Anda di halaman 1dari 15

KEGIATAN TERAPI BERMAIN TEBAK GAMBAR PADA ANAK USIA

BALITA DI RUANGAN HIJIR ISMAIL RUMAH SAKIT UMUM HAJI


MEDAN PEMPROV SUMATERA UTARA

PROPOSAL

OLEH :

SILVIA OKTARIA 2114901032

WAHYUNA DWI HARTINI 2114901037

RIKA MAYANA 2114901029

TAUFIK HIDAYAT 2114901036

RUSNIA ELVI RIANA 2114901030

YUDHA PRAYOGI 2114901039

REHAN FADEAL 2114901028

SINTIA WARAHMAH 2114901033

SUTONO PARIPURNA 2114901035

ZULEIKA FADILLAH LUBIS 2114901040

SRI DWI NINGSIH 2114901034

SAKRI 2114901031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS HAJI SUMATERA UTARA

TA 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan proposal kegiatan
terapi bermain di Ruangan Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Pemprov
Sumatera Utara. Kelompok menyadari bahwa penulisan proposal kegiatan ini
tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan sumbangan
pemikiran dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada:
1. Dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan
bimbingan sehingga proposal ini dapat tersusun dengan baik;
2. Teman-teman kelompok Program Pendidikan Profesi Ners Universitas
Haji Sumatera Utara atas semangat dan kerjasamanya.
Kelompok juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan proposal ini. Penulis berharap, semoga proposal ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tehnik Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif,
mempersiapkan diri untuk berperan dan berpilaku dewasa, Tehnik bermain terlibat karena
anak-anak belum dapat mengekspresikan diri mereka sendiri secara tepat pada tingkat verbal.
Tehnik Bermain dapat membantu anak dalam perkembangan mereka dan merupakan
tehnik yang efektif untuk mengontrol lingkungan mereka yang tampaknya memberikan suatu
kesempatan untuk bereaksi dengan orang dewasa yang berbeda sikap dengan mereka.(Aziz,
2009). Efek hospitalisasi yang dialami anak saat dirawat di rumah sakit perlu mendapatkan
perhatian dan pemecahan masalah agar saat dirawat seorang anak mengetahui dan kooperatif
dalam menghadapi permasalahan yang terjadi saat perawatan. Reaksi stres yang ditunjukkan
anak saat dilakukan perawatan sangat bermacam-macam seperti ada anak yang bertindak
agresif yaitu sebagai pertahanan diri dengan mengeluarkan kata-kata mendesis dan
membentak serta menutup diri dan tidak kooperatif saat menjalani perawatan (Alifatin,
2003).

Perawat dapat membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan


dengan perawatan anaknya di rumah sakit karena perawat berada di samping pasien
selama 24 jam. Fokus intervensi keperawatan adalah meminimalkan dukungan
psikologis pada anak anggota keluarga. Salah satu intervensi keperawatan dalam
mengatasi dampak hospitalisasi pada anak adalah dengan memberikan terapi bermain.
Terapi bermain dapat dilakukan sebelum melakukan prosedur pada anak, hal ini dilakukan
untuk mengurangi rasa tegang dan emosi yang dirasakan anak selama prosedur (Suparto,
2003 dikutip dari Mulyaman, 2008). Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan
mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas,
sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak
karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, perlu
adanya suatu kegiatan yang dapat melepaskan anak dari ketegangan dan stress yang
dialaminya, salah satunya yaitu dengan terapi bermain. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial. Bermain merupakan media yang baik
untuk belajarkarena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan
mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2003).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah diajak bermain, diharapkan anak dapat melanjutkan tumbuh kembangnya,
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif
terhadap stress karena penyakit dan dirawat.

1.2.2 Tujuan Khusus


Setelah diajak bermain selama 35 menit, anak diharapkan:
1. Gerakan motorik halusnya lebih terarah
2. Berkembang kognitif anak
3. Dapat mewarnai gambar yang disukainya
4. Dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebaya yang
dirawat di ruang yang sama
5. Kejenuhan selama dirawat di RS berkurang
6. Melatih kerjasama mata dan tangan.
7. Melatih daya imajinasi.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Tehnik bermain adalah stimulasi yang sangat tepat bagi anak. Tehnik bermain sebagai
suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik,
intelektual, sosial, moral dan emosional. (Andriana, 2011). Tehnik bermain merupakan
kegiatan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, emosi,
intelektual, dan spiritual anak sekolah dasar. Dengan bermain anak dapat mengenal
lingkungan, berinteraksi, serta mengembangkan emosi dan imajinasi dengan baik.
(Adriana,2011).

2.2 Kategori Bermain


1. Bermain bebas
Bermain bebas berarti anak bermain tanpa aturan dan tuntutan. Anak bisa mempertahankan
minatnya dan mengembangkan sendiri kegiatannya.
2. Bermain terstruktur
Bermain terstruktur direncanakan dan di pandu oleh orang dewasa. Kategori ini
membatasi dan meminimalkan daya cipta anak. Dua kategori ini sama pentingnya dan
bila dilakukan secara seimbang akan memberikan kontribusi untuk mencerdaskan anak.
(Adriana, 2011).

2.3 Klasifikasi Bermain


Ada bebarapa jenis permainan dari isi permainan manapun karakter sosialnya.
Berdasarkan isi permainan, ada sosial affectif play, sense-pleasure plsy, skillplay, games,
unoccupied behavior,dan dramatic play. Apabila di tinjau dari karakter, ada sosial
onlocker play ,solitary play, parallel play (Andriana, 2011).
1. Berdasarkan isi permainan.
a. Sosial affectif play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara
anak dan dan orang lain. Misal, permainan “ciluk ba” berbicara sambil tersenyum atau
tertawa, memberikan tangan kepada anak untuk menggenggamnya. Anak akan mencoba
berespon terhadap tingkah laku orang tuanya atau orang dewasa tersebut dengan tersenyum
dan tertawa.
b. Sense pleasure play
Permainan ini menggunakan alat permainan yang menyenangkan pada anak dan
mengasyikkan.misalnya dengan menggunakan air, anak akan memindah-mindahkan air
ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin
lama semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini sehingga susah untuk
dihentikan.
c. Skill play
Permainan ini dapat meningkatkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan
halus. Keterampilan tersebut di peroleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang
dilakukan. Semakin sering melakukan kegiatan, anak akan semakin terampil. Misalnya,
anak akan terampil memegang benda-benda memindahkan benda dari satu tempat ke tempat
yang lain.
d. Games
Games anak dan permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu yang
menggunakan perhitungan dan skor. Permainan ini bisa dilakukan ooleh anak sendiri atau
dengan temannya.
e. Unoccupied behavior
Anak tidak memainkan alat permainan tertentu, namun anak terlihat mondar mandir,
tersenyum, tertawa, membungkuk memainkan, kursi atau apa saja yang ada di
sekelilingnya. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta lingkungannya.
f. Dramatic play
Pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya.
Apabila anak bermain dengan temennya, akan terjadi percakapan di antara mereka
tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi
anak terhadap peran tertentu.
2. Berdasarkan karakter sosial
a. Sosial onlocker play
Pada permainan ini anak hanya mengamati temennya yang sedang bermain, tanpa ada
insiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada
proses pengamatan terhadap permainan yang sedang di lakukan temennya.
b. Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain
sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda
dengan alat permainan yang digunakan temennya, tidak ada kerja sama, ataupun
komunikasi dengan teman sepermainnya.
c. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan permainan yang sama, terapi dengan satu anak
dengan anak yang lain tidak terjadi kontak satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan
oleh anak usia toddler.
d. Associative play
Pada permainan ini terjadi komunikasi antara anak satu dengan anak lain, tetapi tidak
terorganisasi, tidak ada yang memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas.
Contoh bermain boneka, masak-masakan, hujan-hujanan.
e. Cooperative play
Pada permainan ini terdapat aturan permainan dalam kelompok, tujuan dan pemimpin
permainan. Pemimpin mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam
permainan sesuai dengan tujuan yang di harapkan dalam permainan. Misalnya bermain
bola.

