Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERAN GURU DALAM KEGIATAN BERMAIN DI LEMBAGA PAUD

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Bermain & Permainan AUD
Dosen Pengampu: Berda Asmara, S.Pd, M.Pd

oleh:
NAILUL CHURIL AINI
NIM 4230221067

PROGRAM STUDI PG PAUD


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Lembaga pendidikan usia dini (PAUD) dalam menjelaskan fungsinya tidak terlepas
dari peran seorang pendidik atau guru. Seperti halnya pada tingkat pendidikan yang lain,
mendidik merupakan tugas utama yang harus dilakukan oleh seorang guru. Namun, selain
pendidik, guru pada tingkat PAUD juga harus menjalankan pola asuh kepada anak
merawat, membimbing, menjaga, dan melatih hal yang belum diketahui oleh anak.
Pendidikan anak usia dini yang berlangsung pada usia 0 – 6 tahun merupakan tahun –
tahun yang menentukan dan mengemban misi paling mulia. Pada masa ini terjadi
pembentukan konsep dalam diri anak – anak yang meliputi konsep diri, konsep hidup, dan
konsep belajar yang dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan memperlakukan dirinya.
Guru sebagai pendidik berperan besar dalam menanamkan kebermaknaan agar anak-anak
dapat tumbuh menjadi manusia – manusia yang berpikir, berjiwa, dan berkarya besar.
Oleh karena itu guru sebagai pendidik harus dibekali dengan kecakapan mendidik dan
mengasuh agar dapat melaksanakn fungsinya secara optimal dan maksimal

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peran guru dalam kegiatan bermain di lembaga PAUD?
2. Bagaimana keterlibatan orang tua dalam kegiatan bermain di lembaga PAUD?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui peran guru dalam kegiatan bermain di lembaga PAUD
2. Untuk mengetahui keterlibatan orang tua dalam kegiatan bermain di lembaga PAUD
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Guru Dalam Kegiatan Bermain Di Lembaga Paud
Guru sebagai pendidik utama berada disekolah harus dapat menjalankan perannya
secara baik agar tujuan dan kegiatan belajar tercapai optimal. Selain berperan sebagai
contoh atau panutan, guru harus mampu mencurahkan kasih sayang dan perhatian kepada
anak – anak secara adil. Pendidik dapat dimengerti sebagai profesi atau keahliaan yang
melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. pada dasarnya, guru
adalah sosok yang paling penting dalam kehidupan anak yaitu sebagai tempat mengadu,
berlindung, bertanya, dan sosok yang dijadikan teladan bagi anak.
Menurut undang-undang No. 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan usia
dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Sementara Permendiknas No. 58 tahun 2009, pendidik anak usia dini adalah
profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai
hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan, pengasuhan, dan perlindungan anak
didik.
Sedangkan Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia No. 137 tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Bab
VII Mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pasal 24 Ayat 1, pendidik
anak usia dini merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan
pemelajaran, dan menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan, pelatihan,
pengasuhan, dan perlindungan.
Peraturan menteri pendidikan nomor 58 tahun 2009 menjelaskan tentang komponen
pendidikan dilingkungan PAUD secara umum meliputi 4 kompetensi yaitu:
1. Kompetensi kepribadian
2. Kompetensi professional
3.  Kompetensi pedagogik
4. Kompetensi social
Menurut Cook dan Klein menyebutkan terdapat beberapa kemampuan yang
dibutuhkan guru yakni sebagai berikut (Musfiroh, 2016):
1. Pengetahuan dan proses pengajaran normal bagi perkembangan anak.
2. kemampuan untuk mengenali gejala cacat secara spesifik
3. kemampuan untuk mengamati dan merekaam kebiasaan tiap anak
4. kemampuaan untuk bekerja dengan santai dalam mendiagnosis masalah yang
berhubungan dengan perkembangan.
5. kemampuan untuk menyiapkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek yang
berkaitan dengan perkembangan anak secara tepat daan konsisten dalam hal
pembelajaran dan pengamatan yang disesuaaikan dengan jenis anak.
6. kemampuan untuk menyusun lingkungan yang disesuaikan dengan kebutuhan
khusus.
7. mengerti dan mempercayai serta paham atas kurikulum yang digunakan.
8. kemampuan untuk mengembangkan komunikasi yang efektif dan jujur dengan anak
9. kemampuan untuk meningkatkan interaksi positif diantara berbagai tingkat
kemampuan anak dan budaya yang berbeda.
10. kemampuan untuk biasa bekerja secara efektif dan profesional bersama tim.
11. kemampuan untuk mengambil kebijakan, melatih, dan bekerjasama dengan
profesional.
12. kemampuan untuk dapat mendengarkan orang tua secara seksama dan membangun
program yang melibatkan keluarga.
13. kemampuan untuk memfasilitasi pembelajaran sesuai kebutuhan anak secara
optimal.
14. kemampuan untuk memprakarsai proses penyerahan resmi.
15. kemampuan untuk mengenali kelemahan satu sama lain dan membantu secara
tepat.
Menurut Isenberg & Jalango (1993) menjabarkan peran dan tanggung jawab guru
sebagai berikut:
1. Guru sebagai peninjau
2. Guru sebagai penyampai
3. Guru sebagai perencana
4. Guru sebagai penjawab
5. Guru sebagai contoh
Sedangkan menurut Catron dan Allen (1999) menjelaskan peran guru harus berperan
dalam berbagai hal sebagai berikut:
1. Guru sebagai interaksi
2.  Guru sebagai pengasuhan
3. Mengatasi tekanan
4. Fasilitator
5. Perencanaan
6. Pengembangan
Sementara menurut Bradecamp (2004) menjelaskan guru memiliki:
1. Kesempatan untuk merencanakan
2. Meninjau kembali praktek yang telah mereka jalankan
3. Berkolaborasi dengan rekan
4. Bekerjasama dengan orangtua
Dalam implementasi bentuk talking teaching & silent teaching peran guru adalah:
1. Mengatasi masalah
2.   Penasihat
3.   Pengajar
Prosuder pernerapan pembelajaran melalui bermain menurut djoehaeni yaitu:
1. Tujuan bermain
2.   Cara bermain
3. Tema bermain
Secara umum peran guru dalam kegiatan bermain dapat dilihat dari pengertian guru
atau pendidik itu sendiri. Seperti yang telah dipaparkan dalam pengertian diatas dapat
disimpulkan jika peran seorang guru secara umum adalah perencana, pendidik, pengajar,
pembimbing, pengarah, pelatih, penilai, dan pengevaluasi (evaluator). Lalu pada jenjang
pendidikan anak usia dini, peran seorang guru juga berperan sebagai pengasuh dan
pelindung. 
Seperti penjelasan pada bagian latar belakang makalah, jika bermain dapat
menyebabkan rasa kenyamanan dalam diri anak dalam melakukan serangkaian kegiatan
pembelajaran. Hal tersebut tidak akan lepas dari peran seorang guru dalam kegiatan
bermain anak. Dimana bermain adalah salah satu aktivitas belajar anak yang didalamnya
membutuhkan peran besar seorang guru demi tercapainya tujuan-tujan perkembangan
pada anak. Berikut ini peran guru dalam kegiatan bermain anak menurut Musfiroh (2016),
diantaranya:
1. Perencana
Guru sebagai perencana kegiatan bermain anak. Dengan tanpa adanya
perencanaan, maka apa yang kita harapkan dari proses bermain anak tersebut tidak akan
tercapai, seperti berkembangnya aspek motorik anak yang kita harapkan akan
berkembang lebih baik, namun karena tidak adanya perencanaan yang matang dari
seorang guru maka perkembangan aspek anak tersebut kurang maksimal.
Ketika seorang guru menjadi perencana kegiatan, pastilah dia juga menjadi seorang
inovator, dimana seorang guru tersebut membuat beragam permainan baru guna
mendorong anak untuk mengembangkan minat dan kemampuannya, dalam hal ini guru
juga disebut sebagai pendorong kreativitas anak dan motivator yang memberikan
stimulus pada anak untuk bereksplorasi dengan permainan.
Selain itu, guru juga disebut peneliti, karena sebelum membuat inovasi permainan,
seorang guru haruslah mengerti permainan apa yang tepat untuk digunakan pada anak-
anak tersebut, dan cara yang digunakan adalah meneliti hal apa saja yang dibutuhkan
anak.
2. Pendidik
Pendidik berasal dari kata didik, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Jadi pendidik berarti orang yang memelihara
dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dengan kata lain, guru
juga berperan besar dalam pembentukan akhlak seorang anak dengan menjadi seorang
teladan dan model yang baik bagi anak. Maka permainan di jenjang pendidikan anak
usia dini lebih banyak bersifat imitasi.
Seperti dalam ungkapan Jawa, guru merupakan akronim dari digugu lan ditiru.
Digugu berarti semua perintahnya dapat dipercaya dan dilaksanakan. Ditiru berarti
semua tingkah laku guru akan ditiru atau diteladani. Dalam hal ini, peran guru dalam
permainan anak adalah sebagai tokoh panutan atau uswatun hasanah (suri tauladan
yang baik) yang patut dicontoh oleh anak didiknya.
3. Fasilitator dan Pengajar
Fasilitator adalah orang yang memfasilitasi, sedangkan pengajar berasal dari kata
dasar ajar, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengajar berarti orang
yang mengajar (seperti guru, pelatih). Sedangkan proses atau cara mengajar disebut
pengajaran. Kegiatan bermain anak tidak akan berjalan jika tidak adanya fasilitas dari
guru. 
Diposisi ini guru menjadi seorang fasilitator bagi anak mulai dari alat permainan,
aturan main, maupun cara pelaksanaannya. Menjadi fasilitator bukan hanya sebagai
penyedia sarana prasarana saja akan tetapi juga menyediakan layanan, maka dalam hal
ini guru juga berperan sebagai pengajar dan pelatih. Sebagai fasilitator, pengajar, dan
pelatih maka seorang guru dituntut berperan aktif, kreatif, dan dinamis. Dengan
aktifnya seorang guru dalam kegiatan bermain anak, disini seorang guru juga berperan
menjadi seorang aktor yang haus menyesuaikan dengan anak didiknya dan juga sebagai
teman bagi anak didiknya.
4. Penilai
Seorang guru juga berperan sebagai penilai dari kegiatan bermain anak. Dimana
guru mengamati aspek yang berkembang pada setiap anak. Dari hasil penilaian itulah
guru dapat merencanakan model permainan baru untuk anak didiknya yang sesuai
kebutuhan perkembangannya.
5. Pengasuh
Pada jenjang pendidikan usia dini, guru juga berperan sebagai pengasuh, termasuk
dalam kegiatan bermain anak. Karena pada dasarnya anak adalah sosok individu yang
masih bergantung pada orang dewasa untuk melakukan kegiatan dalam hidupnya
(mencoba mandiri dan mengontrol dirinya sendiri). Maka mereka membutuhkan peran
pengasuh termasuk dalam kegiatan bermain mereka. Ketika anak menangis karena
bertengkar saat bermain (belum mampu mengontrol diri sendiri), maka guru juga
berperan sebagai pendamai dan penasehat. 
Dimana seorang guru membantu anak didik dalam menyelesaikan konflik yang
terjadi dengan menawarkan cara penyelesaian tanpa menimbulkan pertikaian dan juga
menasehati mereka untuk saling memaafkan. Dengan tujuan, jika nanti terjadi konflik
atau permasalahan lagi, anak mampu menyelesaikannya dengan baik (tanpa pertikaian).
B. Keterlibatan Orang Tua Dalam Kegiatan Bermain Di Lembaga Paud
Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, anak belajar banyak
hal, bermain merupakan bagian yang amat penting dalam tumbuh kembang anak untuk
menjadi manusia seutuhnya (Dwi Sunar, 2007: 5). Anak-anak menggunakan sebagian
besar waktunya untuk bermain, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan temannya.
Bermain memiliki esensi dalam mendukung tumbuh kembang anak. Tidak hanya sekedar
mengembangkan aspek fisik motoric saja, namun juga mengembangkan nilai-nilai,
moral, kognitif, bahasa, dan social emosional.
Dilihat dari segi aspek social emosional, melalui kegiatan bermain anak dilatih untuk
memahami adanya aturan main dan dituntut untuk mentaatinya selain itu, anak dilatih
untuk bersikap kooperatif dan menunjukkan antusiasme dalam melakukan permainan
kompetitif secara positif. Anak dibiasakan untuk mengembangkan sikap gigih untuk
mencapai kemenangan dan memiliki sportif. Tujuan tersebut sesuai dengan isi dari
standar PAUD yang tertuang dalam Permendiknas No 58 tahun 2009. Hal ini didukung
dengan pendapat Slamet Suyanto (2003:137) bahwa pada saat anak berinteraksi dengan
anak yang lain, maka secara tidak langsung mengajarkan anak bagaimana merespon,
memberi dan menerima, menolak atau setuju terhadap ide dan perilaku anak lain. Setiap
orang tua mendambakan anaknya menjadi anak yang cerdas dan bermanfaat. cerdas dari
sisi kemampuan kognitif atau intelektual, cerdas spiritual, dan cerdas eksistensial.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan anak yaitu faktorgenetik
(bawaan) dan faktor lingkungan. Untuk mewujudkan harapan memiliki anak cerdas,
upaya yang dilakukan tidak hanya sekedar memberikan asupan gizi yang seimbang,
mengasuh dan mendidik dengan baik, mengupayakan lingkungan yang “sehat” dan
memberikan fasilitas, tapi juga mengupayakan lingkungan psikologis yang kondusif.
Lingkungan psikologis yang kondusif dapat memberikan rasa aman dan nyaman,
sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang memiliki rasa percaya diri (self-
confidence) dan memiliki keyakinan pada kemampuannya (self-efficacy). Dalam hal ini,
orang tua memiliki peran penting untuk membantu anak mengembangkan potensi dan
mencapai tugas perkembangannya. Bermain merupakan salah satu cara untuk
menstimulasi kecerdasan anak, dimana ia bisa mengoptimalkan berbagai jenis
kemampuannya. Artinya, dengan bermain, anak dapat mengasah motorik halus dan
kasarnya, mengembangkan fantasi, persepsi ruang, kemampuan verbal dan numerik,
mengenal tekstur, warna, nada, dan sebagainya tanpa beban. Kemampuan yang diperoleh
dari pengalaman bermain secara alami diyakini akan memfasilitasi perkembangan
berbagai jenis kecerdasan.
Bermain, sebagai hak dasar bagi anak, sering diabaikan oleh sementara pihak.
Bermain dianggap tidak penting, bahkan dianggap sebagai kegiatan yang membuang
waktu percuma. Nerendra (2002:126) menuliskan tentang hak anak dalam bermain
adalah :
Hak untuk bermain sering dilupakan terutama karena secara salah dianggap tidak

penting. Tidak banyak orang tua dan professional yang menyadari betapa erat kaitan
antara bermain dengan “perkembangan anak‟ naluri alamiah seorang anak dan hak anak
untuk bermain, melalui berbagai cara sering diabaikan. Pengabaian ini bias dipicu oleh
kemiskinan, tempat bermain menjadi milik pribadi, kebijakan institusi yang salah,atau
akibat pandangan yang terlalu sempit tentang pendidikan, dimana prestasi akademis
dijadikan tujuan utama.
Bermain adalah aktivitas yang menyenangkan dan bagi anak-anak bermain juga
merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi (Musfiroh,2005:45). Pemuasan
kebutuhan bermain anak juga berkaitan erat dengan motivasi belajar anak. Proses
pembelajaran akan efektif jika kebutuhan anak terpenuhi (Solehudin,2000 :32).
Kesempatan untuk anak bermain akan hilang atau berkurang, ketikahilang atau
berkurang kesempatan tersebut, maka akan hilang atau berkurang pula kesempatan anak
untuk belajar dengan cara yang alami dan menyenangkan. Halini terjadi karena bermain
merupakan kebutuhan anak, dan secara alami anak akan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Anak adalah makhluk sosial dan memiliki potensi sosial yang dibawanya sejak lahir.
Dengan potensi itu anak sudah mulai menunjukan keinginannya untuk berhubungan
dengan orang lain. Memasuki usia prasekolah anak mulai mengenal lingkungan baru
yang keberadaannya jauh lebih kompleks dibandingkan dengan lingkungan keluarga. Ini
artinya faktor yang mendasar dalam perkembangan dan pendidikan anak yang terpenting
adalah lingkungan keluarga.
Keluarga terutama orangtua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak agar
anak memiliki kepribadian. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan
utama bagi anak, baik ditinjau dari sudut urutan waktu maupun dari sudut intensitas dan
tanggung jawab pendidikan yang berlangsung dalam keluarga. Oleh karena itu
pendidikan keluarga akan sangat menentukan proses pendidikan dalam diri seseorang
untuk menjalani pendidikan selanjutnya. Seperti yang dinyatakan oleh Sudjana (2004 :
67) bahwa pendidikan keluarga (Family Life Education) muncul dalam dunia pendidikan
yang didasarkan atas 2 fenomena kehidupan masyarakat, kedua keadaan dan perubahan
yang terjadi di lingkungan sekitar berpengaruh pula terhadap kehidupan keluarga.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, keluarga merupakan “pusat pendidikan” yang
pertama dan yang terpenting, karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sejak kini,
keluarga selalu mempengaruhi perkembangan budi pekerti tiap-tiap manusia. Disamping
itu orangtua dapat menanamkan benih kebatinan yang sesuai dengan kebatinannya
sendiri kedalam jiwaanak-anaknya.
Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan
keluarga adalah proses transformasi perilaku dan sikap di dalam kelompok atauunit
sosial terkecil dalam masyarakat. Karena keluarga merupakan lingkungan budaya yang
pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan
dan perilaku yang penting bagi kehidupan pribadi keluarga dan masyarakat.
Orangtua memiliki peran untuk membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak
sehingga dapat mencapai tugas perkembangan dengan baik. Melalui kegiatan bermain
(Purnomo, 1994) menuliskan tentang pentingnya peran orangtua dalam kegiatan bermain
yakni:
Peran orangtua sangat penting dalam menentukan aktifitas kegiatan bermain anak,
hendaknya orangtua mampu membimbing anak saat bermain agar berada dalam dunianya
itu secara aman dan nyaman. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk
memilih permainnanya sendiri serta teman-teman sepermainanya, tetapi orangtua tetap
bertanggung jawab. Dalam hal ini orang tua tetap menjamin agar pilihan anak tersebut
tepat, sehingga teman-teman dan sahabatnya memberikan angin segar dan pengaruh yang
sehat bagi pertumbuhan ke arah kedewasaan.
Teori yang mendukung dalam pembahasan ini adalah Bermain adalah bagian dari
dunia anak. Ketika hal ini sudah menjadi dunianya, bermain menjadi hak bagi anak yang
harus dipenuhi. Beberapa orang tua masih menganggap bahwa dengan belajar, anak bias
menjadi pintar (Thobroni & Mumtaz, 2011:39). Bermain memberi harapan dan antisipasi
tentang dunia yang memberikan kegembiraan, dan memungkinkan anak berkhayal
seperti sesuatu atau seseorang, suatu dunia yang dipersiapkan untuk berpetualang dan
mengadakan telaah; suatu dunia anak-anak menurut Gordon & Browne, dalam
(Moeslichatoen, 2004:32).
Usia anak prasekolah adalah usia masa bermain, karena setiap waktunya diisi dengan
kegiatan bermain. Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan
batin untuk memperoleh kesenangan (Yusuf, 2009 : 172). Maka dapat disimpulkan
batasan mengenai bermain menjadi penting untuk dipahami karena berfungsi sebagai
parameter, antara lain dalam menentukan sejauh mana aktivitas yang dilakukan anak
dapat dikategorikan dalam bermain atau bukan bermain. Kegiatan bermain sangat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Bermain harus dilakukan atas
inisiatif dan atas keputusan anak, dalam kegiatan bermain berikan anak kesempatan
untuk belajar berbagai hal yang tidak diperoleh anak disekolah maupun dirumah. Bagi

seorang anak bermain merupakan hal yang sangat mengasyikan. Bermain juga suatu
kebutuhan pokok, seperti makan dan minum. Melalui bermain anak akan mencoba hal-
hal yang menurutnya baru sampai ia mampu melakukan sesuatu yang nyata atau real
dengan aktif.
Teori mendukung lainnya adalah Bermain bagi anak- anak bukan sekedar bermain,
tetapi bermain merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran. Dalam bermain itu
anak dapat menerima banyak rangsangan selain dapat membuat dirinya senang juga
dapat menambah pengetahuan anak. Dalam proses belajar, anak-anak mengenalnya
melalui permainan karena tidak ada cara yang lebih baik yang dapat merangsang
perkembangan kecerdasan otaknya melalui kegiatan melihat, mendengar, meraba, dan
merasakan, yang semuanya itu dapat dilakukan melalui kegiatan bermain. Kegiatan ini
terus dirangsang agar simpul-simpul syaraf pada otak tidak memnjadi vakum.
Dalam permainan itu, kita dapat memasukan unsur-unsur pengetahuan yang memang
harus diketahui anak sejak dini . semakin banyak anak mengetahui apa yang perlu
diketahuinya, semakin besar peluangnya untuk memenangkan persaingan kelak. Sedikit
saja kita membuat kesalahan dalam cara mendidik akan membawa dampak buruk bagi
perkembangan anak dimasa depan. Karena, apa yang diterimanya sejak kecil akan
muncul ke permukaan dan sedikit demi sedikit dapat mempengaruhi perilakunya. Dalam
pembelajaran yang dilakukan dengan cara bermain ini harus disesuikan dengan tahap-
tahap perkembangan, kemampuan, dan prilaku anak. Karena, anak-anak akan bermain
dengan cara yang paling sesuai untuk hal-hal yang harus mereka pelajari. Wajar saja bila
semua orang tua menginginkan anak-anaknya mencapai potensi yang diharapkan,dan
cara yang mudah untuk mencapainya itu adalah dengan memastikan bahwa pada masa
kanak-kanan yang dilaluinya penuh dengan kegembiraan.
Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu masyarakat dimana di dalamnya terdiri
dari suami, istri dan keturunannya yang diikat oleh tali pernikahan atau suatu “ kelompok
primer “ yang saling mempengaruhi kehidupan masyarakat, karena keluarga adalah
bagian terkecil. Dilihat dari jenisnya maka para ahli membedakan pengertian tentang
keluarga M.I Solaeman (1994:10) membedakan pengertian keluarga dari sudut pandang
psikologis dan pedagogis, dijelaskan bahwa:
Pengertian keluarga dari sudut psikologis diartikan sebagai sekumpulan orang yang
hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan ada
pertautan batin sehingga diantara mereka terjadi saling mempengaruhi, saling
memperhatikan dan saling menyerahkan diri. Sedangkan dari sudut pandang pedagogis,
keluarga merupakan satu satu persekutuan hidup yang dijalani kasih sayang antara
pasangan dua jenis manusia dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk
saling menyempurnakan diri.
Jadi keluarga dapat diartikan sebagai suatu kesatuan (kelompok) dimana setiap
anggotanya saling membutuhkan dan saling ketergantungan satu sama lain dan semua
anggota kelompok tersebut memiliki kepentingan serta tugas bersama. Pendapat di atas
sudah mulai mengartikan keluarga secara luas, yaitu selain terikat oleh hubungan darah
juga merupakan tempat pengenalan anak terhadapnilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.
Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, mengenai peran orang tua dalam
kegiatan bermain anak usia dini, 1) Upaya orang tua dalam kegiatan bermain anak usia
dini dirumah cenderung memiliki kesamaan baik orang tua yang bekerja dan tidak bekerja
yang. 2) Bentuk keterlibatan orangtua dalam kegiatan bermain bersama terdapat perbedaan
juga antara orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung bervariasi
sedangkan orang tua yang berpendidikan rendah cenderung kurang melibatkan diri dalam
proses kegiatan bermain. 3) Keterlibatan orang lain dalam kegiatan anak tergantung
kepada jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang hanya terdiri dari ayah,
ibu dan anak itu sendiri aktivitas keterlibatan bermain hanya sebatas perlibatan kedua
orang tua saja sehingga perlibatan kurang. Bagi keluarga yang tidak hanya terdiri dari
ayah, ibu melainkan terdapat anggota keluarga lainnya seperti Paman, bibi, kakak, adik,
dan kakek – nenek keterlibatan orang lain dalam kegiatan bermain cukup bagus karena
akan menimbulkan kegiatan bermain yang baik, semakin banyak yang terlibat akan
semakin baik dalam menumbuhkan perkembangan anak.
BAB III

KESIMPULAN

1. Peran guru dalam kegiatan bermain anak diantaranya sebagai perencana, pendidik,
fasilitator, penilai. dan juga pengasuh.
2. Bentuk keterlibatan orangtua dalam kegiatan bermain bersama terdapat perbedaan
juga antara orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung bervariasi
sedangkan orang tua yang berpendidikan rendah cenderung kurang melibatkan diri
dalam proses kegiatan bermain.
DAFTAR RUJUKAN

Abidin, Yunus. (2009). Bermain,pengantar bag penerapan pendekatan bendcenters and


circle time (BCCT dalam dimensi PAUD). Bandung : Rizqipress.

Barbara, kozier( 1995). Peran Dan Mobilitas Kondisi Masyarakat. Jakarta : Gunung Agung.

Fadillah, Muhammad. 2014. Desain Pembelajaran PAUD: Tinjauan Teoritik dan Praktik.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran DiTaman Kanak-Kanak. Jakarta : Depdikbud.

Moleong. (2005). Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Musfiroh, Tadkiroman (2005). Bermain Sambil Belajar Dan Mengasah


Kecerdasan. Jakarta: Depdiknas.

Musfiroh, Tatmaningsih. 2016. Bermain dan Permainan Anak. Tangerang Selatan:


Universitas Terbuka.

Mutiah, Diana. (2010). Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana.

Peraturan Menteri Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia Nomer 137 Tahun 2014
Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.

Permendiknas No 58 tahun 2009. Standar PAUD. Jakarta : Departemen Pendidikan


Poernomo (1944) Tersedia : Http :// Jtptunimus-Gdl-Adinurcahy-7022-3-BabIi.Pdf

Sadulloh, Uyoh, dkk. 2010. PEDAGOGIK (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.

Feditat Acistamaya. Peran Guru dalam Kegiatan Bermain Anak.

https://www.kompasiana.com/feditatacistamaya/59ff9cf2c252fa360b6c2c62/peran-guru-
dalam-kegiatan-bermain-anak?page=all#section1, di akses 10 Desember 2021.

https://iklanmilyunersukses.blogspot.com/2020/10/peran-pendidik-dalam-kegiatan-
bermain.html, diakses 10 Desember 2021

Anda mungkin juga menyukai