Anda di halaman 1dari 23

INSEKTARIUM

(Laporan Praktikum Biologi Pertanian)

Oleh

Sadila Faqina
NPM 2114181013

ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Insektarium merupakan tempat penyimpanan koleksi spesimen insekta,baik


awetan basah maupun kering. Insektarium berupa awetan serangga dengan bahan
pengawet alkohol 70% dan formalin 5% yang dikemas dalam bentuk koleksi
media pembelajaran (Mukaromah, 2011). Pengawetan serangga merupakan media
pembelajaran untuk mempermudah pemahaman siswa diharapkan dapat
mempelajari bagaimana mengamati morfologi struktur tubuh serangga,
mengidentifikasi ciri-cirinya, mengklasifikasi spesies-spesies berdasarkan ordo
atau famili, dan mengetahui peranan serangga bagi kehidupan, dengan membuat
media pendidikan sendiri sangat membantu pengadaan alat peraga dan koleksi.

Penggunaan insektarium sebelum digunakan dalam penelitian,terlebih dahulu


telah divalidasi oleh ahli materi dan ahli media, sehingga diketahui layak atau
tidak digunakan dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan
serangga yang diambil dari lingkungan sekolah dimana siswa berproses dalam
pembelajaran termasuk upaya dalam memanfaatkan lingkungan sekolah dengan
kharakteristik sesuai alam sekitarnya.

Pengawetan serangga sangat diperlukan terutama untuk memenuhi kebutuhan


pada masa yang akan datang, dalam membantu perkembangan ilmu. Tanpa
diawetkan serangga-serangga tersebut mungkin hanya dapat dipakai satu kali
dalam proses pembelajaran, dengan mengawetkan serangga yang telah dikoleksi
kita tidak perlu sering membuat insektarium yang bisa mengganggu
keseimbangan alam.
1.2.Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa memahami pentingnya pembuatan insektarium


2. Mahasiswa mampu membuat insektarium
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Berdasarkan praktikum insektarium alat yang digunakan adalah: specimen yang


akan diawetkan, alcohol 70% atau 80%, gelas kaca, jarum, kapas,
kloroform,dan suntikan.

2.2 Prosedur/ Cara Kerja


Adapun cara kerja dari praktikum insektarium adalah sebagai berikut :

Pembuatan awetan basah:

Cari serangga yang akan diawetkan

Patikan serangga tersebut utuh (lengkap), Celupkan serangga ke dalam wadah


yang berisi alcohol 70%, kemudian tutup rapat

Cantumkan informasi (nama umum serangga, klasifikasi serangga, tanggal


koleksi, lokasi asal specimen)
Pembuatan awetan kering

Cari serangga yang akan diawetkan, Patikan serangga tersebut utuh (lengkap)

Untuk mematikan serangga, masukan seranga ke dalam toples yan sudah


diberi kapas yang dibasahi kloroform

Siapkan suntikan yang berisi etanol atau alcohol 70%, lalu suntikan ke bagian
dada (thorax)

Selanjutnya tancapkan serangga di gabus dengan menggunakan jarum pentul.


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Adapun hasil dari praktikum insektarium adalah sebagai berikut :

No Gambar Insektarium Klasifikasi


1. Kumbang Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Insecta Ordo :
Coleoptera

2. Kupu-kupu Gajah (Attacus atlas) Kerajaan: Animalia


Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Lepidoptera
Famili: Saturniidae

3. Capung (Orthetrum Sabina) Kerajaan: Animalia


Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Odonata
Famili: Libellulidae
4. Belalang
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Orthoptera

5. Jangkrik (Gryllidae) Kerajaan :


Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Insecta Ordo:
Orthoptera Famili :
Gryllidae

6. Kecoak Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Insecta Ordo :
Dictyoptera Famili
: Blaberidae

Kerajaan : Animalia
7. Kelabang
Filum : Arthropoda
Kelas : Chilopoda
Ordo : Scolopendromorpha

8. Lebah Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Insecta
Ordo : Hymenoptera

9. Laba – laba Kerajaan :


Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Arachnida Ordo :
Araneae
10. Lalat Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Insecta Ordo :
Diptera
3.2. Pembahasan

Pengawetan insekta, pembuatan preparat awetan insekta dilakukan dengan


terlebih dahulu mematikan seranggan dengan cara serangga dimasukkan ke
dalam botol atau toples yang didalamnya telah diletakkan busa berkloroform,
sebelumnya diletakkan pembatasan dari kertas yang tebal yang telah dibolong-
bolongi agar serangga tersebut mati tanpa terkena basahan kloroform. Setelah
mati,bagian luar tubuh serangga diolesi alcohol 70% lalu ditusuk dengan office
pin atau jarum pentul, ditancapkan pada sterofoam (Prijono 1999).

