Anda di halaman 1dari 39

TEORI PERUBAHAN

PERILAKU
ERNA SARIANA
1. Health Belief Model (HBM)

Health Belief Model (HBM) dikembangkan sejak tahun 1950 oleh kelompok ahli
psikologi sosial dalam pelayanan kesehatan masyarakat Amerika. Model ini
digunakan sebagai upaya menjelaskan secara luas kegagalan partisipasi
masyarakat dalam program pencegahan atau deteksi penyakit dan sering kali
dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan
kesehatan manusia yang dimulai dari pertimbangan orang-orang tentang
kesehatan.
Selain itu, HBM digunakan untuk mengidentifikasi beberapa faktor prioritas
penting yang berdampak terhadap pengambilan keputusan secara rasional dalam
situasi yang tidak menentu

2
HBM merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan perilaku
peningkatan kesehatan. Menurut HMB, kemungkinan seseorang melakukan
tindakan pencegahan dipengaruhi secara langsung dari hasil dua keyakinan
atau penilaian kesehatan (health belief), yaitu :
1. (Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or
illnes). Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit
atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Oleh karena itu,
jika ancaman yang dirasakan meningkat, perilaku pencegahan juga akan
meningkat berupa :
a. Ketidakkebalan yang dirasakan (perceived vulnerabilty). Individu mungkin
dapat menciptakan masalah kesehatannya sendiri sesuai kondisi
b. Keseriusan yang dirasakan (perceived saverity). Individu mengevaluasi
keseriusan penyakit jika penyakit tersebut muncul akibat ulah individu
tersebut atau penyakit dibiarkan jika ditangani
3
2. Kuntungan dan kerugian (benefits and costs), Pertimbangan
antara keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan
melakukan tindakan pencegahan atau tidak
3. Petunjuk berperilaku juga diduga tepat untuk memulai proses
perilaku, yang disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang
menonjol (salient position). Hal ini berupa berbagai infoamasi
dari luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan
(misalnya media massa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit
dari anggota keluarga yang lain atau teman).

4
Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan, pertimbangan keuntungan dan kerugian
dipengaruhi oleh :
1. Variabel demografi (umur, jenis kelamin, latar belakang budaya)
2. Variabel Sosio-psikologi (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial),
3. Variabel struktural (pengetahuan, dan pengelaman sebelumnya), sebagai
contoh orang tua akan memandang secara berbeda risiko kanker dan penyakit
jantung dari pada remaja.
Orang yang memiliki pengalaman dengan penyakit tertentu akan bersikap lain
terhadap penyakit terserbut dibandingkan orang yang tidak memiliki
pengalaman ini.
Penilaian terhadap masalah kesehatan terdahulu merupakan petunjuk untuk
berprilaku (cues to action) diduga tepat untuk memulai proses perilaku.

5
Bagan : Health Belief Model (HBM)

6
Penerapan HBM merupakan perilaku pencegahan yang
berkaitan dengan dunia medis dan mencakup berbagai
perilaku, seperti check up pencegahan dan skrining, dan
imunisasi
Dalam perkembangannya, HBM telah menggunakan
ketertarikan dalam kebiasaan seseorang dan sifat-sifat yang
dikaitkan dengan perkembangan dari kondisi kronis, termasuk
gaya hidup tertentu seperti merokok, diet, olahraga, perilaku
keselamatan, penggunaan alkohol, penggunaan kondom
untuk pencegahan AIDS.

