Anda di halaman 1dari 35

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Loyalitas Konsumen

2.1.1 Pengertian Loyalitas Konsumen

Pengertian tentang konsumen yang loyal menurut Griffin (2015 : 142)

adalah ”A loyal customer is one who makes regular repeat purchases, purchase

across product lines, refers others and demonstrates on immunity to the pull of the

competition”. Hal ini berarti konsumen yang loyal adalah komitmen konsumen

terhadap suatu merek untuk tetap setia pada merek tertentu. Konsumen loyal yaitu

yang memiliki ciri-ciri antara lain melakukan pembelian atau menggunakan

produk/jasa secara berulang pada badan usaha yang sama, membeli atau

menggunakan lini produk dan jasa yang ditawarkan oleh badan usaha yang sama,

memberitahukan kepada orang lain tentang kepuasan-kepuasan yang didapat

pelanggan dari badan usaha tersebut dan menunjukkan kekebalan terhadap

tawaran-tawaran dari badan usaha pesaing.

Loyalitas telah diakui sebagai faktor dominan yang mempengaruhi

keberhasilan bisnis saat ini, karena loyalitas konsumen (customer loyalty) telah

menjadi tujuan strategis yang paling penting dari perusahaan dalam kurun waktu

belakangan ini. Dalam perusahaan perbankan, konsumen yang loyal dapat

meningkatkan keuntungan bank, karena keuntungan pokok perbankan adalah dari

selisih bunga simpanan konsumen dengan bunga kredit atau pinjaman dari

konsumen Kasmir (2017 : 136). Maka, konsumen yang konsisten melakukan

transaksi perbankan dalam suatu perusahaan perbankan dalam kurun waktu yang

8
9

panjang akan memberikan keuntungan yang besar kepada perusahaan perbankan

tersebut.

Lebih lanjut menurut Hasan (2015 : 75) “Loyalitas pelanggan merupakan

perilaku yang terkait dengan sebuah produk, termasuk kemungkinan

memperbaharui kontrak merek di masa yang akan datang, berapa kemungkinan

pelanggan mengubah dukungannya terhadap merek, berapa keinginan pelanggan

untuk meningkatkan citra positif suatu produk”. Jika produk tidak mampu

memuaskan pelanggan, pelanggan akan bereaksi dengan cara exit (pelanggan

menyatakan berhenti membeli merek atau produk) dan voice (pelanggan

menyatakan ketidakpuasan langsung pada perusahaan).

Sedangkan menurut Hasan (2015 : 83) “Loyalitas pelanggan didefinisikan

sebagai orang yang membeli, khususnya yang membeli secara teratur dan

berulang-ulang”. Pelanggan merupakan seseorang yang terus menerus dan

berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya

dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar

produk atau jasa tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

Loyalitas konsumen merupakan komitmen konsumen terhadap suatu merek dan

pemasok, berdasarkan sikap yang positif dan tercermin dalam pembelian ulang

yang konsisten.

2.1.2 Klasifikasi Loyalitas

Seorang pelanggan yang loyal memiliki prasangka yang spesifik mengenai

apa yang akan dibeli dan dari siapa. Selain itu loyalitas menunjukkan kondisi dari
10

durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian pelanggan

terjadi tidak kurang dari dua kali. Pada dasarnya ada empat jenis klasifikasi

loyalitas : (Griffin, 2015 : 22)

a. Tanpa loyalitas
Secara umum, perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis
ini karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal,
mereka hanya berkontribusi sedikit pada kekuatan keuangan perusahaan.
Tantangannya adalah menghindari membidik sebanyak mungkin orang-
orang seperti ini dan lebih memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat
dikembangkan.
b. Loyalitas yang lemah (inertia loyalty)
Pelanggan ini membeli karena kebiasaan. Faktor nonsikap dan faktor
situasi merupakan alasan utama membeli. Pembeli ini merasakan tingkat
kepuasan tertentu dengan perusahaan, atau minimal tiada ketidakpuasan
yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang
sering dibeli.
c. Loyalitas tersembunyi (latent loyalty)
Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan
bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang.
d. Loyalitas premium
Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk semua pelanggan
disetiap perusahaan. Pada tingkat preferensi paling tinggi tersebut, orang
bangga karena menemukan dan menggunakan produk atau jasa tertentu
dan senang membagi pengetahuan mereka ke rekan atau keluarga.

Imbalan dari loyalitas bersifat jangka panjang dan kumulatif. Semakin

lama loyalitas seorang pelanggan, semakin besar laba yang dapat diperoleh

perusahaan dari satu pelanggan ini (Griffin, 2015 : 11). Biaya yang dikeluarkan

untuk membantu memperkuat loyalitas pelanggan adalah lebih murah bila

dibandingkan dengan biaya kehilangan pelanggan. Loyalitas yang meningkat

dapat menghemat biaya perusahaan sedikitnya 6 bidang yaitu :

1. Biaya pemasaran menjadi berkurang (biaya pengambilalihan pelanggan


lebih tinggi daripada biaya mempertahankan pelanggan)
2. Biaya transaksi menjadi lebih rendah, seperti negosiasi kontrak dan
pemrosesan order
3. Biaya perputaran pelanggan (customer turnover) menjadi berkurang (lebih
sedikit pelanggan hilang yang harus digantikan.
11

4. Keberhasilan cross-selling menjadi meningkat, menyebabkan pangsa


pelanggan yang lebih besar
5. Pemberitaan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif; dengn asumsi para
pelanggan yang loyal juga merasa puas
6. Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim
garansi, dsb)

Seorang konsumen yang sudah sangat sering melakukan pembelian

terhadap merek tertentu, maka tidak akan lagi mempertimbangkan untuk membeli

merek lain. Jika ada konsumen dalam pembeliannya berperilaku seperti itu, maka

bisa dikatakan bahwa konsumen itu sangat loyal terhadap merek pilihannya

disebut loyalitas konsumen. Dari definisi di atas maka loyalitas konsumen harus

diciptakan sebagai reaksi positif konsumen terhadap produk/jasa perusahaan.

Menurut Sutisna (2015 : 41), Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan

menjadi dua bagian yaitu :

1. Loyalitas merek (brand loyality)


Loyalitas merek dapat didefinisikan sebagai sikap menyenangi terhadap
suatu merek yang dipresentasikan dalam pembelian yang konsisten
terhadap merek itu sepanjang waktu.
2. Loyalitas toko (store loyality)
Loyalitas toko adalah loyalitas konsumen dalam mengunjungi suatu toko
dimana disuatu konsumen biasa membeli merek produk yang diinginkan.
Sehingga pelanggan/konsumen enggan berpindah ke toko lain.

Dua kondisi penting yang berhubungan dengan loyalitas konsumen adalah

retensi pelanggan dan total pangsa pelanggan (total share of customer). Retensi

pelanggan menjelaskan lamanya hubungan dengan pelanggan. Tingkat retensi

pelanggan adalah presentase pelanggan yang telah memenuhi sejumlah pembelian

ulang selama periode waktu yang terbatas. Sedangkan total pangsa pelanggan

suatu perusahaan menunjukkan persentase dari anggaran pelanggan yang

dibelanjakan ke perusahaan tersebut.


12

2.1.3. Tahapan Loyalitas

Menurut Kertajaya (2016 : 100) tahapan loyalitas konsumen dibagi ke

dalam lima tingkatan mulai dari terrorist customer sampai advocator customer,

lebih jelasnya tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Terrorist Customer, Adalah konsumen yang suka menjelek-jelekkan


merek perusahaan dikarenakan tidak suka atau pernah tidak puas dengan
layanan yang diberikan perusahaan. Konsumen seperti ini bersikap seperti
teroris yang suka menyusahkan perusahaan.
b. Transactional customer, yaitu konsumen yang memiliki hubungan dengan
perusahaan yang sifatnya sebatas transaksi, konsumen seperti ini membeli
satu atau dua kali, sesudah itu dua tidak mengulangi pembeliannya, atau
apabila melakukan pembelian lagi sifatnya kadang-kadang. Konsumen
yang memiliki sifat seperti ini mudah datang dan pergi karena tidak
memiliki relationship yang baik dengan produk/merek perusahaan, basis
relationshipnya adalah transaksional.
c. Relationship customer, dimana tipe konsumen ini nilai ekuitasnya lebih
tinggi dibandingkan dua jenis konsumen di atas, konsumen jenis ini telah
melakukan repeat buying dan pola hubungannya dengan produk atau
merek perusahaan adalah relasional.
d. Loyal customer, konsumen jenis ini tidak hanya melakukan repeat buying,
tapi lebih jauh lagi sangat loyal dengan produk dan merek perusahaan. Bila
ada orang lain yang menjelekkan perusahaan, konsumen ini tetap bertahan,
dia tetap bersama perusahaan seburuk apapun orang menjelekkan
perusahaan.
e. Advocator customer, jenis konsumen yang terakhir adalah advocator
customer, konsumen dengan tingkatan tertinggi, konsumen semacam ini
sangat istimewa dan excellent, mereka menjadi aset terbesar perusahaan
bila perusahaan memilikinya. Advocator customer adalah konsumen yang
selalu membela produk dan merek perusahaan, konsumen yang menjadi
juru bicara yang baik kepada konsumen lain dan konsumen yang marah
apabila ada orang lain menjelek-jelekkan merek perusahaan.

Lebih lanjut tingkatan konsumen menuju loyalitas menurut Syafruddin

(2017:24) dibagi menjadi empat tahapan, yaitu :

a. Emas (Gold) merupakan kelompok konsumen yang memberikan


keuntungan terbesar kepada perusahaan. Biasanya kelompok ini adalah
Heavy user yang selalu membeli dalam jumlah yang besar dan frekuensi
pembeliannya tinggi. Mereka tidak sensitive terhadap harga, tidak segan
mengeluarkan uang untuk sesuatu yang hanya bisa dinikmati pada masa
yang akan datang, mau mencoba sesuatu yang baru yang ditawarkan oleh
13

perusahaan, dan yang paling penting memiliki komitmen untuk tidak


berpaling kepada pesaing. Ciri-ciri dari konsumen emas ini adalah :
1. Mereka masih memiliki potensi untuk terus memperbesar sumbangan
profitnya bagi perusahaan.
2. Mereka termasuk orang yang mapan, dan cenderung tidak punya
masalah dengan keuangannya
3. Mereka cukup pintar, dan sadar bahwa berpindah ke pesaing akan
membawa risiko bagi kelangsungan suplai produk atau jasa, maupun
kenyamanan yang telah didapatkan selama ini.
4. Jumlah mereka yang banyak, tetapi memiliki peran yang cukup besar
dalam menentukan kesuksesan perusahaan.
b. Perak (Silver), kelompok ini masih memberikan keuntungan yang besar
walaupun posisinya masih di bawah gold tier. Mereka mulai
memperhatikan tawaran potongan harga hal ini dikarenakan mereka
cenderung sensitive terhadap harga, mereka pun tidak seloyal gold.
Walaupun mereka sebenarnya heavy user, tetapi pemenuhan kebutuhannya
diperoleh dari berbagai perusahaan, tergantung penawaran yang lebih baik.
c. Perunggu (Bronze). Kelompok ini paling besar jumlahnya. Mereka adalah
kelompok yang spending levelnya relatif rendah. Driver terkuatnya untuk
bertransaksi semata-mata didorong oleh potongan harga yang besar,
sehingga mereka juga dikenal sebagai kelompok pemburu diskon. Dengan
demikian, margin yang diterima perusahaan juga relatif kecil. Akibatnya,
perusahaan tidak berpikir untuk memberikan jasa premium kepada mereka.
Terlepas dari average spending level yang rendah, kelompok ini masih
dibutuhkan oleh perusahaan untuk menggenapkan pemenuhan target
penjualan tahunan.
d. Besi (iron), adalah kelompok konsumen yang membebani perusahaan, tipe
konsumen seperti ini memiliki kecenderungan untuk meminta perhatian
lebih besar dan cenderung bermasalah, membuat perusahaan berfikir lebih
baik menyingkirkan mereka dari daftar konsumen. Ciri-ciri lain dari
konsumen ini adalah sebagai berikut :
1. Potensi profit yang akan didapatkan dari kelompok konsumen ini
sangat kecil, dan bahkan tidak ada sama sekali.
2. Mereka memiliki kemungkinan berjuang untuk mengatur
pengeluarannya
3. Mereka tidak berpikir jangka panjang. Transaksi yang dilakukan
hanya berdasarkan kebutuhan hari ini dan selalu membanding-
bandingkan dengan perusahaan pesaing untuk mencari harga yang
paling murah.
4. Mereka konsumen yang banyak jumlahnya tetapi paling sedikit
transaksinya.
5. Sleeping customer, yang telah memanfaatkan fasilitas perusahaan
tetapi tidak melakukan transaksi.
14

2.1.4 Keuntungan Loyalitas Konsumen

Menurut Kotler (2016 : 547) “Pelanggan yang loyal memiliki beberapa

keuntungan bagi perusahaan, diantaranya; pelanggan yang loyal kurang sensitif

terhadap harga, tetap berlangganan atau membeli produk perusahaan untuk

periode yang lama dan menyebarkan informasi yang positif tentang perusahaan

dan produk yang ditawarkan”.

Sedangkan Barnes (2017 : 43) menyatakan keuntungan dari pelanggan

yang loyal, antara lain :

a. Pelanggan yang loyal membelanjakan lebih banyak. Semakin lama seorang


pelanggan menjalin relasi dengan perusahaan, mereka cendrung
membelanjakan lebih banyak uang. Inilah yang disebut fenomena proporsi
shopperan.
b. Pelanggan yang loyal merasa lebih nyaman. Pelanggan yang memiliki
loyalitas seringkali kembali dan kembali lagi pada sebuah perusahaan
karena mereka merasa nyaman dengan perusahaan tersebut. Mereka tidak
memiliki dorongan untuk pergi serta telah mengembangkan kepercayaan
yang timbul seiring terjadinya keakraban.
c. Pelanggan yang loyal menyebarkan berita yang positif. Pelanggan loyal
jangka panjang adalah sumber iklan gratis. Mereka menjadi duta bagi
perusahaan atau sering disebut juga “tenaga penjual part time”. Ketika
pelanggan yang loyal merekomendasikan suatu bisnis pada orang lain,
bisnis tersebut memperoleh potensi pendapatan baru dan kesempatan
untuk membangun lebih banyak hubungan pelanggan.
d. Pelanggan yang loyal lebih mudah untuk dilayani. Biaya untuk menarik
pelanggan baru sangat mahal. Dimana karyawan memerlukan waktu untuk
mengenal pelanggan baru serta memahami kebutuhan dan keinginan
mereka. Sebaliknya pelanggan yang loyal sudah tercantum dalam database
perusahaan dan telah dikenal dengan baik, sehingga mereka lebih mudah
dilayani karena telah dikenal oleh perusahaan.
e. Pelanggan yang loyal tidak terlalu sensitif terhadap harga. Pelanggan yang
loyal lebih kecil kemungkinannya untuk mengeluh soal harga dan bahkan
mereka mungkin mencapai suatu tingkatan dalam relasi dimana mereka
bahkan tidak bertanya berapa harganya.
f. Pelanggan yang loyal lebih memaafkan. Hubungan yang telah dibangun
dengan pelanggan yang memiliki loyalitas sejati merupakan jaminan bagi
suatu perusahaan. Pelanggan yang memiliki loyalitas sejati lebih mungkin
memaafkan dan kesempatan bagi perusahaan ntuk memperbaiki suatu
kesalahan, dengan alasan tertentu.
15

g. Pelanggan yang loyal membuat perusahaan lebih efisien. Sebuah


perusahaan memiliki kesempatan untuk mengenal pelanggan dan
kebutuhan pelanggan dengan sangat baik, jika perusahaan memiliki basis
pelanggan loyal yang kokoh. Hal ini membuat perusahaan menjadi jauh
lebih efisien daripada ketika usaha pemasaran ditujukan untuk menarik
sejumlah pelanggan baru.
h. Pelanggan yang loyal berpotensi menghasilkan keuntungan yang lebih
besar. Ketika pelanggan baru harus ditarik dengan tawaran harga atau
insentif lain atau diskon, pelanggan yang loyal memiliki potensi yang jauh
lebih besar untuk menghasilkan keuntungan karena lebih mungkin
membayar dengan harga penuh.

2.1.5 Indikator Loyalitas Konsumen

Menurut Griffin (2015 : 31) indikator pelanggan yang loyal terhadap suatu

produk atau jasa adalah orang yang :

1. Melakukan pembelian berulang secara teratur

2. Membeli antar lini produk dan jasa

3. Mereferensikan kepada orang lain

4. Menunjukkan loyal/kekebalan terhadap tarikan dari pesaing

Lebih lanjut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan

(2015:114) indikator loyalitas konsumen adalah sebagai berikut:

1. Tabungan utama yang dimiliki.

2. Melakukan transaksi berkesinambungan

3. Mengikuti aturan yang ditetapkan bank.

4. Merekomendasikan kepada orang lain.

Menurut Hidayat (2012:103) loyalitas konsumen merupakan komitmen

seorang konsumen terhadap suatu pasar berdasarkan sikap positif dan tercermin

dalam pembelian ulang secara konsisten. Indikator dari loyalitas konsumen

tersebut adalah:
16

1. Trust merupakan tanggapan kepercayaan konsumen terhadap pasar yaitu


dengan tidak berpindah ke produk yang lain
2. Emotion commitment merupakan komitmen psikologi konsumen terhadap
pasar dan menjadi perioritas utama bagi konsumen
3. Rekomendasi merupakan sikap konsumen yang menyarankan konsumen
lain
4. Dapat menggunakan fasilitas yang disediakan sebaik mungkin

2.2 Kinerja Layanan

2.2.1 Pengertian Kinerja Layanan

Menurut Kirom (2015:15) kinerja layanan adalah seluruh tindakan atau

aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah

standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar

efisiensi, pertanggung jawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya.

Selanjutnya menurut Suryadi (2016:3) mengatakan bahwa kinerja layanan adalah

hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing dalam

rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika.

Sedangkan menurut Mangkunegara kinerja layanan adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu kondisi yang

harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui

tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban

suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif

dari suatu kebijakan operasional.


17

Hasibuan (2015:10) kinerja layanan merupakan suatu hasil kerja yang

dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan, usaha dan

kesempatan. Hasibuan juga menjelaskan bahwa kinerja layanan merupakan hasil

kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas–tugas yang dibebankan

kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu.

Lebih lanjut, Hasibuan mengungkapkan bahwa kinerja layanan merupakan

gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja,

kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat

motivasi pekerja. Apabila kinerja layanan tiap individu atau baik, maka

diharapkan kinerja layanan perusahaan akan baik pula.

Menurut Robbins (2015:260) kinerja layanan adalah hasil kerja baik secara

kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas

sesuai tanggung jawab yang diberikan. Menurut Simamora (2016:339) kinerja

layanan bahwa untuk mencapai agar organisasi berfungsi secara efektif dan sesuai

dengan sasaran organisasi, maka organisasi harus memiliki kinerja layanan yang

baik yaitu dengan melaksanakan tugas-tugasnya dengan cara yang handal.

Menurut Rivai (2015:326) kinerja layanan adalah kesediaan seseorang atau

kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya

sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan

Menurut Mangkuprawira dan Hubeis (2015:153) kinerja layanan adalah

hasil dari proses pekerjaan tertentu secara berencana pada waktu dan tempat dari

serta organisasi bersangkutan. Menurut Gomes (2017:195) kinerja layanan

sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan


18

dengan produktivitas. Sedangkan Guritno dan Waridin (2015) kinerja layanan

merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh dengan standar yang telah

ditentukan. Selanjutnya menurut Malthis dan Jackson (2016:79) menyatakan

“Kinerja layanan pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan .

kinerja layanan karayawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka

memberikan konstribusi kepada organisasi yang diantara lain :

a. Kuantitas output

b. Kualitas output

c. Jangka waktu output

d. Kehadiran di tempat kerja

e. Sikap kooperatif

Berdasarkan pengertian kinerja layanan dari beberapa pendapat di atas,

kinerja layanan merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh dengan

standar yang telah ditentukan. Kinerja layanan juga berarti hasil yang dicapai oleh

seseorang, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi sesuai dengan

tanggung jawab yang dberikan kepadanya.

2.2.2 Indikator Kinerja layanan

Indikator untuk mengukur kinerja layanan secara individu ada lima

indikator, yaitu (Robbins, 2015:260):

1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas


pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal
waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output
serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
19

3. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi


(tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud
menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya yang
sesuai dengan perintah.
4. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan
dapat menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatu
tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan
tanggung jawab karyawan terhadap kantor.

Sedangkan menurut Rivai (2015:43) Indikator untuk mengukur kinerja

layanan secara individu ada tujuh indikator, yaitu

1. Kualitas. Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau


memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.
2. Kuantitas. Jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat
diselesaikan.
3. Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah
ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang
lain.
4. Efektivitas. Pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada
organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.
5. Kemandirian, yaitu dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan guna
menghindari hasil yang merugikan.
6. Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara dengan organisasinya dan
7. tanggung jawab terhadap organisasinya.

Menurut Mahsun (2015) bahwa indikator kinerja layanan terdiri dari :

a. Pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas,

b. Tingkat keterampilan pendidikan yang sesuai dengan bidang kerja,

c. Kehadiran/keterlambatan

Sedangkan menurut Rivai (2015:43) ada beberapa elemen pokok yaitu :

1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.

2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja layanan.

3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.

4. Evaluasi kinerja layanan/feed back, penilaian kemajuan organisasi,

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.


20

Sedangkan menurut Mangkunegara (2015:33) faktor kinerja layanan terdiri

dari dua faktor yaitu :

a. Faktor Internal yang terkait dengan sifat-sifat seseorang misalnya kinerja


layanan baik disebabkan mempunyai kemampuan tinggi dan tipe pekerja
keras.
b. Faktor Eksternal yang terkait dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan
tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim
organisasi.

Manullang (2016: 79) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja layanan yaitu :

1. Pendidikan
Kemampuan seseorang dapat dilihat dari keahlian yang dimilikinya,
keahlian tersebut di pengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan
pengalaman. Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam
pengetahuan, keahlian, kenyakinan, sikap, perilaku yang dihasilkan oleh
pengalaman. Dua teori menjelaskan bagaimana proses belajar berlangsung
adalah pengkondisian peserta dan teori kognitif sosial. Kedua teori ini
menekankan arti penting pengukuran dalam perubahan perilaku dan
keduanya menerima sebagai dalil kondisi yang sama untuk memudahkan
belajar .Robins (2012 : 101) menyatakan bahwa belajar adalah setiap
perubahan yang relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil
pengalaman. Melalui proses belajar atau pendidikan ini akan memperbaiki
dan meningkatkan kemampuan orang atau di dalam melaksanakan
pekerjaannnya.
2. Disiplin Kerja
Disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk
memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Aspek penting di dalam
kelancaran suatu pekerjaan adalah faktor disiplin yang mengikat semua
untuk bekerja sesuai dengan aturan format yang disetujui bersama dapat
melaksanakan pekerjaan dengan efektif dan efisien
3. Kesejahteraan
Yang dimaksud dengan kesejahteraan adalah upah dan semua jenis
tunjangan insentif, atau kompensasi yang diterima oleh sebagai ganjaran
atas pekerjaan yang telah dilakukan. Kesejahteraan merupakan suatu
ganjaran yang penting dan karenanya akan mempengaruhi motivasi kerja
seseorang, sehingga dengan kesejahteraan yang baik akan mempuyai andil
dalam upaya meningkatkan kinerja layanan.

Menurut Dirtanto (2015 : 130), ada beberapa faktor yang mempengaruhi


kinerja layanan yaitu meliputi :
21

1. Gaji/upah
Upah yang cukup untuk kebutuhan merupakan keinginan setiap . Untuk
mencapai hal itu, ada diantara para yang menggiatkan diri dalam bekerja
atau menambah pengetahuannya dengan mengikuti kursus.
2. Kompensasi
Pemberian kompensasi pada hakekatnya untuk meningkatkan
produktivitas kerja dalam upaya peningkatan tujuan organisasi yang telah
ditetapkan dan direncanakan sebelumnya, dimana pemberian kompensasi
harus disesuaikan dengan status, golongan, dan jabatan yang dipegang oleh
seorang , pemberian kompensasi yang layak bertujuan untuk memenuhi
peraturan-peraturan hukum yang dibuat oleh pengusaha tentang standar
gaji minimum yang harus dipatuhi oleh setiap perusahaan.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan .
Sehingga setiap perusahaan haruslah mengusahakan lingkungan kerja yang
sedemikian rupa agar memberikan pengaruh positif terhadap pekerjaan
yang dilakukan oleh .
4. Semangat kerja
Semangat kerja adalah suatu kondisi rohaniah, atau perilaku individu
tenaga kerja dan kelompok yang menimbulkan kesenangan yang
mendalam pada dirinya untuk bekerja dengan giat dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
5. Kepemimpinan
Peranan kepemimpinan dalam suatu organisasi atau perusahaan sangat
penting dalam usaha mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal dalam mengemban
misinya untuk mencapai tujuan, karena sebagian besar ditentukan oleh
kemampuan seseorang dalam memimpin organisasi tersebut. Dalam
organisasi para pemimpin harus dapat mempengaruhi bawahannya
untuk mencapai tujuan, dimana pemimpin harus mampu
memperlihatkan kepemimpinannya.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja layanan

memerlukan indikator-indikator penilaian yang dipengaruhi oleh berbagai faktor

apakah faktor internal ataupun faktor eksternal dengan beragam aspek yang dapat

diukur dengan berpedoman pada standar tertentu yang terdiri dari aspek

kuantitatif dan aspek kualitatif yang berguna untuk mendapatkan feedback guna

keperluan perbaikan organisasi secara khusus manajemen pengelolan sumber daya

manusia.
22

2.2.3 Pengukuran Kinerja layanan

Menurut Mangkuprawira (2015 : 201) menyatakan pendekatan penilaian

performance hendaknya mengidentifikasi standar performance yang terkait,

mengukur kriteria, dan kemudian memberikan umpan balik pada dan Departemen

Sumber Daya Manusia. Untuk lebih jelasnya berikut illustrasi gambar elemen-

elemen kunci sistem penilaian performance atau kinerja layanan dapat dilihat

pada Gambar II.1 berikut ini :

Gambar 2.1
Elemen-Elemen Kunci Sistem Penilaian Kinerja layanan
Kinerja layanan Penilaian Kinerja
Umpan
Karyawan layanan
Balik
Karyawan
Ukuran Kinerja
layanan

Standar Kinerja
layanan

Keputusan SDM Catatan Karyawan

Sumber : Mangkuprawira (2015:201).

Jika standar performance atau perhitungan tidak ada kaitannya dengan

pekerjaan, evaluasi dapat mengarah pada ketidakakuratan atau hasil yang bias,

merenggangkan hubungan manajer dengan , dan memperkecil kesempatan kerja

yang sama. Tanpa umpan balik, perbaikan dalam perilaku sumber daya manusia

tidaklah mungkin terjadi dan departemen tidak akan memiliki catatan akurat

dalam sistem informasi sumber daya manusianya. Dengan demikian, keputusan-

keputusan dasar dalam membuat rancangan pekerjaan sampai kompensasi akan

terganggu.
23

Departemen sumber daya manusia biasanya merancang dan mengelola

sistem penilaian performance perusahaan. Sentralisasi menjamin terjadinya

keseragaman. Meskipun departemen sumber daya manusia dapat mengembangkan

pendekatan yang berbeda untuk para manajer, profesional, pekerja, dan kelompok

lain, namun keseragaman dalam tiap kelompok dibutuhkan untuk menjamin hasil

yang dapat dibandingkan. Departemen itu sendiri bisa jadi jarang menilai

performance secara aktual.

Sejumlah penyebab umum yang sering menimbulkan kegagalan dan harus

dihindarkan disebutkan oleh Dessler (2014 : 102) sebagai berikut :

1. Tidak adanya standar


Tanpa adanya standar berarti tidak terjadi penilaian prestasi yang obyekif.
Yang ada hanyalah penilaian subyektif yang mengandalkan perkiraan dan
perasaan.
2. Standar yang tidak relevan dan bersifat subyektif
Standar seharusnya ditetapkan melalui proses analisa pekerjaan/jabatan
untuk menentukan hasil atau output yang diharapkan dari pekerjaan
tersebut.
3. Standar yang tidak realistis
Standar adalah sasaran-sasaran yang berpotensi merangsang motivasi.
Standar yang masuk akal dan menantang akan lebih berpotensi untuk
merangsang motivasi.
4. Ukuran prestasi yang tidak tepat
Obyektivitas dan perbandingan memerlukan bahwa kemajuan terhadap
standar dan pencapaian standar dapat diukur dengan mudah dan
transparan. Contoh-contoh ukuran yang bersifat kuantitatif adalah
misalnya : 1% tingkat kegagalan produksi karena kualitas, 10 order
penjualan dari setiap 100 kunjungan. Sedangkan yang bersifat kualitatif
misalnya ; “penyelesaian proyek pada tanggal yang ditetapkan”.
5. Kesalahan penilai
Termasuk dalam kesalahan penilai adalah “keberpihakan” (bias),
perasaaan syakwasangka, “halo effect” (terpengaruh oleh yang dinilai),
kecendrungan untuk “pelit” atau sebaliknya, kecendrungan untuk memilih
nilai tengah dan takut untuk menghadapi bawahan.
6. Pemberian umpan balik secara buruk
Pada awal proses manajemen performance, standar harus dikomunikasikan
kepada yang dinilai untuk diketahui dan disepakati. Demikian pula
seluruh proses penilaian dan hasil penilaian harus dikomunikasikan pula
24

kepada mereka sesuai dengan prinsip dan tujuan program, khususnya


program manajemen performance.
7. Komunikasi yang negatif.
Proses evaluasi ternyata terganggu oleh komunikasi yang didasari dengan
sikap negatif seperti arogansi dan keakuan pada pihak penilai dan sikap
membela diri dan ketertutupan pada pihak yang dinilai. Penilaian
seharusnya menciptakan gambaran akurat dari performance perorangan.
Penilaian tidak dilakukan hanya untuk mengetahui performance buruk.
Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima harus diidentifikasi sehingga
dapat dipakai sebagai dasar penilaian hal lainnya. Untuk mencapai tujuan
ini, sistem penilaian hendaknya terkait dengan pekerjaan dan praktis,
termasuk standar, dan menggunakan ukuran-ukuran yang terukur.
Pekerjaan terkait berarti bahwa sistem mengevaluasi perilaku-perilaku
kritis yang mengandung keberhasilan pekerjaan. Jika evaluasi tidak terkait
dengan pekerjaan, hal ini tidaklah absah. Tanpa keabsahan dan derajat
kepercayaan, sistem bisa jadi mendiskriminasi kesempatan penerapan
hukum yang ada secara adil.

Desler (2015: 35), menyarankan agar sebuah program manajemen kinerja

layanan yang efektif hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Relevance
Hal-hal atau faktor-faktor yang diukur adalah relevan (terkait) dengan
pekerjaannya, apakah itu outputnya, prosesnya atau inputnya.
2. Sensitivity
Sistem yang digunakan harus cukup peka untuk membedakan antara yang
berprestasi dan tidak berprestasi.
3. Reliability
Sistem yang digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya bahwa
menggunakan tolak ukur yang objektif, sahih, akurat, konsisten dan stabil.
4. Acceptability
Sistem yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima oleh yang
menjadi penilai maupun yang dinilai dan memfasilitasi komunikasi aktif
dan konstruktif antara keduanya.
5. Practicality
Semua instrumen, misalnya formulir yang digunakan, harus mudah
digunakan oleh kedua pihak, tidak rumit, mengerikan dan berbelit-belit.

Suparno (2015:7) mengartikan kinerja layanan sebagai hasil karya seorang

tenaga kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,

misal standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
25

dan telah disepakati bersama. penilaian kinerja layanan adalah suatu sistem yang

digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah telah melaksanakan pekerjaan

masing-masing secara keseluruhan. Pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan

bukan berarti hanya dilihat atau dinilai hasil fisiknya saja tetapi meliputi berbagai

hal seperti kemampuan pekerja, disiplin, hubungan kerja, dan hal-hal khusus

sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatnya.

2.3 Kepercayaan

2.3.1 Pengertian Kepercayaan

Kepercayaan dikemukakan oleh Blackston seperti dikutip oleh

Ferrinadewi (2014:20) menyatakan bahwa kepercayaan adalah salah satu

komponen dari keberadaan hubungan pelanggan dengan merek. Kepercayaan

terbentuk dari kepuasaan pelanggan yang kemudian menjadi indikasi awal

terbentuknya kesetiaan pelanggan. Baloglu yang dikutip oleh Susan (2015:17)

menyatakan, kepercayaan sebagai keyakinan seseorang terhadap reliabilitas dan

integritas. Kepercayaan didefinisikan sebagai dimensi hubungan bisnis yang

menentukan tingkat dimana orang merasa dapat bergantung pada integritas janji

yang ditawarkan oleh orang lain. Hal ini secara mendasar merupakan keyakinan

bahwa seseorang akan memberikan apa yang dijanjikan. Menurut Sulisyanto

(2011:53), kepercayaan terbentuk dari tiga indikator, yaitu kejujuran (honesty),

kebajikan (benevolence), dan kompetensi (competence).

Menurut Pan dan Zinkhan (2016:71): Kepercayaan pelanggan pada merek

(brand trust) didefinisikan sebagai keinginan pelanggan untuk bersandar pada


26

sebuah merek dengan risiko-risiko yang dihadapi karena ekspektasi terhadap

merek itu akan menyebabkan hasil yang positif Hubungan kepercayaan

konsumen atas merek dengan keputusan pembelian ulang diperkuat dengan

penelitian yang ditulis oleh Riana (2015:65) dengan judul Artikel Pengaruh Trust

In A Brand Terhadap Brand Loyality Pada Konsumen Air Minum Aqua Di Kota

Denpasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama dan

parsial variabel trust in a brand berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty

dan brand characteristic, company characteristic, consumer – brand

characteristic juga berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty.

Ferinadewi dan Djati (2014:153) menjelaskan: alur kepercayaan konsumen

pada merek, dimana janji kinerja merek berpengaruh terhadap harapan konsumen

sehingga menghasilkan kepercayaan dan tidak percaya pada merek. Kedua

komponen kepercayaan merek bersandal pada penilaiyan konsumen yang

subjektif atau didasarkan pada beberapa persepsi, yaitu:

1. Persepsi konsumen terhadap manfaat yang dapat diberikan produk mereka.

2. Persepsi konsumen akan reputasi merek,

3. Persepsi konsumen akan kesamaan kepentingan dirinya dan penjual, dan

4. Persepsi mereka sejauh mana konsumen dapat mengendalikan penjual dan

persepsi.

Menurut Ferrinadewi dan Djati (2014:19) mendefinisikan kepercayaan

(trust) sebagai persepsi terhadap kehandalan dari sudut pandang pelanggan

didasarkan pada pengalaman, atau mengarah pada tahapan transaksi atau interaksi

yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan kinerja produk dan tercapainya


27

kepuasan. Sedangakan Yousafzai (2016:855) menyatakan, trust merupakan

pondasi dari bisnis. Suatu transaksi bisnis antar dua pihak atau lebih akan terjadi

apabila masing-masing saling mempercayai. Kepercyaan (trust) ini tidak begitu

dapat diakui oleh pihak lain/mitra bisnis, melainkan harus dibangun mulai dari

awal dan dapat dibuktikan.

Menurut Schifman dan Kanuk (2017:528) mengartikan kepercayaan

(beliefs) merupakan pernyataan dalam batin atau lisan yang menggambarkan

pengetahuan dan penilaian seseorang mengenai suatu gagasan atau hal. Menurut

Sangadji dan Sopiah (2016:201) kepercayaan adalah kekuatan pengetahuan yang

dimiliki oleh konsumen dan semua yang dibuat konsumen bahwa produk

mempunyai objek, atribut, dan manfaat. Menurut Morgan et.al. (2016:8)

kepercayaan (trust) sebagai kemauan untuk bergantung pada penjual yang dapat

dipercaya diyakini memiliki peran yang penting dalam mempengaruhi komitmen,

transaksi tidak akan terjadi bila ambang batas suatu kepercayaan tidak

tercapaidiantara pelaku bisnis tersebut. Menurut Sirdeshmukh (2016:44)

kepercayaan adalah sebagian harapan yang dimiliki konsumen bahwa penyedia

layanan dapat dianndalkan untuk memenuhi janjinya. Kepercayaan juga dapat

diperoleh karena melakukan suatu hal yang terbaik kepada pihak lain melalui

suatu hubungan.

Kepercayaan merupakan suatu hal yang penting bagi sebuah komitmen

atau janji, dan komitmen hanya dapat direalisasikan jika suatu saat berarti.

Kepercayaan ada jika para pelanggan percaya bahwa penyedia layanan jasa

tersebut dapat dipercaya dan juga mempunyai derajat integritas yang tinggi.
28

Menurut Sunarto (2016:153) “Kepercayaan konsumen adalah semua pengetahuan

yang dimiliki konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang

objek, atribut dan manfaatnya”.

Lebih lanjut Sutisna (2015 : 88) mendefinisikan “Trust (Kepercayaan)

sebagai kesediaan (Willingness) seseorang untuk menggantungkan dirinya pada

pihak lain dengan resiko tertentu. Kepercayaan terhadap merek terbentuk dari

pengalaman masa lalu dan interaksi dengan sebelumnya”. Suatu pengalaman

konsumsi dapa didefinisikan sebagai kesadaran dan perasaan yang dialami

konsumen selama pemakaian produk atau jasa.

Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa kepercayaan

merupakan keinginan untuk bergantung pada partner kerjasama yang telah

diyakini seseorang. Keyakinan atau kepercayaan merupakan suatu faktor penting

yang dapat mengatasi krisis dan kesulitan antara rekan bisnis selain itu juga

merupakan asset penting dalam mengembangkan hubungan jangka panjang antar

organisasi. Suatu organisasi harus mampu mengenali faktor-faktor yang dapat

membentuk kepercayaan tersebut agar dapat menciptakan, mengatur, memelihara,

menyokong dan mempertinggi tingkat hubungan dengan pelanggan.

2.3.2 Indikator Kepercayaan

Menurut Mayer et al. (2017:44) faktor yang membentuk kepercayaan

seseorang terhadap yang lain ada tiga yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati

(benevolence), dan integritas (integrity). Ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut:
29

a. Kemampuan (Ability). Kemampuan mengacu pada kompetensi dan


karakteristik penjual/organisasi dalam mempengaruhi dan mengotorisasi
wilayah yang spesifik. Dalam hal ini, bagaimana penjual mampu
menyediakan, melayani, sampai mengamankan transaksi dari gangguan
pihak lain. Artinya bahwa konsumen memperoleh jaminan kepuasan dan
keamanan dari penjual dalam melakukan transaksi. Kim et al. (2013:66)
menyatakan bahwa ability meliputi kompetensi, pengalaman, pengesahan
institusional dan kemampuam dalam ilmu pengetahuan.
b. Kebaikan hati (Benevolence) Kebaikan hati merupakan kemauan penjual
dalam memberikan kepuasan yang saling menguntungkan antara dirinya
dengan konsumen. Profit yang diperoleh penjual dapat dimaksimumkan,
tetapi kepuasan konsumen juga tinggi. Penjual bukan semata-mata
mengejar profit maksimum semata, melainkan juga memiliki perhatian
yang besar dalam mewujudkan kepuasan konsumen. Menurut Kim et al.
(2013:66) menyatakan perhatian, empati, keyakinan, dan daya terima.
c. Integritas (Integrity). Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau
kebiasaan penjual dalam menjalankan bisnisnya. Informasi yang diberikan
kepada konsumen apakah benar sesuai dengan fakta atau tidak. Kualitas
produk yang dijual apakah dapat dipercaya atau tidak. Kim et al. (2013:66)
menyatakan mengemukakan bahwa integritydapat dilihat dari sudut
kewajaran, pemenuhan, kesetiaan, keterus-terangan, keterkaitan, dan
kehandalan.

Selanjutnya Yousafzai et al. (2016: 856) menyatakan, setidaknya terdapat

enam indikator mengenai kepercayaan (trust) sebagai berikut:

a) Trust adalah keyakinan bahwa kata atau janji dan kualitas seseorang dapat
dipercaya dan seseorang akan memenuhi kewajibannya dalam sebuah
hubungan pertukaran.
b) Trust akan terjadi apabila seseorang memiliki kepercayaan diri dalam
sebuah pertukaran dengan mitra yang memiliki integritas dan dapat
dipercaya dan adanya saling menghargai antar sesama.
c) Trust adalah penilaian hubungan seseorang dengan orang lain yang akan
melakukan transaksi tertentu menurut harapan orang kepercayaannya
dalam suatu lingkungan yang penuh ketidakpastian dan dapat menjamin
keamanan.
d) Trust adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk
menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perhatian atau
perilaku yang baik dari orang lain yang dapat memenuhi semua
kewajibannya

Pendekatan yang juga perlu dilakukan untuk membangun kepercayaan dan

hubungan adalah mendengarkan. Mendengarkan merupakan kunci membangun


30

kepercayaan, hal ini sesuai dengan tiga faktor penting yang dikemukakan oleh

Griffin (2015: 85):

1. Pelanggan lebih cenderung mempercayai seseorang yang


menunjukkan rasa hormat dan apa yang dikatakannya.
2. Pelanggan cenderung lebih mempercayai perusahaan bila
perusahaan mendengarkan dan membantu masalah-masalahnya.
3. Semakin banyak pelanggan memberitahu maksudnya, semakin
besar rasa kepercayaannya.

Kepercayaan timbul dari suatu proses yang lama sampai kedua belah pihak

saling mempercayai. Apabila kepercayaan sudah terjalin di antara konsumen dan

perusahaan, maka usaha untuk membinanya tidaklah terlalu sulit. Jasfar (2016 :

20) mengemukakan faktor- yang mempengaruhi dalam proses terbentuknya

kepercayaan antara lain : reputasi perusahaan, besar-kecilnya perusahaan, saling

menyenangi, baik antara konsumen dengan perusahaan maupun antara konsumen

dengan pegawai perusahaan.

Dari sudut pandang konsumen, maka kepercayaan terhadap marek menurut

Ferrinadewi dan Djati (2014:155) indikator yang mencerminkan akumulasi

asumsi-asumsi meliputi kredibilitas, integritas, dan kepuasan yang dilekatkan

konsumen terhadap merek adalah :

1. Kredibilitas adalah kemampuan merek atau produk untuk memenuhi


sysrat-syarat pertukaran dalam bentuk kinerja yang diharapkan. Nilai
kredibilitas ini sangat ditentukan oleh dalamnya pengalaman konsumen
akan kemampuan merek dalam memuaskan kebutuhan konsumen.
2. Integritas merupakan motivasi konsumen untuk setia pada merek atau
produk sesuai dengan syarat-ayarat dalam pertukaran.
3. Kepuasan merupakan kebijakan jangka panjang perusahaan yang
mempertibangkan kepuasan kepentingan konsumen.

Menurut riset Costabile (2015:127) kepercayaan merek adalah persepsi akan

kehandalan dari sudut pandang konsumen di dasarkan pada pengalaman, atau


31

lebih pada urutan-urutan transakai atau interakai yang dicirikan oleh terpenuhinya

harapan akan kinerja produk dan kepuasannya. Menurut Luarn dan Lin

(Ferrinadewi dan Djati 2014:147-148) kepercayaan merek adalah sejumlah

keyakinan spesifik terhadap integritas, benovelonce, competency dan

predictability. Kepercayaan merek akan mempengaruhi kepuasan konsumen.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa kepercayaan pada

dasarnya berhubungan dengan perasaan seseorang terhadap suatu objek yang

didasarkan pada berbagai pertimbangan. Kepercayaan terkait dengan rasa percaya

atau tidak percaya dalam diri seseorang terhadap apa yang ditawarkan oleh orang

lain, karena itu kepercayaan juga berhubungan dengan perasaan yakin atau tidak

yakin yang dimiliki oleh seseorang terhadap apa yang dijanjikan oleh orang

2.4 Kepuasan

2.4.1 Pengertian Kepuasan

Kotler (2016:126) mendefinsikan kepuasan Konsumen sebagai perasaan

suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu produk setelah membandingkan

kinerja produk tersebut dengan yang diharapkan. Menurut Tjiptono (2016:24)

mendefinsikan kepuasan Konsumen sebagai suatu tanggapan emosional pada

evaluasi pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Sedangkan Setiadi

(2015:44) mendefinsikan kepuasan Konsumen sebagai hasil evaluasi menyeluruh

Konsumen atas kinerja produk yang dikonsumsinya.

Kepuasan konsumen menurut Barkelay dan Saylor (2015:21) merupakan

fokus dari proses manajemen berorientasi pada konsumen, bahkan dinyatakan

pula bahwa kepuasan konsumen adalah kualitas. Pengertian kepuasan konsumen


32

adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan dengan harapannya.

Sedangkan menurut Lupioyadi (2016:33) Kepuasan merupakan fungsi dari

persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan

Engel et al (2016:10) mengatakan bahwa kepuasan adalah evaluasi paska

konsumsi untuk memilih beberapa alternatif dalam rangka memenuhi harapan.

Band (dalam Nasution, 2015) mengatakan bahwa kepuasan tercapai ketika

kualitas memenuhi dan melebihi harapan, keinginan dan kebutuhan konsumen.

Sebaliknya, bila kualitas tidak memenuhi dan melebihi harapan, keinginan dan

kebutuhan konsumen maka kepuasan tidak tercapai. Konsumen yang tidak puas

terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya akan mencari perusahaan lain yang

mampu menyediakan kebutuhannya.

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan kepuasan konsumen merupakan

respon konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan

sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Pada

dasarnya pengertian kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara tingkat

kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Terciptanya kepuasan

konsumen dapat memberikan manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan

dan konsumen menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian

dan terciptanya loyalitas konsumen dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut

kemulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan.


33

2.4.2 Indikator Kepuasan

Dalam mengavaluasi kepuasan terhadap produk, jas atau perusahaan

tertentu, Konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor atau dimensi.

Menurut Tjiptono (2016:25) mengukur indikator kepuasan Konsumen ke dalam

delapan dimensi pokok sebagai berikut:

1. Kinerja (performance) merujuk pada karakter produk inti yang meliputi


merek, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kinerja individu.
Kinerja beberapa produk biasanya didasari oleh preferensi subyektif
konsumen yang pada dasarnya bersifat umum.
2. Keandalan (reliability) berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu
produk mengalami keadaan tidak berfungsi (malfunction) pada suatu
periode.
3. Kesesuaian (conformance) dimensi lain yang berhubungan dengan kualitas
suatu barang adalah kesesuaian produk dengan standar dalam industrinya.
Kesesuaian suatu produk dalam industri jasa diukur dari tingkat akurasi
dan waktu penyelesaian termasuk juga perhitungan kesalahan yang terjadi,
keterlambatan yang tidak dapat diantisipasi dan beberapa kesalahan lain.
4. Kemampuan jasa (serviceability) bisa juga disebut dengan kecepatan,
kompetensi, kegunaan, dan kemudahan produk untuk diperbaiki. Dimensi
ini menunjukkan bahwa Konsumen tidak hanya memperhatikan adanya
penurunan kualitas produk, tetapi juga waktu sebelum produk disimpan,
penjadwalan jasa, proses komunikasi dengan staf, frekuensi jasa perbaikan
akan kerusakan produk dan jasa lainnya.

Menurut Kotler (2016:16) indikator kepuasan konsumen dapat

dilaksanakan dengan cara :

1. Complain and Suggestion System (sistem keluhan dan saran). Pada sistem
ini perusahaan membentuk suatu saluran khusus yang dapat dipergunakan
untuk menampun keluhan atau saran-saran dari konsumen.
2. Customer Satisfation Survey (Survey kepuasan konsumen), adalah cara
lain untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen dengan melakukan
survey langsung kepada konsumen secara berkala.
3. Ghost Shopping (pembeli bayangan) adalah perusahaan yang
memperkerjakan beberapa pegawai untuk bertindak seolah-olah pembeli
potensial untuk memberikan laporan tentang kekuatan atau kelemahan atas
pembelian produk atau penggunaan jasa perusahaan dan produk
pesaingnya berdasarkan pengalaman yang dialami pada saat membeli
produk dan menggunakan jasa perusahaan.
34

4. Lost Customer Analysis (Analisis konsumen yang hilang), perusahaan


berusaha untuk menghubungi para konsumen yang berhenti atau tidak lagi
mempergunakan produk/jasa perusahaan dan berpindah pada perusahaan
lain. Jika hasil analisis ini ternyata konsumen yang hilang dan jumlahnya
meningkat, maka ini menunjukkan bahwa perusahaan ridak dapat
memberikan kepuasan kepada para konsumennya.

Menurut Kotler (2016:17) dengan mengetahui tingkat kepuasan konsumen,

perusahaan dapat melakukan antisipasi terhadap kriteria dari suatu produk.

Berawal dari pengalaman, cerita atau informasi dari teman/relasi atau pihak-pihak

lain dan janji yang diberikan oleh marketer terhadap suatu produk, akan

membentuk suatu ekspektasi (harapan) bagi konumen. Harapan dari konumen

dibandingkan dengan kinerja suatu produk akan membentuk dua kondisi, yaitu

kepuasan konsumen (customer satisfaction) atau ketidakpuasan konsumen

(customer dissatisfaction).

Menurut Lupiyoadi (2016:35) Proses pembentukan kepuasan konsumen

dimulai dari pengalaman masa lalu, informasi-informasi dari kerabat atau relasi

dan informasi yang disampaikan oleh perusahaan. Dalam menentukan tingkat

kepuasan konsumen terdapat lima indikator utama yang harus diperhatikan oleh

perusahaan yaitu :

1. Kualitas Produk
Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas Pelayanan
Terutama untuk industri jasa. Konsumen akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang
diharapkan.
3. Emosional
Konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang
lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan merek tertentu cenderung
mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh
bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self-esteem yang
membuat konsumen menjadi puas terhadap merek tertentu.
35

4. Kepercayaan
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan
kepercayaan yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi
kepada konsumennya.
5. Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung
puas terhadap produk atau jasa itu.

2.5 Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Adi Wahyu Nugroho (2015) berjudul

“Pengaruh Kinerja Layanan, Kepercayaan Dan Kepuasan Terhadap Loyalitas

Konsumen Dalam Menggunakan Jasa Pengiriman Barang (Studi Kasus di Hira

Cargo Cabang Semarang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kinerja layanan

berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan, dapat diartikan bahwa semakin

tinggi kinerja layanan yang diberikan kepada konsumen yang menggunakan jasa

pengiriman barang, maka akan semakin meningkatkan loyalitas pelanggan dengan

nilai t hitung 2,640 > t tabel 2,0049. Kepercayaan berpengaruh positif terhadap

loyalitas pelanggan, artinya jika kepercayaan konsumen terhadap jasa pengiriman

barang Hira Cargo Cabang Semarang tersebut meningkat, maka akan berdampak

pada meningkatnya loyalitas pelanggan, terbukti dengan nilai t hitung 5,006 >

2,0049. Kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan,

artinya semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen dalam menggunakan jasa

pengiriman barang maka akan berdampak pada meningkatnya loyalitas pelanggan,

dengan nilai t hitung 3,039 > 2,0049.


36

Penelitian yang dilakukan oleh Robby Dharma (2017) berjudul Pengaruh

Kualitas Pelayanan, Kepercayaan, Dan Kepuasan Terhadap Loyalitas Pelanggan

Pada PT. Padang Tour Wisata Pulau Padang. Dari hasil penelitian didapatkan

hasil analisis yang menggunakan AnalisisRegresi Berganda didapatkan, bahwa

variabel kualitas pelayanan, kepercayaan, kepuasan, dan loyalitas pelanggan

(Adjust R Square) sebesar 0,474 atau sebesar 47,4% dengan bentuk persamaan

regresi Y= 8,432+ 0, 331X1 + 0,310X2 – 0,029X3. Hasil analisis menggunakan

uji t dapat diketahui variabel Kualitas Pelayanan berpengaruh positif dan

signifikan terhdap Loyalitas Pelanggan dimana thitung lebih besar dari ttabel

(3,972 > 1,992), Kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas

Pelanggan thitung lebih dari ttabel (3,301 > 1,992). Dan Kepusan tidak

berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan dengan Fhitung lebih kecil dari ttabel

(-0,264 < 1,992). Hasil analisis menggunakan uji F dapat diketahui juga bahwa

variabel kualitas pelayanan, kepercayaan, dan kepuasan secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan Fhitung 24,685 >

Ftabel 2,72.

Penelitian yang dilakukan oleh Endang Tri Wahyuni (2017) berjudul

Pengaruh Kepercayaan Dan Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah Perbankan

Syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepercayaan (X1) secara

parsial mempunyai pengaruh positif dansignifikan terhadaployalitas nasabah(Y)

dibuktikan dengan hasil statistik nilai t sebesar 5,599 dengan nilai signifikansi

sebesar 0,000<0,05. Variabel kepuasan (X2) nilai t sebesar 3,748 dengan nilai

signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, dengan demikian variabel kepuasan (X2)
37

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap loyalitas nasabah (Y).

Hasil Uji F dengan nilai Fhitung 36,991 dan signifikansi 0,000. Hasil ini

membuktikan bahwa secara simultan variabel kepercayaan dan kepuasan

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap loyalitas nasabah

Penelitian yang dilakukan oleh Eka Permata Putra, (2015) berjudul

Analisis Pengaruh Kinerja Layanan, Kepercayaan, Dan Harga Terhadap Loyalitas

Pelanggan Jasa Pos Express Di Kota Padang. Hasil penelitian menunjukan

bahwa kinerja layanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan

dengan thitung 3,153 > ttabel 1,985. Kepercayaan berpengaruh signifikan

terhadap loyalitas pelanggan dengan thitung 4,003 > ttabel 1,985. Harga

berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan thitung 3,356 > ttabel

1,985. Kinerja layanan, kepercayaan, dan harga secara simultan (bersama-

sama) berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan Fhitung 32,037

> Ftabel 2,70. Dari hasil koefisien determinasi diketahui kontribusi yang

diberikan oleh kinerja layanan, kepercayaan, dan harga terhadap loyalitas

pelanggan adalah 48,50% maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan variabel

kinerja layanan, kepercayaan, dan harga dalam menjelaskan variabel loyalitas

pelanggan sebesar 48,50%.

Penelitian yang dilakukan oleh Sandy Setia Makruf (2017) berjudul

“Pengaruh Brand Image (Citra Merek), Harga DanPromosi Terhadap Loyalitas

konsumen Motor Pada PT.Mega Persada Sukabumi Bandar Lampung. Hasil

penelitian diperoleh bahwa Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode deskriptif verifikatif dengan pendekatan ex post facto dan
38

survey. Penelitian ini dilakukan di PT. Mega Persada Sukabumi Bandar

Lampung dengan sampel 60 responden yang ditentukan dengan teknik accidental

sampling kepada orang-orang yang pernah membeli motor di perusahaan tersebut.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Data yang

terkumpul diolah dengan program SPSS. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan

melihat hasil koefisien regresi linier multipel diperoleh thitung untuk brand image

sebesar 2,418 > ttabel sebesar 2,011, thitung untuk harga sebesar 4,684 > ttabel

sebesar 2,011, thitung untuk promosi 4,418 > ttabel sebesar 2,011. Selain itu,

dengan uji F dilihat bahwa brand image, harga dan promosi memiliki pengaruh

terhadap keputusan pembelian dengan hasil Fhitung > Ftabel atau 48,080 > 2,774

maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada

pengaruh yang positif dan signifikan brand image, harga dan promosi terhadap

loyalitas konsumen. Untuk lebih jelas perhatikan Tabel berikut ini :


39

Tabel II.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu

Judul Hasil
No Metode Persamaan Perbedaan
Penelitian penelitian
1 Pengaruh Kuantitatif Terdapat Variabel Y : Lokasi
Kinerja Analisis pengaruh Loyalitas
Layanan, Regresi yang Konsumen Sampel
Kepercayaan Berganda signifikan
Dan Kinerja Variabel X:
Kepuasan Layanan, Kinerja
Terhadap Kepercayaan Layanan,
Loyalitas Dan Kepercayaa
Konsumen Kepuasan n Dan
Dalam Terhadap Kepuasan
Menggunakan Loyalitas
Jasa Pengiriman Konsumen
Barang Dalam
(Studi Kasus Di Menggunakan
Hira Cargo Jasa
Cabang Pengiriman
Semarang). Adi Barang
Wahyu Nugroho
(2015)
Pengaruh Kuantitatif Terdapat Variabel Variabel
Kualitas Analisis pengaruh yang dependen : independe
Pelayanan, Regresi signifikan Loyalitas n:
Kepercayaan, Berganda Kualitas Konsumen Kualitas
Dan Pelayanan, Pelayanan
Kepuasan Kepercayaan, Variabel
Terhadap Dan independen:
2 Loyalitas Kepuasan Kepercayaa
Pelanggan Pada Terhadap n
PT. Padang Loyalitas Kepuasan
Tour Wisata Pelanggan
Pulau Padang. Pada PT.
Robby Dharma Padang Tour
(2017) Wisata Pulau
Padang
Pengaruh Kuantitatif Terdapat Variabel Y : Variabel
Kepercayaan Analisis pengaruh Loyalitas independe
Dan Kepuasan Regresi yang Konsumen n:
3 Terhadap Berganda signifikan Variabel X: Kualitas
Loyalitas Kepercayaan Kepercayaa Pelayanan
Nasabah Dan n
Perbankan Kepuasan Kepuasan
40

Syariah. Terhadap
Endang Tri Loyalitas
Wahyuni Nasabah
(2017) Perbankan
Syariah
Analisis Kuantitatif Terdapat Variabel Variabel
Pengaruh Analisis pengaruh dependen : independe
Kinerja Regresi yang Loyalitas n:
Layanan, Berganda signifikan Harga
Kepercayaan, Kinerja Variabel
Dan Harga Layanan, independen:
Terhadap Kepercayaan, Kinerja
4 Loyalitas Dan Harga layanan dan
Pelanggan Jasa Terhadap Kepuasan
Pos Express Di Loyalitas
Kota Padang. Pelanggan
Eka Permata Jasa Pos
Putra (2015) Express Di
Kota Padang

5 Pengaruh Brand Kuantitati ada - Variabel - Variabel


Image Harga f Analisis pengaruh independe independe
Dan Regresi yang positif n: n :
Promosi Berganda dan Brand Promosi
Terhadap signifikan Image dan
Loyalitas brand Harga
konsumen image, - Variabel
Motor Pada harga dan dependen
PT.Mega promosi :
Persada terhadap Loyalitas
Sukabumi loyalitas konsumen
Bandar konsumen
Lampung. Motor Pada
Sandy Setia PT.Mega
Makruf (2017) Persada
Sukabumi
Bandar
Lampung
41

2.6 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian teori dan penelitian sebelumnya maka hubungan antar

variabel penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar II.2
Kerangka Pemikiran

Kinerja Layanan
(X1)

H1
Loyalitas
Kepercayaan
Konsumen (Y)
(X2)
H2

H3
Kepuasan
(X3) H4

Sumber : Landasan Teoritis, Penelitian Sebelumnya, dan dimodifikasi oleh


penulis sesuai dengan kebutuhan penelitian. (Adi Wahyu Nugroho
(2015)

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran maka Hipotesis penelitian ini adalah:

H1 : Kinerja layanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen

menggunakan jasa pengiriman JNE di Kota Banda Aceh terkait

keterlambatan pengantaran

H2 : Kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen

menggunakan jasa pengiriman JNE di Kota Banda Aceh terkait

keterlambatan pengantaran
42

H3 : kepuasan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen

menggunakan jasa pengiriman JNE di Kota Banda Aceh terkait

keterlambatan pengantaran

H4 : Kinerja layanan, kepercayaan, dan kepuasan berpengaruh signifikan

terhadap loyalitas konsumen menggunakan jasa pengiriman JNE di Kota

Banda Aceh terkait keterlambatan pengantaran

Anda mungkin juga menyukai