Anda di halaman 1dari 3

terlampir lampirkan jenis-jenis pajak lengkap yang wajib disetorkan dan dilaporkan sebagai

wajib pajak.

Namun sesuai dengan kewajiban yang dilapor secara bulanan dan tahunan adalah:
 Bulanan
1. PPN :
PPN masa baik nihil, lebih bayar, atau kurang bayar dilaporkan setiap bulan di bulan
berikutnya. Misal: PPN September dilaporkan diantara 1 Okt s.d 31 Okt
Pencatatan dan penerbitan PPN dilakukan di E-Faktur dan pelaporannya dilakukan di
DJP Online.
Jika lebih bayar, maka pada laporan dinyatakan dikompensasikan ke bulan
berikutnya.
Jika kurang bayar, maka selisih pajak harus disetorkan ke kas negara melalui bank
dan NTPN pembyarannya disubmit ke e-faktur untuk membuat CSV dan file pdf yang
kemudian dilaporkan melalui   DJP online.
           
2. BPJSTK
Pembayaran bpjs ketenagakerjaan dibayarkan setiap bulannya di awal bulan dengan
mengakses SIPPBPJSTK https://sipp.bpjsketenagakerjaan.go.id/ untuk kemudian
membuat kode pembayaran agar kemudian digunakan untuk pembayaran ke bank.

 Tahunan
1. Laporan PPh 21/26 (Laporan gaji karyawan)
Laporan dibuat di aplikasi e-spt 2114
Laporan pajak ini harus dilaporkan setiap bulan jika gaji karyawan di atas PTKP atau
di atas 4,5 juta rupiah.
Namun jika gaji di bawah PTK,  tidak dilaporkan setiap bulan tapi hanya sekali yaitu
di akhir tahun di masa Desember.

2. SPT PPh Tahunan Badan


Laporannya diisi di e-spt pph 1771 atau dengan mengisi E-Form yang bisa
didownload di DJP online.
Laporan SPT PPh Tahun Badan dilaporkan setiap tahun dimana laporan dilakukan
paling lambat 30 April di tahun berikutnya.
Contoh: SPT Tahunan Badan tahun 2020 nantinya harus dilaporkan paling lambat 30
April 2021.

 Laporan lainnya, jika ada transaksi:


1. Pajak UMKM : Pajak ini disetorkan jika ada penjualan ke customer pada satu masa
pajak tertentu dimana 0,5% dari penghasilan tanpa pajak disetor ke negara dan
pembuatan kode billingnya dilakukan di DJP online.
2. Pajak Sewa: Laporan pajak ini dilakukan jika ada transaksi sewa-menyewa.  Dicreate
di aplikasi e-spt pph masa 42.
3. Pajak Jasa : Laporan pajak ini dilakukan jika ada transaksi sewa jasa. Di create di
aplikasi e-spt pph masa 23.

Untuk setiap ID dan password untuk akses aplikasi pajak, website, dll akan di info pihak pajak
ketika nanti PT sudah register.
a. E-Faktur.

Sedikit gambaran tentang E-Faktur. E-Faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi
atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan DJP (Dirjen Pajak). Bebera jenis
faktur pajak diantaranya 1. Faktur Pajak Keluaran yaitu faktur pajak yang dibuat saat PKP
menjual barang/jasa kena pajak, 2. Faktur Pajak Masukan yaitu faktur pajak yang didapat
ketika PKP membeli barang/jasa kena pajak. Faktur ini yang dikatakan faktur pajak PPN yang
sering diterima bersamaan dengan invoice saat melakukan transaksi jual beli barang/jasa.
Saat faktur pajak masukan atau faktur pajak keluaran diinput di E-Faktur, maka kemudian
harus di approve dulu di aplikasi dan kalau sudah diapprove maka data akan terekam dan
saat dilapor melalui DJP Online data sudah terkirim ke database kantor pajak.

Untuk mendapatkan E-Faktur, perusahaan lebih dulu harus mengajukan pengukuhan PKP ke
kantor pajak. Setelah proses PKP selesai baru kemudian pengajuan untuk memperoleh E-
Faktur bisa diproses. Setelah memiliki E-Faktur maka PKP bisa menerbitkan Faktur Pajak
Keluaran ataupun menginput Faktur Pajak Masukan yang diterima.

b. Step PO dan hubungan dengan E-faktur

Untuk step-step pembuatan faktur pajak keluaran, pajak masukan, dan tahapan-tahapan
pelaporan tidak akan saya rincikan disini karena sulit menjelaskannya tanpa menunjukkan
langsung di aplikasi dan selain itu harus berpindah-pindah aplikasi dari E-Faktur ke DJP untuk
Billing dan sebagainya. Bagaimana jika pajak nihil, lebih bayar, kurang bayar, semua
perlakuannya ada tahapan yang berbeda sehingga jika tidak diperagakan saya bingung
menjelaskannya karena satu step ke step berikutnya ada penjelasan-penjelasan yang harus
dijelaskan per bagiannya begitu juga output print dari billing, spt, slip pembayaran ke bank
dan penjelasan bagian-bagian mana yang penting digunakan.

Untuk itu saya coba berikan gambarkan alurnya dulu. Semoga dapat membantu memberi
gambaran.
Sebuah PT yang PKP dalam bertransaksi dan kaitannya dengan pembuatan faktur pajak di E-
Faktur maka flow nya kurang lebih seperti berikut:
Misalnya kita bertransaksi di bulan 08 September 2020.

-Saat memperoleh PO dari client maka kita siapkan barang dan dokumen seperti invoice,
packing list dan faktur pajaknya. Dalam pembuatan faktur pajak di E-Faktur ini kita harus
mengisi seperti:
a. Data lawan transaksi kita seperti nama perusahaan, npwp, alamat, dll.
b. Setelah lawan transaksi direkam maka kita buka Pajak Keluaran untuk merekam data
tranaksi seperti nama barang, kuantitas barang dan nilai barang.
Data ini diterbitkan sebagai Faktur Pajak Keluaran yang kemudian kita serahkan ke pembeli
bersamaan dengan invoice dan packing list. Tanggal faktur harus sama dengan tanggal
invoice.
(Faktur pajak inilah yang nantinya diinput pembeli di E-Faktur sebagai Faktur Pajak Masukan
mereka yang dapat dikreditkan/dilaporkan paling lama 3 bulan ke depan. Hal yang sama juga
berlaku bagi kita sebagai pembeli. Jika kita membeli barang dari produsen maka mereka
akan menerbitkan invoice dan faktur pajak. Dari sisi mereka ini disebut Faktur Pajak
Keluaran dan faktur pajak yang mereka terbitkan tersebut diserahkan ke kita sebagai
pembeli dan faktur itu kita input di E-Faktur kita sebagai Faktur Pajak Masukan dan bisa kita
kreditkan/laporkan paling lama 3 bulan ke depan sesuai kebutuhan.)
               
- Setelah semua transaksi September direkam di E-Faktur maka kita harus lapor PPN nya di
bulan berikutnya yaitu Oktober batasnya sampai akhir bulan atau tanggal 31. Jika lebih dari
itu maka akan terkena denda.
                Kita harus memposting dan mengisi form induk dan lampiran SPT.
Jika Nihil cukup centang beberapa kolom.
                Jika lebih bayar harus mengisi lampiran-lampiran dan kompensasi ke masa berikutnya.
                Jika kurang bayar, harus buat billing di DJP sesuai kode pajak yang harus dibayarkan.
Kemudian membayar kurang bayarnya ke bank. Setelah mendapat slip pembayaran, NTPN nya
diinput ke E-Faktur lagi.
               
                - setelah itu dibuatkan csv dan pdf untuk laporannya.
                - setelah memperoleh csv dan pdf nya kemudian masuk ke DJP online untuk melaporkan
pajak masa september tersebut dengan melampirkan csv dan pdf nya.
                - Laporan PPN masa September selesai

               
c. korelasi nya ke pihak pembeli dalam hal synchronize pelaporan

Mengenai sinkronisasi laporan yang bapak tanyakan mungkin tepatnya bukan sinkronisasi.
Jika kita menjual barang, tanggung jawab kita hanya menerbitkan faktur pajak keluaran
sesuai data yang valid dan memberinya ke pembeli dan kemudian menyetorkan ppn yang
kita terima ke negara. Pembeli bisa mengkreditkan/melaporkan faktur tersebut yang
menjadi faktur pajak masukan untuk mereka dalam kurun waktu 3 bulan ke depan. Bukan
tanggung jawab kita lagi apakah pembeli akan melapor pajaknya atau tidak. Faktur yang
mereka terima itu sudah menjadi hak dan tanggung jawab mereka dan jika tidak dilaporkan
itu jadi urusan mereka dengan pihak pajak. Sama halnya jika kita membeli barang dari
produsen, setelah mereka menyerahkan faktur pajaknya ke kita maka mereka tidak ada
kaitan lagi apakah kita laporkan pajak tersebut atau tidak. Kita wajib melaporkan faktur
pajak tersebut paling lama 3 bulan ke depan. Dan jikapun itu tidak kita laporkan maka bukan
lagi jadi tanggung jawab penjual yang sudah menerbitkan. Jika kita tidak lapor itu jadi urusan
kita dengan pihak pajak.

Yang dijelaskan diatas adalah jika kita berbicara perusahaan sebagai PKP. Sedikit gambaran.
Jadi,
- Jika sebuah perusahaan adalah PKP, maka bisa menerbitkan faktur pajak karena punya E-
Faktur dan wajib melapor PPN tiap bulan dan PPH (misal SPT Tahunan Badan, PPH21 gaji
karyawan, dll)
-Jika sebuah perusahaan bukan PKP, bisa saja transaksi tapi tidak bisa menerbitkan faktur
pajak karena tidak punya E-Faktur dan tidak berkewajiban melaporkan PPN tapi tetapwajib
melapor PPH.
- Jika perusahaan bukan PKP dan Non-Efektif, maka tidak bisa transaksi, tidak bisa
menerbitkan faktur dan tidak punya kewajiban lapor apapun. Jika melakukan transaksi, bisa
saja dideteksi oleh pihak pajak. Contohnya jika KIM membeli barang dari produsen dan
produsen menerbitkan faktur pajak atas pembelian KIM. Jika terdeteksi maka
konsekuensinya bisa saja KIM akan disurati oleh pihak pajak dan bisa saja KIM yang tadinya
Non-Efektif bisa diefektifkan secara otomatis atau hal lainnya.

Anda mungkin juga menyukai