7
2. SOCIAL LEARNING THEORY
Social learning theory adalah teori dari Albert Bandura (1977).
Menurut Bandura , manusia mempelajari sesuatu dengan cara meniru perilaku orang lain.
Teori Social Learning ini juga dikenal dengan nama Observational Learning
Social learning theory, atau teori belajar sosial, adalah pengembangan dari
karya Cornell Montgomery (1843-1904).
Montgomery mengajukan pemikiran bahwa belajar sosial terjadi melalui empat
tahap:
◦ kontak dekat,
◦ imitasi terhadap pihak yang superior,
◦ memahami konsep yang perilaku yang hendak ditiru
◦ perilaku model peran
Dalam Social Learning and Clinical Psychology (1954), Julian Rotter menyatakan bahwa efek
suatu perilaku dapat mempengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan hal serupa.
Individu cenderung menghindari sesuatu yang berdampak negatif, sekaligus menginginkan hasil
yang positif. Jika seseorang mengharapkan keluaran positif dari suatu perilaku, atau berpikir
bahwa ada kemungkinan mendapatkan imbalan positif, maka kemungkinan mereka mau
melakukan perilaku tersebut.
Perilaku ini di-reinforce, dengan keluaran positif, membuat individu cenderung mengulangi
perilaku untuk mendapat imbalan lagi.
Teori Albert Bandura kemudian melengkapi pemikiran Rotter, sekaligus melengkapi karya Miller
dan Dollard (1941). Menurut Bandura, manusia bukanlah makhluk yang sekadar meniru apapun
yang ia lihat; manusia bisa memilih perilaku apa yang ia pilih dan mana yang ia buang.
Bandura menyempurnakan teori belajar sosial dengan
menambahkan aspek perilaku dan kognitif.
Behavioral learning (belajar perilaku) berarti lingkungan
menyebabkan seseorang melakukan perilaku tertentu. Belajar
kognitif berarti bahwa faktor psikologis pun punya andil dalam
mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku.
Manusia dapat meniru perilaku, namun ia juga punya
kemampuan memilih dan memilah perilaku apa yang mau ia
pelajari.
Kecakapan memilah dan memilih inilah aspek kognitif yang
dimaksud.
Konsep Dasar Social Learning Theory
Bandura
A. HARAPAN
B. BELAJAR OBSERVASIONAL
C. KAPABILITAS BEHAVIORAL
D. SELF-EFFICACY/EFIKASI DIRI
E. DETERMINISME RESIPROKAL
F. REINFORCEMENT
A. HARAPAN
Harapan adalah konsep pertama dalam teori belajar sosial. Harapan,
atau ekspektasi, berarti pengetahuan seseorang harus mampu
mewujudkan apa yang ia inginkan dari lingkungan, dan kepercayaannya
terhadap sesuatu harus sesuai dengan kepercayaan lingkungan.
Kalau kita mengacungkan jempol di Indonesia, Korea, atau Jepang, itu
menandakan kita sedang menyatakan setuju, oke, iya, dsb. Namun, kalau
kita mengacungkan jempol di Brazil, itu menandakan kita sedang
melecehkan orang lain secara seksual. Kita bisa digebukin.
B. Belajar observasional
Belajar observasional berarti seorang individu mendasari pengetahuannya
dengan mengobservasi orang lain di dalam lingkungan.
Seorang individu akan mengenali perilaku orang lain, menyesuaikan
dengan dirinya, lalu menirukan perilaku tersebut di masyarakat. Semua
yang ia ketahui berasal dari perilaku orang-orang di sekitarnya.
Misalnya, kata “pantek”. Kata pantek, di beberapa kota diartikan sebagai
pengeboran manual untuk gali sumur. Di beberapa kota di Sumatera,
pantek diartikan sebagai makian. Seorang dari Sumatera mungkin akan
kaget mendengar kata pantek disebut begitu saja di masyarakat. Namun,
bila dia mengobservasi dengan benar, dia akan sadar bahwa kata itu punya
makna yang berbeda.
C. Kapabilitas Behavioral
Kapasitas behavioral merujuk pada fakta bahwa pengetahuan seseorang
diperlukan untuk mempengaruhi perilakunya.
Selagi perilaku orang lain mungkin dapat mempengaruhi kamu, perilakumu
tidak akan terpengaruh sampai kamu tau/sadar. Barulah saat sadar, kamu bisa
mengubah perilaku agar diterima masyarakat.
Seorang anak mungkin tidak sadar bahwa berteriak di dekat orang tua tidak
sopan, sampai seseorang menegurnya. Kalau tidak mendapat respon negatif,
tentu dia akan terus melakukannya dong. Kan dia nggak sadar. Kalau sudah
dikasi punishment/respon negatif, barulah dia berhenti.
Ketika seseorang mendapat respon negatif, dia akan tau bahwa perilakunya
nggak baik.
Di sinilah kapasitas behavioral bermain.
D. Self-Efficacy/Efikasi Diri
Efikasi diri adalah keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri. Jika
seseorang yakin terhadap pengetahuannya, ia akan bertindak
berdasarkan pengetahuannya. Ia akan bertindak bila ia pede dengan
tindakannya.
Misalnya mengacungkan jempol tadi. Bila satu orang di Brazil memarahi
kamu karena mengacungkan jempol, kamu akan heran dan mulai ragu
dengan pengetahuanmu. Kamu jadi ragu untuk mengacungkan jempol
lagi. Akhirnya, semakin banyak orang memarahi kamu, kamu jadi
tahu bahwa mengacungkan jempol itu salah.
Kalau sudah yakin mengacungkan jempol salah, kamu nggak
mengacungkan jempol lagi.
E. Determinisme Resiprokal
Determinisme resiprokal adalah orang saling meniru perilaku saat
mereka berinteraksi. Ketika seseorang berada di satu lingkungan, dia
akan beradaptasi dengan lingkungan tersebut.
Ketika kamu ketemu dosen, mungkin kamu akan bicara mengenai mata
kuliah atau tugas. Kamu akan menggunakan kata “saya” dan nada bicara
yang rendah.
Tapi, saat sama temen, mungkin kamu akan ngomong dengan kata
“ogut” dan nada bicara yang santai. Mungkin diselingi dengan saling
meledek bahkan melecehkan.
F. Reinforcement
Reinforcement adalah respon dari orang lain yang dapat
memperkuat/melemahkan suatu perilaku. Misalnya, bila seorang perempuan
menggunakan pensil alis lalu dia dipuji, maka dia akan meneruskan
menggunakan pensil alis. Malah, mungkin pensil alis itu akan dia gunakan juga di
bagian kumis dan dagu.
Tapi, kalau dia pakai pensil alis lalu semua orang ngeledek “mirip Shinchan”,
mungkin dia akan berhenti menggunakan pensil alis. Sebagai ganti, mungkin dia
akan mengoleskan alisnya dengan pensil 2B, lalu komputer mendeteksi
wajahnya sebagai kunci jawaban.
Proses Mediasi Social Learning Theory
• Syarat utama untuk meniru suatu perilaku adalah: perilaku itu
harus menarik perhatian. Kita mengobservasi banyak
perilaku, tapi tidak semua layak kita perhatikan.
Attention atau Perhatian

• Seberapa baik perilaku ini diingat. Kita mungkin tau sebuah


perilaku, tapi kita nggak bisa serta merta menirunya.
• Ada kalanya kita lupa. Kelupaan ini bisa mencegah proses
Retention atau Pengingat meniru.
• Makanya, penting untuk mengingat perilaku sebelum
mencoba menirunya.
Proses Mediasi Social Learning Theory
• Beberapa pengulangan bisa langsung berhasil dalam sekali
percobaan, ada juga yang butuh usaha.
Reproduction atau • KITA kan gak mungkin langsung jago main basket hanya karena
nonton berkali-kali.
Pengulangan • Perlu ada pengulangan meniru supaya hasilnya bisa sesuai
dengan ingatan.
• Termasuk dalam proses pengulangan adalah pertimbangan kita
sebelum meniru perilaku.

• Seseorang cenderung akan melakukan pengulangan


ketika ada sesuatu yang memotivasinya.
MOTIVATION ATAU Pengulangan akan terjadi apabila:
• 1) memberi manfaat bagi si peniru,
MOTIVASI. 2) peniru merasakan hal positif setelah meniru,
3) ada imbalan eksternal.
Selain keempat aspek di atas, Bandura (1986) juga
menambahkan kalau proses peniruan lebih mudah terjadi ketika
di dalam dirinya ada self efficacy dan self regulatory yang baik.
Self efficacy (efikasi diri) adalah keyakinan dalam diri seseorang
bahwa dia yakin bisa melakukan suatu kerjaan.
Sementara, self regulatory (regulasi diri) adalah kemampuan
seseorang dalam mengukur dan mengevaluasi pencapaiannya.
3. COMMUNICATION COMPETENCY
Istilah kompetensi komunikasi diperkenalkan pertama kali oleh David Hymes
pada dekade 1960an untuk menekankan bahwa pengetahuan aturan tata bahasa
mencukupi untuk berbicara dan berkomunikasi
Menurut McCroskey (1984. p.260), istilah kompetensi komunikasi ini mulai
diperkenalkan banyak ilmuwan komunikasi pada tahun 1970-an.
Kompetensi komunikasi tidak lain adalah terusan dari beberapa abad yang lalu.
McCroskey menegaskan bahwa konsep ini telah lama ada, dan yang baru
hanyalah istilahnya, yaitu “Kompetensi Komunikasi” (Communication
Competence).
McCroskey mengungkapkan bahwa konsep kompetensi komunikasi ini telah
ditemukan sekitar 3000 tahun sebelum masehi yang berupa esai yang berisi panduan
mengenai bagaimana berkomunikasi secara efektif.
Perkembangan konsep komunikasi selanjutnya mulai muncul di Yunani pada abad ke
5 sebelum masehi. Dimana pada waktu itu, banyak sekolah mulai mendirikan
komunikasi sebagai bentuk kurikulum utamanya.
Perkembangan ini diikuti dengan munculnya buku komunikasi yang ditulis oleh
Aristoteles, yaitu “Rethoric”.
Begitu juga dengan pemerintahan koloni Amerika, mereka juga mendirikan sekolah-
sekolah dan menjadikan komunikasi sebagai bentuk kurikulum utamanya.
Termasuk salah satu pengajar komunikasi di Harvard University pada waktu itu yang
bernama John Quincy Adams, dimana kemudian beliau sempat menjadi presiden
United States.
Pada tahun 1960 hingga tahun 1970-an, banyak terjadi perkembangan signifikan
mengenai konsep kompetensi.
Dell Hymes dan Jurgen Habermas (1970) mulai menggunakan istilah “Communicative
Competence”.
Perkembangan secara signifikan berikutnya terkait dengan konsep kompetensi
komunikasi mulai muncul pada tahun 1980, Wiemann dan Backlund menyatakan bahwa
ada dua kategori kompetensi, yaitu kognisi dan perilaku (cognition & behavior).
5 DIMENSI MODEL KOMPETENSI
KOMUNIKASI MENURUT WIEMANN
1. Ketenangan sosial (social relaxation),

2. Empati (emphaty)

3. Affiliasi atau dukungan (affiliation or support)

4. Fleksibilitas perilaku (behavioral flexibility)

5. Manajemen interaksi (interaction management


skill)
Kemudian pada tahun 1984, Spitzberg dan Cupach melengkapi
konsep kompetensi komunikasi dengan menonjolkan dua faktor
penting, yaitu : efektivitas dan kesesuaian.
4. TEORI HIRARKI BELAJAR
Teori hirarki belajar ditemukan oleh Robert M. Gagne yang didasarkan atas hasil
riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia.
Hirarki belajar menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah atau top down.
Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan
yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran dipuncak hirarki
belajar tersebut, diikuti kemampuan, keterampilan atau pengetahuan prasyarat
yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari
keterampilan atau pengetahuan diatasnya.
8 TIPE BELAJAR MENURUT GAGNE
1. Belajar isyarat (signal learning)
2. Belajar stimulus-respons (stimulus-response learning)
3. Rantai atau rangkaian (chaining)
4. Asosiasi verbal (verbal association)
5. Belajar diskriminasi (discrimination learning)
6. Belajar konsep (concept learning)
7. Belajar aturan (rule learning)
8. Memecahkan masalah (problem solving)
8 TIPE BELAJAR MENURUT GAGNE
1. Belajar isyarat (signal learning) 2. Belajar stimulus-respons (stimulus-response
• Belajar isyarat adalah belajar sesuatu dengan tidak sengaja learning
yaitu sebagai akibat dari suatu rangsangan yang dapat • belajar yang disengaja dan responsnya seringkali secara
menimbulkan reaksi tertentu. Dari signal yang dilihat atau fisik (motoris).
didengarnya, anak akan memberi respon tertentu
• Respons atau kemampuan yang timbul tidak diperoleh
dengan tiba-tiba melainkan melalui pelatihan-pelatihan.
Respons itu dapat diatur dan dikuasai.
• Misalnya, seorang siswa dapat menyelesaikan suatu soal
setelah memperhatikan contoh penyelesaian
soal yang serupa oleh gurunya.
8 TIPE BELAJAR MENURUT GAGNE
3. Rantai atau rangkaian (chaining) 4. Asosiasi verbal (verbal
Belajar rantai atau rangkaian (gerak, tingkah laku) association)
adalah belajar yang menunjukkan
tipe belajar yang menggabungkan hasil belajar yang
kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau melibatkan unit bahasa (lisan) seperti memberi nama
lebih hasil belajar stimulus–respon secara berurutan. sebuah objek/benda.
Misalnya, siswa belajar melukis garis melalui dua titik Sebagai contoh, bila diperlihatkan suatu bentuk
melalui rangkaian gerak: mengambil pensil, geometris, seorang siswa dapat mengatakan bentuknya
membuat dua titik sembarang, memegang penggaris, adalah ’persegi’.
meletakkan penggaris tepat di samping kedua titik,
Sebelumnya, ia harus dapat membedakan bentuk-
kemudian menarik ruas garis melalui kedua titik itu. bentuk geometris agar dapat mengenal ’persegi’
sebagai salah satu bentuk geometris.
8 TIPE BELAJAR MENURUT GAGNE
5. Belajar diskriminasi (discrimination learning)
Belajar diskriminasi atau memperbedakan adalah
belajar untuk membedakan hubungan stimulus-
respons agar dapat memahami berbagai objek fisik 6. Belajar konsep (concept learning)
dan konsep. Belajar konsep adalah belajar memahami sifat-sifat
Ada dua macam belajar diskriminasi, yaitu belajar bersama dari benda-benda konkrit
disriminasi tunggal dan belajar diskriminasi jamak. atau peristiwa-peristiwa untuk dikelompokkan
Sebagai contoh belajar diskriminasi tunggal, siswa menjadi satu jenis.
dapat membedakan lambang ∩ dan U dalam operasi Sebagai contoh, seorang siswa dikatakan
himpunan. telah belajar konsep himpunan jika ia telah dapat
menunjukkan kumpulan objek yang
Belajar diskriminasi jamak, misalnya siswa dapat merupakan contoh himpunan atau bukan contoh
membedakan sudut dan sisi pada segitiga lancip, siku- himpunan.
siku, dan tumpul, atau pada segitiga sama sisi, sama .
kaki, dan sembarang.
.
8 TIPE BELAJAR MENURUT GAGNE
7. Belajar aturan (rule learning) 8. Memecahkan masalah (problem
. solving)
Belajar aturan adalah tipe belajar yang
memungkinkan peserta didik dapat Dalam belajar pemecahan masalah,
menghubungkan dua konsep atau lebih untuk siswa harus memiliki pemahaman
membentuk suatu aturan. sejumlah konsep dan aturan.
Misalnya, dalam matematika siswa dapat
memahami, seperti Selain itu, siswa juga harus memiliki
perkalian dua bilangan, perkalian berulang, strategi yang dapat memberikan arah
perkalian dua bilangan berbeda tanda, dan pada pemikirannya untuk memecahkan
penjumlahan/pengurangan dua bilangan.
. masalah itu.
.
4 FASE BELAJAR MENURUT GAGNE
A. Fase pengenalan (apprehending phase) : memperhatikan stimulus tertentu
kemudian menangkap artinya
B. Fase perolehan (acqusition phase) : siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara
informasi baru dan informasi lama
C. Fase penyimpanan (storage phase) : fase penyimpanan informasi, ada
informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang
D. Fase pemanggilan (retrieval phase) : ase mengingat kembali atau memanggil
Kembali informasi yang ada dalam memori.
5. TEORI PELURU (Teori Hypodermik
Jarum Suntik)
merupakan salah satu teori komunikasi massa khususnya teori efek media
massa yang digagas oleh Harold Lasswell pada tahun 1920an
ketika menulis sebuah buku “Propaganda Taechnique” semasa perang dunia.
Teori jarum hipodermik merupakan salah satu model komunikasi linear yang
menitikberatkan pada kekuatan pengaruh media terhadap khalayak.
Teori peluru atau jarum hipodermik mengansumsikan bahwa media memiliki
kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apaapa.
Teori ini mengansumsikan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan
peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif).
Digunakannya istilah jarum dan peluru adalah untuk
menggambarkan ketidakberdayaan khalayak massa sebagai
dampak adanya pendapat umum atau opini publik yang dibangun
oleh media massa sehingga menyebabkan perubahan perilaku
pada khalayak massa.
Teori jarum hipodermik merupakan teori pertama yang pada
umumnya mencoba untuk menjelaskan efek media terhadap
khalayak massa.
Teori yang digagas oleh Harold Lasswell pada tahun 1920 ini
dikenal juga dengan berbagai nama sebagaimana diutarakan
oleh beberapa peneliti komunikasi yaitu teori peluru oleh Wilbur
Schramm, teori jarum hipodermik oleh David K. Berlo, dan teori
stimulus-respons oleh Melvin DeFleur dan Rokeach.
Beberapa kejadian penting yang turut menggambarkan kuatnya
efek media massa terhadap khalayak massa :

Berbagai media massa seperti radio, film, serta periklanan telah


lahir dan berkembang dengan sangat pesat dan mencapai
popularitasnya antara tahun 1930an dan tahun 1950an.
Efek media massa pada masa itu digambarkan sangat
mempengaruhi perilaku khalayak massa dan dalam beberapa
kasus dilaporkan sangat menakutkan.
Kehadiran iklan melalui surat kabar dan majalah memiliki andil
besar dalam konsumerisme rakyat Amerika.
Hal ini digambarkan dengan banyaknya warga yang berbelanja di
toko-toko swalayan.
Beberapa kejadian penting yang turut menggambarkan kuatnya
efek media massa terhadap khalayak massa :
•Pidato Presiden F.D Roosevelt melalui radio telah
menginspirasi banyak warga Negara Amerika untuk
mendukung kebijakannya dalam kelahiran The Great
Depression.
•Adanya peran media komunikasi politik pada masa Adolf Hitler
untuk melebarkan propaganda Nazi di Jerman dengan
menciptakan penyatuan kekuatan dalam usahanya
menaklukan seluruh Eropa.
intisari asumsi teori jarum
hipodermik
1. Manusia memberikan reaksi yang seragam terhadap stimuli atau
rangsangan.
2. Pesan media secara langsung menyuntik atau menembak ke dalam
kepala dari setiap anggota populasi.
3. Pesan diciptakan sedemikian rupa agar dapat mencapai respon atau
tanggapan yang diinginkan.
4. Efek dari pesan media bersifat langsung, segera, dan sangat kuat
dalam menyebabkan perubahan perilaku manusia.
5. Masyarakat atau publik tidak memiliki kekuatan untuk menghindar dari
pengaruh media .
Contoh Penerapan Teori Jarum
Hipodermik
Contoh yang paling sering digunakan dalam berbagai literatur untuk menggambarkan penerapan
teori jarum hipodermik adalah kejadian pada tanggal 30 Oktober 1938.
Saat itu, ribuan warga Amerika panik karena adanya siaran sandiwara radio Orson Welles yang
berjudul War of the Worlds yang menceritakan adanya serangan makhluk Mars yang akan
mengancam kehidupan manusia di bumi.
Kejadian tersebut dikenal sebagai “Panic Broadcast” dan mengubah sejarah penyiaran, psikologi
sosial, pertahanan sipil, dan menyusun sebuah standar bagi hiburan provokatif.
Diperkirakan, 12 juta orang di seluruh Amerika mendengarkan siaran tersebut dan terdapat sekitar
1 juta orang yang benar-benar percaya bahwa sebuah invasi serius yang dilakukan oleh makhluk
Mars tengah berlangsung. Mereka berdoa, menangis, melarikan diri secara panik untuk menghindari
kematian karena serangan makhluk Mars. Negara benar-benar seperti dalam keadaan chaos dan
siaran radio adalah penyebabnya.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai