Anda di halaman 1dari 6

1.

Jelaskan fungsi dari dokumen atau surat yang umum digunakan dalam sistem administrasi
perpajakan di Indonesia, berikut ini:
a. Surat Pemberitahuan Pajak (SPT)
b. Surat Setoran Pajak (SSP)
c, Surat Ketetapan Pajak (SKP)
d. Surat Tagihan Pajak (STP)
2. Jelaskan fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak!
3. Jelaskan mengenai Wajib Pajak Penghasilan Tertentu yang dikecualikan dari Kewajiban
Membayar SPT Pajak Penghasilan.
4. Lengkapi tabel berikut ini:
Batas Waktu
Jenis Pajak
Pembayaran
PPh Pasal 4 ayat 2 yang harus dibayar sendiri WP
PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh
PPh Pasal 23/26 yang dipotong oleh Pemotong PPh
PPh Pasal 25
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara
PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh WP
badan tertentu sebagai Pemungut Pajak
PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri yang
harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri

Jawaban :
1. Fungsi dari dokumen atau surat yang umum digunakan dalam sistem
administrasi perpajakan di Indonesia
a) SPT memiliki fungsi sebagai suatu sarana untuk melaporkan
pertanggungjawaban atas penghitungan jumlah pajak. Seperti pembayaran atau
pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri ataupun melalui pemotongan atau
pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak lain.
Berikut urain atau penjabaran Dari Fungsi SPT
 Sarana untuk melaporkan.
 Sarana mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang.
 Sebagai laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah
dilaksanakan sendiri dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
 Sebagai laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan dan pemungutan pajak OP atau badan lain dalam satu masa
pajak.
 Sebagai laporan penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan
objek pajak.
 Sebagai laporan harta dan kewajiban.
b) Surat Setoran pajak (SPP)
Penting untu ketahui terlebih dahulu jika SSP terdiri atas beberapa jenis, yaitu:

1. Surat Setoran Pajak Standar

Individu maupun institusi biasanya menggunakan jenis SSP standar ketika melakukan
transaksi atau pembayaran pajak ke kantor pajak setempat. Kamu akan menggunakan
surat ini untuk bukti atas transaksi atau pembayaran pajak yang kamu lakukan.

Umumnya SSP ini akan berbentuk dalam 5 rangkap.

 Lembar pertama untuk arsip pajak.


 Kantor Pelayanan Pajak menggunakan lembar kedua melalui Kantor Pelayanan
Pembendaharaan Negara (KPPN).
 Individu atau badan menggunakan lembar ketika untuk melaporkan ke KPP.
 Kantor penerima pembayaran menggunakan lembar keempat untuk arsip mereka.
 Pihak lainnya yang terkait yang akan menggunakan Lembar kelima. Pemerintah
sudah memberlakukan UU Perpajakan terkait hal ini.

2. Surat Setoran Pajak Khusus

Sebenarnya SSP khusus dan SSP standar tidak memiliki fungsi yang berbeda. Kamu sama-
sama menggunakannya untuk administrasi dalam pembayaran pajak. SSP khusus ini juga
sebagai bukti bahwa kamu telah melakukan transaksi atau pembayaran pajak ke Kantor
Pembayaran setempat. Namun, SSP khusus ini barulah akan dicetak jika kamu melakukan
transaksi atau pembayaran pajak sebanyak dua lembar. Mencetak SSP khusus ini juga bisa
secara terpisah. Lembar ini nantinya akan dikirimkan ke KPPN setempat sebagai Daftar
Nominatif Penerimaan.

3. Surat Setoran Cukai, Pabean, serta Pajak dalam Impor

Orang-orang biasa menyebut Surat Setoran Cukai, Pabean, serta Pajak dalam Impor
ini biasa sebagai SSCP. Jika kamu membayar pajak menggunakan SSP standar hanya
ada 5 lembar.

SSCP ini punya lampiran sebanyak 6 lembar.

Urutan SSCP:

 Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) menggunakan lembar


 Wajib Pajak menggunakan lembar 1b untuk penyetoran.
 Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai degan melalui KPPN
menggunakan lembar 2a sebagai bukti penyetoran.
 KPPN menggunakan Lembar 2a dan 2b untuk diberikan ke KPP.
 Penyetor menggunakan lembar 3a dan 3b untuk keperluan KPP melalui
KPPBC.
 Kemudian lembar lainnya untuk keperluan bank atau Pos Indonesia.

4. Surat Setoran Cukai

Surat Setoran Cukai biasa digunakan para pengusaha untuk kepentingan yang ada
hubungannya dengan cukai.

Biasanya digunakan terhadap barang cukai serta PPN hasil tembakau buatan di
Indonesia.

SSCP ini juga cukup banyak, berisi 6 lembar. Berikut urutannya:

 Kamu menggunakan Lembar 1a untuk KBBC.


 Selanjutnya Lembar 1b untuk keperluan kamu sebagai penyetor.
 KPPN menggunakan Lembar 2a lalu memberikannya kepada KBPC.
 KPPN memberikan Lembar 2b kepada KPP.
 Kamu selaku penyetor memberikan lembar 3 ke KPP.
 Bank atau Pos Indonesia menggunakan lembar keempat.

c) Surat Ketetapan Pajak (SKP)


Fungsi SKP secara garis besar adalah sebagai alat untuk: Menagih kekurangan
pajak. Mengembalikan kalau ada kelebihan bayar pajak. Menginformasikan pada
WP ketika ada jumlah pajak terutang.
Ada lima jenis SKP yang berhak dikeluarkan oleh Kantor Pajak Pratama (KPP)
berdasarkan hasil pemeriksaan pajak. Berikut ini penjelasannya.
 Surat Tagihan Pajak (STP)

Sesuai namanya, Surat Tagihan Pajak (STP) dikeluarkan untuk menagih pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga. STP akan diterbitkan
apabila:

1. Pajak penghasilan di tahun berjalan belum dibayar atau nominal yang dibayar
masih kurang.
2. Terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah hitung atau tulis.
3. Terkena sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
4. Pengusaha yang wajib bayar pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, namun belum melaporkan kegiatan bisnisnya
untuk diresmikan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, tetapi membuat faktur pajak.
6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat faktur pajak,
membuat faktur pajak tapi tidak tepat waktu, atau tidak mengisinya dengan lengkap.
 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat ketetapan pajak satu ini diterbitkan untuk menentukan jumlah pokok pajak sama
besarnya dengan jumlah kredit pajak. Idealnya, Ditjen Pajak mengeluarkan SKPN
setelah melakukan pemeriksaan Surat Pemberitahuan. Penerbitan SKPN berlaku
untuk:

a. Pajak Penghasilan (PPh) — nominal kredit pajak setara dengan


jumlah pajak terutang atau pajak tidak terutang. Lalu, tidak ada kredit
pajak;
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) — nominal kredit pajak setara
dengan jumlah pajak terutang atau pajak tidak terutang tanpa adanya
kredit pajak;
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) — jika jumlah pajak
yang dibayar sama dengan jumlah pajak terutang atau pajak tidak
terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

SKPLB akan dikeluarkan Ditjen Pajak apabila Wajib Pajak membayar pajak terutang
dalam jumlah yang melebihi seharusnya. Namun, SKPLB baru akan dikeluarkan
apabila ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak. Syaratnya, jumlah kredit pajak
pada PPh, PPn, dan PPnBM lebih besar dari jumlah pajak yang seharusnya
dibayarkan.

Penerbitan SKPLB dilakukan setelah pemeriksaan atas surat permohonan, maksimal


dalam waktu dua belas bulan sejak surat tersebut diterima atau sesuai keputusan
Ditjen Pajak. Apabila penerbitan terlambat, Wajib Pajak berhak mendapatkan imbalan
bunga 2% sebulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.

 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Berbanding terbalik dari SKPKB, surat ketetapan pajak satu ini diterbitkan jika Wajib
Pajak kurang atau tidak membayar pajak terutang, telat menyampaikan SPT dari
waktu yang ditentukan, adanya salah hitung pada PPN dan PPnBM bertarif 0%, dan
besar pajak terutang yang tidak diketahui.

Pada dasarnya, SKPKB adalah surat yang menentukan besarnya jumlah pokok dan
jumlah kredit pajak, besarnya sanksi administrasi, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar. SKPKB dikeluarkan
dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak berakhirnya masa pajak.

 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)


Setelah Wajib Pajak membayar dan melaporkan pajak terutang sesuai nominal yang
tercantum pada SKP, petugas pajak akan kembali memeriksa data tersebut. Apabila
masih ditemukan adanya pajak terutang yang kurang atau tidak dibayar oleh Wajib
Pajak, maka Ditjen Pajak berhak mengeluarkan SKPKBT.

SKPKBT dikeluarkan dalam jangka waktu lima tahun dengan jumlah pajak terutang y
ang harus dibayar akan ditambah 100% sebagai sanksi administrasi. Jika
Wajib Pajak belum juga membayar kekurangan pajak setelah jangka waktu tersebut,
maka akan dikenakan tambahan sanksi sebesar 48% dari jumlah pajak terutang yang
wajib dibayar.

d. Surat Tagihan Pajak (STP)

 Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut STP Wajib Pajak.
 Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
 Sarana untuk menagih pajak.

2. fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak!

NPWP memiliki banyak fungsi dan manfaat, di antaranya menjadi sarana


administrasi perpajakan. NPWP juga menjadi salah satu usaha untuk menjaga
ketertiban dalam pembayaran dan administrasi perpajakan. Selain itu, bisa pula
untuk mendapatkan pelayanan umum dan pengurusan dokumen-dokumen untuk
wajib pajak yang memiliki usaha.

Orang yang memiliki NPWP akan mendapat kemudahan untuk administrasi


perpajakan. Selain itu, pemegang nomor ini memiliki kemudahan dalam pengajuan
pengurangan pembayaran pajak dan permohonan restitusi. Memiliki NPWP pun
bermanfaat untuk pemotongan pajak yang lebih kecil. Sebab, bagi yang tidak
mempunyai NPWP, pemotongan pajak atas penghasilan akan dikenakan tarif 20 %
lebih tinggi dibanding yang memiliki NPWP

Dengan mempunyai NPWP, wajib pajak bisa mendapatkan kemudahan untuk


mengurus administrasi di berbagai instansi, karena beberapa instansi mewajibkan
untuk melampirkannya. Contohnya, jika ingin mengajukan kredit ke bank, si
peminjam harus melampirkan NPWP. Biasanya, jika tidak memiliki NPWP,
pengurusan administrasi tidak akan lancar. Selain itu, ada juga dalam pembuatan
surat izin usaha perdagangan atau SIUP, membuat rekening koran, paspor atau
bahkan membeli produk investasi.
3. Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014
mengatur Wajib Pajak yang dikecualikan dari Kewajiban Penyampaian SPT.
Kriteria Wajib Pajak yang dikecualian yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang dalam
satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi
PTKP ; atau Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha
atau tidak melakukan pekerjaan bebas
4. Lengkapi Tabel berikut ini:

Jenis Pajak Batas Waktu Pembayaran


Disetor oleh pemotong: paling lambat disetor
tanggal 10 bulan berikutnya.
Disetor sendiri (tidak dipotong): disetor paling
PPh Pasal 4 ayat 2 yang harus dibayar sendiri WP
lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
Pemotong Pajak setor paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 15 oleh wajib
pajak selaku pemotong pajak dilakukan paling
PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah
penyetoran pajak atau terutangnya imbalan atau
nilai pengganti
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong
PPh harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh berakhir. PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang
dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau
PPh Pasal 23/26 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 26 paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir. Sementara untuk
PPh Pasal 25 persyaratan wajib pembayaran angsuran PPh
Pasal 25 ialah menyertakan Surat Setoran Pajak
(SSP) atau dokumen sejenisnya.
Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara
setelah masa pajak berakhir
PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh WP Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20
badan tertentu sebagai Pemungut Pajak setelah masa pajak berakhir
Saat Terutang PPN atas Kegiatan Membangun
Sendiri saat pendirian bangunan dimulai
PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri yang
(menggali pondasi, memasang tiang, dan
harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan
sebagainya) hingga selesai dibangun, dapat
kegiatan membangun sendiri
dilakukan secara bertahap dan tidak melebihi
jangka waktu 2 tahun

Anda mungkin juga menyukai