Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami


kemudahansehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpapertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalahini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Akuntansi Keperilakuan dengan judul “Konsep dan Perilaku Organisasi”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurnadan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu,penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supayamakalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudianapabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yangsebesar-besarnya.

Palembang, 13 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1. Organisasi dan Manajemen..................................................................3
2.2. Keterlibatan Peran Manajer.................................................................3
2.2.1. Tingkatan Manajer............................................................................4
2.2.2. Fungsi Manajemen.............................................................................5
2.2.3. Peran Manajemen..............................................................................7
2.2.4. Keahlian Manajemen.........................................................................8
2.3. Mendefinisikan Perilaku Organisasi..................................................10
2.3.1. Pengertian Organisasi.....................................................................10
2.3.2. Tujuan Organisasi...........................................................................11
2.3.3. Target Organisasi.............................................................................11
2.4. Peran Perilaku Organisasi..................................................................11
2.4.1. Di Tempat Kerja..............................................................................11
2.4.2. Bagi Individu....................................................................................12
2.4.3. Tidak Bekerja dalam Perusahaan Besar.......................................12
2.4.4. Jika Tidak Ingin Jadi Seorang Manajer........................................12
2.5. Beberapa Hal Penting dalam Perilaku Organisasi...........................12
2.5.1. Teori Peran.......................................................................................13
2.5.2. Struktur Sosial.................................................................................14
2.5.3. Budaya..............................................................................................15
2.5.4. Komitmen Organisasi......................................................................17
2.5.5. Konflik Peran...................................................................................18
2.5.6. Konflik Kepentingan.......................................................................19
2.6. Perubahan pada Tingkat Individu.....................................................20

ii
2.6.1. Perbedaan Individu.........................................................................21
2.6.2. Motivasi.............................................................................................21
2.6.3. Pemberdayaan..................................................................................21
2.6.4. Berperilaku Etis...............................................................................23
2.7. Perubahan pada Tingkat Kelompok..................................................24
2.7.1. Bekerja Dengan yang Lainnya.......................................................24
2.7.2. Perbedaan Kekuatan Kerja............................................................24
2.8. Perubahan pada Tingkat Organisasi.................................................25
2.8.1. Produktivitas....................................................................................25
2.8.2. Pengembangan Efektivitas Karyawan...........................................25
2.8.3. Menempatkan Orang Pertama.......................................................26
2.8.4. Mengelola dan Bekerja Dalam Dunia Multikultural...................26
2.8.5. Fleksibilitas.......................................................................................27
2.9. Tipe Pola Motivasi...............................................................................28
2.9.1. Kepatuhan Atau Kesesuaian Norma Sistem.................................28
2.9.2. Imbalan Sistem Instrumental.........................................................28
2.9.3. Kepuasan Intrinsik Terhadap Aturan Kinerja Spesifik..............29
2.9.4. Internalisasi Nilai Individu Sesuai Dengan Tujuan Organisasi. .29
2.9.5. Kepuasan Sosial Yang Diperoleh Dari Hubungan Kelompok
Primer...........................................................................................................29
2.10. Pola Motivasi: Konsekuensi dan Syarat............................................30
2.10.1. Kepatuhan Bukan Aturan Sah...................................................30
2.10.2. Kondisi Kondusif Bagi Aktivasi Penerimaan Aturan..............30
2.10.3. Imbalan Sistem Instrumental.....................................................31
2.10.4. Kondisi Kondusif Terhadap Ganjaran Sistem Yang Efektif...32
2.10.5. Ganjaran Individual Instrumental.............................................33
2.10.6. Kondisi Kondusif Imbalan Instrumental Individual................34
2.10.7. Kepuasan Kerja Intrinsik...........................................................34
2.11. Kepuasan Sosial dari Hubungan Kelompok Primer........................37
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................38
3.1. Kesimpulan...........................................................................................38

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perilaku mengacu pada apa yang orang ingin lakukan dalam
organisasi,bagaimana mereka dibentuk, dan apa sikap mereka. Oleh karena
studi organisasi sering merupakan organisasi bisnis, maka perilaku
organisasi secara lambat laun diterapkan pada isuisu yang ditujukan di
tempat kerja seperti ketidakhadiran (absenteeism), perputaran (turnover),
produktivitas, motivasi, kelompok kerja, konflik, kepemimpinan, dan
kepuasan kerja. Para manajer sering menerapkan pengetahuan yang
diperolehnya dari penelitian perilaku organisasi untuk membantu mereka
dalam mengelola organisasi agar beroperasi lebih efektif.
Teori dan konsep yang ditemukan dalam perilaku organisasi
sebenarnya dicerminkan dari berbagai disiplin ilmu. Misalnya, riset terhadap
kinerja dan karakteristik individu umumnya digambarkan dari studi dalam
industri dan psikologi organisasi. Riset terhadap kepuasan, emosi, dan
proses tim digambarkan dari psikologi sosial. Riset struktur organisasi dan
antropologi membantu membentuk studi terhadap budaya organisasi. Dari
ilmu ekonomi digunakan untuk memahami motivasi, pembelajaran, dan
pengambilan keputusan. Terakhir dari ilmu akuntansi dapat digunakan untuk
melihat moral hazard (perilaku menyimpang) auditor. Meskipun unsur,
komponen, atau subsistem yang akan dibahas mungkin telah banyak
dipelajari pada disiplin ilmu yang lain, tetapi teori perilaku organisasi akan
mencoba menjawab, mengapa berbagai unsur atau komponen tersebut dapat
membentuk karakter, sikap, atau perilaku individu dalam kapasitasnya
sebagai anggota suatu organisasi. Oleh karena itu, bobot atau muatan
materinya akan diusahakan memiliki sisi empiris yang cukup memadai.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep organisasi dan manajemen?
2. Bagaimana keterlibatan peran manajer dalam organisasi?
3. Apa definisi dari perilaku organisasi?
4. Apakah peran perilaku organisasi?
5. Apa saja hal penting dalam perilaku organisasi?
6. Bagaimana perubahan pada tingkat individu?
7. Bagaimana perubahan pada tingkat kelompok?
8. Bagaimana perubahan pada tingkat organisasi?
9. Apa tipe pola motivasi?
10. Bagaimana pola motivasi: konsekuensi dan syarat?
11. Apa kepuasan sosial dari hubungan kelompok primer?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui konsep organisasi dan manajemen.
2. Untuk mengetahui keterlibatan peran manajemen dalam suatu
organisasi.
3. Untuk mengetahui definisi dari perilaku organisasi.
4. Untuk mengetahui peran perilaku organisasi.
5. Untuk mengetahui hal penting dalam perilaku organisasi.
6. Untuk mengetahui perubahan pada tingkat individu.
7. Untuk mengetahui pada tingkat kelompok.
8. Untuk mengetahui pada tingkat organisasi.
9. Untuk mengetahui tipe pola motivasi.
10. Untuk mengetahui pola motivasi: konsekuensi dan syarat.
11. Untuk mengetahui kepuasan sosial dari hubungan kelompok primer.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Organisasi dan Manajemen


Organisasi merupakan alat manajemen untuk mencapai tujuan.
Manajemen sangat berhubungan erat dengan organisasi sebagai wadah atau
tempat manajemen itu untuk berperan aktif. Organisasi tanpa manajemen
yang baik akan mengakibatkan rutinitas organisasi tidak akan dapat bertahan
lama. Berdasarkan pada pengertiannya, organisasi dapat dibedakan menjadi
2 macam, yaitu organisasi dalam arti statis dan organisasi dalam arti
dinamis. Dalam organisasi, ada hubungan yang erat antara manajemen,
organisasi, dan metode (tata kerja). Secara umum organisasi dapat
didefinisikan sebagai unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar, terdiri
atas dua orang atau lebih dan yang relatif terus-menerus untuk mencapai
satu atau serangkaian tujuan bersama.

2.2. Keterlibatan Peran Manajer


Manajer adalah seseorang yang bekerja dengan dan melalui orang
lain dengan mengoordinasikan kegiatan pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi. Hal ini dapat berarti mengoordinasikan pekerjaan dari satu
kelompok atau departemen, atau dapat berarti menyelia satu orang saja.
Pengoordinasian tersebut dapat juga mencakup pengoordinasian kegiatan
pekerjaan suatu tim yang terdiriyang berbeda atau bahkan orang-orang dari
organisasi yang berbeda, seperti karyawan temporer atau karyawan yang
bekerja sebagai pemasok dari organisasi tersebut.
Mengapa keterlibatan peran manajer begitu penting bagi
keberhasilan suatu organisasi? Jawabannya terletak pada kebutuhan akan
koordinasi dan pengendalian. Untuk tujuan perbaikan kinerja, peranan yang
dimainkan oleh manajer sangat besar. Perbaikan kinerja secara terus-
menerus dapat dilakukan dengan komunikasi yang harmonis. Banyak
karyawan yang percaya dan berharap keterlibatan manajer dapat menjadi
pendorong bagi penyelesaian masalah yang dihadapi oleh suatu organisasi,

3
baik itu organisasi bisnis, departemen (divisi) tertentu dalam perusahaan,
dan sebagainya.

2.2.1. Tingkatan Manajer


Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering
dikelompokkan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah,
dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk
piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah
daripada di puncak). Secara umum, manajer dapat diklasifikasikan
sebagai manajer tingkat bawah, tingkat menengah, dan tingkat atas.
1. Manajer tingkat bawah (lower management)
Manajer ini merupakan orang yang menduduki posisi di
tingkatan paling bawah dan mengelola pekerjaan individu
nonmanajerial yang terlibat dalam produksi atau penciptaan
produk organisasi. Mereka sering disebut penyelia, tetapi bisa
juga disebut manajer lini, manajer kantor, atau bahkan mandor.
2. Manajer tingkat menengah (middle management)
Manajer tingkat menengah mencakup semua tingkatan
manajemen antara tingkatan paling rendah dengan tingkat puncak
pada organisasi tertentu. Manajer tingkat menengah mengelola
pekerjaan para manajer lini pertama dan mempunyai sebutan
seperti kepala bagian atau kepala biro, pemimpin proyek,
manajer pabrik, atau manajer divisi.
3. Manajer tingkat atas (top management)
Manajer yang menduduki posisi ini biasanya disebut manajemen
puncak, yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan
yang mencakup seluruh organisasi dan menyusun rencana serta
sasaran yang akan memengaruhi keseluruhan organisasi itu.

Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat


menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida

4
tradisional ini. Misalnya, pada organisasi yang lebih fleksibel dan
sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang
selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai
dengan dengan permintaan pekerjaan.

2.2.2. Fungsi Manajemen


Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno,
ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Istilah
manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara
universal. Sebagian ahli mendefinisikan manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti
seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain
untuk mencapaitujuan organisasi.
Pendapat lain mendefinisikan manajemen sebagai sebuah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian, dan
pengendalian sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara
efektif dan efisien. Efektif berarti tujuan dapat dicapai sesuai dengan
rencana, sementara efisien berarti tugas yang ada dilaksanakan
secara benar, terorganisasi, dan sesuai dengan jadwal. Berdasarkan
hasil penelitiannya, Henry Fayol, seorang industriawan Prancis,
menyatakan semua manajer melaksanakan lima fungsi manajemen,
antara lain merancang, mengorganisasikan, memerintah,
mengoordinasikan, dan mengendalikan. Pada perkembangan
manajemen di tahun-tahun berikutnya, fungsi tersebut diringkas
menjadi empat fungsi dasar yang paling penting yaitu perencanaan.
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian.
1. Perencanaan
Fungsi perencanaan mencakup proses merumuskan sasaran,
menetapkan suatu strategi untuk mencapai sasaran tersebut, dan
menyusun rencana guna memadukan dan mengoordinasikan
sejumlah kegiatan. Perencanaan adalah memikirkan apa yang

5
akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki Perencanaan
dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara
keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu Manajer
mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil
tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih
cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan.
Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi
manajemen karena tanpa perencanaan, fungsifungsi lainnya tidak
dapat berjalan.

2. Pengorganisasian
Fungsi pengorganisasian mencakup proses menentukan tugas
yang harus dikerjakan, pihak yang harus mengerjakannya, cara
tugas-tugas itu akan dikelompokkan, hierarki pelaporan, dan
pada tingkatan apa keputusan harus diambil. Pengorganisasian
dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi
kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah
manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah
dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan
cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang
harus mengerjakannya, bagaimana tugas tersebut
dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas
tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.

3. Pengarahan
Pengarahan adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar
semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran
sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha.

4. Kepemimpinan

6
Fungsi kepemimpinan merupakan kemampuan dan kesiapan
seseorang untuk memengaruhi , membimbing, dan mengarahkan
atau mengelola orang lain agar mereka mau berbuat sesuatu demi
tercapainya tujuan bersama. Dalam pengertian ini, seseorang
yang ingin diakui sebagai pemimpin harus memiliki kelebihan
dalam beberapa fungsi yang dijelaskan di atas, yakni mulai dari
memengaruhi, membimbing sampai pada kemampuan mengelola
orang lain. Kalau seseorang tidakdapat menjalankan semua
fungsi ini, praktis ia tidak dapat diterima oleh kelompok tersebut
sebagai pemimpin yang fungsional.

5. Pengendalian
Fungsi pengendalian menjelaskan bahwa setelah sasaran
ditentukan, rencana dirumuskan, pengaturan strukturnya
ditetapkan (fungsi organisasi), serta orangorang dipekerjakan,
dilatih, dan diberikan motivasi, terdapat sejumlah evaluasi untuk
mengetahui apakah segala sesuatunya berjalan sesuai rencana.
Untuk menjamin agar segala sesuatunya berjalan sebagaimana
mestinya, para manajer harus memantau dan mengevaluasi
kinerja. Kinerja aktual harus dibandingkan dengan sasaran yang
telah ditentukan sebelumnya.

2.2.3. Peran Manajemen


Istilah peran managemen mengacu pada kategori tertentu dari
perilaku manajerial. Peran perilaku manajerial digolongkan menjadi
peran antar-pribadi, peran informasi, dan peran keputusan. Henry
Mintzberg, seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan
bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat
kerjanya. Ia kemudian mengelompokkan kesepuluh peran itu ke
dalam tiga kelompok. Pertama adalah peran antar-pribadi, yaitu
melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan

7
simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah,
pemimpin, dan penghubung. Kedua adalah peran informasional,
meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi,
serta peran sebagai juru bicara. Ketiga adalah peran pengambilan
keputusan, meliputi peran sebagai seorang wiraswasta, pemecah
masalah, pembagi sumber daya, dan perunding. Mintzberg kemudian
menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan
oleh manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.

2.2.4. Keahlian Manajemen


Penelitian Katz dan Robert L. (2006) menemukan bahwa
setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar atau
kompetensi yang mutlak, yaitu keahlian konseptual, keahlian tentang
orang, dan keahlian teknis.
1. Keahlian konseptual (conceptional skill)
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan
untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan
organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian
harus dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk
mewujudkan gagasan atau konsepnya. Proses penjabaran ide
menjadi suatu rencana kerja yang konkret itu biasanya disebut
sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu,
keterampilan konsepsional juga merupakan keterampilan untuk
membuat rencana kerja.

2. Keahlian tentang orang (humanity skill)


Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi
dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan
berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan
kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan
oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan

8
komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan
membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan
bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi
diperlukan untuk tingkatan manajemen atas, menengah, maupun
bawah.

3. Keahlian teknis (technical skill)


Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer
pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini
merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan
tertentu, misalnya menggunakan program komputer,
memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi, dan sebagainya.

Selain tiga keterampilan dasar di atas ada dua keterampilan


dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
1. Keahlian manajemen waktu
Keahlian manajemen waktu merupakan keahlian yang merujuk
pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu
yang dimilikinya secara bijaksana.

2. Keahlian membuat keputusan


Keahlian membuat keputusan merupakan kemampuan untuk
mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam
memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang
paling utama bagi seorang manajer, terutama untuk kelompok
manajer atas (top manager). Ada tiga langkah dalam pembuatan
keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan
masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil
untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi
setiap alternatif yang ada dan memilih alternatif yang dianggap
paling baik. Terakhir, manajer harus mengimplementasikan

9
alternatif yang telah dipilih serta mengawasi dan
mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.

2.3. Mendefinisikan Perilaku Organisasi


Perilaku organisasi (sering disingkat dengan PO) adalah suatu studi
yang menyelidiki bagaimana individu, kelompok, serta struktur
memengaruhi dan dipengaruhi oleh perilaku dalam organisasi. Perilaku
mengacu pada apa yang inginorang dalam organisasi, bagaimana orang-
orang tersebut dibentuk, dan apa sikap mereka. Oleh karena studi organisasi
sering dilakukan pada organisasi bisnis, perilaku organisasi lambat laun
diterapkan terhadap masalah-masalah di tempat kerja, seperti ketidakhadiran
(absenteeism), tingkat perputaran karyawan (turnover), produktivitas,
motivasi, kelompok kerja, dan kepuasan kerja. Manajer sering menerapkan
pengetahuan yang diperolehnya dari penelitian perilaku organisasi guna
membantu mereka dalam mengelola organisasi agar lebih efektif.

2.3.1. Pengertian Organisasi


Organisasi adalah pengaturan yang disengaja terhadap
sejumlah orang untuk mencapai tujuan tertentu. Pertama, setiap
organisasi memiliki tujuan yang khas. Tujuan itu biasanya
dinyatakan dalam sasaran atau sekelompok sasaran yang oleh
organisasi tersebut diharapkan untuk dicapai. Kedua, setiap
organisasi terdiri atas orang-orang.Ketiga, semua organisasi
menyusun struktur yang disengaja sehingga anggotanya dapat
melakukan pekerjaannya. Meskipun ketiga ciri itu penting bagi
definisi organisasi, konsep organisasi itu sendiri senantiasa berubah.
Mengapa organisasi berubah? Karena dunia di sekitar organisasi itu
telah berubah. Perubahan masyarakat, ekonomi, globalisasi, dan
teknologi telah menciptakan lingkungan di mana organisasi yang
ingin berhasil harus menempuh cara-cara baru untuk menyelesaikan
pekerjaannya.

10
2.3.2. Tujuan Organisasi
Tujuan organisasi merupakan hasil terukur yang harus
dicapai. Tujuan tersebut menggambarkan hasil yang harus dicapai
dalam jangka pendek guna mewujudkan visi jangka panjang. Tujuan
tersebut langsung diturunkan dari faktor penentu keberhasilan agar
menciptakan terobosan yang realistis.

2.3.3. Target Organisasi


Target merupakan tujuan kuantitatif atau tolok ukur kinerja.
Target merupakan nilai yang ingin dicapai oleh organisasi, dan
perwujudannya dapat diukur dengan menggunakan tolok ukur
kinerja. Singkatnya, target menunjukkan nilai-nilai yang harus
dicapai.

2.4. Peran Perilaku Organisasi


2.4.1. Di Tempat Kerja
Setiap karyawan dituntut memiliki komitmen yang tinggi
terhadap tugas dan tanggung jawabnya di tempat kerja. Dengan
memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaaan akan
menuntut rasa memiliki yang besar terhadap perusahaan.Dengan
demikian, dari situ karyawan terbangun tetap memiliki komitmen
terhadap perusahaan. Komitmen karyawan terhadap perusahaan
merupakan tingkat sampai sejauh mana seorang karyawan memihak
pada perusahaan dan tujuannya, serta berniat mempertahankan
keanggotaannya dalam perusahaan tersebut. Komitmen perusahaan
juga merupakan nilai personal, yang terkadang mengacu pada sikap
loyal pada perusahaan atau komitmen pada perus an. Komitmen
organisasi sering diartikan secara individu dan berhubungan dengan
keterlibatan orang tersebut pada organisasi yang bersangkutan.
Komitmen karyawan pada organisasi merupakan salah satu sikap

11
yang mencerminkan perasaan suka atau tidak suka seorang karyawan
terhadap organisasi tempat ia bekerja.

2.4.2. Bagi Individu


Perilaku organisasi relevan dalam berbagai keadaan misalnya
bagamaina perilaku organisasi itu diterapkan dalam diri kita jika kita
sedang berencana untuk menjalankan bisnis kita sendiri atau untuk
bekerja pada satu organisasi besar.

2.4.3. Tidak Bekerja dalam Perusahaan Besar


Anda mungkin memikirkan bahwa ketika kita mengatakan
organisasi kita mengacu pada keuangan besar perusahaan dalam
kantor terhadap pengeluaran dari berbagai bentuk lain atas
keberadaan organisasi. Anda mungkin memikirkan bahwa Anda
ingin bekerja pada satu bisnis kecil, atau pada bisnis keluarga Anda,
sehingga perilaku organisasi tidak memiliki keterkaitan terhadap
Anda.

2.4.4. Jika Tidak Ingin Jadi Seorang Manajer


Ketika kita membicarakan tentang kepemimpinan dalam
organisasi, secara khusus kita berarti orang yang bertanggung jawab
untuk menyusun seluruh visi organisasi, walaupun kepemimpinan
juga dapat berasal dari sumber informal. Ketika manajer dan para
pemimpin telah melihat peran mereka diperluas sebagai suatu hasil
faktor-faktor seperti globalisasi dan e-commerce, karyawan juga
bertanya tentang gerakan dibalik peran tradisional mereka seperti
input dari proses untuk mencapai tujuan organisatoris. Semakin
banyak karyawan mengambil peran baru dan tanggung jawab ini.

2.5. Beberapa Hal Penting dalam Perilaku Organisasi

12
Konsep perilaku organisasi harus mencerminkan kondisi situasional
atau kontinjensi (contingency). Kita dapat mengatakan bahwa x
menyebabkan y,tetapi hanya pada kondisi yang dikhususkan dalam z
(variabel kontinjensi/situasional). Ilmu perilaku organisasi dikembangkan
dengan menggunakan konsep umum, kemudian mengubah penerapannya
pada situasi tertentu. Jadi, misalnya, pakar perilaku organisasi akan
menghindari pernyataan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin
yang selalu mencari ide-ide dari anak buahnya sebelum mengambil suatu
keputusan. Sebagai gantinya, mereka mengatakan bahwa dalam beberapa
situasi, gaya kepemimpinan partisipatif jelas lebih unggul. Namun, dalam
situasi yang berbeda, gaya pengambilan keputusan otokratis akan lebih
efektif. Dengan kata lain, efektivitas gaya kepemimpinan tertentu
bergantung pada situasi di mana gaya tersebut diterapkan. Teori perilaku
organisasi mencerminkan inti masalah yang ditangani oleh teori tersebut.
Manusia bersifat kompleks dan rumit, demikian pula dengan teori yang
dikembangkan untuk menjelaskan tindakannya.
2.5.1. Teori Peran
Susunan atau tanggapan perilaku yang diharapkan dan dikehendaki
disebut peranan sosial. Peranan sosial menggambarkan hak, tugas,
kewajiban, dan perilaku yang sesuai dengan orang yang memegang
posisi tertentu dalam konteks sosial tertentu. Dalam kelompok formal
suatu organisasi, peran digambarkan secara eksplisit dalam manual
organisasi, di mana peran tersebut umumnya diatur berdasarkan
hukum. Peran membedakan perilaku dari orang yang menduduki posisi
organisasi tertentu dan berfungsi mempersatukan kelompok dengan
menyediakan spesialisasi dan fungsi koordinasi. Dalam organisasi
bisnis, pembagian kerja dan peran adalah sesuatu yang rumit.
Pemimpin suatu organisasi harus pula mendidik anggota organisasi
tersebut mengenai perilaku yang diharapkan dari anggota organisasi
dengan posisi tertentu. Hal ini harus dilakukan walaupun pimpinan
telah memahami peran yang harus dimainkan oleh setiap anggota.

13
Peran merupakan komponen perilaku nyata yang disebut norma.
Norma adalah harapan dan kebutuhan perilaku yang sesuai untuk suatu
peranan tertentu. Tiap-tiap peran berhubungan dengan suatu identitas
yang menggambarkan individu dalam hal bagaimana mereka perlu
bertindak dalam situasi khusus. Sejumlah orang mempunyai peran dan
identitas yang bergantung pada situasi di mana mereka menemukan
diri mereka. Suatu aspek penting dari teori peran adalah identitas dan
perilaku dianugerahkan secara sosial pada dukungan sosial. Posisi
seseorang yang menduduki jabatan tertentu dalam suatu organisasi
formal atau suatu kelompok informal membawa pola perilaku bersama
yang diharapkan.

2.5.2. Struktur Sosial


Studi keperilakuan manusia yang sistematis bergantung pada dua
fakta. Pertama, orang-orang bertindak secara teratur dan dengan pola
berulang. Kedua, orang-orang tidak mengisolasikan bentuk tetapi
mereka saling berhubungan. Jika orang-orang tidak bertindak dengan
pola teladan atau pola yang sesuai dengan tuntutan lingkungan maka
tidak akan ada dasar bagi ilmu keperilakuan. Kita dapat memperoleh
kembali perspektif yang sesuai dengan membandingkan diri kita
dengan orang lain. Untuk mempelajari sejumlah aturan dalam perilaku
manusia, konsep masyarakat dan budaya perlu dipertimbangkan.
Masyarakat mungkin digambarkan sebagai penjumlahan dari total
hubungan manusia. Konsep masyarakat menyiratkan suatu
kesinambungan dan kompleksitas dari hubungan kelembagaan dan
hubungan antar-pribadi. Sistem masyarakat sosial menjadi perhatian
utama dari para akuntan keperilakuan dalam organisasi bisnis atau
masyarakat bisnis. Dalam sistem sosial ini, masih terdapat subsistem
dan kelompok manusia yang saling berhubungan dan menarik
perhatian para akuntan keperilakuan. Di sini, tampak bahwa suatu
konsep sistem yang digunakan dalam ilmu keperilakuan ternyata

14
digunakan juga oleh ilmu pengetahuan lain dengan mengacu pada
suatu bentuk yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain
serta antar-bagian yang saling bergantung. Selanjutnya, orang baru
dapat berbicara mengenal sistem matahari, sistem biologi, atau sistem
sosial. Pola teladan dari berbagai bagian subsistem yang beroperasi
yang dikenal sebagai struktur sistem. Memasukkan struktur sosial yang
mengacu pada hubungan terpola antara berbagai subsistem sosial dan
individu memungkinkan struktur tersebut agar berfungsi dalam
masyarakat, organisasi sosial, atau kelompok sosial.

2.5.3. Budaya
Budaya merupakan satu sudut pandang yang pada saat bersamaan
dijadikan jalan hidup oleh suatu masyarakat. Tidak ada masyarakat
tanpa budaya, dan budaya tidak eksis di luar masyarakat. Budaya
memengaruhi pola teladan perilaku manusia yang teratur karena
budaya menggambarkan perilaku yang sesuai untuk situasi tertentu.
Aspek budaya yang terpenting adalah memastikan kehidupan manusia
baik secara fisik maupun secara sosial..
Budaya merupakan norma dan nilai yang mengarahkan perilaku
anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan
budaya yang berlaku agar diterima di lingkungan tersebut. Budaya
dapat dibagi menjadi tiga faktor mendasar, yaitu struktural, politis, dan
emosional. Faktor struktural ditentukan oleh ukuran, seperti umur dan
sejarah perusahaan, tempat operasi, serta lokasi geografis perusahaan
dalam satu jenis industri. Faktor politis ditentukan oleh distribusi
kekuasaan dan cara pengambilan keputusan manajerial. Sementara itu,
faktor emosional mencakup pemikiran kolektif, kebiasaan, sikap,
perasaan, dan pola perilaku. Praktik yang dilakukan oleh anggota suatu
budaya juga perlu diamati karena praktik itu mengambarkan
manifestasi dari nilai budaya tersebut. Hofstede dkk. (1990)
menyatakan nilai budaya dapat dimanifestasikan dalam berbagai

15
pilihan perilaku. la dan timnya juga membuktikan bahwa walaupun
nilai dan praktik budaya adalah faktor penting, faktor yang lebih
penting lagi dalam menjelaskan perbedaan di berbagai organisasi
adalah persepsi yang dianut dalam praktik sehari-hari.
Ada dua jenis praktik organisasi yang dilakukan dan menghasilkan
nilai budaya. Kedua jenis praktik tersebut adalah proses seleksi dan
proses sosialisasi. Untuk memahami perbedaan antarbangsa, Hofstede
menggunakan kerangka berpikir yang dinamakan dimensi budaya
nasional. Menurut Hofstede (1980, 1991), ada empat dimensi budaya
nasional.
1. Jarak kekuasaan (power distance), yaitu sejauh mana orang
percaya bahwa kekuasaan dan status didistribusikan secara
tidak merata dan bagaimana orang menerima distribusi
kekuasaan yang tidak merata tersebut sebagai cara yang tepat
untuk mengorganisasikan sistem sosial.
2. Penghindaran ketidakpastian (uncertain avoidance), yaitu
sejauh mana orang merasa terancam dengan keadaan yang
tidak tentu (tidak pasti) atau tidak diketahui.
3. Maskulinitas dan feminisitas (masculinity and femininity)
Maskulinitas adalah suatu situasi yang ditandai dengan nilai-
nilai yang dominan dalam masyarakat yang lebih menekankan
dan mementingkan uang, harta benda, atau materi. Sementara
itu, feminisitas adalah suatu situasi yang menjelaskan nilai-nilai
yang dominan dalam masyarakat, yang lebih menekankan pada
pentingnya hubungan antar-manusia, kepedulian pada orang
lain, dan ketenteraman hidup.
4. Individualisme dan kolektivisme (individualism and
cillectivism)
Individualisme adalah situasi yang menjelaskan orang-orang
dalam suatu masyarakat, yang cenderung memperhatikan
dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Sementara kolektivisme

16
adalah situasi yang menjelaskan orang-orang dalam
masyarakat, yang cenderung merasa memiliki ikatan kuat
dengan satu kelompok yang berbeda dengan kelompok lainnya.

2.5.4. Komitmen Organisasi


Komitmen organisasi merupakan tingkat sampai sejauh mana
seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan
tujuannya, serta berniat mempertahankan keanggotaannya dalam
organisasi tersebut. Komitmen organisasi sering diartikan secara
individu dan berhubungan dengan keterlibatan orang tersebut pada
organisasi yang bersangkutan. Komitmen karyawan pada organisasi
merupakan salah satu sikap yang mencerminkan perasaan suka atau
tidak suka seorang karyawan terhadap organisasi tempat ia bekerja.
Berikut tiga karakteristik yang berhubungan dengan komitmen
organisasi.
1) Keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan
organisasi.
2) Kemauan sekuat tenaga melakukan yang diperlukan untuk
kepentingan organisasi.
3) Keinginan yang kuat untuk menjaga keanggotaan dalam organisasi.
Komitmen organisasi terbentuk apabila setiap individu
mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan berikut terhadap
organisasi dan/atau profesi.
a. Identifikasi (identification), yaitu pemahaman atau penghayatan
terhadap tujuan organisasi.
b. Keterlibatan (involvement), yaitu perasaan terlibat dalam suatu
pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah
menyenangkan.
c. Loyalitas (loyality), yaitu perasaan bahwa organisasi adalah
tempatnya bekerja dan tinggal.

17
Komitmen organisasi mempunyai hubungan dengan orientasi etika
dan sensitivitas etika. Hasil riset ini didukung oleh riset lain yang
dilakukan sebelumnya oleh Beau dan Yamoor (1985) dengan unit
analisis pada dokter gigi, oleh Volker (1984) terhadap profesi
konsultan manajemen, dan oleh Shaub (1989) terhadap profesi akuntan
publik. Berikut tiga komponen utama mengenai komitmen organisasi.
1. Komitmen afektif (affective commitment) terjadi apabila
karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena keterikatan
emosional (emotional attachment) atau psikologis terhadap
organisasi.
2. Komitmen kontinu (continuance commitment) muncul apabila
karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena
membutuhkan gaji dan keuntungan lain, atau karena karyawan
tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Dengan kata lain,
karyawan tersebut tinggal dalam organisasi tersebut karena ia
membutuhkan organisasi tersebut.
3. Komitmen normatif (normative commitment) timbul karena nilai
diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota suatu organisasi
karena memiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi
tersebut merupakan hal yang memang harus dilakukan. Jadi,
karyawan tersebut tinggal dalam organisasi itu karena ia merasa
berkewajiban untuk itu.
Dari ketiga jenis komitmen tersebut, komitmen afektif adalah jenis
yang paling diinginkan oleh perusahaan. Karyawan yang memiliki
loyalitas, yaitu karyawan yang mempunyai komitmen afektif akan
cenderung tetap bertahan (bekerja dalam perusahaan).

2.5.5. Konflik Peran


Secara umum, konflik dapat dibagi menjadi dua bagian utama.
Bagian pertama adalah konflik peran dan bagian kedua adalah konflik
kepentingan. Konflik peran timbul karena dua "perintah" berbeda yang

18
diterima secara bersamaan dan pelaksanaan atas salah satu perintah
akan mengakibatkan diabaikannya perintah yang lain. Perintah
pertama berasal dari kode etik profesi, sedangkan perintah kedua
berasal dari sistem pengendalian yang berlaku di perusahaan. Apabila
seorang profesional bertindak sesuai dengan kode etik maka ia akan
merasa tidak berperan sebagai karyawan perusahaan yang baik.
Sebaliknya, apabila ia bertindak sesuai dengan prosedur yang
ditentukan oleh perusahaan maka akan merasa telah bertindak secara
tidak profesional. Kondisi seperti ini yang disebut konflik peran, yaitu
suatu konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian birokratis
organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etika, dan kemandirian
profesional. Misalnya, dalam lingkungan kerja akuntan publik, konflik
peran timbul sehubungan dengan dua rangkaian tuntutan yang
bertentangan. Tanpa pengetahuan mengenai struktur audit yang baku,
staf akuntan cenderung mengalami kesulitan dalam menjalankan
tugasnya. Kesulitan ini timbul sehubungan dengan beberapa faktor,
seperti koordinasi arus kerja, kecukupan wewenang, kecukupan
komunikasi, dan kemampuan adaptasi. Konflik peran berdampak
negatif terhadap perilaku karyawan, seperti timbulnya ketegangan
kerja, penurunan komitmen pada organisasi, dan penurunan kinerja
secara keseluruhan.

2.5.6. Konflik Kepentingan


Mas'ud (2002) menjelaskan bahwa organisasi di Barat dibangun
berdasarkan prinsip depersonalisasi, merupakan salah satu prinsip
birokrasi. Di masa lampau, manusia adalah yang utama. Di masa
depan, sistem yang utama. Taylor mengharapkan para pekerja menaati
perintah dan tidak berpikir secara bebas. Filosofi manajemen kuno
adalah tanggung jawab diberikan kepada karyawan, sementara filosofi
manajemen baru menganggap tanggung jawab diletakkan kepada
pemimpin. Perubahan pola pengelolaan sumber daya tersebut pada

19
dasarnya lebih dikarenakan oleh perbedaan kepentingan di antara
sesama anggota organisasi atau antara organisasi dengan anggotanya.
Di samping itu, menurut prinsip manajemen yang dikemukakan
oleh Henry Fayol (1914), yakni prinsip no. 6, kepentingan pribadi atau
kelompok harus tunduk pada kepentingan organisasi secara
keseluruhan. Dengan demikian, apabila dalam praktik bisnis, demi
kepentingan orang banyak atau organisasi, manajemen harus
memutuskan hubungan kerja dengan seorang atau beberapa orang
karyawan, walaupun karyawan tersebut mungkin telah puluhan tahun
ikut serta dalam mengembangkan dan membesarkan perusahaan. Oleh
karena menganut pandangan bahwa urusan pribadi harus dipisahkan
dari bisnis serta kepentingan perusahaan harus lebih didahulukan
daripada kepentingan pribadi, banyak eksekutif yang sukses dalam
memimpin dan mengatur perusahaan, tetapi gagal dalam memimpin
dan mengatur keluarga.
Banyak bukti riset yang menunjukkan bahwa konflik kepentingan
antara pekerja dan keluarganya sangat merugikan karyawan dan
perusahaan. Konflik kerja dan keluarga cenderung berpengaruh negatif
terhadap kinerja karyawan. Hasil riset di bidang itu merekomendasikan
perlunya manajemen perusahaan untuk mengambil kebijakan yang
menginterpretasikan kepentingan pekerjaan dengan kepentingan
pribadi.

2.6. Perubahan pada Tingkat Individu


Pada tingkat individu, manajer dan karyawan perlu mempelajari
bagaimana cara bekerja dengan orang-orang yang mungkin memiliki
perbedaan dengan diri mereka sendiri dalam berbagai dimensi. Barang kali
perbedaan dimensi tersebut meliputi kepribadian, persepsi, nilai, dan sikap.
Poin ini digambarkan oleh keadaan karyawan, di mana karyawan memiliki
berbagai pengalaman dan berasal dari beberapa budaya. Individu juga

20
memiliki perbedaan tingkat kepuasan kerja dan motivasi, dan ini
memengaruhi bagaimana cara manajer mengatur karyawannya.
2.6.1. Perbedaan Individu
Orang-orang memasuki kelompok dan organisasi dengan karakteristik
tertentu yang memengaruhi perilakunya. Karakteristik tersebut berupa
karakteristik kepribadian, persepsi, nilai, dan sikap. Karakteristik ini
sebenarnya tetap utuh ketika individu menggabungkan diri ke suatu
organisasi, tetapi terdapat kemungkinan bahwa organisasi dapat
menimbulkan perubahan terhadap diri individu tersebut, di mana
perubahan itu berdampak begitu nyata terhadap perilaku individu yang
bersangkutan. Berdasarkan hal ini, kita melihat bagaimana persepsi,
kepribadian, nilai, dan sikap berpengaruh pada perilaku individu.
2.6.2. Motivasi
Motivasi secara umum sering diartikan sebagai sesuatu yang ada pada
diri seseorang yang dapat mendorong, mengaktifkan, menggerakkan,
dan mengarahkan perilaku seseorang. Dengan kata lain, motivasi itu
ada dalam diri seseorang dalam wujud niat, harapan, keinginan, dan
tujuan yang ingin dicapai. Motivasi ada dalam diri manusia terdorong
karena: 1) keinginan untuk hidup, 2) keinginan untuk memiliki sesuatu,
3) keinginan akan kekuasaan, dan 4) keinginan akan adanya pengakuan.
Jadi, secara singkat motivasi dapat diartikan sebagai dorongan atau
keinginan yang dapat dicapai oleh seorang individu dengan perilaku
tertentu dalam usahanya.
2.6.3. Pemberdayaan
Manajer bertanggung jawab terhadap kepuasan dan kebahagiaan
karyawan. Namun, pada saat yang sama mereka juga diminta untuk
turut andil terhadap kekuasaan. Pada beberapa organisasi, karyawan
telah menjadi “berkaitan” atau “rekan setim.” Pengambilan keputusan
menekankan pada tingkat operasi, dimana karyawan diberikan
kebebasan untuk membuat pilihan tentang skedul, prosedur, dan
pemecahan masalah berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan.

21
Pemberdayaan berarti manajer sedang menempatkan karyawan yang
berwenang terhadap apa yang dilakukannya.
Terdapat beberapa faktor yang mendorong organisasi dalam
melaksanakan pemberdayaan. Beberapa di antaranya adalah tuntutan
pelanggan yang semakin tinggi terhadap kualitas produk maupun
layanan, jaminan keamanan, perlindungan konsumen persaingan dalam
efisiensi dan inovasi produk, penggunaan teknologi baru yang canggih,
peraturan pemerintah, dan sebagainya. Apabila organisasi
melaksanakan pemberdayaan karyawan maka diperlakukan sesuai
dengan teori Y. Artinya, pemimpin organisasi menganut paham atau
cara pandang (paradigma) bahwa karyawan di perusahaan adalah
karyawan yang mempunyai karakteristik yang umumnya positif.
Akan tetapi, dalam praktiknya, terdapat banyak pengertian
mengenai apa yang dimaksud dengan pemberdayaan dan bagaimana
cara melakukan pemberdayaan. Namun, terdapat kesamaan tujuan
pemberdayaan dalam organisasi yaitu :
1) Meningkatkan motivasi guna mengurangi kesalahan dan
mendorong karyawan untuk bertanggung jawab terhadap
tindakannya.
2) Meningkatkan dan mengembangkan kreativitas dan Inovasi.
3) Mendorong peningkatan kualitas produk dan jasa.
4) Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mendekatkan karyawan
ke pelanggan sehingga karyawan dapat melayani dengan lebih
baik.
5) Meningkatkan kesetiaan dan pada saat yang sama mengurangi
tingkat kemangkiran.
6) Mendorong kerja sama yang lebih baik dengan sesama rekan kerja
dalam meningkatkan pengawasan dan produktivitas.
7) Mengurangi tugas pengawasan (pengendalian) dari manajemen
menengah dalam pekerjaan operasional sehari-hari sehingga

22
manajer lebih mempunyai waktu dan perhatian terhadap masalah
yang lebih besar.
8) Menyiapkan karyawan untuk berkembang dan menghadapi
perubahan, suksesi, dan tuntutan persaingan.
9) Meningkatkan daya saing bisnis.
Untuk melaksanakan pemberdayaan tersebut, organisasi biasanya
menyusun serta menentukan visi dan misi organisasi. Selain itu,
perusahaan juga melaksanakan perencanaan strategis dan berbagai
pelatihan yang berkaitan dengan pemberdayaan, seperti membangun
kerja sama tím, pemberdayaan, kepemimpinan dan motivasi, kepekaan
emosional di tempat kerja, peningkatan kualitas secara kontinu,
pelatihan keterampilan khusus yang berkaitan dengan pekerjaan, dan
sebagainya.
2.6.4. Berperilaku Etis
Skandal Enron di Amerika Serikat menggambarkan bagaimana
biasanya sebagian orang memperlakukan etika sebagai subjek. Pada
skandal tersebut, dengan kreatif, eksekutif Enron sengaja mengubah
cara mereka melaporkan laba rugi perusahaan. Ketika ditantang,
eksekutif perusahaan, Kenneth Lay, memilih untuk melihat dengan cara
lain. Reputasi dari KAP Arthur Andersen telah hancur karena gagal
mempersoalkan praktik akuntansi Enron. Etika merupakan norma atau
standar perilaku kita yang berfungsi sebagai petunjuk moral ketika kita
berinteraksi dengan orang lain.
Etika juga sebanding dengan moral, di mana keduanya merupakan
filsafat tentang adat kebiasaan. Jadi, secara umum, etika atau moral
adalah filsafat, ilmu, atau disiplin. tentang tingkah laku manusia atau
tindakan manusia. Dengan demikian, persepsi umum adalah etika yang
hanya dianggap sebagai pernyataan benar atau salah serta baik atau
buruk. Etika sebenarnya meliputi suatu proses penentuan yang
kompleks tentang apa yang harus dilakukan seseorang dalam situasi
tertentu. Proses itu sendiri meliputi penyeimbangan dari berbagai

23
pertimbangan dari sisi dalam (inner) dan sisi luar (outner) yang didasari
oleh sifat dari kondisi unik, melalui pengalaman maupun pembelajaran
setiap individu. Akuntan merupakan profesi yang keberadaannya sangat
tergantung pada kepercayaan masyarakat. Sebagai profesi, dalam
menjalankan tugasnya, seorang akuntan harus menjunjung tinggi
etikanya.

2.7. Perubahan pada Tingkat Kelompok


Perilaku orang-orang dalam kelompok lebih dari jumlah total dari semua
tindakan individu dengan cara mereka sendiri. Perilaku orang-orang ketika
mereka berada dalam suatu kelompok berbeda dengan perilaku mereka
ketika mereka sendirian. Oleh karena itu, langkah berikutnya dalam
mengembangkan suatu pemahaman dari perilaku organisasi adalah studi
terhadap perilaku kelompok. Dengan demikian, mempelajari cara bekerja
dengan orang-orang dari budaya berbeda menjadi semakin penting. Kita
telah menelaah beberapa perubahan yang terjadi pada kelompok tingkat
bawah.
2.7.1. Bekerja Dengan yang Lainnya
Banyak keberhasilan dalam setiap pekerjaan melibatkan
pengembangan hubungan atau keterampilan antarpribadi yang baik dari
orang-orang di dalamnya. Keterampilan dasar yang membentuk
kekuatan kerja yang berkualitas tinggi melibatkan komunikasi,
pemikiran, pembelajaran, dan bekerja dengan yang lainnya. Sikap
positif, perilaku, dan kemampuan mengambil tanggung jawab atas
tindakan seseorang juga merupakan kunci keterampilan karena banyak
orang akan bekerja pada perusahaan kecil dan menengah di masa
mendatang. Pengembangan sumber daya manusia dan keterampilan
menjadi penting sebagai tambahan dalam membangun tim dan prioritas
manajemen.

2.7.2. Perbedaan Kekuatan Kerja

24
Organisasi telah menjadi lebih berbeda, mempekerjakan
keanekaragaman yang lebih tinggi dari orang-orang yang terlibat di
dalamnya berkaitan dengan gender, ras, etnis,orientasi seksual, dan
umur. Angkatan kerja meliputi, misalnya, perempuan, penduduk asli,
orang-orang penyandang cacat, warga negara, dan sebagainya.
Angkatan kerja juga mencakup orang-orang dengan karakteristik
demografis yang berbeda, seperti status pendidikan dan sosioekonomi.
Kemampuan untuk menyesuaikan terhadap banyak orang yang berbeda
merupakan salah satu kemampuan yang paling penting dan secara luas
mendasari perubahan yang dihadapi organisasi.

2.8. Perubahan pada Tingkat Organisasi


Perilaku organisasi menjadi lebih rumit ketika kita bergerak ke tingkat
analisis organisatoris. Ada banyak faktor lain yang saling berinteraksi pada
batasan perilaku individu dan kelompok.
2.8.1. Produktivitas
Organisasi atau kelompok adalah produktif jika mencapai
tujuannya yang dicapai dengan mengirim input (tenaga kerja dan bahan
baku) ke output (barang jadi atau jasa) pada biaya yang paling rendah.
Produktivitas menggambarkan satu keprihatinan terhadap efektivitas
(mencapai tujuan) dan efisiensi (memperhatikan biaya). Ilmuwan
manajemen menyatakan bahwa efektivitas adalah "melakukan hal yang
benar," sementara efisiensi adalah "melakukan sesuatu dengan benar".
Misalnya, suatu tim mahasiswa dikatakan efektif ketika mereka secara
bersama menentukan rencana untuk mencapai nilai yang tinggi. Tim ini
dikatakan efisien ketika seluruh anggotanya mengelola waktu dengan
sewajarnya.

2.8.2. Pengembangan Efektivitas Karyawan


Salah satu tantangan utama yang dihadapi organisasi pada dua
puluh abad pertama adalah bagaimana cara melibatkan karyawan secara

25
efektif sehingga mereka berkomitmen terhadap organisasi. Kita
menggunakan istilah perilaku kewarganegaraan organisatoris (PKO)
untuk mendeskripsikan kebebasan perilaku yang bukan merupakan
bagian dari kebutuhan pekerjaan formal seorang karyawan, tetapi dapat
meningkatkan efektivitas dari organisasi.
Di tempat kerja yang dinamis saat ini, di mana semakin banyak
tugas yang dikerjakan dalam tim dan fleksibilitas menjadi semakin
penting-organisasi memerlukan karyawan yang mau terlibat dalam
perilaku "kewarganegaraan yang baik, seperti membuat pernyataan
yang bersifat membangun tentang kelompok kerja mereka dan
organisasi, menolong anggota lain dalam tim mereka, sukarela
melakukan pekerjaan ekstra, menghindari konflik yang tidak perlu,
memperlihatkan kepedulian pada hak milik organisasi, menghormati
semangat seperti halnya surat ketentuan dan peraturan, dan dengan
penuh toleransi memaklumi pungutan pajak terkait dengan penghasilan
kerja serta gangguan.

2.8.3. Menempatkan Orang Pertama


Profesor Jeffery Pfeffer dari Stanford Graduate School of Business
menyarankan manajer bisnis harus menghabiskan waktu lebih banyak
guna mengenali nilai dari orang-orang yang bekerja bagi mereka. Ia
menekankan kebutuhan terhadap penempatan "orang pertama” dalam
mempertimbangkan tujuan organisasi dan saran strategis orang pertama
tidak hanya menghasilkan kekuatan dalam pendirian kerja, melainkan
juga berpengaruh signifikan terhadap laba. Pfeffer mencatat bahwa
penelitian menunjukkan ketika organisasi memperhatikan dirinya
sendiri dengan memperhatikan perkembangan karyawannya, organisasi
tersebut biasanya menjadi lebih berhasil.

2.8.4. Mengelola dan Bekerja Dalam Dunia Multikultural

26
Dua puluh atau tiga puluh tahun lalu, batasan nasional melindungi
banyak perusahaan dari tekanan persaingan asing. Namun, sekarang hal
ini jarang terjadi. Blok perdagangan seperti North American Free Trade
Agreement (NAFTA) dan European Union (EU) telah mengurangi tarif
dan halangan untuk perdagangan secara signifikan, sementara Amerika
Utara serta Eropa bukan lagi merupakan satu-satunya benua dengan
keterampilan buruh yang sangat tinggi. Internet juga membantu
perusahaan menjadi lebih terkoneksi secara serentak dengan membuka
peluang bagi dilakukannya penjualan internasional dan meningkatkan
kesempatan bisnis. Perusahaan kecil bahkan dapat memperoleh tawaran
proyek dari negara berbeda dan bersaing dengan perusahaan lebih besar
melalui Internet. Salah satu implikasi semua perubahan ini adalah Anda
dapat menemukan sendiri pengelolaan atau pekerjaan pada satu
lingkungan multikultural.

2.8.5. Fleksibilitas
Fleksibilitas dalam manajemen sumber daya manusia dapat
diartikan perusahaan memerlukan pengembangan sistem desentralisasi
yang mengutamakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
secara berjenjang. Pembahasan umum mengenai alasan
dibutuhkannya desentralisasi mencakup hal-hal berikut.
1) Desentralisasi membebaskan manajemen puncak untuk fokus
terhadap keputusan strategis jangka panjang dan bukannya terlibat
dalam keputusan operasi. Hal ini berarti menuntut penggunaan
yang lebih baik atas waktu manajerial yang sangat berharga.
2) Desentralisasi memungkinkan organisasi untuk memberikan
tanggapan secara cepat dan efektif terhadap masalah karena mereka
yang berada paling dekat dengan suatu masalah (manajer lokal)
memiliki informasi yang paling baik. Oleh sebab itu, dapat
memberikan tanggapan yang lebih baik terhadap kebutuhan lokal.

27
3) Sistem yang tersentralisasi tidak mampu menangani semua
informasi rumit yang diperlukan untuk membuat keputusan
optimal. Keputusan yang tersentralisasi mungkin lebih inferior
dibandingkan dengan keputusan yang dibuat secara lokal dalam
suatu sistem yang terdesentralisasi.
4) Desentralisasi menyediakan dasar pelatihan yang baik bagi
manajemen puncak di masa depan.
5) Desentralisasi memenuhi kebutuhan akan otonomi sehingga
merupakan suatu alat motivasi yang kuat bagi manajer.
Fleksibilitas juga menyangkut penggunaan tenaga kerja dengan
mengurangi kecenderungan mengangkat pekerja reguler (pekerja
tetap). Pengangkatan sebaiknya lebih difokuskan pada penggunaan
tenaga kerja temporer.

2.9. Tipe Pola Motivasi


2.9.1. Kepatuhan Atau Kesesuaian Norma Sistem
Kesesuaian membentuk suatu dasar motivasi yang signifikan bagi
tipe perilaku organisasi tertentu. Walaupun orang-orang mungkin sesuai
untuk alasan yang berbeda. pembahasan di sini merupakan salah satu
tipe alasan paling umum, yaitu penerimaan umum terhadap aturan
main. Ketika orang-orang masuk ke sistem, mereka menerima fakta
bahwa keanggotaan dalam sistem tersebut berarti mematuhi aturan yang
sah. Dalam budaya, kita membangun proses spesialisasi pengharapan
umum sesuai dengan aturan main jika kita ingin tetap berada dalam
permainan tersebut.

2.9.2. Imbalan Sistem Instrumental


Imbalan sistem instrumental diberikan kepada seorang individu
sehubungan dengan keanggotaannya di dalam sistem Imbalan ini
merupakan imbalan yang dapat diaplikasikan pada seluruh orang yang
termasuk dalam klasifikasi tertentu pada suatu organisasi. Misalnya,

28
tunjangan gangguan lingkungan, fasilitas rekreasi, dan kondisi kerja
yang tersedia bagi seluruh anggota dalam subsistem.

2.9.3. Kepuasan Intrinsik Terhadap Aturan Kinerja Spesifik


Di sini, kepuasan timbul bukan karena aktivitas yang dihasilkan
atau sebagai akibat dari kepuasan lainnya seperti mendapatkan lebih
banyak uang, melainkan karena aktivitas itu sendiri menyenangkan.
Seorang individu mungkin merasa pekerjaan itu sangat menarik atau
merupakan sesuatu yang benar-benar ingin dilakukannya karena sesuai
dengan kesenangannya. Pola motivasi ini berkaitan dengan kesempatan
di mana peranan organisasi yang disampaikan menunjukkan ekspresi
keahlian dan bakat individual.

2.9.4. Internalisasi Nilai Individu Sesuai Dengan Tujuan Organisasi


Di sini, individu sekali lagi menemukan perilaku organisasi
memberikan imbalan dengan sendirinya, bukan karena pekerjaan
tersebut memberikan kesempatan baginya untuk mengekspresikan
keahliannya, melainkan karena tujuan organisasi sesuai dengan dirinya.
Seseorang yang mendapatkan kepuasan menjadi guru bisa saja
memperoleh kesenangan yang sama dalam mengajar pada lembaga apa
pun, tetapi ia tidak akan senang kalau menjadi seorang administrator.

2.9.5. Kepuasan Sosial Yang Diperoleh Dari Hubungan Kelompok


Primer
Satu hal yang sering dilupakan ketika seseorang menarik diri dari
organisasi adalah kepuasan dari berbagi pengalaman dengan kolega
yang berpikiran sama ketika ia menjadi bagian dari kelompok di mana
ia diidentifikasi. Apakah kepuasan sosial ini diarahkan pada pencapaian
sasaran organisasi yang merupakan pertimbangan penting. Untuk itu,
kita perlu menyampaikan dua pertanyaan dasar. Pertama, apakah
konsekuensi pola motivasi ini terhadap bermacam ketentuan organisasi

29
yang dipegang orang-orang dalam sistem, memaksimalkan kinerja
peranan mereka, dan mendorong perilaku inovatif?. Kedua, dalam
kondisi yang bagaimanakah pola ini akan memberikan hasil organisasi
tertentu?

2.10. Pola Motivasi: Konsekuensi dan Syarat


2.10.1. Kepatuhan Bukan Aturan Sah
Dalam membahas fungsi birokratis, Max Weber menunjukkan
bahwa penerimaan terhadap aturan legal adalah dasar bagi banyak
perilaku organisasi. Kepatuhan adalah fungsi dari sanksi, tetapi
sekaligus merupakan perilaku dan sikap umum terhadap simbol
otoritas. Sejumlah besar perilaku dapat diprediksi ketika kita
mengetahui aturan mainnya. Dampak utama kepatuhan terhadap
aturan sah organisasi berhubungan hanya dengan satu tipe ketentuan
organisasi, yaitu kinerja peran yang andal. Cara pemberian aturan
diaudit dapat ditentukan oleh aturan organisasi.
Walaupun kepatuhan terhadap aturan sah tersebut efektif guna
memastikan kinerja peran yang andal, hal ini dioperasikan untuk
memastikan pengawasan minimal dari peranan yang dibutuhkan.
Dengan kata lain, standar minimum untuk kuantitas dan kualitas
menjadi standar maksimum. Logika dari perilaku yang mencoba untuk
memenuhi norma legal ini adalah keinginan menghindari pelanggaran
aturan dan berada pada posisi di luar ketentuan, sementara untuk
menjadi lebih layak daripada yang sudah layak dianggap sulit atau
bahkan tidak mungkin. Dalam area perilaku ketiga yang dibutuhkan
agar fungsi organisasi efektif adalah tindakan inovatif dan spontan di
luar tuntutan kepatuhan dari tugas. Terdapat pengecualian di mana
aturan dapat digunakan untuk memberikan imbalan terhadap perilaku
yang tidak biasa dalam kondisi tertentu.

2.10.2. Kondisi Kondusif Bagi Aktivasi Penerimaan Aturan

30
Walaupun kepatuhan terhadap aturan dapat menghasilkan kinerja
peran yang andal, penggunaan aturan harus memperhitungkan tiga
kondisi berikut agar efektivitasnya maksimum:
1) ketepatan simbol otoritas dan relevansi aturan terhadap sistem
sosial yang terlibat,
2) kejelasan norma legal dari aturan dan struktur aturan, dan
3) penguatan karakter sanksi.

2.10.3. Imbalan Sistem Instrumental


Penting untuk membedakan antara imbalan yang diperoleh dalam
hubungannya dengan usaha individual dan kinerja dengan imbalan
sistem yang menurut pandangan individu sesuai dengan
keanggotaannya dalam sebuah sistem. Kategori pertama ini termasuk
bagian insentif, promosi atas kinerja yang ada, atau beberapa
pengakuan khusus terhadap kontribusi yang berbeda bagi fungsi
organisasi. Dalam kategori kedua, imbalan sistem akan mengarah
pada tunjangan, fasilitas rekreasional, biaya perawatan hidup,
keamanan kerja, dan kondisi kerja yang menyenangkan. Perbedaan
utama dari sistem imbalan adalah senioritas dalam sistem, misalnya
uang pensiun yang lebih tinggi bagi karyawan yang bekerja selama 30
tahun dibandingkan dengan yang bekerja selama 20 tahun.
Imbalan sistem tidak akan menghasilkan kualitas kerja lebih tinggi
atau kuantitas lebih banyak daripada ketentuan minimum yang
dibutuhkan untuk tinggal dalam organisasi. Oleh karena imbalan
tersebut diberikan pada seluruh anggota atau secara berbeda kepada
mereka dalam pengertian senioritas, mereka tidak dimotivasi untuk
melakukan lebih banyak selain memenuhi standar untuk tetap berada
di dalam sistem. Organisasi yang menciptakan sistem imbalan
mengasumsikan hal ini dapat digeneralisasi pada usaha produktif lebih
besar di dalam sistem.

31
Walaupun efek imbalan sistem untuk mempertahankan tingkat
produktivitas tidak jauh di atas standar minimum yang dibutuhkan
dalam sistem, masih terdapat perbedaan besar antar-sistem dengan
melihat pada kuantitas dan kualitas produksi sebagai fungsi dari
imbalan sistem. Organisasi dengan tarif upah yang secara substansial
lebih baik daripada pesaingnya mungkin mampu menentukan tingkat
kinerja yang lebih tinggi sebagai ketentuan minimum bagi pekerjanya
dibandingkan dengan perusahaan lain dan pada saat yang bersamaan
masih dapat mempertahankan karyawannya. Dengan kata lain,
imbalan sistem dapat berhubungan dengan produktivitas organisasi
yang berbeda secara keseluruhan. Imbalan sistem mungkin tidak
memperhitungkan perbedaan motivasi antar-sistem selain perbedaan
motivasi antar individu dalam sistem yang sama. Imbalan sistem
beroperasi melalui standar minimum untuk semua orang dalam sistem.
Imbalan sistem yang bertindak secara tidak langsung berdampak pada
orang-orang yang ingin tetap tinggal dalam organisasi. Untuk itu,
orang-orang tersebut harus menerima standar yang diperoleh dari
kinerja peran dalam sistem secara sah. Dengan demikian, mekanisme
langsung untuk memastikan kinerja adalah kepatuhan terhadap
legitimasi, tetapi ketentuan legal organisasi tidak akan dipenuhi
anggota jika tuntutan terlalu tinggi ketika dibandingkan dengan
tuntutan organisasi lain.

2.10.4. Kondisi Kondusif Terhadap Ganjaran Sistem Yang Efektif


Dalam konteks ini, senioritas menjadi prinsip organisasi yang
penting di mana anggotanya dapat memperoleh lebih banyak imbalan
dari sistem yang sudah diikuti lebih lama. Tren saat ini
memungkinkan transfer tunjangan ke seluruh tipe sistem merupakan
keuntungan keanggotaan sistem lama. Kondisi lain yang penting
terhadap penggunaan imbalan sistem yang efektif adalah pengunaan
imbalan sistem secara seragam pada seluruh anggota sistem atau

32
kelompok utama dalam sistem. Orang-orang akan merasa tidak
diperlakukan dengan adil jika kelompok yang satu dibedakan dengan
kelompok lain. Manajemen biasanya kaget dengan permusuhan yang
muncul sebagai akibat dari imbalan sistem yang berbeda, sementara
kasus yang sama tidak ditemukan pada imbalan individu yang
berbeda. Oleh karena menyesuaikan dengan orang-orang menurut
kebaikan keanggotaan atau masa kerja dalam organisasi, maka
imbalan sistem dianggap tidak adil jika tidak dilaksanakan secara
seragam. Persepsi anggota organisasi adalah seluruh anggota
mempunyai akses yang sama terhadap tunjangan organisasi.
Karyawan tidak akan marah dengan perbedaan imbalan individual
untuk perbedaan tanggung jawab. Namun demikian, jika organisasi
menyediakan makan siang di kafetaria dengan memberikan tempat
khusus bagi bos, mereka mungkin tidak suka.

2.10.5. Ganjaran Individual Instrumental


Filosofi tradisional dari sistem perusahaan bebas memberikan
prioritas pada sistem Imbalan individual yang didasarkan pada
kualitas dan kuantitas usaha dan kontribusi individual. Tipe motivasi
ini dapat beroperasi secara efektif untuk para wiraswasta atau bahkan
untuk organisasi kecil dengan lingkungan dengan tingkat
independensi yang tinggi. Namun demikian, imbalan individual sulit
diaplikasikan terhadap organisasi besar yang mempunyai struktur
kerja sama dengan tingkat interdependensi yang tinggi. Pada dasarnya,
imbalan pengakuan dan moneter pada individu untuk kinerja
individual diarahkan pada tingkat kualitas dan kuantitas kerja yang
tinggi. Imbalan individual sulit diaplikasikan dalam memberikan
kontribusi terhadap fungsi organisasi yang tidak menjadi bagian dari
ketentuan peran tersebut. Contoh khusus perilaku inovatif dapat
diarahkan pada pengakuan dan ganjaran. Dalam kemiliteran,
kepahlawanan di luar panggilan tugas adalah dasar bagi pemberian

33
medali dan penghargaan, tetapi aktivitas kerja sama sehari-hari tidak
akan membuat organisasi mengakui dan memberikan imbalan dengan
mudah.

2.10.6. Kondisi Kondusif Imbalan Instrumental Individual


Agar imbalan seperti pembayaran insentif dapat berfungsi
sebagaimana dimaksudkan, imbalan tersebut harus memenuhi tiga
kondisi utama, yaitu: 1) imbalan harus dipahami secara jelas sebagai
jumlah yang cukup signifikan guna membenarkan usaha tambahan
yang dilakukan untuk mendapatkannya, 2) imbalan harus dipahami
sebagai sesuatu yang berhubungan langsung dengan kinerja yang
dibutuhkan dan ditentukan secara langsung menurut prestasi, dan 3)
imbalan harus dipahami sebagai sesuatu yang adil oleh mayoritas
anggota sistem yang sebagian besar tidak menerima imbalan tersebut.
Kondisi ini menunjukkan alasan kinerja individual dapat bekerja
dengan baik di beberapa institusi, sementara tidak demikian halnya
pada organisasi besar.

2.10.7. Kepuasan Kerja Intrinsik


Jalur motivasi dari produktivitas tinggi dan produksi berkualitas
tinggi dapat dicapai melalui pengembangan kepuasan kerja intrinsik.
Orang yang menyukai tipe pekerjaan yang dilakukannya tidak akan
khawatir terhadap fakta adanya aturan yang menentukan jumlah
produksi tertentu pada kualitas tertentu. Kemampuannya sesuai
dengan pencapaiannya dan hal ini dapat dilihat dari ekspresinya
terhadap kemampuan sendiri dan dari penggunaan keputusannya
sendiri.

2.10.8. Kondisi Kondusif Terhadap Timbulnya Kepuasan Kerja Intrinsik


Jika kepuasan kerja intrinsik atau identifikasi terhadap pekerjaan
ditimbulkan dan dimaksimalkan maka akan memberikan variasi,

34
kompleksitas, tantangan, dan keahlian yang memadai untuk
menggunakan kemampuan pekerja. Jika terdapat satu temuan tegas
dalam seluruh studi moral karyawan dan kepuasan maka ini
merupakan korelasi antara variasi dan tantangan pekerjaan dan
kepuasan yang sesuai dengan pekerja. Tentunya, ada orang-orang
yang tidak menginginkan lebih banyak tanggung jawab dan orang-
orang yang menjadi kehilangan semangat bila ditempatkan pada
pekerjaan yang terlalu sulit bagi mereka. Namun, hal yang demikian
ini adalah pengecualian. Sebagian besar orang mencari tanggung
jawab yang lebih besar dan pekerjaan yang menuntut keahlian lebih
tinggi. Mereka yang mampu mencapai pekerjaan yang lebih menuntut
ini akan menjadi semakin senang dan puas. Jelasnya, kondisi
keamanan yang lebih tinggi menjadi motivasi untuk memproduksi dan
menghasilkan kualitas kerja. Motivasi yang tinggi juga diperoleh dari
kebutuhan perubahan dalam organisasi, khususnya perluasan kerja dan
bukan pemecahan kerja. Namun, terdapat kecenderungan dalam
organisasi skala besar terhadap peningkatan spesialisasi dan rutinisasi
pekerjaan. Pekerja akan lebih termotivasi terhadap produksi individual
yang lebih tinggi dan kualitas kerja yang lebih baik jika kita
mengabaikan lini perakitan dengan menuju pada operasi teknik dari
tipe produksi.

2.10.9. Internalisasi Nilai Dan Tujuan Organisasi


Pola motivasi yang berhubungan dengan ekspresi nilai dan
identifikasi diri berpotensi besar bagi internalisasi dari tujuan
subsistem dan sistem total, serta terhadap aktivasi perilaku yang tidak
ditentukan oleh aturan yang spesifik. Dalam pola ini, individu
mengambil alih sasaran organisasi sebagai bagian dari tujuannya
sendiri. Mereka mengidentifikasi organisasi bukan sebagai surga yang
aman dan tenang, melainkan sebagai tujuan utamanya. Saat ini,
internalisasi tujuan organisasi tidaklah seumum dua tipe internalisasi

35
yang lebih parsial. Pertama, terdapat beberapa tujuan organisasi umum
yang tidak unik bagi organisasi. Seorang ilmuwan mungkin telah
menginternalisasi beberapa nilai penelitian profesi, tetapi tidak harus
menginternalisasi nilai dari lembaga spesifik yang terkait. Sepanjang
ilmuwan tersebut berada dalam lembaga itu, ia mungkin menjadi
pekerja dengan motivasi baik. Namun, ia mungkin merasa lebih
mudah untuk mengerjakan sesuatu bila berada pada institusi lain.
Tipe kedua internalisasi organisasi terbentuk dengan nilai dan
tujuan subsistem organisasi. Ini biasanya lebih mudah bagi orang yang
menggunakan nilai dalam unitnya sendiri. Kita mungkin lebih melekat
pada departemen kita sendiri pada universitas dibandingkan dengan
tujuan universitas secara keseluruhan.

2.10.10. Kondisi Kondusif Dari Internalisasi Tujuan Sistem


Internalisasi sasaran organisasi dapat dilakukan melalui
penggunaan proses sosialisasi anak-anak atau sosialisasi orang dewasa
yang terjadi dalam organisasi itu sendiri. Pada contoh pertama, proses
selektif, baik oleh orang/organisasi, menyesuaikan kepribadiannya
dengan sistem. Anak muda yang tumbuh dalam tradisi militer
mungkin selalu menganggap dirinya sebagai anggota pasukan
Angkatan Udara.
Internalisasi norma subkelompok dapat terjadi melalui identifikasi
dengan anggota teman sebaya yang bernasib sama. Orang-orang
mengikuti nilai dalam kelompoknya karena mereka mengidentifikasi
kelompok tersebut dengan dirinya sendiri dan melihat dirinya sebagai
anggota dari kelompok itu. identifikasi subkelompok ini dapat bekerja
untuk sasaran organisasi hanya jika terdapat kesesuaian antara norma
kelompok dengan sasaran organisasi.
Hal ini menunjukkan tiga faktor tambahan yang memberikan
kontribusi terhadap internalisasi sasaran kelompok: 1) partisipasi
dalam keputusan penting tentang sasaran kelompok, 2) pemberian

36
kontribusi terhadap kinerja kelompok secara signifikan, dan 3) berbagi
imbalan dengan pencapaian kelompok. Jika tiga kondisi ini terpenuhi,
maka individu dapat menganggap kelompok sama seperti dirinya.

2.11. Kepuasan Sosial dari Hubungan Kelompok Primer


Manusia adalah makhluk sosial dan tidak dapat terisolasi secara fisik
atau psikologis. Stimulasi, persetujuan, dan dukungan yang diperoleh dari
saling berinteraksi merupakan dua bentuk motivasi paling potensial. Secara
singkat, motivasi afiliatif adalah bentuk lain dari mencari imbalan
instrumental, tetapi beberapa aspek kualitatif cukup berbeda dari sistem
instrumental dan imbalan yang sebelumnya menjadi pembahasan terpisah.
Keinginan untuk menjadi bagian kelompok dengan sendirinya hanya
berfungsi menahan orang dalam sistem. Studi Elton Mayo dan koleganya
selama Perang Dunia II menunjukkan kelompok kerja yang memberi
anggotanya kepuasan sosial mempunyai lebih sedikit tingkat kemangkiran
dibandingkan dengan kelompok kerja kohesif. Studi lainnya menunjukkan
bahwa walaupun kelompok dapat memberikan kepuasan sosio-emosional
yang penting bagi anggotanya, pada saat yang bersamaan juga dapat
menghalangi orientasi tugas. Anggota dapat menjadi kesenangan
menghabiskan waktu untuk berinteraksi sehingga mereka mengabaikan
pekerjaannya. Sekali lagi, variabel mediasi adalah penting bagi karakter nilai
dan norma kelompok.

37
BAB III KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Organisasi merupakan alat manajemen untuk mencapai tujuan.
Organisasi tanpa manajemen yang baik akan mengakibatkan rutinitas
organisasi tidak akan dapat bertahan lama. Organisasi dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu organisasi dalam arti statis dan organisasi dalam arti
dinamis. Dalam organisasi, ada hubungan yang erat antara manajemen,
organisasi, dan metode (tata kerja). Secara umum organisasi dapat
didefinisikan sebagai unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar, terdiri
atas dua orang atau lebih dan yang relatif terus-menerus untuk mencapai
satu atau serangkaian tujuan bersama. Manajer adalah seseorang yang
bekerja dengan dan melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan
pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi.
Peran perilaku manajerial digolongkan menjadi peran antar-pribadi,
peran informasi, dan peran keputusan. Henry Mintzberg, seorang ahli riset
ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan
oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokkan kesepuluh
peran itu ke dalam tiga kelompok. Pertama adalah peran antar-pribadi, yaitu
melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis.
Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan
penghubung. Kedua adalah peran informasional, meliputi peran manajer
sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara.
Ketiga adalah peran pengambilan keputusan, meliputi peran sebagai seorang
wiraswasta, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.

38

Anda mungkin juga menyukai