2.3 Bentuk-Bentuk Permainan


Dalam penggunaan alat permainan pada anak tidaklah selalu sama dengan setiap usia
tumbuh kembang melainkan berbeda, hal ini dikarenakan setiap tahap usia tumbuh
kembangan anak selalu mempunyai tugas-tugas perkembangan yang berbeda sehingga
dalam penggunaan alat selalu memperhatikan tugas masing-masing umur tumbuh
kembang. Di bawah ini terdapat jenis alat permainan yang dapat digunakan untuk anak setiap
tahap usia tumbuh kembang anak.
1. Anak usia bayi.
a) Bayi usia 0-3 bulan
Seperti disinggung pada uraian sebelumnya, karakteristik khas permainan bagi usia bayi
adalah adanya interaksi sosial yang menyenangkan antara bayi dan orang tua dan atau
orang dewsa sekitarnya. Selain itu perasaan senang juga menjadi ciri khas dari
permainan untuk bayi usia ini. Alat permainan yang biasa digunakan, misalnya mainan
gantung ang berwarna terang dengan bunyi musik yang menarik. Dari permainan tersebut,
secara visual bayi diberi objek yang berwarna terang dengan tujuan dengan menstimulasi
penglihatannya. Oleh karena itu bayi harus ditidurkan atau diletakkan pada posisi yang
emungkinkan agar dapat memandang bebas kesekelilingnya. Secara auditori ajak bayi
berbicara, beri kesempatan untuk mendengar pembicaraan, musik, dan nyanyian yang
menyenangkan.
b) Bayi Usia 4-6 bulan
Untuk menstimulasi penglihatan, dapat ilakukan permainan, seperti mengajak bayi
menonton TV, memberi mainan yang mudah dipegangnya dan berwarna terang, serta
dapat pula dengan cara memberi cermin dan meletakkan bayi di depannya sehingga
memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin. Stimulasi pendengaran dapat
dilakukan denagn cara selalu membiasakan memanggil namanya, mengulangi suara
yang dikeluarkannya, dan sering berbicara dengan bayi, serta meletakkan mainan yang
berbunyi di dekat telinganya. Untuk stimulasi taktil, berikan mainan yang dapat
digenggamnya, lembut, dan lentur, atau pada saat memandikan, biarkan bayi bermain air di
dalam bak mandinya.

c) Bayi usia 7-9 bulan.


Untuk stimulasi penglihatan, dapat dialakukan dengan memberikan mainan yang
berwarna terang, atau berikan kepadanya kertas dan alat tulis, biarkan ia mencoret-
coret sesuai keinginannya. Stimulasi pendengaran dapat dilakukan dengan memberi bayi
bonek yang berbunyi, mainan yang bisa dipeang dan berbunyi jika digerakkan. Untuk itu
alat permainn yang dapat diberikan pada bayi, misalnya buku dengan warna yang terang
dan mencolok, gels dan sendok yng tidak pecah, bola yang besar, berbagai macam
boneka, dan atau mainan yang dapat di dorong. Secara garis besar pada usia 0-1 tahun
perkembangan bayi mulai dapat dilatih dengan adanya refleks, melatih kerja sama antara
mata dan tangan, mata dan telinga dalam berkoordinasi, melatih mencari objek yang
ada tetapi tidak kelihatan, melatih mengenal suara, kepekaan perabaan, keterampilan
dengan gerakan yang berulang, sehingga fungsi bermain pada usia ini sudah dapat
memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan. Jenis permainan yang dianjurkan pada
usia ini antara lain: benda (permainan) aman yang dapat dimasukkan kedalam mulut, ambar
bentuk muka, boneka orang dan binatang, alat permainan yang dapat digoyang dan
menimbulkan suara, alat permainan yang berupa selimut, boneka, dan lain-lain.

2. Anak usia todler (>1 tahun sampai 3 tahun)


Anak usia todler menunjukkan karakteritik yang khas, yaitu banyak bergerak, tidak
bisa diam, dan mulai mengembangkan otonomi dan kemampuannya untuk dapat mandiri.
Oleh karena itu, dalam melakukan permainan, anak lebih bebas, spontan, dan
menunjukkan otonomi baik dalam memilih mainan maupun dalam aktivitas bermainnya.
Anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Oleh karena itu, sering kali mainannya
dibongkar pasang, bahkan dirusaknya. Untuk itu harus diperhatikan keamanan dan
keselamatan anak dengan cara tidak memberikan alat permainan yang tajam dan
menimbulkan perlukaan.
a) Pada usia 1-2 tahun jenis permainan yang dapat digunakan pada usia
1-2 tahun pada dasarnya bertujuan untuk melatih anak melakukan gerakan mendorong atau
menarik, melatih melakukan imajinasi, melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari dan
memperkenalkan beberapa bunyi dan mampu membedakannya. Jenis permainan ini
seperti semua alat permainan yang dapat didorong dan ditarik, berupa alat rumah tangga
balok-balok, buku bergambar, kertas, pensil earna, dan lain-lain.
b) Pada usia 2-3 tahun dianjurkan untuk bermain dengan tujuan menyalurkan perasaan
atau emosi anak, mengembangkan keterampilan berbahasa, melatih motorik kasar dan
halus, mengembangkan kecerasan, melatih daya imajinasi dan melatih kemampuan
membedakan permukaan dan warna benda. Adapun jenis permainan pada usia ini yang
dapat digunakan antara lain: alat-alat untuk gambar, puzzle sederhana, manik-manik
ukuran besar, berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang berbeda-beda dan
lain-lain.

3. Anak usia prasekolah (>3 tahun sampai 6 tahun)

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia prasekolah mempunyai


kemampuan motorik kasar dan haus yang lebih matang dari pada anak usia todler. Anak
sudah lebih aktif, kreatif, dan imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan
berhubungan sosial dengan temannya semakin meningkat. Pada usia 3-6 tahun anak
sudah mulai mampu mengembangkan kreativitasnya dan sosialisasi sehingga sangat
diperlukan permainan yang dapat mengembangkan kemampuan menyamakan dan
membedakan, kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan, menumbuhkan
sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik, mengembangkan dalam mengontrol emosi,
motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertianyang bersifat ilmu pengetahuan
dan memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong. Sehingga jenis permainan
yang dapat digunakan pada anak usia ini seperti benda-benda disekitar rumah, buku gambar,
majalah anak-anak, alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting, dan air.
4. Anak usia sekolah (6 sampai 12 tahun)
Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih mampu bekrja
sama dengan teman sepermainanya. Sering kali pergulan dengan teman menjadi tempat
belajar mengenal norma baik atau buruk. Denagn demikian, permainan pada anak usia
sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan fisik atau
intelektulnya, tetapi juga dapat mengembangkan sensitivitasnya unuk terlibat alam
kelompok dan bekerja sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok
sehingga dapat iterima dala kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia
sekolah adalah mengembangkan kmampuannya unuk bersaing secara sehat. Bagaimana
anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan yang ditunjukkannya.
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah diberikan menurut jenis kelaminnya. Anak
laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi
kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-laki, misalnya mobil-
mobilan. Anak perempuan lebih tepat iberikan permainan yang dapat menstimulasinya
untuk mengembangkan perasaan, pemikiran, dan sikapnya dalam menjalankan peran
sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka.
5. Anak usia remaja (13 sampai 18 tahun)
Anak usia remaja berada dalam suatu fase peralihan, yaitu disatu sisi akan meninggalkan
masa kanak-kanak dan di sisi lain masuk pada usia dewasa dan bertindak sebagai individu.
Oleh karena itu, dikatakan bahwa anak remaja akan mengalami krisis identitas dan
apabila tidak sukses melewatinya, anak akan mencari kompensasi pada hal berbahaya,
seperti mengonsumsi obat-obat terlarang, minuman keras, dan sek bebas. Anak sering
kali menyendiri, berkhayal, atau melamun, di sisi lain mereka mempunyai geng sesama
anak renaja. Disini pentingnya keberadaan oran tua sebagai teman bicara, dan sebagai
orang tua yang mengetahui kebutuhan meraka. Melihat karakteristik anak remaja
demikian, mereka perlu mengisi kegiatan yang konstruktif, misalnya dengan melakukan
permainan berbagai macam olah raga, mendengarkan atau bermain musik serta
melakukan kegiatan organisasi yang positif, seperti kelompok basket, sepak bola, karang
taruna, dan lain-lain. Prinsipnya, kegiatan bermain bagi anak remaja tidak hanya sekedar
mencari kesenangan dan meningkatkan perlembangan fisioemosional, tetapi juga lebih
kearah menyalurkan minat, bakat, dan aspirasi serta membantu remaja untuk menemukan
identitas pribadinya. Untuk itu alat permainan yang tepat bisa berupa berbagai macam alat
olahraga, alat musik, dan alat gambar atau lukis.
2.1.6 Keuntungan Bermain
Soetjiningsih, (2012) menyebutkan bahwa beberapa macam-macam keuntungan bermain
terdiri dari:
1. Membuang ekstra energy
2. Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh, seperti tulang, otot dan organ-
organ.
3. Aktifitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan anak.
4. Anak belajar mengontrol diri
5. Berkembangnya berbagai keterampilan yang akan berguna sepanjang hidupnya.
6. Meningkatkan daya kreaktivitas.
7. Mendapatkan kesempatan menemukan arti dari benda-benda yang ada di sekitar anak.
8. Cara untuk mengatasi kemarahan, kekhawatiran, iri hati, dan kedukaan.
9. Kesempatan untuk belajar bergaul dengan orang atau anak lainnya.
10. Kesempatan untuk menjadi pihak yang kalah ataupun yang menang dalam bermian.
11. Kesempatan untuk belajar mengikuti aturan-aturan
12. Dapat mengembangkan intelektualnya.

2.4 Prinsip Bermain Pada Anak Hospitalisasi


a. Tidak membutuhkan banyak energi
b. Waktunya singkat
c. Mudah dilakukan
d. Aman
e. Kelompok umur
f. Tidak bertentangan dengan terapi
g. Melibatkan keluarga

2.5 Manfaat Bermain di Rumah Sakit


Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan di
suatu rumah sakit, antara lain:
a. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar.
b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol.
c. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan.
d. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh.
e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan dan prosedur medis.
f. Memberi peralihan dan relaksasi.
g. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing.
h. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan.
i. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang
positif terhadap orang lain.
j. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat.
k. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik
BAB 3
PELAKSANAAN KEGIATAN TERAPI BERMAIN

3.1 Rancangan bermain


Kegiatan terapi bermain yang kelompok buat untuk mengembangkan mengembangkan
aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap
stres karena penyakit dan dirawat. Kegiatan diawali dengan penjelasan tatacara permainan
dan tujuannya. Tata cara permainan dimulai dengan memberikan gambar pada anak . Anak
diminta untuk menebak gambar. Setiap anak akan di berikan dua gambar yang
diharapkan anak tersebut dapat menyebutkan gambar apa dan maengembangkan
pemikiran mereka tentang manfaat dari gambar yang mereka dapatkan. dan petugas
kesehatan harus selalu memberikan penghargaan positif pada setiap keberhasilan yang
dicapai sesuai kemampuan masing-masing anak.

3.2 Media dan Alat


a. Kertas bergambar
3.3 Sasaran
a. Kelompok usia : anak usia 2 tahun keatas
b. Keadaan umum baik
c. Tidak terdapat keterbatasan mobilitas
d. Kooperatif
e. Jumlah peserta: sesuai jumlah pasien pada hari tersebut yang memenuhi
persyaratan

3.4 Waktu Pelaksanaan


a. Hari / Tanggal : Senin, 10 Januari 2022
b. Waktu : 30 menit
c. Tempat : Ruangan Hijir Ismail RS Umum Haji Pemprov Sumut

3.5 Pengorganisasian
Leader : Zulaika Fadilla Lubis
Co Leader : Wahyuna Dwi Hartini, Silvia Oktaria
Observer : Rehan Fadeal, Sutono Paripurna, Sri Dwi Ningsih
Fasilitator : Rusnia Elvi Riana, Sintia Warahmah, Taufik Hidayat
3.6 Pembagian Tugas
1. Leader :
Peran Leader
a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan menciptakan
situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi untuk mengekspresikan
perasaannya
b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi
c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan cara
memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan
2. Co Leader :
Peran Co Leader
a. Mengidentifikasi isu penting dalam proses
b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok yang akan dating
d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesi berikutnya
3. Fasilitator :
Peran Fasilitator
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari
dalam kelompok
4. Observer :
Peran Observer
a. Mengamati keamanan jalannya kegiatan terapi bermain
b. Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
c. Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan terapi bermain
d. Menilai performa dari setiap anggota kelompok dalam melakukan terapi
bermain
DAFTAR PUSTAKA

Harsono. Y. 2005. Pengaruh Terapi Bermain terhadap Perilaku Kooperatif Anak


selama Menjalani Perawatan di RS. Dr. Sardjito. Yogyakarta: Proposal penelitian
Fakultas Ilmu Keperawatan UGM.
Hurlock. E. B. 1998. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Mc. Guiness. V. A. (2001). What is Play Therapy. 15 Oktober 2010. Dikutip dari
http://www.kidstherapyplace.com//
Mulyaman. I. (2006). Terapi Bermain untuk Mengurangi Tingkat Kecemasan
Akibat hospitalissai pada Anak Usia Sekolah. 22 Oktober 2010. Dikutip
dari http://blognurse.blogspot.com.com/2010/12/terapi-bermain-untuk
mengurangi-tingkat.html atau Hari dalam Kehidupan Arfianto.
Rere. 2011. Terapi Bermain. http://rereners.blogspot.com/2011/02/terapi-
bermain.html. [diakses 18 April 2014].
Sacharin. R. M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi I. Jakarta: EGC.
Soetjiningsih. 1988. Tumbuh Kembang Anak. EGC: Jakarta.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik Edisi 4. EGC:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai