangan oleh

Kepala Unit Farmasi dan Kepala Bidang Penunjang Medis adalah mengenai
9

pembelian obat kepada distributor, jatuh tempo pembayaran dan penggunaan

obat oleh pasien. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:

“Kita laporan jatuh tempo, sama obat yang dipesan” (R.1)

“Ya itu saja laporan pemesanan obat, sama laporan jatuh temponya kapan

harus dibayar perdistributor dan pembelian obat oleh pasien. Kalau kita

jatuh temponya rata-rata sebulan” (R.3)

C. Metode Pengendalian Persediaan

Pengendalian/pengawasan yang dilakukan adalah melalui pencatatan

seperti stock opname untuk dapat melihat sisa stok dua kali dalam setahun, kartu

stok pada komputer sebagai pendataan keluar masuknya obat di gudang farmasi

dan buku defekta pencatatan permintaan, pengiriman dan sisa stok di gudang

farmasi. Dalam persediaan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin,

pengendalian persediaan tidak menggunakan metode khusus. Hal ini sesuai

dengan hasil wawancara berikut:

“Kalau metode khusus tidak ada..”

“Pengendalian di pengadaan kit Pengendalian di pengadaan kita harusnya

tidak boleh lebih dari buffer stok. Tapi kan kita tidak punya perhitungan

buffer stock ya perkiraan saja, misalnya paracetamol itu kan fast moving kan,

boleh banyak. Tapi tidak boleh banyak-banyak juga. tapi obat yang jalannya

pelan seperti Meropenom inj ya kita hanya boleh stok 2 atau 3 itu sudah good
9

sekali. Paling tidak untuk 1 pasien selama waktu periode penggunaan obat”.

(R.1)

“Metode apa yaa?? Kita tidak ada.”

“Ya itu tadi, kartu stok, pencatatan setiap membeli terdata di komputer. Dan

dari buku defekta kalau ada yang meminta ke gudang. Buku defekta juga ada

untuk permintaan apotik, jadi kalau ada permintaan dicatat disini, yang kita

kirim ke apotik juga kita catat disini, sisanya brapa jug dicatat” (R.2)

Dalam pengendalian persediaan di gudang farmasi tidak ditetapkan safety

stock. Berdasarkan wawancara hal ini karena dengan keterbatasan SDM, tidak

memungkinkan untuk menghitung persediaan pengaman setiap jenis obat di

gudang farmasi. Selain karena keterbatasan SDM, sistem informasi yang ada

belum mendukung untuk menghasilkan perhitungan tersebut juga menjadi

kendala dalam pelaksanaannya. Sistem informasi belum bisa secara otomatis

menghasilkan data mengenai jumlah penggunaan setiap jenis obat selama satu

periode. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:

“Stok minimum dan maksimum itu disini kita tidak pakai...”

“Safety stock kita juga tidak pakai, yaa kan sama seperti buffer stock kan.

Coba kamu hitung pakai rumus.. sekarang begini, itu kalau kita hitung semua

buffer stock stok obatnya itu kan banyak itemnya. Belum obat, alkes, cairan,

bahan baku. Nah kita tidak bisa hitung otomatis sistemnya.” (R.1)
9

“Stok maksimum minimum. Sebenarnya seharusnya ada ya, tapi kita tidak

berjalan, jadi kita hanya melihat fast moving dan slow moving nya saja. Yang

agak lancar kita sediakan banyak yang tidak ya yang penting ada saja

stoknya. Perkiraan saja, kira-kira yang sering diresepkan stoknya lebih

banyak” (R.2)

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, sistem informasi di

gudang farmasi hanya mendata keluar masuknya obat sehingga penggunaan obat

selama periode tertentu baik bulanan maupun tahunan tidak dapat dihitung secara

otomatis melalui sistem informasi. Sehingga dalam penelitian ini untuk

memperoleh data penggunaan obat selama 1 tahun dilakukan secara manual

dengan menghitung satu persatu setiap obat yang dikirim ke apotek.

Selama pelayanan penyediaan obat di gudang farmasi untuk apotek,

pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek sering tidak sesuai dengan jumlah

permintaan apotek. Hal ini dapat terjadi karena stok obat yang tidak mencukupi

(stock out). Sebagaimana hasil wawancara dengan informan berikut ini:

“Tapi misalnya depan (apotik) minta 4 tapi gudang sedang kosong atau minta

50 ternyata cuma ada 20 ya sudah kita kirim 20, berati sisa stok 0” (R.1)

“Kalau obat nya tidak ada di gudang, ya kita tidak kirim, misalnya minta 100

kita sedang kosong, otomatis kita order. Jadi kalau sudah 0 kita pesan. Kalau

yang ini minta 4 stok cuma 1, ya sudah kita cuma kirim 1” (R.2)
9

Berdasarkan wawancara dengan informan, kekosongan stok dapat terjadi

karena, peningkatan jumlah permintaan dari apotek, keterlambatan dalam

melakukan pembayaran kepada distributor, penyakit musiman (unpredictable)

dan karena produk tersebut juga sedang tidak tersedia di distributor (discontinue).

Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:

“Kekosongan obat disini ya sering,, itu dari faktor pembayaran obat yang

terlambat otomatis kita dipending. Selain itu unpredictable. Ketika jumlah

bed/pasien sedang banyak, otomatis pemesanan obat juga banyak. Selain itu

terkadang produknya discontinue, jadi kadang di pabrik kosong, karena kan

dia produksi ada jadwalnya, tidak selalu produksi. Jadi kita rebutan pasar”

(R.1)

“Ya pernah kosong, karena dari distributotnya atau pabrik lagi kosong juga.

Selain itu bisa juga karena kita telat bayar kita di lock, ada juga peningkatan

permintaan dari apotik, atau penyakit musiman, brati kita harus sedia

banyak” (R.2)

“Kosong ya kadang karena di-lock, itu karena dari keuangan pembayarannya

agak terlambat. Trus bisa jadi karna kosong pabrik dari distributornya”

(R.3)

Menurut informan, adanya pending dari distributor karena keterbatasan

dana untuk dapat membayar tepat waktu. Banyaknya pasien Jamkesmas yang
9

pembayarannya setiap 3 atau 4 bulan sekali sehingga pembayaran untuk

pembelian perbekalan farmasi menjadi tertunda. Namun RS Islam Asshobirin

diberikan waktu/tempo pembayaran yang cukup lama oleh distributor, yaitu 1

bulan setelah barang diterima. Seperti pernyataan informan berikut ini:

“Kita dilock itu sebenarnya karena emang kendala dana ya, pasien

jamkesmas kan banyak, pembayarannya itu baru 3 bulan 4 bulan, itu

makanya kita tidak bisa bayar pas jatuh tempo karena uangnya masih di luar,

di jamkesmas tadi. Jadi pembayaran tertunda”

“Tapi kita diberikan waktu jatuh tempo rata-rata sebulah, jadi agak

longgar”. (R.4)

Untuk memenuhi kebutuhan obat dan alat kesehatan di unit farmasi, RS

Islam Asshobirin menganggarkan 30% untuk unit farmasi setiap bulannya.

Selama pelaksanaan pemenuhan kebutuhan pasien terkadang bisa lebih dari

anggaran tergantung dari meningkat atau menurunnya permintaan pasien. Berikut

ini kutipan wawancara dengan informan:

“Kita dianggarkan sekian, kita kelola untuk obat alkes vaksin. misalnya kita

sudah hampir sampai penggunaan anggaran sekian, nanti kita di warning”

“Tapi kita tidak dibatasi sekian, tidak..” (R.1)


9

“tapi kalau penggunaannya sesuai sama kebutuhan saja, tidak bisa

ditentukan berapanya, Tapi kalau penggunaan anggaran kadang bisa lebih

tergantung jumlah pasien, jadi tidak bisa ditentukan berapa.” (R.3)

“kalau penganggaran kita tiap bulan, sesuaikan dengan stok obat yang

dibutuhkan saja. Anggarannya sekitar 30% untuk farmasi. Kalau

anggarannya lebih dari yang ditentukan, tetap diusahakan, kita kan tidak bisa

membatasi pasien kalau pasien sedang tinggi.” (R.4)

Stok obat yang sedang kosong, namun ada permintaan dari apotek, unit

gudang farmasi akan mengusahakan mencari persamaan obat atau menyediakan

obat dengan merk yang berbeda namun fungsi kandungan yang sama. Jika tidak

terdapat obat yang sama atau dokter tetap ingin menggunakan obat tersebut unit

gudang farmasi mengusahakan membeli ke apotek luar atau rumah sakit lain

yang bekerja sama dengan RS Islam Asshobirin untuk penyediaan obat cito. Hal

ini sesuai dengan pertanyaan informan berikut:

“Jadi penanganan kita pesan cito itu. Alur cito itu kita sama sebenarnya

hanya saja kita tidak pakai SP, jadi kita langsung pesan entah itu di rumah

sakit atau apotik, langsung telepon jadi tidak pakai SP. Nanti kita kasih faktur

penerimaan, ada yang berbentuk kuitansi, nota pembelian, ya macam-macam.

Kalau cito, saya telepon sekarang 15 sampai 20 menit sudah datang.” (R.1)
9

“Paling kita cari persamaan nya gitu. Beda merk kaya misalnya paten kita

ganti sama generik dulu Ya kalau memang kita sedang tidak ada

persamaannya juga, ya kita pesan cito ke apotik atau ke PBF juga bisa.

Prosesnya sama seperti memesan biasa cuma langsung cepat sampaisetelah

dipesan” (R.2)

“yaaa tapi kita sebisa mungkin harus cari. Misalnya disini kita cari ke

distributor yang lain atau kalau benar-benar butuh kita cari beli langsung

cito.. kita kan tidak boleh tidak ada obat kan.. yaaa memang harganya tinggi..

tapi itu resiko kita...” (R.3)

Selama pelaksanaan penyediaan kebutuhan obat di gudang farmasi, ada

beberapa kendala yang dirasakan oleh informan, yaitu SDM yang kurang

memadai. Gudang farmasi ditangani oleh 1 orang Staf Gudang dan Kepala Unit

Farmasi. Sedangkan tanggung jawab/tugas yang dibebankan kepada gudang tidak

dapat ditangani hanya dengan 1 orang staf. Berikut kutipan wawancara dengan

informan:

“Di gudang hanya ada 1 orang, bagaimana bisa mengerjakan semuanya,

stock opname juga banyak, trus terkadang kalau barang datang malam, tidak

bisa diinput oleh orang gudang akhirnya asisten apoteker yang memasukan ke

gudang, jadi tidak sesuai” (R.1)

“Stock opname nya itu, obatnya banyak semuanya dicek” (R.2)


9

1. Analisis ABC

Perbekalan farmasi di RS Islam Asshobirin terdiri dari obat-obatan, alat

kesehatan dan reagen. Dalam penelitian ini, jenis persediaan yang diteliti

adalah obat-obatan khususnya obat generik. Berdasarkan pengumpulan data

mengenai nama obat generik di RS Islam Asshobirin, dari 498 nama obat

dalam Kepmenkes RI Nomor 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran

Tertinggi Obat Generik, terdapat 143 jenis obat generik yang digunakan di RS

Islam Asshobirin.

Obat-obatan tersebut dibedakan menurut kemasan yaitu: tablet, botol,

ampul, vial, kapsul, kaplet, tube dan bungkus. Di Gudang Farmasi RS Islam

Asshobirin, penggunaan obat generik yang paling banyak adalah obat generik

dengan kemasan tablet, yaitu 84 jenis obat dengan jumlah pemakaian

sebanyak 146.871 tablet. Sedangkan obat generik yang memiliki nilai

investasi tertinggi adalah dengan kemasan vial sebesar Rp.78.714.918,00.


10

Berikut adalah jumlah pemakaian dan nilai investasi obat generik

berdasarkan kemasan obat tahun 2012:

Tabel 5.2
Jumlah Pemakaian dan Nilai Investasi berdasarkan Kemasan Obat Generik di Gudang Fa
Tahun 2012

No Satuan/Kemasan Jumlah Pemakaian Nilai Investasi


Jenis Obat (Rp)
1 Tablet 84 146.871 57.374.910

2 Botol 18 6.743 52.997.592

3 Ampul 17 14.956 44.366.395

4 Vial 6 8.696 78.714.918

5 Kapsul 9 18.030 16.366.820

6 Kaplet 3 19.700 4.918.700

7 Tube 5 486 1.162.237

8 Bungkus 1 200 72.800

Jumlah 143 215.682 255.944.372

Sumber: Pengolahan data sekunder


Jenis obat yang disediakan di gudang farmasi ditentukan berdasarkan

permintaan dokter karena Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin belum

memiliki formularium sebagai dasar dalam menentukan persediaan obat.


10

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan:

“Ooohh.. kita sebenarnya sudah membuat formularium, hanya saja tidak

berjalan, karena formularium itu dibuat oleh apotik. Untuk membuat

formularium itu seharusnya setiap PBF harusnya sudah mengajukan ke

PFT, kita disini tidak ada PFT-nya. Akhirnya kita buat berdasarkan

kebiasaan dokter memakai. Misalnya biasanya beberapa dokter

menggunakan obat ini jadi kita pakai obat ini. Jadi tergantung dokternya.

Tapi kita kasih tahu dulu ke dokter, “dok kita di ashobirin biasanya

menggunakan obat ini, ini, ini.. jadi biasanya dokter pakai obat dari

kita”(R.1)

“Kita tergantung permintaan dokternya saja, kalau dokternya emang

menggunakan itu ya kita berikan yang merk itu” (R.2)

Penentuan kebutuhan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin

menggunakan metode konsumsi dan epidemiologi. Metode konsumsi

didasarkan kepada penggunaan obat periode sebelumnya. Konsumsi

obat/kecepatan perputaran obat yaitu fast moving, moderate dan slow moving.

Obat yang tergolong fast moving harus disediakan lebih banyak. Selain itu

yang perlu dipertimbangkan adalah obat tersebut tergolong essensial atau non-

essensial. Obat yang tergolong essensial harus tersedia di gudang farmasi.


10

Berdasarkan wawancara dengan informan diperoleh informasi sebagai

berikut:

“Kalau perencanaan kita menggunakan metode konsumsi, epidemiologi”

“Kebutuhan unit itu tergantung permintaan unit, essensial dan non

essensial. Jadi mana yang essensial itu yang kita utamakan dahulu, Kita

ambilnya yang essensial nya itu harus tetap ada, itu saja. Jadi

pertimbangan dalam memesan itu yang fast moving sama esensial itu

saja..“( 1)

“Iya, biasanya tergantung jumlah pemakaian dari apotik”

“Jumlah permintaan apotik, obatnya sering dipakai atau tidak, yaa..

permintaan dokter itu. misalnya yang sering disini aseptriason inj, itu kan

lancar, ya stoknya harus banyak, tapi kalau yang jarang itu kita sediakan

sedikit yang penting ada” (R.2)

Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Unit Farmasi RS Islam

Asshobirin, penentuan kebutuhan didasarkan kepada data kebutuhan 3 bulan,

data prediksi penyakit, jumlah persediaan barang di gudang, usulan masing-

masing unit, perhitungan pareto (fast moving, moderate dan slow moving) dan

obat essensial.

Namun dalam menentukan fast moving, moderate dan slow moving

belum pernah dilakukan perhitungan berdasarkan data rill obat baik dari

jumlah pemakaian maupun nilai investasi. Selama ini pengelompokan


10

persediaan hanya berdasarkan pengalaman saja. Obat yang sering diminta oleh

apotek disebut fast moving dan obat yang jarang diminta disebut slow moving.

Hal ini sesuai dengan penyataan informan berikut:

“Tidak ada pengelompokan obat, kira-kira saja yang sering dipakai itu

masuk fast moving, kalau yang jarang atau diam itu slow moving” (R.1)

“Tidak ada, kita tidak pernah hitung, tapi kita sudah tau kira-kira mana

yang cepat habis. sesuai pengalaman saja, yang lancar, yang sering habis

berati fast moving” (R.2)

Oleh karena itu, untuk menentukan pengelompokan obat, peneliti

melakukan studi analisis ABC. Untuk itu, peneliti mengumpulkan data

mengenai nama obat generik, harga obat generik dan jumlah pemakaian obat

generik selama periode tahun sebelumnya yaitu tahun 2012. Karena Unit

Farmasi RS Islam Asshobirin belum memiliki formularium, nama obat yang

dianalisis berdasarkan kepada daftar nama obat dalam Kepmenkes RI Nomor

092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik. Harga

obat generik diambil berdasarkan transaksi pembelian obat generik kepada

distributor dan jumlah pemakaian berdasarkan permintaan obat generik dari

Apotek ke Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin selama tahun 2012.


10

Berikut adalah hasil analisis ABC obat generik berdasarkan jumlah

pemakaian tahun 2012:

Tabel 5.3
Analisis ABC berdasarkan Jumlah Pemakaian Obat Generik Tahun 2012

Kelompok Jumlah Persentase Jumlah Persentase


Obat Jenis Obat Jumlah Jenis Pemakaian Jumlah
Obat Pemakaian
(%) (%)
Kelompok A 28 19,58 150.211 69,64

Kelompok B 30 20,98 43.156 20,10

Kelompok C 85 59,44 22.315 10,35

Total 143 100 215.682 100

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder


Tabel di atas menunjukan kelompok obat generik berdasarkan jumlah pemakaian (lampiran 7). Ob

termasuk ke dalam kelompok A adalah dengan pemakaian yang tinggi (fast

moving). Obat generik yang termasuk kelompok B adalah 30 jenis obat atau

20,98 dari seluruh jenis persediaan obat generik dengan jumlah pemakaian

sebanyak 43.156 item atau 20,1% dari total pemakaian obat generik di RS
10

Islam Asshobirin tahun 2012. Obat yang termasuk ke dalam kelompok B

adalah dengan pemakaian yang sedang (moderate).

Sedangkan obat generik yang termasuk kelompok C adalah sebanyak 85 jenis obat atau 59,44% d
dalam kelompok C ini adalah dengan pemakaian yang rendah (slow moving).

Berikut adalah hasil analisis ABC obat generik berdasarkan nilai

investasi tahun 2012:

Tabel 5.4
Analisis ABC berdasarkan Nilai Investasi Obat Generik Tahun 2012

Kelompok Jumlah Persentase Nilai Persentase


Obat Jenis Obat Jumlah Jenis Investasi Nilai
Obat Investasi
(%) (%)
Kelompok A 13 9,09 177.739.716 69,44

Kelompok B 25 17,48 51.668.197 20,19

Kelompok C 105 73,43 26.536.458 10,37

Total 143 100 255.944.372 100

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Tabel di atas menunjukan kelompok obat generik berdasarkan nilai

investasi (lampiran 8). Obat generik yang tergolong kelompok A adalah

sebanyak 13 jenis obat atau 9,09% dari seluruh obat generik dengan nilai
10

investasi sebesar Rp. 177.739.716,00 atau 96,44% dari total investasi obat

generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.

Obat generik yang tergolong kelompok B adalah sebanyak 25 jenis obat

atau 17,48% dari seluruh obat generik dengan nilai investasi sebesar

Rp.51.668.197,00 atau 20,19% dari total investasi obat generik di Gudang

Farmasi RS Islam Asshobirin. Sedangkan obat generik yang tergolong

kelompok C adalah sebanyak 105 jenis obat atau 10,37% dari seluruh obat

generik dengan nilai investasi sebesar Rp. 26.536.458,00 atau 10,37% dari

total investasi obat generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.

Kendala dalam menentukan jenis persediaan yang dibutuhkan di gudang

farmasi adalah tidak adanya formularium sebagai dasar dalam menentukan

kebutuhan. Selain itu permintaan dokter yang tidak tersedia di gudang atau

belum pernah diminta sebelumnya sehingga bagian gudang harus

mengusahakan mencari ke distributor lain, apotek, atau rumah sakit lain.

Berikut adalah kutipan wawancara mengenai kendala tersebut dengan

informan:

“Tidak ada formularium” (R.1)

“Kendala dalam menentukan jenis persediaan, kalau dokter meminta obat

itu kita harus tetap menyediakan, kalaupun kita mau mengganti sama obat
10

yang lain atau yang sudah ada, kita harus konfirmasi dahulu ke

dokternya” (R.2)

2. Economic Order Quantity (EOQ)

Dalam pelaksanaan pemesanan obat di unit farmasi tidak ada

perhitungan khusus mengenai jumlah pemesanan. Jumlah pemesanan

tergantung pada jumlah permintaan dari apotek. Obat yang sering diminta

oleh apotek (fast moving) disediakan dan dipesan lebih banyak daripada obat

yang jarang diminta oleh apotek (slow moving). Sebagaimana hasil

wawancara dengan informan berikut ini:

“Yaa itu, jumlah permintaan di apotik, kalau sedang banyak dibutuhkan

atau ada penyakit yang sedang banyak butuh obat kita pesan banyak.

Kalau fast moving kita pesan lebih banyak, tidak ada perhitungan khusus”

(R.1)

“Yang mempengaruhi jumlah itu permintaan unit banyak atau tidak.

Kalau jumlah pemesanan tiap memesan obat, kita tidak ada perhitungan

nya. Sesuai kebutuhannya saja. Mintanya berapa, biasanya pesan berapa”

(R.2)

Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimum dalam setiap kali

melakukan pemesanan obat generik di RS Islam Asshobirin, dapat diterapkan

metode Economic Order Quantity (EOQ). Rumus untuk menentukan jumlah


10

pemesanan optimum menurut Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010)

dan Buffa (1997) adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)

D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan

S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan

H = Biaya penyimpanan per unit per tahun

Untuk menentukan EOQ, diperlukan perhitungan mengenai permintaan

tahunan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Permintaan tahunan

sebelumnya sudah dihitung pada analisis ABC. Berikut adalah perhitungan

biaya pemesanan dan biaya penyimpanan (Heizer dan Render (2010):

a. Biaya Pemesanan

Biaya pemesanan mencakup biaya dari persediaan, formulir, proses

pesanan pembelian, dukungan administrasi.

1) Biaya Telepon:

Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit

Berdasarkan wawancara dengan informan berikut ini, rata-rata

waktu yang dibutuhkan dalam setiap kali melakukan pemesanan adalah

5 menit:
10

“Kita lewat telepon saja, tidak pakai yang lain. kira-kira 3-5 menit

lah kalau telpon” (R.1)

“Lewat telepon saja, surat pemesanannya nanti diberikan ketika

obatnya diantar, berapa lama ya, ada 5 menit lah...” (informan 2)

Distributor tempat pemesanan obat berada di kota Tangerang

sehingga untuk tarif telepon mengikuti telkom lokal. Tarif telepon lokal

adalah Rp. 250,00 per 2 menit (www.telkom.co.id). Sehingga tarif

telepon per menit adalah Rp. 125,00.

Maka perhitungannya adalah:

Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit

Biaya telepon = 5 menit x Rp.125,00/menit

= Rp. 625,00

Jadi biaya telepon dalam setiap melakukan pemesanan adalah Rp.

625,00

2) Biaya ATK/Administrasi

ATK yang digunakan oleh bagian gudang farmasi adalah, Surat

Pemesanan (SP) obat, buku tukar faktur, dan pita printer. Hal ini sesuai

dengan wawancara dengan informan berikut ini:

“Farmasi mintanya tidak banyak, rinciannya itu biasanya setiap

bulan pesan kwitansi rawat jalan biasanya 1 box harganya Rp.

160.000,00, billing 1 box harganya Rp. 275.000,00, kertas pelaporan


11

2 ply 2 box harga satunya Rp. 120.000,00, buku tukar faktur 2 buku

satunya Rp. 7.500,00, pita printer 3 pita harga satunya Rp.

30.000,00, kemudiak ada solatip 2 roll harganya Rp. 2.250,00 isi

strappler 5 pack harganya Rp. 1.375,00 sudah itu saja” (R.5)

“Kalau gudang untuk pemesanan obat hanya menggunakan kertas

pemesanan obat yang SP itu, kemudian buku tukar faktur, dan pita

printer 1 saja, yang pita 2 nya lagi digunakan oleh apotik. ATK yang

lainnya juga digunakan oleh apotik saja, kita tidak” (R.2)

Berikut adalah perhitungan biaya ATK dalam pemesanan setiap

bulan Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin:

Tabel 5.5
Biaya ATK dalam Pemesanan setiap Bulan Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin

No Barang Banyak Harga @ Jumlah

1 Surat Pemesanan (SP) 2 box 10.000,00 20.000,00

2 Buku tukar faktur 2 buku 7.500,00 15.000,00

3 Pita printer 1 pita 30,000 30.000,00

Total biaya 65.000,00

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Berdasarkan perhitungan tersebut, biaya ATK/administrasi dalam

melakukan pemesanan di gudang farmasi dalam sebulan adalah Rp.

65.000,00 sehingga biaya pemesanan dalam setahun (12 bulan) adalah


11

Rp780.000,00. Selanjutnya untuk menentukan biaya ATK/administrasi

per pemesanan dibutuhkan jumlah transaksi pemesanan dalam setahun yaitu tahun 2012. B
Berdasarkan rincian biaya pemesanan tersebut, maka biaya pemesanan adalah:

No Komponen Biaya pemesanan Biaya/pemesanan


(Rp)
1 Biaya telepon 625,00

2 Biaya ATK/Administrasi 370,00

Total biaya per pemesanan 995,00

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Jadi, biaya dalam setiap kali pemesanan adalah sebesar Rp. 995,00.

b. Biaya penyimpanan

Biaya penyimpanan mencakup biaya terkait menyimpan atau

membawa persediaan selama waktu tertentu. Biaya penyimpanan menurut

Heizer dan Render (2010) adalah 26% dari unit cost barang. Setelah
11

diketahui jumlah pemakaian obat tahunan, biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan,kemudiandilakukanperhitunganmengenaijumah pemesanan optimum dalam se


masing obat tersebut dimasukan ke dalam rumus seperti pada lampiran 9.

Sebagai contoh, perhitungan EOQ pada obat Ceftriaxone 1gr inj:

Obat Ceftriaxone 1gr inj, berdasarkan pengumpulan data dan telaah dokumen diperoleh angka
Jumlah pemakaian tahunan = 6.770 vial

Biaya Pemesanan = Rp. 995,00

Biaya Penyimpanan = Rp. 2.031,00

Maka Economic Order Quantity (EOQ) adalah:

Q2 = 2 x 6.770 x 995

2.031

Q= 81,44 = 81 vial

Jadi, jumlah pemesanan yang optimal dalam setiap kali memesan obat

Ceftriaxone 1gr inj adalah 81 vial.

Kendala yang dirasakan oleh bagian gudang farmasi dalam menghitung

jumlah pemesanan adalah tidak didukung oleh Sistem Informasi yang

memadai. Dalam sistem informasi tidak ada summary report/laporan


11

mengenai penggunaan atau pembelian obat baik setiap bulan maupun tahunan,

sehingga sering kali jumlah pembelian diperkirakan sesuai pengalaman

permintaan dari Apotek.

Berikut adalah hasil wawancara dengan informan:

“Kita belum didukung oleh sistem informasi yang sesuai. Komputer yang

sekarang itu belum ada summary report-nya seperti penggunaan bulanan

atau gimana, jadi mau memeriksa menghitung sebanyak itu juga susah”

(R.1)

“Kendala dalam menentukan jumlah pemesanan itu karena kita memang

tidak pernah menghitung juga” (R.2)

3. Reorder Point (ROP)

Waktu dilakukan pemesanan di RS Islam Asshobirin dilakukan pada

hari senin dan kamis, namun apabila ada kebutuhan pemesanan di luar hari

tersebut pemesanan tetap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan apotek.

Untuk menentukan waktu pemesanan kembali setiap obat tidak ada

perhitungan khusus. Menurut informan obat tersebut dipesan sebelum stok

obat kosong (0), sebagaimana kutipan wawancara berikut:

“Sebenarnya awalnya kita order 2 kali senin dan kamis, itu untuk stok 1

minggu. Hari senin dicek lagi, kamis cek lagi. ada yang kosong, dipesan.
11

Kalau waktu pembelian setiap obat, ya limit sebelum 0 kita sudah harus

pesan, kalau sudah 0 kita pesan cito”( 1)

“Jadwal pembeliannnya itu kita senin kamis, tapi setiap hari juga bisa,

kalau cito kita harus pesan juga” (R.2)

Waktu pemesanan obat kembali di Gudang Farmasi RS Islam

Asshobirin tergantung pada sisa stok di gudang farmasi yang dicatat pada

buku defekta. Pemesanan dilakukan sebelum stok mencapai 0 atau ketika stok

sudah mencapai 0. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut:

“Nah ini kan ada permitaannya, nanti kita isi berapa yang dikirim. Jadi

misalnya dia minta 20 kita kirim 20, ternyata stok itu berlebih kita catat

sisanya, misalnya Fortidek minta 100 kita kirim 100, gudang sisa 400.

Tapi misalnya depan (apotik) minta 4 tapi gudang sedang kosong atau

minta 50 ternyata cuma ada 20 ya sudah kita kirim 20, berati sisa stok 0.

Nah yang nol nol ini kita jadikan patokan pengadaan. limit sebelum 0 kita

sudah harus pesan tapi kalau sudah 0 kita harus cito..” (R.1)

“Awal prosesnya, nanti apotik minta obat yang istilahnya defekta, kita

lihat di buku defekta misalnya apotik minta obat 100, kita punya 100

berarti sisa stok nya 0, paling tidak kita harus order supaya di gudang itu

ada stok” (R.2)


11

Untuk menentukan waktu pemesanan yang ideal untuk setiap jenis

obat dapat digunakan perhitungan Reorder Point (ROP). Cara menghitung

Reorder Point (ROP) menurut Heizer dan Render (2010), Johns dan Harding

(2001) adalah:

ROP = (d x L) + SS

Keterangan:

ROP = Reorder Point

d = permintaan harian

L = lead time (waktu tunggu)

SS = persediaan pengaman (safety stock)/buffer stock

Sedangkan untuk menentukan safety stock, perlu mempertimbangkan

target pencapaian kinerja (service level). Menurut Assauri (2004), jika buffer

stock/safety stock dengan service level dan standar lead time diketahui dan

bersifat konstan, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

SS = Z x d x L

Keterangan :

SS = Safety Stock/Buffer stock

Z = Service level

D = Rata-rata pemakaian

L = Lead Time
11

Berdasarkan Biro Perencanaan dan Anggaran Sekjen Kemenkes RI

(2013), target pencapaian ketersediaan obat di RS adalah 95%. Dalam tabel Z

(lampiran 11), untuk service level 0,95 nilai Z adalah 1,65.

Menurut informan, lead time (waktu tunggu) obat maksimal adalah 1

hari. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:

“Lead time waktu tunggu pengadaan obat itu paling tidak 24 jam. Kan kita

di Tangerang, distributornya ada disini semua, jadi cepat memesan

obatnya, kecuali di daerah” (R.1)

“Kalau pesan obat biasanya paling cepat, tergantung jamnya, kalau pesan

jam 9 bisa sampai sore kalau pesan siang sampai besok pagi. Yaa sehari

lah paling lama.” (R.2)

Berikut ini adalah contoh perhitungan Reorder Point (ROP) untuk obat

Ceftriaxone 1 gr inj:

Jumlah pemakaian tahun 2012 (D) = 6.770 vial

Lead time (l) = 1 hari

Service level = 95%

Jumlah hari dalam setahun = 365

Maka:

Jumlah pemakaian rata-rata (d)= 6.770 vial/365 hari = 19 vial

Z (95%) = 1,65

Safety Stock (SS) =zxdxl

= 1,65 x 19 x 1
11

= 31,35 vial atau 31 vial

Jadi, safety stock/stok pengaman untuk obat Ceftriaxone 1 gr inj adalah 31

vial.

ROP = (d x l) + SS

= (19 x 1) + 31

= 50 vial

Jadi, Reorder Point (ROP) untuk obat Ceftriaxone 1 gr inj adalah 50 vial.

Berdasarkan perhitungan tersebut, artinya pada leadtime/waktu tunggu

selama 1 hari dengan pemakaian rata-rata perhari adalah 19, obat Ceftriaxone

1 gr inj dapat dilakukan pemesanan kembali ketika stok obat sudah mencapai

51 vial. Hasil perhitungan jenis obat lain dapat dilihat pada lampiran 10.

Kendala yang dirasakan oleh gudang farmasi dalam menentukan kapan

waktu pemesanan kembali dilakukan adalah tidak adanya perhitungan buffer

stock, sehingga waktu memesanan tergantung dari kondisi stok sebelum

mencapai 0 atau pada saat 0.

“yaa itu sama seperti yang tadi.. buffer stocknya” (R.1)

“kita tergantung dari sisa stoknya saja, jadi kalau kosong ya dipesan”

(R.2)
BAB VI

PEMBAHASA

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian dilakukan melalui studi pengendalian persediaan obat generik

menggunakan data terkait persediaan obat generik selama periode tahun 2012 di

Rumah Sakit Islam Asshobirin. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Formularium obat generik di RS Islam Ashobirin tidak tersedia. Formularium

merupakan dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan di rumah sakit

sebagai dasar dalam penentuan jenis obat yang akan disediakan. Sehingga data

dalam penelitian ini dikumpulkan melalui daftar obat generik menurut

Kepmenkes RI Nomor 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran

Tertinggi Obat Generik

2. Komponen biaya penyimpanan (biaya gedung, biaya penanganan bahan, biaya

pekerja dan biaya investasi) tidak dihitung secara rinci karena data tidak

tersedia sehingga perhitungan biaya penyimpanan menggunakan teori Heizer

dan Render (2010), yaitu 26% dari harga barang.

B. Pengendalian Persediaan

Dalam struktur organisasi unit farmasi, yang terlibat dalam pengelolaan

persediaan obat di gudang farmasi adalah Kepala Unit Farmasi dan 1 orang Staf

Gudang Farmasi. Kepala unit farmasi bertanggung jawab atas seluruh

118
11

pengelolaan dan kegiatan gudang farmasi, khusunya menentukan

kebutuhan/perencanaan pembelian perbekalan farmasi di gudang farmasi.

Sedangkan Staf Gudang Farmasi bertugas untuk menginput data yang

berhubungan dengan persediaan, seperti menginput pemesanan kepada

distributor, input penerimaan barang (perbekalan farmasi) dan pengiriman barang

ke apotek (administrasi keluar masuknya perbekalan farmasi) di gudang farmasi.

Menurut Bowersox (1995), tujuan manajemen logistik adalah

menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang

tepat pada waktu yang dibutuhkan dan dengan total biaya yang terendah.

Manajemen persediaan berusaha mencapai keseimbangan diantara kekurangan

dan kelebihan persediaan dalam suatu periode perencanaan yang mengandung

risiko ketidakpastian. Tujuan pengendalian menurut Dirjend Binakefarmasian

dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010) adalah agar tidak terjadi kelebihan dan

kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan. Sejalan dengan itu tujuan

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) menurut Siregar (2003) adalah membantu

dalam penyediaan perbekalan farmasi yang memadai.

Berdasarkan hal tersebut unit farmasi yang mengelola dan mengendalikan

perbekalan farmasi pada sebuah RS harus dapat menyediakan perbekalan farmasi

dengan jumlah yang tepat, disediakan pada waktu yang dibutuhkan dan dengan

biaya yang serendah-rendahnya. Sesuai dengan visi RS Islam Asshobirin, yaitu

menjadi Rumah Sakit yang efektif, efisien dan mandiri yang berazaskan Islam

sehingga RS ini berupaya mengoptimalkan pelayanan kepada pasien dengan


12

menyediakan obat dengan jumlah yang tepat, pada waktu yang dibutuhkan serta

dengan harga yang serendah-rendahnya.

RS Islam Asshobirin didukung oleh instalasi farmasi khususnya gudang

farmasi yang bertanggung jawab mengelola dan menyelenggarakan kegiatan

yang mendukung ketersediaan obat dan alat kesehatan di RS Islam Asshobirin.

Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan pengendalian persediaan

yang baik dalam memenuhi kebutuhan pasien dengan jumlah yang cukup,

tersedia pada waktu yang dibutuhkan, terhindar dari kekurangan dan kelebihan

persediaan, namun disediakan dengan biaya yang serendah-rendahnya untuk

mencapai efisiensi sesuai dengan visi RS Islam Asshobirin.

Berikut adalah pengendalian/pengawasan yang dilakukan oleh gudang

farmasi untuk menjaga persediaan obat:

1. Stock Opname

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI

(2010), stock opname diperlukan untuk kebutuhan audit dan perencanaan yang

wajib dilaksanakan. Tujuan inventory control (manajemen persediaan)

menurut Anief (2001) adalah menciptakan keseimbangan antara persediaan

dan permintaan oleh karena itu hasil stock opname harus yang seimbang

dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu.

Berdasarkan teori tersebut stock opname dalam persediaan obat di RS

Islam Asshobirin harus dilakukan untuk menciptakan keseimbangan antara

permintaan dan persediaan. Stock opname di gudang farmasi dilaksanakan


12

setiap 6 bulan sekali atau 2 kali dalam setahun untuk mengecek dan

mencocokan kondisi fisik barang dengan kartu stok pada komputer. Selain itu

melalui stock opname juga dapat diketahui obat yang mendekati kadaluarsa.

Obat yang mendekati kadaluarsa segera diinformasikan kepada user (dokter)

untuk digunakan terlebih dahulu atau dikembalikan kepada

distributor/Perusahaan Besar Farmasi (PBF) tiga bulan sebelum expired date

(tanggal kadaluarsa).

2. Kartu Stok

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI

(2010), pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk

memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan

IFRS. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital

maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan

adalah kartu stok. Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan,

pengeluaran, hilang, rusak/kadaluarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok.

Penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi dijumlahkan pada setiap

akhir bulan.

Kartu stok di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin merupakan

pencatatan yang dilakukan secara komputerisasi menggunakan sistem

informasi. Dalam sistem informasi tersebut terekam setiap obat masuk yang

baru dikirim oleh distributor dan obat keluar dari gudang farmasi yang dikirim

ke apotek.
12

Namun sistem informasi di RS Islam Assobirin tersebut tidak dapat

secara otomatis melaporkan penggunaan obat dan pembelian obat baik setiap

bulan maupun setiap tahun. Kartu stok ini seharusnya dapat menghasilkan

informasi mengenai pemakaian dan pembelian pada periode tertentu sehingga

dapat diguanakan untuk pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi RS

Islam Asshobirin. Karena salah satu manfaat informasi yang didapat dari kartu

stok menurut Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan

Kemenkes RI (2010) adalah untuk perencanaan pengadaan dan pengendalian

persediaan.

3. Buku Defekta

Menurut Seto (2004), Pencatatan dalam persediaan adalah untuk

menjamin obat-obat yang ada dalam persediaan dipergunakan secara efisien.

Pencatatan tersebut meliputi penerimaan, persediaan di gudang dan

penerimaan barang (dagangan), barang pembantu, inventaris dan lain-lain.

Begitu juga di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin, terdapat buku

defekta yang berfungsi sebagai pendataan/pencatatan keluar masuknya

perbekalan farmasi sebelum diinput ke kartu stok pada komputer. Obat yang

diminta oleh apotek dicatat dalam buku tersebut, selanjutnya Staf Gudang

Farmasi memeriksa stok yang ada apakah cukup untuk memenuhi permintaan,

setelah itu jumlah obat yang dikirim dan sisa stok yang ada di gudang farmasi

dicatat dalam buku tersebut.


12

Menurut Seto (2004), pencatatan yang dikerjakan secara teratur dan

terus-menerus diharapkan Apotek, PBF, Industri Farmasi dan Farmasi Rumah

Sakit akan dapat mengikuti perkembangan persediaan bahan-bahan/obat jadi

dengan baik. Sistem pengawasan persediaan dengan pencatatan ini perlu

selalu ditingkatkan untuk memenuhi usaha pengawasan yang optimal.

4. Laporan

Kepala Unit Farmasi setiap bulan melaporkan pembelian obat dan jatuh

tempo pembayaran kepada Kepala Bidang Penunjang Medis, yang selanjutnya

akan diteruskan kepada Kepala Bagian Keuangan. Selain itu Kepala Unit

Farmasi melaporkan jenis persediaan perbekalan farmasi dan pemakaian

perbekalan farmasi.

C. Metode Pengendalian Persediaan

Konsep yang ideal dari persediaan terdiri dari pengadaan suatu produk

yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Sistem yang demikian tidak akan

membutuhkan penumpukan bahan mentah atau bahan jadi untuk mengantisipasi

penjualan di masa depan (Bowersox, 1995). Menurut Aditama, (2007)

bahan/barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional instansi harus tersedia

dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan

harga serendah mungkin.

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI

(2010), menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan tantangan yang


12

berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi di rumah sakit karena masalah

kekosongan atau kelebihan dapat terjadi. Di Gudang Farmasi RS Islam

Asshobirin, pelayanan penyediaan obat untuk apotek sering tidak sesuai dengan

kebutuhan/permintaan. Berdasarkan buku defekta pengiriman obat dari gudang

farmasi ke apotek sering tidak sesuai dengan jumlah permintaan oleh apotek. Hal

ini dapat terjadi karena stok obat yang tidak cukup (stock out) untuk memenuhi

permintaan tersebut. Kekosongan obat menyebabkan dilakukannya pembelian

obat ke apotek luar atau RS lain secara cito. Pembelian cito tersebut tentunya

menggunakan anggaran yang lebih tinggi karena harga obat di apotek/RS lain

merupakan harga jual di apotek/RS tersebut.

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI

(2010), dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan

farmasi secara terpadu diharapkan perbekalan farmasi yang direncanakan dapat

tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.

Perencanaan/penentuan kebutuhan dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu:

metode konsumsi (data konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu); metode

epidemiologi (berdasarkan pola penyakit); dan kombinasi (kombinasi antara

metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang ada).

Dalam SOP Unit Farmasi RS Islam Asshobirin, penentuan kebutuhan

didasarkan kepada data kebutuhan 3 bulan, data prediksi penyakit, jumlah

persediaan barang di gudang, usulan masing-masing unit, perhitungan pareto

(fast moving, moderate dan slow moving) dan obat essensial. Artinya penentuan
12

kebutuhan menggunakan metode kombinasi, yaitu metode konsumsi berdasarkan

data kebutuhan 3 bulan dan perhitungan pareto (fast moving, moderate dan slow

moving), metode epidemiologi (prediksi penyakit) dengan memperhatikan sisa

stok di gudang farmasi. Dalam menentukan obat yang tergolong fast moving atau

slow moving-pun petugas gudang farmasi tidak melakukan menggunakan

perhitungan, melainkan berdasarkan pengalaman pemesanan/penggunaan obat

oleh apotek. Obat yang sering/banyak diminta tergolong fast moving dan yang

tidak sering/banyak diminta tergolong slow moving.

Untuk itu, gudang farmasi memerlukan suatu perhitungan sesuai dengan

kebutuhan pelanggan (pasien) mengenai jumlah pemesanan dan waktu

pemesanan yang tepat agar obat dapat tersedia dalam jumlah yang tepat dan pada

waktu yang dibutuhkan serta diperoleh dengan harga yang serendah mungkin.

Namun sebelum menentukan jumlah dan waktu pemesanan, perlu diketahui obat

mana saja yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan efisiensi persediaan.

Sebagaimana menurut Johns dan Harding (2001) dan Ahyari (1987), untuk

memastikan bahwa suatu sistem pengendalian sediaan efektif, maka tiga

pertanyaan dasar yang harus dijawab adalah apa yang akan dikendalikan, berapa

banyak yang hendak di pesan dan kapan memesan kembali.

1. Analisis ABC

Ciri logistik/persediaan rumah sakit menurut Sabarguna (2005), yaitu:

spesifik (obat alkes, film, rontgen, dan lain-lain); harga yang variatif; dan
12

jumlah item yang sangat banyak. Begitu juga dengan perbekalan farmasi di

RS Islam Asshobirin memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, baik

dari jenis obat-obatan, alat kesehatan dan reagen. Setiap perbekalan farmasi

tersebut berbeda dari segi jumlah kebutuhan per item maupun harga per item.

RS Islam Assobirin fokus pada pelayanan kepada masyarakat menengah ke

bawah dengan program khusus Jamkesmas dan Jampersal, sehingga obat-obat

yang sering digunakan adalah obat generik yang penggunaannya disarankan

oleh pemerintah.

Sebagaimana diatur dalam Permenkes RI Nomor

HK.02/02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik

di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, obat generik merupakan obat

dengan nama resmi International Nonpropoetary Names (INN) yang

ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat

berkhasiat yang dikandungnya. Selain jauh lebih murah, kualitas dan

khasiatnya sama seperti obat bernama dagang (bermerek).

Berdasarkan daftar obat generik yang terdapat dalam Kepmenkes RI

Nomor 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat

Generik, obat generik yang digunakan di RS Islam Asshobirin adalah

sebanyak 143 jenis obat dari 498 jenis obat yang terdaftar dalam Permenkes

tersebut. Setiap jenis obat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda baik

dari jumlah pemakaian maupun harga, yang keduanya menentukan nilai

investasi obat.
12

Menurut Ahyari (1987), dalam kenyataannnnya akan terdapat bahan

baku yang dipergunakan dalam jumlah unit yang besar namun nilai rupiah

yang kecil, sebaliknya akan terdapat sejumlah bahan baku dalam nilai rupiah

yang tinggi walaupun jumlah unit fisiknya tidak berapa besar. Berdasarkan

hasil perhitungan mengenai jumlah pemakaian dan nilai investasi berdasarkan

kemasan obat generik di gudang farmasi tahun 2012, terlihat bahwa obat

generik dengan kemasan tablet adalah yang paling banyak digunakan baik dari

jenis obat maupun jumlah pemakaian, yaitu sebanyak 84 jenis obat dengan

jumlah pemakaian sebanyak 146.871 tablet. Namun bukan berarti obat dengan

satuan/kemasan tersebut memiliki nilai investasi yang paling tinggi. Nilai

investasi tertinggi adalah obat dengan satuan/kemasan vial. Obat tersebut

bernilai Rp. 78.714.918,00 walaupun hanya 6 jenis obat dengan jumlah

pemakaian sebanyak 8.696 vial.

Sehingga, diperlukan perlakukan yang berbeda terhadap setiap jenis

baik berdasarkan jumlah pemakaian maupun nilai investasi. Menurut Ahyari

(1987) apabila bahan diperlakukan sama rata, maka tindakan tersebut kadang-

kadang akan merugikan perusahaan, karena terdapat perbedaan nilai rupiah

dari bahan yang dipergunakan. Untuk menentukan prioritas persediaan cara

yang paling umum digunakan adalah dengan klasifikasi/analisis ABC.

Menurut Dirjend Binfar dan Alat Kesehatan Kemenkes RI tahun 2010,

pemilihan kebutuhan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat

Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing,


12

formularium RS, Formulariun Jaminan Kesehatan, Daftar Palfon Harga Obat

(DPHO) dan Jamsostek. Namun, selama ini, jenis persediaan obat di RS Islam

Asshobirin ditentukan berdasarkan permintaan apotek atau permintaan dokter

karena RS belum memiliki formularium sebagai dasar penyusunan kebutuhan

obat.

Formularium adalah dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan

oleh profesional kesehatan di rumah sakit disusun bersama oleh para

pengguna di bawah koordinasi KFT masing-masing rumah sakit. KFT

(Komite Farmasi dan Terapi) adalah unit fungsional yang ditetapkan oleh

pimpinan RS yang bertugas memberikan rekomendasi kepada pimpinan RS

mengenai rumusan kebijkan dan prosedur evaluasi, pemilihan dan

penggunaan obat (Dirjend Binfar dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, 2010).

Menurut informan formularium tidak berjalan karena RS tidak ada KFT

(Komite Farmasi dan Terapi) sehingga obat yang dipesan disesuaikan dengan

permintaan dokter. Untuk itu, perlu kiranya dibentuk KFT di RS Islam

Asshobirin agar formularium dapat tersusun, sehingga dapat dijadikan dasar

dalam penyusunan kebutuhan obat.

Dalam SOP penentuan jenis obat dalam penentuan kebutuhan di RS

Islam Asshobirin menggunakan prinsip pareto. Namun dalam pelaksanaannya,

untuk menentukan obat yang tergolong fast moving (A), moderate (B) dan

slow moving (C) tidak ditentukan menggunakan perhitungan pareto (Analisis

ABC). Selama ini pareto hanya berdasarkan pengalaman petugas saja. Obat
12

yang lancar/cepat habis maka dikatakan fast moving dan yang pelan dikatakan

slow moving.

Berikut adalah pengelompokan obat generik menggunakan analisis ABC

pemakaian dan investasi:

a. Nilai Pemakaian Obat Generik

Hasil analisis ABC pemakaian yang disajikan pada tabel 5.3, bahwa

obat generik yang termasuk kelompok A (fast moving) hanya 19,58% dari

seluruh jenis obat generik yang diminta oleh apotek, namun obat ini paling

banyak diminta oleh apotek untuk memenuhi kebutuhan obat pasien yaitu

sebesar 69,64% dari total pemakaian. Sebagaimana menurut Seto (2004)

Kelompok A merupakan obat yang cepat laku. Meskipun hanya ada sedikit

kelompok A dalam persediaan apotek, tetapi karena kelompok tersebut

sangat tinggi permintaannya, merupakan obat yang berputar dengan cepat.

Merurut Seto (2004), kelompok B mempunyai penjualan rata-rata

dan perputaran inventaris. Di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin, obat

yang termasuk kelompok B (moderate) merupakan jenis obat yang sedang

(agak lambat perputarannya, yaitu 20,98% dari seluruh jenis obat generik

yang diminta apotek dan pemakaian yang sedang juga yaitu sebesar

20,10% dari total pemakaian.

Sedangkan obat yang termasuk kelompok C (slow moving)

merupakan obat generik yang paling banyak jenisnya, yaitu 59,44% dari
13

seluruh jenis obat generik yang diminta oleh apotek namun dengan

pemakaian yang paling sedikit/jarang digunakan yaitu hanya 10,35% dari

total pemakaian. Sebagaimana menurut Seto (2004), Kelompok C adalah

obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling kurang diminta.

Oleh karena itu pengendalian yang dapat dilakukan untuk masing-

masing kelompok adalah:

1) Kelompok A

Dengan memperhatikan persediaan 28 jenis obat yang tergolong

kelompok A, gudang farmasi akan dapat memenuhi ketersediaan obat

sebanyak 69,64%. Artinya, ketersediaan obat tersebut sangat penting

diperhatikan dan harus selalu tersedia di gudang farmasi karena

memiliki nilai pemakaian yang paling tinggi/sering diminta oleh apotek.

Selain itu pengawasan dan pematauan fisik persediaan harus lebih teliti

dan ketat.

2) Kelompok B

Dengan memperhatikan 30 jenis obat yang tergolong kelompok B,

gudang farmasi akan dapat memenuhi ketersediaan obat atau permintaan

apotek sebanyak 20,10%. Ketersediaan obat ini cukup penting

diperhatikan setelah obat kelompok A.

Menurut Seto (2004), karena kelompok B merupakan jumlah yang

jauh lebih besar dan merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil,

tidak perlu dan tidak efisien untuk memonitor obat-obat tersebut seketat
13

kelompok A. Biasanya dapat cukup dikendalikan dengan menggunakan

kartu stok gudang dan kartu stok di ruang peracikan dan penjualan

eceran.

3) Kelompok C

Dengan memperhatikan 85 jenis obat yang tergolong kelompok C

dapat memenuhi ketersediaan obat atau permintaan obat oleh apotek

sebanyak 10,35%. Penggunaan/permintaan obat ini sedikit namun

dengan jenis yang paling banyak banyak yaitu 59,44% dari seluruh obat

generik yang ada.

Sama seperti kelompok B, menurut Seto (2004), karena kelompok

C merupakan jumlah yang jauh lebih besar dan merupakan proporsi

penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan tidak efisien untuk

memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A. Biasanya dapat

cukup dikendalikan dengan menggunakan kartu stok gudang dan kartu

stok di ruang peracikan dan penjualan eceran.

Menurut Seto (2004), bahwa pengelola secara periodik seharusnya

memonitor kelompok C untuk menentukan apakah obat tersebut

semestinya disingkirkan dari persediaan. Menyingkirkan kelompok C

yang lambat lakunya merupakan metode praktis mengurangi jumlah

obat dan investasi dalam persediaan, tapi memberikan pengaruh yang

kecil pada penjualan dan biaya kehabisan persediaan.


13

Oleh karena itu, selain menggunakan kartu stok, diperlukan

perhatian khusus terhadap obat yang tidak berjalan. Perlu diperhatikan

jenis persediaan dengan mengurangi variasi merk obat yang berbeda

namun memiliki kandungan yang sama.

b. Nilai Investasi Obat Generik

Hasil analisis ABC investasi yang disajikan pada tabel 5.4, bahwa

obat generik yang termasuk kelompok A hanya 9,09% dari seluruh jenis

obat generik yang diminta oleh apotek, namun obat ini menyerap anggaran

rumah sakit paling banyak dibandingkan obat generik lainnya, yaitu

sebesar 69,44% dari total penggunaan anggaran obat generik. Sedangkan

obat yang termasuk kelompok C merupakan jenis obat yang paling banyak,

yaitu 73,43% dari seluruh jenis obat generik yang diminta oleh apotek,

namun menyerap anggaran paling sedikit, yaitu hanya 10,37% dari total

penggunaan anggaran untuk obat generik.

Gagasan analisis ABC adalah untuk membuat kebijkan-kebijakan

persediaan yang memfokuskan persediaan pada bagian-bagian persediaan

yang kritis namun sedikit bukan pada yang banyak namun spele. Tidaklah

realistis jika memantau barang yang tidak mahal dengan intensitas yang

sama dengan barang yang sangat mahal (Heizer dan Render, 2010).

Penggunaan analisis ini memungkinkan teridentifikasinya barang yang

benar-benar berpengaruh pada kinerja sediaan, sehingga manajemen yang


13

efektif dapat berkonsentrasi pada barang yang itemnya sedikit tersebut

tanpa mengabaikan yang lain (Johns dan Harding, 2001).

Oleh karena itu pengendalian yang dapat dilakukan untuk masing-

masing kelompok adalah:

1) Kelompok A

Kelompok A merupakan barang dengan jumlah unit fisik kecil

atau rendah namun jumlah rupiahnya tinggi (Ahyari, 1987). Pada

persediaan obat generik di RS Islam Asshobirin, dengan memperhatikan

ketersediaan 13 jenis obat generik yang tergolong A dapat

mengoptimalkan persediaan dan pemakaian anggaran sebesar 69,44%.

Sehingga menurut Heizer dan Render (2010), obat tersebut harus

memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat, akurasi pencatatan yang

lebih sering diverifikasi. Pengawasan fisik dapat dilakukan lebih ketat

dan secara periodik setiap bulan.

Menurut Seto (2004), kelompok A seharusnya dimonitor dengan

hati-hati, angka pemesanan ulang dan EOQ-nya seharunya dihitung.

Sehingga dalam penelitian ini obat yang termasuk kelompok A dihitung

EOQ (Economic Order Quantity) untuk menentukan jumlah pemesanan

yang ideal dan ROP (Reorder Point) untuk menentukan waktu yang

tepat untuk dilakukan pemesanan kembali.


13

2) Kelompok B

Kelompok B merupakan barang dengan jumlah fisik dan jumlah

rupiah yang sedang (Ahyari, 1987). Pada persediaan obat generik di RS

Islam Asshobirin, dengan memperhatikan 25 jenis obat yang tergolong

kelompok B dapat mengoptimalkan persediaan dan pemakaian anggaran

sebesar 20,19%. Sehingga obat yang tergolong kelompok B

memerlukan perhatian yang cukup penting setelah kelompok A. Perlu

adanya pengawasan fisik yang dilakukan secara periodik. Menurut

Heizer dan Render (2010), persediaan yang tergolong kelompok B dapat

dihitung setiap 3 bulan sekali.

3) Kelompok C

Kelompok C merupakan barang dengan jumlah fisik yang besar

atau tinggi namun nilai rupiah yang rendah/kecil (Ahyari, 1987). Pada

persediaan obat generik di RS Islam Asshobirin, dengan memperhatikan

105 jenis obat yang tergolong kelompok C, dapat mengoptimalkan

persediaan dan pemakaian anggaran sebesar 10,37%.

Perlu memperhatikan obat yang tidak berjalan untuk dikurangi

variasi obatnya. Karena obat tersebut memberikan pengaruh kecil

terhadap penjualan dan biaya kehabisan persediaan. Sejalan dengan

pendapat Seto (2004), bahwa pengelola secara periodik seharusnya

memonitor kelompok C untuk menentukan apakah obat tersebut

semestinya disingkirkan dari persediaan. Menyingkirkan kelompok C


13

yang lambat lakunya merupakan metode praktis mengurangi jumlah

obat dan investasi dalam persediaan, tapi memberikan pengaruh yang

kecil pada penjualan dan biaya kehabisan persediaan.

Sehingga obat yang tergolong kelompok C tidak memerlukan

pengendalian ketat seperti kelompok A dan B. Pengendalian dan

pemantauan tidak ketat, cukup sederhana di dalam RS tersebut. Namun

RS belum mempunyai perhitungan, sehingga cukup menentukan safety

stock/buffer stock sebagai jumlah minimum stok di gudang farmasi.

Pengawasan juga tidak seperti kelompok A dan B cukup mengikuti

pengawasan yang sudah dilaksanakan di gudang farmasi selama ini

yaitu setiap 6 bulan sekali. Menurut Heizer dan Render (2010),

persediaan yang tergolong kelompok C dapat dihitung setiap 6 bulan

sekali.

2. Economic Order Quantity (EOQ)

Dalam persediaan, biaya yang mempengaruhinya adalah biaya

pemesanan dan biaya penyimpanan. Pemesanan dengan jumlah yang banyak

akan mengurangi biaya pemesanan karena dengan pemesanan dengan jumlah

yang banyak tentunya frekuensi pemesanan akan lebih sedikit. Namun hal ini

akan meningkatkan biaya penyimpanan karena pemesanan dengan jumlah

yang banyak persediaan yang akan disimpan juga lebih banyak. Sebaliknya,

pemesanan dengan jumlah yang sedikit akan mengurangi biaya penyimpanan


13

karena persediaan yang disimpan di gudang lebih sedikit, namun akan

meningkatkan biaya pemesanan karena frekuensi pemesanan akan meningkat.

Untuk itu jumlah pemesanan harus dapat meminimalkan biaya

pemesanan dan biaya penyimpanan. Sebagaimana menurut Heizer dan Render

(2010), Bowersox (2010), Sabarguna (2004) dan Johns dan Harding (2001),

bahwa seiring dengan meningkatnya kuantitas yang dipesan, jumlah

pemesanan pertahunnya akan menurun namun biaya penyimpanan akan

meningkat karena jumlah persediaan yang harus diurus lebih banyak.

Sehingga menurut Seto (2004) untuk menentukan jumlah pemesanan yang

ekonomis, harus diusahakan untuk memperkecil biaya-biaya pemesanan dan

biaya-biaya penyimpanan.

Dalam pelaksanaan pemesanan obat di Instalasi Farmasi RS Islam

Asshobirin, tidak ada perhitungan khusus mengenai jumlah pemesanan.

Jumlah pemesanan tergantung pada jumlah permintaan dari apotek. Hal ini

berisiko meningkatnya biaya pemesanan jika pemesanan dilakukan dalam

jumlah yang sedikit atau meningkatnya biaya penyimpanan jika jumlah

pemesanan terlalu banyak.

Untuk menentukan jumlah pemesanan yang tepat dalam setiap

pemesanan, dapat menggunakan perhitungan EOQ (Economic Order

Quantity). Menurut Jogiyanto (1985) dalam Sabarguna (2004), Economic

Order Quantity (EOQ) adalah sejumlah persediaan barang yang dapat dipesan

pada suatu periode untuk tujuan meminimalkan biaya dari persediaan barang
13

tersebut. Perhitungan EOQ dalam penelitian ini digunakan untuk menghitung

jumlah pemesanan optimum obat generik yang tergolong kelompok A karena

obat ini adalah obat yang paling berpengaruh terhadap biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan obat di RS Islam Asshobirin.

Dengan menerapkan metode EOQ untuk menghitung jumlah pemesanan

yang optimum akan membantu manajemen untuk mengambil keputusan

jumlah pemesanan agar tidak terjadi investasi berlebihan yang tertanam dalam

persediaan dan tidak mengalami kekurangan persediaan yang menyebabkan

pelayanan terhenti.

Pada lampiran 9 diketahui jumlah pemesanan optimum untuk masing-

masing obat generik. Sebagai contoh obat Ceftriaxone 1gr inj, berdasarkan

perhitungan, jumlah pemesanan yang paling ekonomis untuk obat ini adalah

sebanyak 81 vial setiap kali pemesanan. Jumlah ini akan menggunakan biaya

pemesanan dan biaya penyimpanan yang paling sedikit. Jika jumlah

pemesanan ditingkatkan, maka akan meningkatkan biaya penyimpanan karena

jumlah persediaan yang banyak. Jika jumlah pemesanan diturunkan, maka

akan meningkatkan biaya pemesanan karena pemesanan dengan jumlah yang

sedikit frekuensi pemesanan akan lebih meningkat sehingga meningkatkan

biaya pemesanan.

Oleh karena itu pemesanan 81 vial untuk obat Ceftriaxone 1gr inj adalah

jumlah yang paling ekonomis dalam setiap kali melakukan pemesanan.


13

Menurut Velerie (2011), metode EOQ dapat membantu perusahaan

untuk menjaga agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar sehingga

perusahaan dapat menjaga kesinambungan usahanya. Apabila kesinambungan

perusahaan terjaga, tentunya efektivitas produksi dapat tercapai, mengingat

salah satu tujuan produksi untuk menjaga kesinambungan usaha perusahaan.

Untuk kualitas produk, perusahaan harus memilih supplier yang menyediakan

bahan baku yang baik dan bisa menyediakan bahan baku tersebut tepat waktu

karena selain menghambat proses produksi, keterlambatan bahan baku juga

berpengaruh terhadap kualitas produk.

Selama ini pengiriman obat oleh distributor ke gudang farmasi selalu

tepat waktu, tidak lebih dari lead time yang ditentukan. Untuk mendapatkan

EOQ tentunya harus didukung oleh sistem informasi yang dapat mengetahui

jumlah pemakaian setiap obat setiap tahun. Sistem informasi di RS Islam

Asshobirin belum bisa memberikan informasi mengenai jumlah pemakaian

setiap obat tersebut. Hal ini juga menjadi kendala oleh gudang farmasi selama

ini, sehingga jumlah pemesanan diperkirakan sesuai pengalaman permintaan

dari apotek.

3. Reorder Point (ROP)

Dalam menentukan waktu pemesanan kembali setiap obat di RS Islam

Asshobirin tidak menggunakan perhitungan khusus. Obat akan dipesan ketika

obat tersebut mendekati jumlah stok 0. Untuk obat yang stoknya sudah

mencapai 0, maka pemesanan dilakukan secara cito. Sehingga tidak jarang


13

permintaan apotek tidak dapat terpenuhi dalam jumlah yang tepat karena

persediaan yang tidak cukup untuk memenuhi permintaan.

Demi keberlanjutan pelayanan pada pasien, perlu dijaga keseimbangan

antara persediaan dan permintaan. Obat harus selalu tersedia setiap saat

dibutuhkan. Terputusnya kemampuan pelayanan terjadi karena persediaan

sudah habis. Oleh karena itu sebelum persediaan habis maka pemesanan

barang harus dilakukan. Menurut Anief (2001) perlu dicari waktu yang tepat,

pada saat dimana pembeliaan harus dilakukan sehingga terjadi keseimbangan

antara beban pekerjaan dan kemampuan memenuhi permintaan sehingga

pelayanan tidak terputus, tetapi persediaan masih dalam batas-batas yang

ekonomis.

Untuk mencari waktu yang tepat tersebut dapat dilakukan dengan

perhitungan Reorder Point (ROP). Apabila terjadi lead time (masa tenggang)

maka kita harus menentukan tingkat persediaan minimal sehingga apabila

tingkat ini sudah dicapai, kita harus mengajukan pesanan baru untuk menjaga

jangan sampai terjadi kekosongan dalam stok (Siagian, 1987). Waktu

pemesanan kembali ditetapkan agar persediaan dapat menutupi kebutuhan

persediaan selama masa tenggang/menunggu pesanan tiba. Menurut Dirjend

Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010), lead time adalah

waktu tunggu yang diperlukan mulai pemesanan sampai obat diterima.

Fungsi persediaan menurut Heizer dan Render (2010), salah satunya

adalah melakukan decouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan


14

menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi

pelanggan. Menurut Johns dan Harding (2001), untuk mengatasi hal stock out

perlu persediaan penyangga/pengaman (safety stock) untuk mengatasi

ketidakpastian permintaan. Menurut Siagian (1987) cadangan penyangga

(buffer stock) bertindak sebagai penyangga terhadap kenaikan yang tidak

diharapkan dalam kebutuhan masa tenggang (lead time).

Persediaan pengaman itu merupakan proteksi terhadap 2 jenis

ketidakpastian. Pertama, ketidakpastian mengenai penjualan yang melebihi

ramalan selama periode pengisian kembali. Kedua, adalah ketidakpastian

mengenai keterlambatan (delays) dalam penerimaan pesanan, pengolahan

pesanan, atau keterlambatan transportasi selama pengisian kembali

(Bowersox, 1995).

Oleh karena itu waktu pemesanan kembali yang ideal adalah ketika stok

obat mencapai kebutuhan selama waktu tunggu atau permintaan harian rata-

rata dikalikan dengan waktu tunggu. Namun permintaan obat di Gudang

Farmasi RS Islam Asshobirin berfluktuatif setiap harinya. Sehingga apabila

perhitungan ROP tidak mempertimbangkan safety stock yang berfungsi

sebagai proteksi terhadap kemungkinan peningkatan kebutuhan/permintaan

obat, berisiko terjadinya kekurangan stok (stock out).

Berdasarkan perhitungan pada lampiran 10, safety stock obat

Ceftriaxone 1 gr inj adalah 32 vial dan Reorder Point-nya adalah 51 vial.


14

Artinya, pemesanan obat ceftriaxone 1 gr inj akan dilakukakan jika stok obat

tersebut mencapai 51 vial.

Jumlah tersebut merupakan titik/jumlah ideal dilakukannya pemesanan

ulang agar terhidar dari kekurangan stok karena stock out dan terhindar dari

kekurangan stok karena permintaan yang meningkat.

Kendala yang dirasakan oleh gudang farmasi dalam menentukan

waktu pemesanan kembali adalah tidak adanya perhitungan buffer stock

(safety stock) sehingga waktu pemesanan tergantung kondisi stok sebelum

mencapai 0 atau pada saat 0.


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pengendalian/pengawasan persediaan yang dilakukan di Gudang Farmasi RS

Islam Asshobirin yaitu melalui stock opname, kartu stok, buku defekta dan

laporan bulanan. Pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS

Islam Asshobirin belum menggunakan metode pengendalian khusus, seperti:

Analisis ABC untuk prioritas persediaan, Economic Order Quantity (EOQ)

untuk menentukan jumlah pemesanan optimum, maupun Reorder Point

(ROP) untuk menentukan waktu pemesanan yang ideal. Persediaan obat di RS

Islam Asshobirin ditentukan berdasarkan:

a. Jenis persediaan yang disediakan di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin

ditentukan berdasarkan permintaan atau kebiasaan dokter dalam

menggunakan obat tertentu.

b. Jumlah pemesanan obat generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin

disesuaikan dengan permintaan dari apotek.

c. Waktu pemesanan kembali obat ditentukan berdasarkan pencatatan sisa

stok pada buku defekta. Obat dipesan pada saat stok obat mendekati 0 atau

saat 0.

142
14

2. Berdasarkan analisis ABC, maka didapatkan gambaran sebagai berikut:

a. Berdasarkan analisis ABC pemakaian, terdapat 28 jenis (19,58%) obat

generik yang tergolong kelompok A (fast moving), yaitu dengan pemakaian

sebesar 69,64% dari total pemakaian obat generik. Terdapat 30 jenis

(20,98%) obat generik yang tergolong kelompok B (moderate), yaitu

dengan pemakaian sebesar 20,10% dari total pemakaian obat generik.

Terdapat 85 jenis (59,44%) obat generik yang tergolong kelompok C (slow

moving), yaitu dengan pemakaian sebesar 10,35% dari total pemakaian

obat generik.

b. Berdasarkan analisis ABC investasi, terdapat 13 jenis (9,09%) obat generik

yang tergolong kelompok A, yaitu dengan penggunaan anggaran sebesar

69,44% dari total penggunaan anggaran obat generik, 25 jenis (17,48%)

obat generik yang tergolong kelompok B, yaitu dengan penggunaan

anggaran sebesar 20,19% dari total penggunaan anggaran obat generik dan

105 jenis (73,43%) obat generik yang tergolong kelompok C, yaitu dengan

penggunaan anggaran sebesar 10,37% dari total penggunaan anggaran obat

generik.

3. Berdasarkan metode Economic Order Quantity (EOQ), jumlah pemesanan

optimum untuk 13 obat generik yang termasuk kelompok A bervariasi mulai

dari 10-301 item.


14

4. Berdasarkan metode Reorder Point (ROP) diperoleh titik pemesanan

kembali/waktu pemesanan kembali untuk 13 obat generik yang termasuk

kelompok A bervariasi mulai dari 1-25 item.

B. Saran

1. Perlu dibentuk KFT (Komite Farmasi Terapi) agar dapat meyusun

formularium sebagai dasar penyusunan kebutuhan obat di Gudang Farmasi RS

Islam Asshobirin

2. Perlu dibuat perencanaan obat setiap tahunnya terutama untuk obat yang

termasuk kelompok A sehingga bagian manajemen dapat mempersiapkan

anggaran keuangan yang sesuai.

3. Perlu penyesuaian sistem informasi untuk dapat menghasilkan informasi

mengenai jumlah penggunaan setiap obat baik perbulan, triwulan, semester

atau tahunan, agar memudahkan dalam menyusun kebutuhan persediaan obat.

4. Perlu diterapkan metode analisis ABC dalam menetapkan jenis obat yang

akan disediakan untuk memberikan prioritas yang berbeda terhadap setiap

kelompok obat, serta diterapkan metode EOQ dan ROP untuk menghindari

terjadinya kekosongan obat dan pembelian cito.


DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga. 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: UI-
Press

Ahyari, Agus. 1987. Manajemen Produksi Pengendalian Produksi. Yogyakarta:


BPFE

American Hospotal Association. 2011. AHA Survey on Drug Shortages. America

Anief, Moh. 2001. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi Edisi 4. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang: Binarupa


Aksara

Ballou, Ronald H. 1997. Business Logistics-Importance and Some Research


Opportunities. Cleveland: Weatherhead School of Management Case Western
Reserve University

Biro Perencanaan dan anggaran Sekretaris Jenderal Kemenkes RI. 2013. Kebijakan
Perencanaan Program Kesehatan. Bandung

Blanchard, B.S. 2004. Logistical Engineering and Management 6th ed. New Jersey:
Pearson Prentice Hall

Bowersox, Donald. J. 1995. Manajemen Logistik 1. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Bowersox, Donald. J. 2004. Manajemen Logistik 2. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Bowersox, D.J, Closs, David. J dan Cooper, M.Bixby. 2010. Supply Chain Logistics
Management. New York: Mc Graw - Hill Company

Buffa, E. S. 1997. Manajemen Produksi/Operasi 2. Jakarta: Erlangga

Devnani,M, Gupta, A.K, dan Nigah.R. 2010. ABC and VED Analysis of the
Pharmacy Store of a Tertiary Care Teaching, Research and Referral Healthcare
Institute of India. Chandigarh: Post Graduate Institute of Medicine Education and
Research (PGIMER)
Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kememkes RI. 2010. Pedoman
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit

Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat

Johns, D.T dan Harding, H.A. 2001. Manajemen Operasi untuk Meraih Keunggulan
Kompetitif. Jakarta: PPM

Kepmenkes RI Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kemenkes


Tahun 2010-2014

Kepmenkes RI Nomor 092/Menkes /SKII/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat


Generik Tahun 2012

Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan


Farmasi Rumah Sakit

Mulyardewi, Insan. 2010. Analisis Perencanaan dan Pengendalian Obat di RSU


Zahirah Jakarta. Depok: Tesis. UI

Nadia, Frita. 2012. Analisis Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di Gudang


Medik Rumah Sakit Puri Cienere Tahun 2011. Depok: Skripsi. UI

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK. 02/02/Menkes/068/I/2010 tentang


Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah

Profil RS Islam Asshobirin 2012

Rangkutty, F. 1996, Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada

Sabarguna, Boy. S. 2004. Manajemen Operasional Rumah Sakit (MORS).


Yogyakarta: Konsorsium RSI Jateng-DIY

Sabarguna, Boy. S. 2005. Logistik Rumah Sakit dan Teknik Efisiensi. Yogyakarta:
Konsorsium RSI Jateng – DIY

Sabarguna, Boy. S. 2009. Buku Pegangan Mahasiswa Manajemen Rumah Sakit.


Jakarta: Sagung Seto

Seto, Soerjono., Nita. Yunita., Triana, Lily. 2004. Manajemen Farmasi. Surabaya:
Airlangga University Press
Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta : UI-Press

Siregar, Charles. JP dan Amalia, Lia. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan
Penerapan. Jakarta: EGC

Subagya, M,S. 1994, Manajemen Logistik. Jakarta: CV Haji Masagung

Suciati, Susi dan Adisasmito, Wiku. 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan
ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Depok: Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan Vol 09. Nomor 1. UI

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D). Bandung: Alfabeta

Sumayang, Lalu. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta:


Salemba Empat

Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit

Valerie, Carien. S. 2011. Perbandingan Metode EOQ (Economic Order Quantity)


dan JIT (Just In Time) terhadap Efisiensi Biaya Persediaan dan Kinerja Non-
Keuangan (Studi Kasus Pada PT Indoto Tirta Mulia). Jurnal Akuntansi.
Universitas Kristen Maranatha

Wahjuni, Sri.P dan Suryawati, Sri. 1998. Dampak Penerapan Metode Economic
Order Quantity (EOQ) terhadap nilai persediaan obat di Instalasi Farmasi
RSUD DR Moewardi Surakarta. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.Vol 1.
FK-UGM

PT.Telkom. 2013. Telkom Lokal. Diakses dari situs www.telkom.co.id


LAMPIRAN
Lampiran 3

PEDOMAN WAWANCARA

A. Pengendalian Persediaan

1. Bagaimana penentuan kebutuhan persediaan obat yang diterapkan di Gudang


Farmasi RS Islam Asshobirin?

2. Siapa saja yang terlibat dalam perencanaan kebutuhan persediaan obat di


Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin?

3. Metode apa yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan persediaan obat di


Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin? Mengapa menggunakan metode
tersebut?

4. Apa saja yang harus diperhatikan / dipertimbangkan ketika membuat


perencanaan kebutuhan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin?

5. Bagaimana pengendalian persediaan obat yang diterapkan di Gudang Farmasi


RS Islam Asshobirin?

6. Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian persediaan obat di Gudang


Farmasi RS Islam Asshobirin?

7. Apakah ada metode yang digunakan dalam pengendalian persediaan obat di


Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin?

8. Bagaimana sistem pencatatan persediaan obat di Gudang Farmasi RS Islam


Asshobirin?

9. Apakah dilakukan stock opname? Bagaimana pelaksanaannya? Dan apakah


ada periode khusus untuk melaksanakan?

10. Ada kartu stok? Dimana? Kapan dilakukan pencatatan di kartu stok?
11. Dalam pengendalian persediaan apakah ada kebijkan mengenai besar stok
minimum, maksimum dan safety stock?

12. Apakah Pernah mengalami stockout /over stock di Gudang Farmasi RS Islam
Asshobirin? Apa penyebabnya?

13. Upaya / solusi apa yang dilakukan jika kedua hal tersebut terjadi?

14. Bagaimana Anggaran dari RS untuk instalasi farmasi dan bagaimana


penggunaannya?

15. Siapa saja yang terliat dalam penganggaran obat di Instalasi Farmasi?

16. Laporan apa saja yang dilaporkan oleh Ka. Instalasi Farmasi kepada Ka.
Penunjang Medik?

17. Laporan apa saja yang dilaporkan kepada Bagian Keuangan?

18. Bagaimana kendala yang ditemui dalam melakukan pengendalian persediaan


obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin?

B. Jenis persediaan obat

1. Bagaimana menentukan jenis obat yang harus disediakan di Gudang Farmasi


RS Islam Asshobirin? Berdasarkan apa?

2. Apakah ada klasifikasi jenis obat di di Gudang Farmasi RS Islam


Asshobirin? Pernahkah dilakukan analisis ABC?

3. Bagaimana kendala dalam menentukan jenis persediaan di Gudang Farmasi


RS Islam Asshobirin? Apa solusi selama ini?

C. Jumlah Pemesanan

1. Bagaimana menentukan jumlah pemesanan obat di gudang farmasi RS Islam


Asshobirin?
2. Apa saja yang mempengaruhi jumlah pemesanan obat di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin?

3. Pemesanan dilakuakan lewat apa? Berapa waktu yang dibutuhkan dalam


pemesanan?

4. Untuk administrasi, apa saja yang digunakan oleh bagian gudang dalam
melakukan pemesanan?

5. Bagaimana kendala dalam menentukan jumlah pemesanan di Gudang


Farmasi RS Islam Asshobirin? Apa solusi yang dilakukan selama ini?

D. Waktu pemesanan

1. Kapan jadwal pembelian atau pemesanan dilakukan di Gudang Farmasi RS


Islam Asshobirin? Bagaimana menentukan waktu pemesanan untuk setiap
jenis obat?

2. Berapa lead time pemesanan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin?

3. Bagaimana kendala dalam menentukan waktu pemesanan di Gudang


Farmasi RS Islam Asshobirin? Apa solusi yang dilakukan selama ini?
Lampiran
PEDOMAN TELAAH DOKUMEN

Profil RS Islam Asshobirin

Struktur organisasi RS Islam Asshobirin dan Instalasi Farmasi RS Islam Asshobirin


Standar Operational Prosedur kegiatan Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin

Uraian tugas Kepala Instalasi Farmasi dan Staf Gudang Instalasi Farmasi RS Islam Asshobirin
Pembelian obat ke apotik luar RS Islam Asshobirin (cito)

Pembelian obat tahun 2012

Pengeluaran/pengiriman obat ke apotik tahun 2012

Stock Opname obat

Surat Pemesanan obat


Lampiran

Tabel Kelompok Obat Generik berdasarkan Analisis ABC

Pemakaian Tahun 2012


Jumlah Persentase Persentase Kelompok
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Kumulatif Obat
(%) (%)
1 Ranitidin 150 mg Tablet 15.050 6,98 6,98 A
2 Donperidon tab isi 100 Tablet 11.500 5,33 12,31 A
3 As. Mefenamat 500 caps Kaplet 11.300 5,24 17,55 A
4 Cefadroxil 500 mg cap Kapsul 9.030 4,19 21,74 A
5 Ranitidin inj isi 25 Ampul 8.400 3,89 25,63 A
6 Metformin 500 mg Tablet 7.600 3,52 29,15 A
7 Amoxycillin 500 mg tab Kaplet 7.400 3,43 32,59 A
8 Ceftriaxone 1 gr inj Vial 6.770 3,14 35,72 A
9 Parasetamol strip Tablet 5.700 2,64 38,37 A
10 Glibenklamid tab Tablet 5.300 2,46 40,82 A
11 Captopril 25 mg tab Tablet 5.200 2,41 43,23 A
12 Captopril 12,5 mg tab Tablet 5.100 2,36 45,60 A
13 Isosorbid Dinitrat (ISDN) Tablet 5.000 2,32 47,92 A
14 Omeprazole 20 mg Kapsul 4.700 2,18 50,10 A
15 Pyrazinamide 500 mg Tablet 4.700 2,18 52,28 A
16 Ciprofloxacin 500 mg Tablet 4.595 2,13 54,41 A
17 Rifampicin 450 mg Tablet 4.400 2,04 56,45 A
18 Prednison tab Tablet 4.000 1,85 58,30 A
19 RL widatra Botol 3.375 1,56 59,87 A
20 Allupurinol 100 mg tab Tablet 2.900 1,34 61,21 A
21 Cefixime 100 mg tab tablet 2.600 1,21 62,42 A
22 Amlodipine 5 mg tab Tablet 2.590 1,20 63,62 A
Jumlah Persentase Persentase Kelompok
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Kumulatif Obat
(%) (%)
23 Amlodipine 10 mg tab Tablet 2.400 1,11 64,73 A
24 Simvastatin Tablet 2.370 1,10 65,83 A
25 Cetirizine 10 mg cap Tablet 2.131 0,99 66,82 A
26 Methylprednisolon 4 mg Tablet 2.100 0,97 67,79 A
27 Alprazolam 0,5 mg tab Tablet 2.000 0,93 68,72 A
28 CTM tab Tablet 2.000 0,93 69,64 A
29 INH 300 mg Tablet 2.000 0,93 70,57 B
30 Codein 10 mg tab Tablet 2.000 0,93 71,50 B
31 Vit B 6 Tablet 2.000 0,93 72,43 B
32 Co-Amoxiclave 625 mg tab Tablet 1.920 0,89 73,32 B
35 Ethambutol 500 Tablet 1.860 0,86 75,94 B
36 Kalium Diklofenak 50 Tablet 1.850 0,86 76,80 B
37 Digoxine 0,25 tab Tablet 1.800 0,83 77,63 B
38 Piroxicam 10 mg isi 120 Tablet 1.800 0,83 78,47 B
39 Nolipo/Lincomysin 500 mg Kapsul 1.600 0,74 79,21 B
40 Bisoprolol 5 mg tab Tablet 1.520 0,70 79,91 B
41 Piroxicam 20 Tablet 1.440 0,67 80,58 B
42 Meloxicam 7,5 mg Tablet 1.400 0,65 81,23 B
43 Furosemide 40 Tablet 1.325 0,61 81,85 B
44 Lidocain 2% inj Ampul 1.320 0,61 82,46 B
45 Cefotaxim 1 gr inj Vial 1.236 0,57 83,03 B
46 Dexamethason inj Ampul 1.220 0,57 83,60 B
47 Antalgin 500 mg tab strip Tablet 1.200 0,56 84,15 B
48 DMP tab Tablet 1.200 0,56 84,71 B
49 Salbutamol 2 mg Tablet 1.200 0,56 85,27 B
Persentase
Jumlah Persentase Kelompok
No Nama Obat Generik Satuan Kumulatif
pemakaian (%) Obat
(%)
50 Levofloxacin 500 mg Tablet 1.160 0,54 85,80 B
51 Natrium Diklofenac 50 mg Tablet 1.150 0,53 86,34 B
52 Furosemide inj Ampul 1.125 0,52 86,86 B
53 Meloxicam 15 mg Tablet 1.080 0,50 87,36 B
54 Acyclovir 400 mg tab Tablet 1.050 0,49 87,85 B
55 Vit C 50 mg tab Tablet 1.000 0,46 88,31 B
56 Kalk 500 Tablet 1.000 0,46 88,77 B
57 Rifampicin 600 mg Kaplet 1.000 0,46 89,24 B
58 Rifampicin 300 mg Kapsul 900 0,42 89,65 B
59 Piracetam 1 gr Ampul 855 0,40 90,05 C
60 Ofloxacin 400 mg Tablet 800 0,37 90,42 C
61 Metronidazole 500 mg Tablet 700 0,32 90,75 C
62 Ofloxacin 200 mg Tablet 700 0,32 91,07 C
63 Salbutamol 4 mg Tablet 700 0,32 91,39 C
64 Tramadol 50 mg Tablet 700 0,32 91,72 C
65 Antasida syr Botol 668 0,31 92,03 C
66 Metronidazol Fresenius Botol 640 0,30 92,33 C
67 Dimenhydrinate 50 mg Tablet 600 0,28 92,60 C
68 Haloperidol 1,5 Tablet 600 0,28 92,88 C
69 Haloperidol 5 Tablet 600 0,28 93,16 C
70 Natrium Diklofenac 25 mg Tablet 600 0,28 93,44 C
71 Nifedin 10 mg Tablet 600 0,28 93,72 C
72 Propanolol 10 mg Tablet 600 0,28 93,99 C
73 Clindamycin 150 mg Kapsul 550 0,26 94,25 C
74 Ketokonazole 200 tab Tablet 550 0,26 94,50 C
Persentase
Jumlah Persentase Kelompok
No Nama Obat Generik Satuan Kumulatif
pemakaian (%) Obat
(%)
75 NaCl 500 ml Widatra Botol 510 0,24 94,74 C
76 Aminophylline 200 mg tab Tablet 500 0,23 94,97 C
77 Amitripyline 25 mg tab Tablet 500 0,23 95,20 C
78 Clindamycin 300 mg Kapsul 500 0,23 95,44 C
79 Propanolol 40 mg Tablet 500 0,23 95,67 C
80 Methylprednisolon inj Vial 499 0,23 95,90 C
81 Gentamycin inj Ampul 491 0,23 96,13 C
82 Piracetam 3 gr Ampul 454 0,21 96,34 C
83 Allopurinol 300 mg tab Tablet 400 0,19 96,52 C
84 Folic Acid Tablet 400 0,19 96,71 C
85 Dexamethason 0,5 mg tab strip Tablet 400 0,19 96,89 C
86 Vit K Inj 3 Ampul 400 0,19 97,08 C
87 Ambroxol syr Botol 399 0,18 97,26 C
88 Cefixime syr 60 ml Botol 377 0,17 97,44 C
89 Piracetam 1200 Tablet 360 0,17 97,61 C
90 Lansoprazole 30 mg Kapsul 350 0,16 97,77 C
91 Methylprednisolon 16 mg Tablet 330 0,15 97,92 C
92 Acyclovir 200 mg tab Tablet 300 0,14 98,06 C
93 Clobazam Tablet 300 0,14 98,20 C
94 Codein 20 mg tab Tablet 250 0,12 98,32 C
95 Paracetamol syr Botol 220 0,10 98,42 C
96 Ketorolac inj 30 mg Ampul 213 0,10 98,52 C
97 Doxyciclin 100 cap Kapsul 200 0,09 98,61 C
98 Glimepiride 2 mg Tablet 200 0,09 98,70 C
99 Ibupruffen 400 mg Tablet 200 0,09 98,79 C
Persentase
Jumlah Persentase Kelompok
No Nama Obat Generik Satuan Kumulatif
pemakaian (%) Obat
(%)
100 Loratadin Tablet 200 0,09 98,89 C
101 Oralit 200 ml Bungkus 200 0,09 98,98 C
102 Thyamfenicol 500 mg Kapsul 200 0,09 99,07 C
103 Gentamycin cr Tube 182 0,08 99,16 C
104 Dextrose 5% 100 cc Botol 151 0,07 99,23 C
105 Atropine inj 0,25 ml Ampul 120 0,06 99,28 C
106 Tramadol inj Ampul 120 0,06 99,34 C
107 MGSO4 40% Vial 116 0,05 99,39 C
108 Acyclovir cream 5 gr Tube 111 0,05 99,44 C
109 Amoxicillin syr Botol 101 0,05 99,49 C
110 Carbamazepin 200 mg tab Tablet 100 0,05 99,54 C
111 Dextrose 40 % 25 cc Ampul 93 0,04 99,58 C
112 Aminophylline inj Ampul 90 0,04 99,62 C
113 Miconazole 2 % cr Tube 90 0,04 99,66 C
114 Cefadroxil 125 mg syr Botol 87 0,04 99,70 C
115 Glimepiride 1 mg Tablet 80 0,04 99,74 C
116 Ceftazidime 1 gr inj Vial 75 0,03 99,78 C
117 Hydrocortison cr 2,5 % Tube 57 0,03 99,80 C
118 Glimepiride 3 mg tab Tablet 50 0,02 99,83 C
119 Glimepiride 4 mg Tablet 50 0,02 99,85 C
120 Cetirizine 5 mg syr 60 ml Botol 48 0,02 99,87 C
121 Hydrocortison 1% kalbe Tube 46 0,02 99,89 C
122 Donperidon syr 60 ml Botol 38 0,02 99,91 C
123 Ibuprofen forte 200 mg syr Botol 38 0,02 99,93 C
124 Ibuprofen 100 mg syr Botol 33 0,02 99,94 C
Persentase
Jumlah Persentase Kelompok
No Nama Obat Generik Satuan Kumulatif
pemakaian (%) Obat
(%)
125 Dextrose 10% Botol 25 0,01 99,95 C
126 Neo-K/Vit K1 Inj Ampul 25 0,01 99,97 C
127 Natrium Phenitoin Inj Ampul 20 0,01 99,98 C
128 Cotrimoxazol syr Botol 15 0,01 99,98 C
129 Paracetamol drops Botol 11 0,01 99,99 C
130 GG 100 mg Tablet 10 0,00 99,99 C
131 Morphin 10 mg inj Ampul 10 0,00 100,00 C
132 DMP syr Botol 7 0,00 100,00 C
133 Antasida doen tab Tablet - 0,00 100,00 C
134 Diazepam 2 mg tab Tablet - 0,00 100,00 C
135 Diazepam 5 mg tab Tablet - 0,00 100,00 C
136 Epinephrin inj 0,1 % Ampul - 0,00 100,00 C
137 Ibupruffen 200 mg Tablet - 0,00 100,00 C
138 INH 100 mg Tablet - 0,00 100,00 C
139 MGSO4 20% Vial - 0,00 100,00 C
140 Metformin 850 mg Tablet - 0,00 100,00 C
141 Piracetam tablet 400 mg Tablet - 0,00 100,00 C
142 Piracetam tablet 800 mg Tablet - 0,00 100,00 C
143 Spiramycin 500 mg Tablet - 0,00 100,00 C
Lampiran 8

Tabel Kelompok Obat Generik berdasarkan Analisis ABC Investasi Tahun 2012

Jumlah Harga Nilai Persentase Kelompok


Persentase
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
1 Ceftriaxone 1 gr inj Vial 6.770 7.813 52.894.010 20,67 20,67 A
2 Ranitidin inj isi 25 Ampul 8.400 2.334 19.605.600 7,66 28,33 A
3 Metronidazol Fresenius Botol 640 26.818 17.163.520 6,71 35,03 A
4 RL widatra Botol 3.375 4.727 15.953.625 6,23 41,27 A
5 Methylprednisolon inj Vial 499 30.500 15.219.500 5,95 47,21 A
6 Cefixime syr 60 ml Botol 377 27.473 10.357.321 4,05 51,26 A
7 Co-Amoxiclave 625 mg tab Tablet 1.920 4.591 8.814.720 3,44 54,70 A
8 Cefotaxim 1 gr inj Vial 1.236 6.300 7.786.800 3,04 57,75 A
9 Piracetam 3 gr Ampul 454 15.550 7.059.700 2,76 60,50 A
10 Cefadroxil 500 mg cap Kapsul 9.030 764 6.898.920 2,70 63,20 A
11 Nolipo/Lincomysin 500 mg Kapsul 1.600 3.785 6.056.000 2,37 65,56 A
12 Cefixime 100 mg tab tablet 2.600 2.175 5.655.000 2,21 67,77 A
13 Piracetam 1 gr Ampul 855 5.000 4.275.000 1,67 69,44 A
14 Donperidon tab isi 100 Tablet 11.500 367 4.220.500 1,65 71,09 B
Jumlah Harga Nilai Persentase Kelompok
Persentase
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
15 Amlodipine 10 mg tab Tablet 2.400 1.539 3.693.600 1,44 72,54 B
16 Bisoprolol 5 mg tab Tablet 1.520 2.111 3.208.720 1,25 73,79 B
17 Ranitidin 150 mg Tablet 15.050 200 3.010.000 1,18 74,97 B
18 Rifampicin 450 mg Tablet 4.400 600 2.640.000 1,03 76,00 B
19 Ketorolac inj 30 mg Ampul 213 12.150 2.587.950 1,01 77,01 B
20 Amoxycillin 500 mg tab Kaplet 7.400 336 2.486.400 0,97 77,98 B
21 Antasida syr Botol 668 3.500 2.338.000 0,91 78,89 B
22 Ceftazidime 1 gr inj Vial 75 30.780 2.308.500 0,90 79,80 B
23 NaCl 500 ml Widatra Botol 510 4.455 2.272.050 0,89 80,68 B
24 Amlodipine 5 mg tab Tablet 2.590 873 2.261.070 0,88 81,57 B
25 Dexamethason inj Ampul 1.220 1.818 2.217.960 0,87 82,43 B
26 Furosemide inj Ampul 1.125 1.871 2.104.875 0,82 83,26 B
27 Gentamycin inj Ampul 491 3.557 1.746.487 0,68 83,94 B
28 Omeprazole 20 mg Kapsul 4.700 371 1.743.700 0,68 84,62 B
29 Ciprofloxacin 500 mg Tablet 4.595 363 1.667.985 0,65 85,27 B
30 As. Mefenamat 500 caps Kaplet 11.300 141 1.593.300 0,62 85,89 B
Jumlah Harga Nilai Persentase Kelompok
Persentase
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
31 Lidocain 2% inj Ampul 1.320 1.032 1.362.240 0,53 86,43 B
32 Metformin 500 mg Tablet 7.600 165 1.254.000 0,49 86,92 B
33 Levofloxacin 500 mg Tablet 1.160 1.049 1.216.840 0,48 87,39 B
34 Ambroxol syr Botol 399 3.000 1.197.000 0,47 87,86 B
35 Kalium Diklofenak 50 Tablet 1.850 644 1.191.400 0,47 88,32 B
36 Meloxicam 15 mg Tablet 1.080 1.090 1.177.200 0,46 88,78 B
37 Simvastatin Tablet 2.370 466 1.104.420 0,43 89,22 B
38 Alprazolam 0,5 mg tab Tablet 2.000 532 1.064.000 0,42 89,63 B
39 Pyrazinamide 500 mg Tablet 4.700 213 1.001.100 0,39 90,02 C
40 Ethambutol 500 Tablet 1.860 521 969.060 0,38 90,40 C
41 Meloxicam 7,5 mg Tablet 1.400 629 880.600 0,34 90,75 C
42 Natrium Phenitoin Inj Ampul 20 43.971 879.420 0,34 91,09 C
43 Dextrose 5% 100 cc Botol 151 5.700 860.700 0,34 91,43 C
44 Cetirizine 10 mg cap Tablet 2.131 400 852.400 0,33 91,76 C
45 Methylprednisolon 4 mg Tablet 2.100 401 842.100 0,33 92,09 C
46 Rifampicin 600 mg Kaplet 1.000 839 839.000 0,33 92,42 C
Jumlah Harga Nilai Persentase Kelompok
Persentase
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
47 Codein 10 mg tab Tablet 2.000 388 776.000 0,30 92,72 C
48 Tramadol inj Ampul 120 5.820 698.400 0,27 92,99 C
49 Captopril 25 mg tab Tablet 5.200 125 650.000 0,25 93,25 C
50 Cefadroxil 125 mg syr Botol 87 7.455 648.585 0,25 93,50 C
51 Ofloxacin 400 mg Tablet 800 793 634.400 0,25 93,75 C
52 Acyclovir 400 mg tab Tablet 1.050 573 601.650 0,24 93,98 C
53 Aminophylline inj Ampul 90 6.653 598.770 0,23 94,22 C
54 Parasetamol strip Tablet 5.700 95 541.500 0,21 94,43 C
55 Vit K Inj 3 Ampul 400 1.318 527.200 0,21 94,63 C
56 MGSO4 40% Vial 116 4.363 506.108 0,20 94,83 C
57 Paracetamol syr Botol 220 2.089 459.580 0,18 95,01 C
58 Cetirizine 5 mg syr 60 ml Botol 48 9.491 455.568 0,18 95,19 C
59 Rifampicin 300 mg Kapsul 900 504 453.600 0,18 95,37 C
60 Isosorbid Dinitrat (ISDN) Tablet 5.000 88 440.000 0,17 95,54 C
61 Donperidon syr 60 ml Botol 38 11.500 437.000 0,17 95,71 C
62 Lansoprazole 30 mg Kapsul 350 1.229 430.150 0,17 95,88 C
Jumlah Harga Nilai Persentase Kelompok
Persentase
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
63 Piracetam 1200 Tablet 360 1.176 423.360 0,17 96,04 C
64 Captopril 12,5 mg tab Tablet 5.100 82 418.200 0,16 96,21 C
65 Ofloxacin 200 mg Tablet 700 536 375.200 0,15 96,35 C
66 Methylprednisolon 16 mg Tablet 330 1.063 350.790 0,14 96,49 C
67 Allupurinol 100 mg tab Tablet 2.900 120 348.000 0,14 96,63 C
68 Glibenklamid tab Tablet 5.300 65 344.500 0,13 96,76 C
69 Clindamycin 300 mg Kapsul 500 684 342.000 0,13 96,89 C
70 Amoxicillin syr Botol 101 3.360 339.360 0,13 97,03 C
71 Nifedin 10 mg Tablet 600 515 309.000 0,12 97,15 C
72 Gentamycin cr Tube 182 1.668 303.576 0,12 97,27 C
73 Acyclovir cream 5 gr Tube 111 2.725 302.475 0,12 97,38 C
74 Neo-K/Vit K1 Inj Ampul 25 11.000 275.000 0,11 97,49 C
75 Glimepiride 2 mg Tablet 200 1.303 260.600 0,10 97,59 C
76 Clobazam Tablet 300 864 259.200 0,10 97,69 C
77 Clindamycin 150 mg Kapsul 550 463 254.650 0,10 97,79 C
78 Miconazole 2 % cr Tube 90 2.727 245.430 0,10 97,89 C
Jumlah Harga Nilai Persentase Kelompok
Persentase
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
79 Digoxine 0,25 tab Tablet 1.800 130 234.000 0,09 97,98 C
80 Prednison tab Tablet 4.000 57 228.000 0,09 98,07 C
81 Natrium Diklofenac 50 mg Tablet 1.150 198 227.700 0,09 98,16 C
82 Ambroxol 30 mg tab Tablet 1.900 114 216.600 0,08 98,24 C
83 Codein 20 mg tab Tablet 250 864 216.000 0,08 98,33 C
84 Tramadol 50 mg Tablet 700 300 210.000 0,08 98,41 C
85 Ketokonazole 200 tab Tablet 550 373 205.150 0,08 98,49 C
86 Dextrose 40 % 25 cc Ampul 93 2.091 194.463 0,08 98,57 C
87 INH 300 mg Tablet 2.000 88 176.000 0,07 98,63 C
88 Antalgin 500 mg tab strip Tablet 1.200 135 162.000 0,06 98,70 C
89 Hydrocortison 1% kalbe Tube 46 3.400 156.400 0,06 98,76 C
90 Ibuprofen forte 200 mg syr Botol 38 4.087 155.306 0,06 98,82 C
91 Hydrocortison cr 2,5 % Tube 57 2.708 154.356 0,06 98,88 C
92 Metronidazole 500 mg Tablet 700 200 140.000 0,05 98,93 C
93 Atropine inj 0,25 ml Ampul 120 1.149 137.880 0,05 98,99 C
94 Piroxicam 10 mg isi 120 Tablet 1.800 76 136.800 0,05 99,04 C
Jumlah Harga Nilai Persentase Kelompok
Persentase
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
95 Piroxicam 20 Tablet 1.440 95 136.800 0,05 99,10 C
96 Dextrose 10% Botol 25 5.206 130.150 0,05 99,15 C
97 Furosemide 40 Tablet 1.325 93 123.225 0,05 99,19 C
98 Glimepiride 4 mg Tablet 50 2.369 118.450 0,05 99,24 C
99 Thyamfenicol 500 mg Kapsul 200 559 111.800 0,04 99,28 C
100 Acyclovir 200 mg tab Tablet 300 353 105.900 0,04 99,33 C
101 Ibuprofen 100 mg syr Botol 33 3.179 104.907 0,04 99,37 C
102 Morphin 10 mg inj Ampul 10 9.545 95.450 0,04 99,40 C
103 Natrium Diklofenac 25 mg Tablet 600 152 91.200 0,04 99,44 C
104 Salbutamol 2 mg Tablet 1.200 76 91.200 0,04 99,48 C
105 Allopurinol 300 mg tab Tablet 400 223 89.200 0,03 99,51 C
106 Glimepiride 3 mg tab Tablet 50 1.777 88.850 0,03 99,55 C
107 Oralit 200 ml Bungkus 200 364 72.800 0,03 99,57 C
108 THX 2 mg Tablet 1.900 37 70.300 0,03 99,60 C
109 Haloperidol 5 Tablet 600 111 66.600 0,03 99,63 C
110 Salbutamol 4 mg Tablet 700 89 62.300 0,02 99,65 C
Jumlah Harga Nilai Persentase Kelompok
Persentase
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
111 Loratadin Tablet 200 303 60.600 0,02 99,67 C
112 Glimepiride 1 mg Tablet 80 691 55.280 0,02 99,70 C
113 Propanolol 40 mg Tablet 500 110 55.000 0,02 99,72 C
114 Amitripyline 25 mg tab Tablet 500 109 54.500 0,02 99,74 C
115 Cotrimoxazol syr Botol 15 3.596 53.940 0,02 99,76 C
116 Paracetamol drops Botol 11 4.795 52.745 0,02 99,78 C
117 Dimenhydrinate 50 mg Tablet 600 87 52.200 0,02 99,80 C
118 Aminophylline 200 mg tab Tablet 500 103 51.500 0,02 99,82 C
119 Kalk 500 Tablet 1.000 47 47.000 0,02 99,84 C
120 Doxyciclin 100 cap Kapsul 200 230 46.000 0,02 99,86 C
121 Haloperidol 1,5 Tablet 600 75 45.000 0,02 99,88 C
122 CTM tab Tablet 2.000 22 44.000 0,02 99,89 C
123 DMP tab Tablet 1.200 36 43.200 0,02 99,91 C
124 Propanolol 10 mg Tablet 600 70 42.000 0,02 99,93 C
125 Ibupruffen 400 mg Tablet 200 186 37.200 0,01 99,94 C
126 Dexamethason 0,5mg tab Tablet 400 79 31.600 0,01 99,95 C
Jumlah Harga Nilai Persentase Kelompok
Persentase
No Nama Obat Generik Satuan Pemakaian Obat Investasi Kumulatif Obat
(Rp) (Rp) (%) (%)
127 Vit C 50 mg tab Tablet 1.000 29 29.000 0,01 99,96 C
128 Vit B 6 Tablet 2.000 13 26.000 0,01 99,97 C
129 Folic Acid Tablet 400 62 24.800 0,01 99,98 C
130 Carbamazepin 200 mg tab Tablet 100 224 22.400 0,01 99,99 C
131 DMP syr Botol 7 2.605 18.235 0,01 100,00 C
132 GG 100 mg Tablet 10 24 240 0,00 100,00 C
133 Antasida doen tab Tablet - 28 - 0,00 100,00 C
134 Diazepam 2 mg tab Tablet - 29 - 0,00 100,00 C
135 Diazepam 5 mg tab Tablet - 35 - 0,00 100,00 C
136 Epinephrin inj 0,1 % Ampul - 2.950 - 0,00 100,00 C
137 Ibupruffen 200 mg Tablet - 105 - 0,00 100,00 C
138 INH 100 mg Tablet - 37 - 0,00 100,00 C
139 MGSO4 20% Vial - 2.787 - 0,00 100,00 C
140 Metformin 850 mg Tablet - 360 - 0,00 100,00 C
141 Piracetam tablet 400 mg Tablet - 410 - 0,00 100,00 C
142 Piracetam tablet 800 mg Tablet - 730 - 0,00 100,00 C
143 Spiramycin 500 mg Tablet - 1.218 - 0,00 100,00 C
Lampiran
Tabel Perhitungan EOQ Obat Generik Tahun 2012

Jumlah Biaya Biaya Frekuensi


No Nama Obat Pemakaian Pemesanan Penyimpanan EOQ Pemesanan
Tahunan (Rp) (Rp) (kali)
1 Ceftriaxone 1 gr inj 6.770 995 2.031 81 83
2 Ranitidin inj isi 25 8.400 995 607 166 51
3 Metronidazol Fresenius 640 995 6.973 14 46
4 RL widatra 3.375 995 1.229 74 46
5 Methylprednisolon inj 499 995 7.930 11 46
6 Cefixime syr 60 ml 377 995 7.143 10 38
7 Co-Amoxiclave 625 mg tab 1.920 995 1.194 57 34
8 Cefotaxim 1 gr inj 1.236 995 1.638 39 32
9 Piracetam 3 gr 454 995 4.043 15 31
10 Cefadroxil 500 mg cap 9.030 995 199 301 30
11 Nolipo/Lincomysin 500 mg 1.600 995 984 57 29
12 Cefixime 100 mg tab 2.600 995 566 96 28
13 Piracetam 1 gr 855 995 1.300 36 24
Lampiran
Tabel Perhitungan ROP Obat Generik Tahun 2012

Jumlah Jumlah Lead Target Safety


No Nama Obat Pemakaian Pemakaian Time Pencapaian Stock ROP
Tahunan Rata-rata (Hari)
1 Ceftriaxone 1 gr inj 6770 19 1 1,65 31 50
2 Ranitidin inj isi 25 8400 23 1 1,65 38 61
3 Metronidazol Fresenius 640 2 1 1,65 3 5
4 RL widatra 3375 9 1 1,65 15 24
5 Methylprednisolon inj 499 1 1 1,65 2 3
6 Cefixime syr 60 ml 377 1 1 1,65 2 3
7 Co-Amoxiclave 625 mg tab 1920 5 1 1,65 9 14
8 Cefotaxim 1 gr inj 1236 3 1 1,65 6 9
9 Piracetam 3 gr 454 1 1 1,65 2 3
10 Cefadroxil 500 mg cap 9030 25 1 1,65 41 66
11 Nolipo/Lincomysin 500 mg 1600 4 1 1,65 7 11
12 Cefixime 100 mg tab 2600 7 1 1,65 12 19
13 Piracetam 1 gr 855 2 1 1,65 4 6
Lampiran 6

Matriks Transkrip
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 2

1 Bagaimana penentuan Nah kalau untuk mengetahui Awal prosesnya, nanti apotik minta obat
kebutuhan persediaan kebutuhannya, itu rawat inap dan rawat yang istilahnya defekta, kita lihat di buku
obat yang diterapkan di jalan karena dia menginduk dari apotik, itu defekta misalnya apotik minta obat 100,
Gudang Farmasi RS kita pakai buku defekta. buku defekta itu kita punya 100 berarti sisa stok nya 0,
Islam Asshobirin? adalah isinya permintaan apotik ke gudang paling tidak kita harus order supaya di
farmasi, ini menggambarkan kebutuhan di gudang itu ada stok. Kalau obat nya tidak
rawat jalan dan rawat inap. ada di gudang, ya kita tidak kirim, misalnya
minta 100 kita sedang kosong, otomatis kita
Nah ini kan ada permitaannya, nanti kita
order. Jadi kalau sudah 0 kita pesan. Kalau
isi berapa yang dikirim. Jadi misalnya dia
yang ini minta 4 stok cuma 1, ya sudah kita
minta 20 kita kirim 20, ternyata stok itu
cuma kirim 1.
berlebih kita catat sisanya, misalnya
Fortidek minta 100 kita kirim 100, gudang Tergantung kebutuhan dari apotik saja, tapi
sisa 400. Tapi misalnya depan (apotik) ada resep baru dari dokter kita belum
minta 4 tapi gudang sedang kosong atau pernah menyediakan tapi dokter sering
minta 50 ternyata cuma ada 20 ya sudah meresepkan, ya kita sediakan obatnya.
kita kirim 20, berati sisa stok 0. Nah yang Nanti dicatat dulu di defekta bahwasannya
nol nol ini kita jadikan patokan pengadaan. dokter ini minta obat itu. Mau tidak mau
limit sebelum 0 kita sudah harus pesan tapi kita menyediakan apalagi kalau obatnya
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 2

kalau sudah 0 kita harus cito... Kalau sudah mulai sering diresepkan
amprahan itu ada bukunya, namanya buku
amprahan setiap ruangan ada buku nya
nanti dia datang kesini mengisi buku, lalu
kita sediakan, mereka ambil.

Nahhh kebutuhan apotik +amprahan itu


adalah kebutuhan instalasi farmasi.

2 Siapa saja yang terlibat Yang input adalah bagian gudang, seleksi Yang terlibat di perencanaan pembelian itu
dalam penentuan kebutuhan; kalau apoteker untuk apoteker, karena apoteker yang lebih
kebutuhan obat di menentukan kebutuhan akan dicari mengerti pesennya berapa, persediaan kita
Gudang Farmasi RS dimana, harga murah dan sebagaimya. seharusnya ada berapa, kalau staf gudang
Islam Asshobirin? hanya input saja. Kalau apoteker sedang
tidak ada staf gudang yang memesan, kalau
memang benar-benar obat itu dibutuhkan.

3 Metode apa yang Kalau perencanaan kita menggunakan Iya, biasanya tergantung jumlah pemakaian
digunakan dalam metode konsumsi, epidemiologi. dari apotik.
perencanaan/penentuan
kebutuhan obat di
Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin?
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 2

4 Apa saja yang perlu Kebutuhan unit itu tergantung permintaan unit, Jumlah permintaan apotik, obatnya
diperhatikan atau essensial dan non essensial. Jadi mana yang sering dipakai atau tidak, yaa..
dipertimbangkan dalam essensial itu yang kita utamakan dahulu, Kita permintaan dokter itu. misalnya yang
membuat kebutuhan obat ambilnya yang essensial nya itu harus tetap ada, sering disini aseptriason inj, itu kan
di Gudang Farmasi RS itu saja. Jadi pertimbangan dalam memesan itu lancar, ya stoknya harus banyak, tapi
Islam Asshobirin? yang fast moving sama esensial itu saja... kalau yang jarang itu kita sediakan
sedikit yang penting ada.

5 Bagaimana pengendaian Kalau pengendalian.. apa yaa,, pengendalian di Stok opname ada, jalannya sekali 6
persediaan obat yang RS itu kita hampir sama dengan proses bulan. Kalau kartu stok langsung di
diterapkan di Gudang pengawasan, kita ada namaya stock opname satu komputer. Kan kalau ada permintaan
Farmasi RS Islam tahun itu kita 2 kali stock opname. otomatis langsung terpotong stoknya,
Asshobirin?
Pengendalian di pengadaan kita harusnya tidak Buku defekta juga ada untuk
boleh lebih dari buffer stok. Tapi kan kita tidak permintaan apotik, jadi kalau ada
punya perhitungan buffer stock ya perkiraan saja, permintaan dicatat disini, yang kita
misalnya paracetamol itu kan fast moving kan, kirim ke apotik juga kita catat disini,
boleh banyak. Tapi tidak boleh banyak-banyak sisanya brapa jug dicatat.
juga. tapi obat yang jalannya pelan seperti
Meropenom inj ya kita hanya boleh stok 2 atau 3
itu sudah good sekali. Paling tidak untuk 1
pasien selama waktu periode penggunaan obat.
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 2

6 Siapa saja yang terlibat iya samaa.. pengendalian bagian gudang biasanya apoteker sama gudang.
dalam pengendalian sama apoteker juga..
persediaan obat di
Gudang Farmasi RS
Islam Asshobirin?

7 Ada metode khusus yang Kalau metode khusus tidak ada.. Metode apa yaa?? Kita tidak ada.
digunakan dalam
melakukan pengendalian
persediaan di Gudang
Farmasi RS Islam
Asshobirin?

8 Bagaimana sistem Stock opname itu utk melihat berapa Ya itu tadi, kartu stok, pencatatan setiap
pencatatan persediaan jumlah yang masih ada, apakah yang di membeli terdata di komputer. Dan dari
obat di Gudang Farmasi komputer sesuai dengan kondisi buku defekta kalau ada yang meminta ke
RS Islam Asshobirin? kenyataannya. Itu yang dilakukan 2 kali gudang.
dalam setahun.
Buku defekta itu permintaan apotik ke
Kalau kartu stok kita pakai komputer, jadi gudang, yang diminta berapa yang dikirim
prinsip RS itu lesspaper. Jadi sebisa berapa, sisa berapa dicatat disitu
mungkin mengurangi kertas yang dipakai.
Kita pakai komputer. Obat yang datang,
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 2

obat yang dikirim ke gudang di catat disitu.

Kita itu ada data manual juga namanya


buku defekta, buku defekta itu buku
pencatatan permintaan barang dari apotik
ke gudang farmasi

9 Apakah dilakukan stock Iya ada, itu yang dilakukan 2 kali dalam Ya setiap 6 bulan, kita hitung jumlah stok
opname? Bagaimana setahun itu. yang ada semua masing-masing obat
pelaksanaannya? sisanya berapa, yang di apotik juga di
hitung. Kalau ada yang mendekati
kadaluarsa kita lancarkan dulu, makanya
kan kita sistemnya ini FIFO dan FEFO
yang baru datang disimpan di belakang,
yang kita beli pertama harus lebih dulu kita
jual

10 Ada kartu stok? Kalau kartu fisiknya tidak ada karena kita Yaa.. Dari komputer saja tiap membeli
Bagaimana pakai pencatatan komputer, jadi setiap obat, tiap mengirim obat ke apotik langsung
pencatatannya? permintaan ada di komputer. Ya dari situ. terpotong disitu

11 Dalam pengendalian Stok minimum dan maksimum itu disini Stok maksimum minimum. Sebenarnya
persediaan apakah ada kita tidak pakai... Kita lebih berdasarkan seharusnya ada ya, tapi kita tidak berjalan,
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 2

kebijakan mengenai kepada anggaran. Tapi kita tidak dibatasi jadi kita hanya melihat fast moving dan
buffer stock, stok sekian, tidak.. slow moving nya saja. Yang agak lancar
minimum dan stok kita sediakan banyak yang tidak ya yang
Safety stock kita juga tidak pakai, yaa kan
maksimum? penting ada saja stoknya. Perkiraan saja,
sama seperti buffer stock kan. Coba kamu
kira-kira yang sering diresepkan stoknya
hitung pakai rumus.. sekarang begini, itu
lebih banyak
kalau kita hitung semua buffer stock stok
obatnya itu kan banyak itemnya. Belum
obat, alkes, cairan, bahan baku. Nah kita
tidak bisa hitung otomatis sistemnya.

12 Apakah pernah Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4


mengalami stockout/over
stock di Gudang Farmasi Kekosongan obat Ya pernah kosong, karena Kosong ya Kita dilock itu
RS Islam Asshobirin? disini ya sering,, itu dari distributotnya atau kadang karena sebenarnya
Apa penyebabnya? dari faktor pabrik lagi kosong juga, di-lock, itu karena emang
pembayaran obat yang paling kita cari persamaan karena dari kendala dana
terlambat otomatis nya gitu. Beda merk keuangan ya, pasien
kita dipending. misalnya paten kita ganti pembayarannya jamkesmas kan
Selain itu sama generik dulu. Selain agak terlambat. banyak,
unpredictable. Ketika itu bisa juga karena kita Trus bisa jadi pembayarannya
jumlah bed/pasien telat bayar kita di lock, ada karna kosong itu baru 3 bulan
sedang banyak,
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

otomatis pemesanan juga peningkatan pabrik dari 4 bulan, itu


obat juga banyak, tapi permintaan dari apotik, distributornya makanya kita
sebanyak-banyaknya atau penyakit musiman, tidak bisa bayar
itu biasanya ada sisa brati kita harus sedia pas jatuh tempo
obat, tapi penyakit banyak. karena uangnya
jelas macamnya masih di luar,
Kalau stok lebih tidak
sangat berbeda-beda di jamkesmas
pernah. kita sering
tiba-tiba ada TB tadi. Jadi
pakainya yang lancar,
semua.. tiba-tiba ada pembayaran
yang dipakai saja, yang
penyakit DBD semua.. tertunda. Tapi
permintaan dokter saja
yasudah itu kita butuh kita diberikan
berati yang emang butuh
obat banyak. Selain waktu jatuh
saja.
itu terkadang tempo rata-rata
produknya sebulah, jadi
discontinue, jadi agak longgar.
kadang di pabrik
kosong, karena kan
dia produksi ada
jadwalnya, tidak
selalu produksi. Jadi
kita rebutan pasar
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 2 Informan 3

13. Upaya solusi apa yang Jadi penanganan kita pesan Ya kalau memang kita yaaa tapi kita sebisa
dilakukan jika kedua hal cito itu. Alur cito itu kita sedang tidak ada mungkin harus cari.
tersebut terjadi? sama sebenarnya hanya saja persamaannya juga, ya kita Misalnya disini kita cari
kita tidak pakai SP, jadi kita pesan cito ke apotik atau ke ke distributor yang lain
langsung pesan entah itu di PBF juga bisa. Prosesnya atau kalau benar-benar
rumah sakit atau apotik, sama seperti memesan biasa butuh kita cari beli
langsung telepon jadi tidak cuma langsung cepat sampai langsung cito.. kita kan
pakai SP. Nanti kita kasih setelah dipesan tidak boleh tidak ada obat
faktur penerimaan, ada yang kan.. yaaa memang
berbentuk kuitansi, nota harganya tinggi.. tapi itu
pembelian, ya macam- resiko kita...
macam. Kalau cito, saya
telepon sekarang 15 sampai
20 menit sudah datang.
14 Bagaimana anggaran dari Informan 1 Informan 3 Informan 4
RS untuk instalasi
farmasi dan bagaimana Kita dianggarkan kalau anggaran itu yang lebih tau kalau penganggaran kita
penggunaannya? sekian, kita kelola bagian keuangan berapanya.. hmm.. tiap bulan, sesuaikan
untuk obat alkes tapi kalau penggunaannya sesuai dengan stok obat yang
vaksin. misalnya kita sama kebutuhan saja, tidak bisa dibutuhkan jadi sebatas
sudah hampir sampai ditentukan berapanya, Tapi kalau itu saja. Jadi sesuai
penggunaan penggunaan anggaran kadang bisa. kebutuhan obat nya saja.
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 3 Informan 4

anggaran sekian, lebih tergantung jumlah pasien, jadi Anggarannya sekitar 30%
nanti kita di warning tidak bisa ditentukan berapa untuk farmasi. kalau
anggarannya lebih dari
yang ditentukan, tetap
diusahakan, kita kan tidak
bisa membatasi pasien
kalau pasien sedang
tinggi.

15 Siapa saja yang terlibat Informan 3 Informan 4


dalam penganggaran obat
di Instalasi Farmasi? Yaa itu kepala penunjang medis sama Jadi yang terlibat itu kepala farmasi karna
kepala instalasi farmasinya.. dia yang tau stoknya kemudian penunjang
medis

16 Laporan apa saja yang Informan 1 Informan 3


dilaporkan oleh Instalasi
Farmasi kepada Kabid Laporan pembelian, obatnya apa saja, Laporannya itu, terutama pemakaian, jenis-
Penunjang Medis? pemakaian, jatuh tempo, obat narkotika, jenis obat, pembelian, laporan ke dinas,
psikotropika seperti narkotika, kemudian ada pembelian
apa saja, jatuh tempo pembayarannya, itu
sebulan sekali. Jadi dari kepala unit farmasi
ke Kabid Penunjang Medis dulu, saya ke
keuangan, itu untuk pembayarannya...
Informan 1 Jawaban Informan 2
No Pertanyaan

18 Bagaimana kendala yang Di gudang hanya ada 1 orang, bagaimana Stock opname nya itu, obatnya banyak
ditemui dalam bisa mengerjakan semuanya, stock opname semuanya dicek
pengendalian persediaan juga banyak, trus terkadang kalau barang
obat di Gudang Farmasi datang malam, tidak bisa diinput oleh
RS Islam Asshobirin? orang gudang akhirnya asisten apoteker
yang memasukan ke gudang, jadi tidak
sesuai

19 Bagaimana menentukan Ooohh.. kita sebenarnya sudah membuat Kita tergantung permintaan dokternya saja,
jenis obat yang harus formularium, hanya saja tidak berjalan, kalau dokternya emang menggunakan itu ya
disediakan di Gudang karena formularium itu dibuat oleh apotik. kita berikan yang merk itu
Farmasi RS Islam Untuk membuat formularium itu
Asshobirin? seharusnya setiap PBF harusnya sudah
mengajukan ke PFT, kita disini tidak ada
PFT-nya. Akhirnya kita buat berdasarkan
kebiasaan dokter memakai. Misalnya
biasanya beberapa dokter menggunakan
obat ini jadi kita pakai obat ini. Jadi
tergantung dokternya. Tapi kita kasih tahu
dulu ke dokter, “dok kita di ashobirin
biasanya menggunakan obat ini, ini, ini..
jadi biasanya dokter pakai obat dari kita.
Informan 1 Jawaban Informan 2
No Pertanyaan

20 Apakah ada kelompok Tidak ada pengelompokan obat, kira-kira Tidak ada, kita tidak pernah hitung, tapi
jenis obat di Gudang saja yang sering dipakai itu masuk fast kita sudah tau kira-kira mana yang cepat
Farmasi RS Islam moving, kalau yang jarang atau diam itu habis. sesuai pengalaman saja, yang lancar,
Asshobirin? Pernahkan slow moving yang sering habis berati fast moving
dilakukan analisis ABC?

21 Bagaimana kendala Tidak ada formularium Kendala dalam menentukan jenis


dalam menentukan jenis persediaan, kalau dokter meminta obat itu
persediaan di Gudang kita harus tetap menyediakan, kalaupun kita
Farmasi RS Islam mau mengganti sama obat yang lain atau
Asshobirin? Apa solusi yang sudah ada, kita harus konfirmasi
yang dilakukan? dahulu ke dokternya.

22 Bagaimana menentukan Kalau fast moving kita pesan lebih banyak, Kalau jumlah pemesanan tiap memesan
jumlah pemesanan obat tidak ada perhitungan khusus obat, kita tidak ada perhitungan nya. Sesuai
di Gudang Farmasi RS kebutuhannya saja. Mintanya berapa,
Islam Asshobirin? biasanya pesan berapa

23 Apa saja yang Yaa itu, jumlah permintaan di apotik, kalau Yang mempengaruhi jumlah itu permintaan
mempengaruhi jumlah sedang banyak dibutuhkan atau ada unit banyak atau tidak
pemesanan obat di penyakit yang sedang banyak butuh obat
Gudang Farmasi RS kita pesan banyak
Islam Asshobirin?
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 2

24 Pemesanan dilakuakan Kita lewat telepon saja, tidak pakai yang Lewat telepon saja, surat pemesanannya
lewat apa? Berapa waktu lain. kira-kira 3-5 menit lah kalau telpon nanti diberikan ketika obatnya diantar,
yang dibutuhkan dalam berapa lama ya, ada 5 menit lah...
pemesanan?
25 Untuk administrasi, apa Kalau gudang untuk pemesanan obat Farmasi mintanya tidak banyak, rinciannya
saja yang digunakan oleh hanya menggunakan kertas pemesanan itu biasanya setiap bulan pesan kwitansi
bagian gudang dalam obat yang SP itu, kemudian buku tukar rawat jalan biasanya 1 box harganya Rp.
melakukan pemesanan? faktur, dan pita printer 1 saja, yang pita 2
160.000,00, billing 1 box harganya Rp.
nya lagi digunakan oleh apotik. ATK yang 275.000,00, kertas pelaporan 2 ply 2 box
lainnya juga digunakan oleh apotik saja, harga satunya Rp. 120.000,00, buku tukar
kita tidak. faktur 2 buku satunya Rp. 7.500,00, pita
printer 3 pita harga satunya Rp. 30.000,00,
kemudiak ada solatip 2 roll harganya Rp.
2.250,00 isi strappler 5 pack harganya Rp.
1.375,00 sudah itu saja.
26 Bagaimana kendala Kita belum didukung oleh sistem informasi Kendala dalam menentukan jumlah
dalam menentukan yang sesuai. Komputer yang sekarang itu pemesanan itu karena kita memang tidak
jumlah pemesanan di belum ada summary report-nya seperti pernah menghitung juga.
Gudang Farmasi RS penggunaan bulanan atau gimana, jadi mau
Islam Asshobirin? Apa memeriksa menghitung sebanyak itu juga
solusi yang dilakukan susah
selama ini?
Jawaban
No Pertanyaan
Informan 1 Informan 2

27 Kapan jadwal pembelian Sebenarnya awalnya kita order 2 kali senin Jadwal pembeliannnya itu kita senin kamis,
atau pemesanan dan kamis, itu untuk stok 1 minggu. Hari tapi setiap hari juga bisa, kalau cito kita
dilakukan di Gudang senin dicek lagi, kamis cek lagi. ada yang harus pesan juga
Farmasi RS Islam kosong, dipesan
Asshobirin? Bagaimana
Kalau waktu pembelian setiap obat, ya
menentukan waktu
limit sebelum 0 kita sudah harus pesan,
pemesanan untuk setiap
kalau sudah 0 kita pesan cito
jenis obat?

28 Berapa lead time Lead time waktu tunggu pengadaan obat Kalau pesan obat biasanya paling cepat,
pemesanan obat di itu paling tidak 24 jam. Kan kita di tergantung jamnya, kalau pesan jam 9 bisa
Gudang Farmasi RS Tangerang, distributornya ada disini sampai sore kalau pesan siang sampai
Islam Asshobirin? semua, jadi cepat memesan obatnya, besok pagi. Yaa sehari lah paling lama.
kecuali di daerah.

29 Bagaimana kendala yaa itu sama seperti yang tadi.. buffer kita tergantung dari sisa stoknya saja, jadi
dalam menentukan waktu stocknya kalau kosong ya dipesan
pemesanan di Gudang
Farmasi RS Islam
Asshobirin? Apa solusi
yang dilakukan selama
ini?

Anda mungkin juga menyukai