Pengawetan kering (taksidermi) adalah salah satu teknik pengawetan untuk


mumifikasi selama berabad-abad. Pembuatan preparat taksidermi dilakukan
dengan terlebih dahulu membius specimen dengan kloroform atau eter. Spesimen
yang biasa dibuat taksidermi adalah Mamalia dan Aves. Setelah hewan mati,
dibuat torehan dari perut depan alat kelamin sampai dada, kemudian lukanya
dibubuhi tepung jagung. Setelahnya, hewan dikuliti menggunakan scalpel,
dihilangkan lemak-lemaknya, dan setelah bersih lalu boraks ditaburi dan gulungan
kapas dibuat sebesar atau sepanjang tubuh hewan lalu dimasukkan sebagai
pengganti dagingnya. Kemudian dibentuk seperti perawakannya saat masih hidup.
Terakhir, bekas torehannya dijahit, mulutnya dijahit segitiga (Prijono, 1999).

Pengawetan basah yait specimen yang biasa dibuat awetan basah biasanya bangsa
Crustacea atau hewan avertebrata lainnya. Pembuatannya terbilang cukup
sederhana prosesnya. Hewan dimatikan dengan kloroform atau eter, dibersikan,
lalu dimasukkan ke dalam toples transparan berisi alcohol 70% yang sesuai
ukuran atau lebih besar ukurannya dari hewan tersebut. Biasanya dilengkapi
dengan kaca transparan untuk alas hewan agar tetap kedudukannya, kemudian
diberi keteranan menggunakan kertas kedap air (Prijono, 1999).

Secara garis besar, ada dua cara pengawetan obyek biologi, yaitu pengawetan
basah dan pengawetan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan
mengawetkan obyek biologi alam suatu cairan pengawet. Pengawetan kering
dilakkan dengan
mengeringkan obyek biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga
organism perusak/penghancur tidak bekerja (Kurniasih, 2008).

1. Kumbang

Siklus hidup Kumbang Tanduk tergantung pada habitat dan kondisi lingkungan.
Stadia yang mengganggu dari kumbang tanduk ini adalah stadia dewasa (imago)
panjangnya mencapai 4 cm berwarna cokelat tua dan pada kepalanya terdapat
tanduk atau cula, kumbang ini terbang dari sarang tempat meletakkan telurnya.
Kumbang tanduk biasannya bersarang di kayu lapuk, kompos, tandan kosong,
batang kelapa dan batang kelapa sawit busuk yang lembab (Lubis, 2008).

Fase telur
Telur O. rhinoceros berwarna putih kekuningan dengan diameter 3-4 mm. Bentuk
telur biasanya oval kemudian mulai membengkak sekitar satu minggu setelah
peletakkan dan menetes pada umur 8 – 12 hari kumbang tanduk betina dalam satu
siklus menghasilkan 30 -70 butir kumbang tanduk bertelur pada bahan organik
yang telah dalam proses pelapukan (Susanto dkk, 2012).

Fase larva
Larva O. rhinoceros yang sering disebut gendon atau lat berwarna putih
kekuningan, bebentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut, melengkung
membentuk setengah lingkaran seperti huruf c dengan panjang sekitar 60 – 100
mm atau lebih. Kepala keras dilengkapi dengan rahang yang keras. Penutup
kepala maksimum sekitar 10,6 – 11,4 mm. Tengkorak coklat gelap dengan
sejumlah lubang disekelilingnya (Susanto, dkk. 2012).

Fase pupa
Pupa berwarna coklat kekuningan berukuran sampai 50 mm dengan waktu 17 –
28 hari. Pupa kemudian berubah menjadi imago (Susanto, 2012).
Kumbang dewasa berwarna gelap sampai hitam mengkilap, panjang 35 –50 mm
dan lebar 20 – 23 mm dengan satu tanduk yang menonjol pada bagian kepala
(Wood, 1968; Bedford, 1976). Jantan memiliki tanduk yang lebih panjang dari
betina. Jantan dapat dibedakan lebih akurat dengan ujung ruas abdomen terakhir
dimana betina memiliki rambut (Wood, 1968). Umur betina lebih panjang dari
umur jantan. Imago betina mempunyai lama hidup 274 hari, sedangkan imago
jantan mempunyai lama hidup 192 hari. Dengan demikian satu siklus hidup hama
ini dari telur sampai dewasa sekitar 6 – 9 bulan (Susanto, 2012).
Klasifikasi :
Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Insecta Ordo :
Coleoptera

2. Kupu-kupu gajah

Kupu-kupu merupakan salah satu jenis serangga yang termasuk ke dalam ordo
Lepidoptera, yang berasal dari kata lepido yang berarti sisik dan ptera yang
berarti sayap. Ordo ini mempunyai daerah penyebaran yang luas dari dataran
rendah hingga hutan pegunungan tinggi dari 0-2.000 mdpl (Sihombing 1999)
. Hidup di daerah tropis, kutub, pegunungan sampai gurun pasir. Lepidoptera
mempunyai sisik-sisik pada sayapnya, sisik-sisik ini akan lepas seperti debu bila
dipegang (Borror et al. 1992).
Klasifikasi :
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Lepidoptera
Famili: Saturniidae
3. Capung

Capung dan capung jarum menyebar luas, di hutan-hutan, kebun, sawah, sungai
dan danau, hingga ke pekarangan rumah dan lingkungan perkotaan. Ditemukan
mulai dari tepi pantai hingga ketinggian lebih dari 3.000 m dpl. Beberapa
jenisnya, umumnya jenis capung, merupakan penerbang yang kuat dan luas
wilayah jelajahnya. Beberapa jenis yang lain memiliki habitat yang spesifik dan
wilayah hidup yang sempit. Capung jarum biasanya terbang dengan lemah, dan
jarang menjelajah jauh.

Siklus hidup capung, dari telur hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara
enam bulan hingga maksimal enam atau tujuh tahun. Capung meletakkan telurnya
pada tetumbuhan yang berada di air. Ada jenis yang senang dengan air
menggenang, tetapi ada pula jenis yang senang menaruh telurnya di air yang agak
deras. Setelah menetas, tempayak (larva) capung hidup dan berkembang di dasar
perairan, mengalami metamorfosis menjadi nimfa, dan akhirnya keluar dari air
sebagai capung dewasa.

Sebagian besar siklus hidup capung dihabiskan dalam bentuk nimfa, di bawah
permukaan air, dengan menggunakan insang internal untuk bernapas. Tempayak
dan nimfa capung hidup sebagai hewan karnivora yang ganas. Nimfa capung
yang berukuran besar bahkan dapat memburu dan memangsa berudu dan anak
ikan.
Setelah dewasa, capung hanya mampu hidup maksimal selama empat bulan.

Klasifikasi:
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Odonata
Famili: Libellulidae
4.Belalang

Belalang adalah hewan yang mengalami metamorfosis tidak sempurna.


Metamorfosis tidak sempurna adalah metamorfosis yang hanya memiliki 3 tahap,
yaitu telur, nimfa, dan imago (dewasa). Dimana tampilan fisik antara nimfa dan
imago tidak jauh berbeda. Contoh serangga lain yang mengalami metamorfosis
tidak sempurna adalah wereng, jangkrik dan kecoa.

Belalang lebih menyukai kawasan alam terbuka yang lembah dengan banyak
rumput serta tanaman rendah lainnya, meskipun beberapa spesies lainnya hidup di
hutan ataupun hutan blantara. Beberapa lainnya berada di tebing, tanah, dan
bebatuan lembap berlumut dan mengkonsumsi lumut.
Klasifikasi :
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Orthoptera

5. Jangkrik

Jangkrik, jengkerik atau cengkerik adalah serangga yang berkerabat dekat


dengan belalang, memiliki tubuh kecil silindris, kepala hampir bulat dan sungut
panjang seperti benang. Jangkrik adalah omnivora, dikenal dengan suaranya
yang khas, yang dihasilkan oleh cengkerik jantan. Jangkrik hidup di banyak
macam habitat. Kebanyakan, jangkrik tinggal di antara rerumputan dan terna;
namun jenis-jenis yang lain hidup di semak-semak, dan sebagian lagi di atap
tajuk pepohonan.
Klasifikasi :
Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Insecta Ordo:
Orthoptera Famili :
Gryllidae
6. Kecoak

Kecoa berkembang biak dengan proses metamorfosis tidak sempurna.


Namun demikian, semua jenis kecoa berkembang dengan menyelesaikan
siklus hidup yang terdiri dari tiga tahap berbeda, yaitu:
Telur
(ootheca)
Nimfa
Kecoa dewasa

Kecoa atau lipas adalah serangga yang sering ditemukan di lingkungan sekitar
kita, antara lain septic tank, saluran air, tempat sampah, dan tempat lembab
lainnya. Menurut Humaeriyah (2012) habitat utama kecoa adalah daerah yang
hangat dan lembab sehingga kecoa dapat bertahan hidup dan mampu
berkembang biak.
Klasifikasi:
Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Insecta Ordo :
Dictyoptera Famili
: Blaberidae

7. Kelabang

Kelabang atau lipan dapat ditemukan di berbagai habitat, tetapi hewan ini lebih
menyukai tempat yang gelap, lembab, area terlindung seperti di bawah batu, kayu
busuk, serasah dedaunan, dan kulit kayu. Kelabang rumah merupakan hewan yang
aktif di malam hari (nokturnal), dan mereka termasuk hewan predator.
Klasifikasi:
Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Chilopoda
Ordo : Scolopendromorpha
8. Lebah

Lebah membuat sarangnya di atas bukit, di pohon kayu dan pada atap rumah.
Sarangnya dibangun dari propolis (perekat dari getah pohon) dan malam yang
diproduksi oleh kelenjar lebah betina yang masih muda terdapat dalam badannya.
Lebah memakan nektar bunga dan serbuk sari.
Klasifikasi:
Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Insecta
Ordo : Hymenoptera

9.Laba-laba

Laba-laba merupakan said satu kelompok pernangsa dominan dan memegang


paanan penting dalam ekosistem sawah serta ekosistem pertanian pada umumnya.
Kompleksitas struktur bentang alam diduga turut berperan dalam menentukan
kehadiran lah-laba pada suatu ekosistem.

Laba-laba banyak ditemukan pada iklim subtropis, sehingga di Indonesia sebagai


negara subtropis laba-laba banyak ditemukan dimana-mana, habitat laba-laba
dapat dutemukan dalam tanah, di bawah batu, di rumput, di cabang-cabang pohon,
di gua-gua dan di atas air.
Klasifikasi:
Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Arachnida Ordo :
Araneae
10. Lalat

Larva lalat berkembang terbatas di media tempat makan (misalnya, timbunan


kompos atau sampah untuk lalat rumah). Lalat dewasa yang bersayap dan aktif
bergerak umunya daya terbang tidak lebh 50 m dari tempat perindukannya,
kecuali dalam keadaan memaksa maka dapat terbang beberapa km. Populasi lalat
dapat meningkat tergantung musim dan kondisi iklim, dan tersedianya tempat
perindukan yang cocok. Suhu lingkungan kelembaban udara adalah komponen
cuaca yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makhluk hidup di alam.
Klasifikasi:
Kerajaan :
Animalia Filum :
Arthropoda Kelas :
Insecta Ordo :
Diptera
BAB IV
KESIMPULAN

Dari praktikum insektarium dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Insektarium merupaka koleksi serangga berupa awetan-awetan kering,
specimen-spesimen yang telah dikeringkan dan dilabeli lalu disimpan di
dalam kotak serangga. Kotak tersebut lalu dilapisi dengan gabus atau
sterofoam dan ditutup
2. Cara mengawetkan serangga dengan awetan basah adalah denegan
merendam serangga di dalam botol kaca yang berisi alcohol 70%. Untuk
metode awetan kering, dengan cara membius serangga lalu ditetesi alcohol 70%
atau dengan diselimuti dengan kapas yang sudah diberikan alcohol sampai mati.
DAFTAR PUSTAKA

Prijono D. 1999. Pemanfaatan Insektisida Botani di Tingkat Petani. Bahan


Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami. Bogor.
Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu. Institut Pertanian Bogor.

Kurniasih, dkk. 2008. Karakteristik Perakaran Tanaman Padi Sawah IR 64


(Oryza sativa L) : Pada Umur Bibit dan Jarak Tanam yang Berbeda. Ilmu
Pertanian Vol. 5 No. 1,2008:15-25. Universitas Gajah Mada.

Susanto, A dkk. 2005. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005. PKKS
Medan.

Borror. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga, edisi VI. Yogyakarta : Gajah


Mada University Press.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai