di atas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib membayar pajak sesuai
ketentuan yang berlaku. Mereka ini disebut wajib pajak orang pribadi.
Setiap tahun, wajib pajak harus melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan
Pajak Penghasilan (PPh) Pribadi.
Saat ini, pelaporan SPT Pajak Tahunan sangat mudah dan praktis. Pelaporan SPT
PPh Orang Pribadi cukup dilakukan secara online melalui e-fiiling (electronic
filing).
Pelaporan SPT PPh pribadi ini harus disampaikan setiap tahunnya dengan batas
waktu paling lambat 31 Maret.
Nah, sebelum batas waktu pelaporan habis, segera laporkan SPT Pajak Pribadi dan
hindari terkena denda di kemudian hari. Berikut kumparan rangkum langkah
pelaporan SPT wajib pajak pribadi secara online.
See detail
Bukti potong tersebut bisa diminta ke bagian HRD masing-masing tempat kerja
wajib pajak.
Besarnya gaji mempengaruhi jenis SPT yang dipakai. Jika penghasilan wajib
pajak kurang dari Rp 60 juta per tahun, maka jenis SPT yang digunakan untuk
pelaporan adalah:
See detail
Jika penghasilan di atas Rp 60 juta per tahun, maka jenis SPT yang digunakan
untuk pelaporan adalah:
Wajib pajak bisa memilih sendiri apakah ingin menyampaikan langsung SPT
pajaknya secara online atau dengan cara mengunduh formulir pelaporan di laman
http://www.pajak.go.id/laporSPT.
Sementara jika memilih mengisi SPT dengan mengunduh formulir tersebut (e-
form), wajib pajak bisa mengisi secara offline dan kembali mengunggah formulir
yang telah dilengkapi tersebut serta melampirkan bukti potong.
Pada menu, wajib pajak bisa tingga memilih “Buat SPT” di bagian pojok kanan
atas.
Ikuti langkah selanjutnya dan jawab pertanyaan dengan tepat atau sesuai dengan
yang sebenarnya, hingga semua pertanyaan selesai terjawab.
Jenis SPT yang muncul sesuai dengan besaran penghasilan wajib pajak, yakni
kurang dari Rp 60 juta atau melebihi Rp 60 juta per tahun.
See detail
Setelah memilih jenis SPT, wajib pajak harus kembali mengisi formulir sesuai
petunjuk. Pilih tahun SPT Pajak (2018), lalu pilih status SPT di Normal, dan klik
Langkah Berikutnya.
Isi Lampiran II
Saat ini, sistem pajak sudah terintegrasi dengan lembaga keuangan, sehingga wajib
pajak tidak bisa lagi berbohong mengenai kepemilikan harta.
Jika penghasilan wajib pajak di atas Rp 54 juta per tahun, maka sangat mungkin
memiliki sejumlah harta seperti tabungan atau deposito, investasi, uang tunai yang
tersimpan di rumah, atau lainnya yang belum masuk dalam perhitungan
penghasilan kena pajak yang dipotong dari perusahaan tempat wajib pajak
bekerja.
See detail
Pada kolom halaman 'Apakah Anda Memiliki Harta?' Jawab 'Ya.' Selanjutnya klik
icon + (tambah) yang ada pada pojok kanan atas.
Di kolom tersebut, wajib pajak bisa isi dengan benar harta apa saja yang dimiliki
di luar gaji, misal tabungan atau deposito, investasi, handphone, laptop, motor,
atau lainnya.
Jika wajib pajak memiliki tabungan atau uang tunai, bahkan piutang sekalipun, isi
jumlah nominalnya dengan benar.
Misalnya, jenis harta yang dimasukan adalah tabungan, maka beri keterangan
'Simpanan' atau lainnya. Kemudian klik Simpan.
Jika tidak ada tambahan harta lainnya, karena memang penghasilan di bawah Rp
54 juta per tahun, maka bisa langsung melanjutkan ke langkah berikutnya.
Pada halaman berikutnya akan ada pertanyaan: Apakah Anda Memiliki Utang?
Bila Anda memang punya utang, sebutkan saja apakah itu KTA, KPR, dan lainnya
kecuali kartu kredit.
Lakukan pengisian sesuai dengan yang tertera dalam bukti potong yang diterima
dari HRD tempat wajib pajak bekerja.
Mulai dari Pengisian Netto, Penghasilan Kena Pajak, PPh Terutang, Kredit Pajak
(jika ada), PPh Kurang/Lebih Bayar (jika ada), Angsuran PPh Pasal 25 Tahun
Pajak Berikutnya (jika ada),
Jika langkah-langkah pengisian SPT sudah benar, maka tahap terakhir akan ada
informasi bahwa SPT Anda "Nihil"
Periksa Email
Periksalah email wajib pajak yang sudah terdaftar sebelumnya, sebab pihak Ditjen
Pajak akan mengirimkan token untuk verifikasi pelaporan SPT via email.
Dan SPT siap dikirim dengan mengklik kolom "Kirim SPT". Terakhir klik
"Selesai."