Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“KONFLIK DAN FRUSTASI DALAM DUNIA KERJA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah


Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia 2

Dosen Pembimbing :
Dewi Sartika,S.E., M.M

Disusun Oleh Kelompok 4 :


Kartika Ratsetyo Putri (211010502174)
Marja Maulana (211010502572)
Marshanda Annisa Devianti (211010502133)
Maylaffayza Putri Pratiwi (211010502088)
Muhammad Sulthan Maheswara (211010504292)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN S1


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia yang berjudul konflik dan
frustasi dalam dunia kerja
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal guna memenuhi tugas mata
kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia. Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuh nya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah mengenai Manajemen Sumber Daya
Manusia ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Tangerang Selatan, 6 Maret 2023

i
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................................. 2
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja ....................................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Konflik Dalam Kerja............................................................................................... 3
2.1.2 Pengertian Frustasi Dalam Kerja .............................................................................................. 3
2.2 Faktor Pengaruh Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja ............................................................................ 4
2.2.1 Faktor Pengaruh Konflik Dalam Kerja ..................................................................................... 4
2.2.2 Faktor Pengaruh Frustasi Dalam Kerja ..................................................................................... 5
2.3 Klasifikasi Konflik ............................................................................................................................... 6
2.3.1 Konflik Intrapersonal ................................................................................................................ 6
2.3.2 Konflik Interpersonal ................................................................................................................ 6
2.3.3 Konflik Antara Anggota Kelompok .......................................................................................... 7
2.3.4 Konflik Antar Kelompok .......................................................................................................... 8
2.3.5 Konflik Antar Organisasi .......................................................................................................... 8
2.4 Model Konflik Organisasi .................................................................................................................... 9
2.4.1 Model Stimulasi Konflik........................................................................................................... 9
2.4.2 Model Pengurangan (Reduce) Konflik ................................................................................... 10
2.4.3 Model Penyelesaian Konflik ................................................................................................... 11
2.5 Manajemen Konflik ............................................................................................................................ 12
2.6 Konflik Dan Pengaruhnya Dalam Kerja ............................................................................................. 14
2.6.1 Ciri Konflik Dalam Kerja ....................................................................................................... 14
2.6.2 Pengaruh Konflik Dalam Kerja............................................................................................... 14
2.6.3 Persepsi Konflik Dalam Kerja ................................................................................................ 15
2.7 Frustasi Dan Kecelakaan Kerja........................................................................................................... 15
2.7.1 Gejala Frustasi Di Lingkungan Kerja ..................................................................................... 15
2.7.2 Faktor Pengaruh Frustasi Sebagai Penyebab Kecelakaan Kerja ............................................. 16
2.7.3 Penanggulangan Frustasi Dalam Kerja ................................................................................... 17
2.8 Dampak Frustasi Dalam Kerja ............................................................................................................ 18
2.8.1 Dampak Positif Frustasi Dalam Kerja..................................................................................... 18
2.8.2 Dampak Negatif Frustasi Dalam Kerja ................................................................................... 19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................................... 20
3.2 Saran ................................................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kondisi era globalisasi dan liberalisasi ekonomi, persaingan yang
semakin kompetitif merupakan suatu hal yang tidak dapat dipungkiri. Tingginya
tingkat persaingan membuat organisasi untuk berubah dalam mempertahankan diri
dan meningkatkan keunggulan dalam bersaing. Era globalisasi dan liberalisasi
ekonomi, juga mendorong organisasi untuk berinovasi dalam mengembangkan
produk-produk baru dan masuk kedalam pasar yang semakin terbuka. Faktor tersebut
dapat mendorong organisasi untuk melakukan berbagai perubahan. Perubahan yang
dilakukan oleh organisasi dapat memberikan dampak yang positif dalam
meningkatkan kinerja organisasi jika perubahan tersebut terencana dan dikelola
dengan baik.
Perubahan itu sendiri pada dasarnya berasal dari peran karyawan dalam
sebuah organisasi perusahaan yang merupakan faktor yang sangat penting untuk
mencapai dan menjalankan fungsi serta tujuan dari perusahaan. Karyawan menjadi
perencana, pelaksana, dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan
tujuan organisasi perusahaan. Karyawan sebagai penunjang tujuan, mreka juga
memiliki pikiran, perasaan, dan keinginan yang mempengaruhi sikapnya terhadap
pekerjaanya. Sikap ini akan menentukan prestasi kerja, dedikasi, dan kecintaanya
dalam pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan. Sikap-sikap karyawan ini
dikenal sebagai kepuasan kerja, stres, dan frustasi yang ditimbulkan oleh pekerjaan,
lingkungan, kebutuhan dan sebagainya.
Kemampuan perusahaan dalam melakukan perubahan akan sangat tergantung
dari kemampuan pegawainya dalam menghadapi perubahan tersebut, termasuk
kesiapan dalam melakukan perubahan. Karyawan sebagai aset perusahaan merupakan
salah satu aspek penting dalam kelangsungan sebuah organisasi, dimana kenyamanan
yang dirasakan Karyawan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu
perusahaan. Di satu sisi kemampuan manajemen, dalam mengolah dan mendapat
dukungan yang berkualitas dari sumber daya manusia yang dimilikinya, akan
membantu manajemen dalam menjalankan perencanaan yang bertujuan menyamakan
pengertian dan pemahaman tentang adanya suatu perubahan yang dijalankan.
Memahami pentingnya keberadaan Sumber Daya Manusia di era globalisasi
ini salah satu upaya yang harus dicapai oleh perusahaan adalah dengan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Tidak terlepas daripada peningkatan kualitas sumber
daya manusia, pihak perusahaan pun dituntut untuk terus meningkatkan daya
saingnya melalui peningkatan kualitas manajemen. Oleh karena itu, agar perusahaan
dapat lebih berkembang secara optimal mak apemeliharaa nhubungan yang serasi dan
dapat dipahami dengan para karyawan menjadi sangat penting.
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam pemeliharaan hubungan dengan
para karyawan yaitu dengan memperhatikan tingkat kepuasan kerja para karyawan,
memperhatikan bentuk-bentuk peningkatan motivasi kerja karyawan secara optimal,
cara kepemimpinan yang baik dalam memimpin karyawan, dan bagaimana pihak

1
manajemen perusahaan memperbaiki usaha-usaha penanggulangan konflik kerja
karyawan dan stres kerja yang sedang atau akan muncul yang disebabkan oleh
pekerjaan karyawan tersebut. Untuk membangkitkan kerja dan kepuasan kerja
karyawan atas segala hal yang dialaminya dalam bekerja, maka karyawan perlu
diberikan kompensasi oleh prrusahaan. Semua usaha yang dilakukan oleh pihak
manajemen dalam hal ini bagian personalia guna untuk membantu karyawan dalam
bekerja dan memenuhi tujuan organisasi.
Interaksi karyawan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya menghasilkan
barang atau jasa. Berdasarkan unjuk kerjanya, karyawan mendapatkan kompensasi
yang berdampak pada motivasi dan kepuasan kerjanya sebagai hasil atau akibat lain
dari proses bekerja, karyawan dapat mengalami konflik kerja dengan karyawan
lainnyayang mengalami ketidaksepakatan pendapat dengan rekan kerjanya, maka dari
itu karyawan dapat mengalami stres yang dapat berkembang menjadi karyawan sakit,
fisik dan mental, sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal. Akibat yang timbul
dari kondisi diatas adalah munculnya stres kerja yang dialami oleh karyawan. Hal ini
dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
membahas makalah dengan judul “Konflik dan Frustasi dalam Dunia Kerja”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah Pengertian Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja?
1.2.2 Apa Faktor Yang Mempengaruhi Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja?
1.2.3 Bagaimana Peranan Konflik Dalam Suksesnya Sebuah Organisasi?
1.2.4 Apa Saja Model Konflik Dalam Organisasi?
1.2.5 Bagaimana Cara Manajemen Konflik?
1.2.6 Bagaimana Pengaruh Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja?
1.2.7 Mengapa Frustasi Berpengaruh Dalam Kecelakaan Kerja?
1.2.8 Apa Saja Dampak Negatif Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja?

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja
1.3.2 Untuk Menjelaskan Faktor Pengaruh Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja
1.3.3 Untuk Menjelaskan Konflik Dan Suksesnya Organisasi
1.3.4 Untuk Menyebutkan Model Konflik Dalam Organisasi
1.3.5 Untuk Menjelaskan Tentang Manajemen Konflik
1.3.6 Untuk Mengetahui Pengaruh Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja
1.3.7 Untuk Mengetahui Pengaruh Frustasi Dalam Kecelakaan Kerja
1.3.8 Untuk Menjelaskan Dampak Negatif Dari Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja
2.1.1 Pengertian Konflik Dalam Kerja
Konflik dalam kerja adalah situasi dimana dua atau lebih individu atau
kelompok memiliki perbedaan pendapat, kepentingan, atau tujuan yang
bertentangan satu sama lain. Konflik dapat terjadi diberbagai tingkat dalam
organisasi, mulai dari antara individu hingga antara departemen atau unit yang
lebih besar.
Menurut Dalton McFarland dan Daniel C. Cavanaugh (2015) mengartikan
konflik dalam kerja sebagai “ketidaksepakatan atau perbedaan pendapat antara
individu atau kelompok dalam organisasi yang mempengaruhi efektivitas kerja
dan memerlukan penyelesaian.”
Menurut Stephen P. Robbins, konflik dalam kerja adalah proses yang
dimulai ketika satu pihak merasakan adanya ketidakcocokan,
ketidaksepakatan, atau perbedaan antara kebutuhan, keinginan, nilai, atau
tujuan dengan pihak lain.
Menurut Kurt Lewin, konflik dapat terjadi ketika dua atau lebih individu
atau kelompok memiliki kepentingan yang saling bertentangan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Dalam pengertian ini, konflik dianggap sebagai
bagian alami dari interaksi antarindividu dan kelompok dalam lingkungan
kerja. Namun, konflik yang tidak ditangani dengan baik dapat berdampak
negatif pada produktivitas dan kesejahteraan karyawan, sehingga perlu diatasi
secara efektif oleh manajemen organisasi.
Konflik dalam dunia kerja dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti
perbedaan pandangan tentang cara terbaik untuk melakukan tugas, perbedaan
tujuan pribadi atau departemen, perbedaan nilai-nilai atau keyakinan, atau
sumber daya yang terbatas. Konflik dapat terjadi secara terbuka dan
terselubung, dan dapat mempengaruhi produktivitas, kualitas kerja, serta
hubungan antar karyawan dan antar departemen.
Konflik dalam dunia kerja juga dapat memberikan manfaat jika dikelola
dengan baik. Konflik dapat mendorong perubahan dan inovasi, memperkuat
hubungan antar individu dan kelompok, serta meningkatkan kesadaran diri dan
pemahaman terhadap perbedaan pendapat. Oleh karena itu, penting untuk
mengelola konflik dengan cara yang tepat agar tidak mempengaruhi
produktivitas dan kesejahteraan karyawan serta organisasi secara keseluruhan.

2.1.2 Pengertian Frustasi Dalam Kerja


Frustasi dalam dunia kerja adalah kondisi emosional negatif yang terjadi
ketika seseorang mengalami kesulitan, hambatan, atau kegagalan dalam
mencapai tujuan atau harapan yang diinginkan dalam pekerjaannya. Frustasi
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti ketidakjelasan tugas, sumber

3
daya yang terbatas, kurangnya penghargaan dan pengakuan, atau konflik
dengan rekan kerja atau atasan.
Menurut Supriyadi (2017), frustasi dalam kerja adalah perasaan tidak puas
atau kekecewaan yang timbul akibat adanya hambatan, kesulitan, atau
kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan dalam pekerjaan. Frustasi
dapat mempengaruhi motivasi dan kinerja seseorang dalam pekerjaannya.
Frustasi dalam dunia kerja dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
beban kerja yang terlalu berat, kekurangan sumber daya atau dukungan,
konflik interpersonal, ketidakjelasan tugas atau peran, dan lain sebagainya.
Frustasi dalam dunia kerja dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik
dan mental seseorang, termasuk meningkatkan risiko stres, kelelahan,
kecemasan, depresi, dan bahkan masalah kesehatan yang lebih serius seperti
tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Oleh karena itu, penting untuk
mengelola frustasi dengan baik dalam lingkungan kerja, misalnya dengan cara
berkomunikasi dengan rekan kerja atau atasan, mencari bantuan atau
dukungan, dan memperbaiki situasi yang memicu frustasi tersebut.

2.2 Faktor Pengaruh Konflik Dan Frustasi Dalam Kerja


2.2.1 Faktor Pengaruh Konflik Dalam Kerja
Konflik dalam kerja dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya:
1. Perbedaan tujuan atau visi
Ketika anggota tim atau departemen memiliki tujuan yang berbeda atau
tidak sejalan, hal ini dapat menyebabkan konflik dalam mencapai tujuan
bersama.

2. Perbedaan nilai atau budaya


Perbedaan dalam nilai atau budaya yang dianut oleh anggota tim atau
departemen dapat memicu konflik karena pemahaman yang berbeda tentang
cara kerja yang tepat atau tindakan yang benar.

3. Persaingan
Ketika ada persaingan diantara anggota tim atau departemen dalam
mencapai tujuan atau mendapatkan penghargaan atau pengakuan, hal ini
dapat memicu konflik dan menimbulkan ketegangan.

4. Keterbatasan sumber daya


Ketika sumber daya seperti waktu, uang, atau tenaga kerja terbatas,
amggota tim atau departemen dapat bersaing satu sama lain untuk
mendapatkan sumber daya tersebut, yang dapat menyebabkan konflik.

5. Komunikasi yang buruk


Ketidakjelasan dalam komunikasi atau kekurangan komunikasi dapat
menyebabkan salah pengertian atau kesalahpahaman, yang dapat memicu
konflik dalam lingkungan kerja.

4
6. Perbedaan kepribadian atau gaya kerja
Perbedaan dalam kepribadian atau gaya dapat menyebabkan konflik
antara anggota tim atau departemen karena perbedaan pendekatan atau cara
kerja yang berbeda.

7. Kepemimpinan yang buruk


Kepemimpinan yang buruk atau tidak efektif dapat memicu konflik
dalam lingkungan kerja karena kurangnya pengawasan atau ketidakjelasan
dalam tujuan dan tugas.

2.2.2 Faktor Pengaruh Frustasi Dalam Kerja


Frustasi dalam kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya:
1. Beban kerja yang berlebihan
Jika seorang karyawan diberi terlalu banyak tugas dan
tanggung jawab dalam waktu yang terbatas, maka ia mungkin merasa
kewalahan dan frustasi.
2. Konflik interpersonal
Konflik atau masalah interpersonal dengan rekan kerja atau
atasan dapat membuat lingkungan kerja menjadi tidak nyaman dan
memicu frustasi.
3. Kebijakan atau prosedur yang tidak jelas
Jika kebijakan atau prosedur organisasi tidak jelas atau sulit
dipahami, maka hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian dan memicu
perasaan frustasi.
4. Ketidakadilan atau diskriminasi
Ketidakadilan atau diskriminasi dalam lingkungan kerja dapat
memicu perasaan frustasi dan tidak adil.
5. Ketidakpastian tentang masa depan karir
Jika seorang karyawan merasa tidak yakin tentang masa depan
karirnya dalam organisasi, maka hal ini dapat memicu perasaan frustasi
dan kekhawatiran.
6. Kebosanan atau kurangnya tantangan
Jika seorang karyawan merasa bahwa pekerjaannya tidak
menantang dan membosankan, maka ia mungkin merasa tidak puas
dan frustasi.
7. Ketidakjelasan peran
Jika seorang karyawan tidak memahami tugas dan tanggung
jawabnya dengan jelas, atau jika peran dan tanggung jawabnya sering
berubah, maka hal ini dapat memicu perasaan frustasi.
8. Temperamen dan toleransi individu dalam menghadapi kesulitan
hidupnya
9. Trauma atau “luka jiwa” dan pengalaman hidup yang pahit serta
mengejutkan pada masa kecil

5
10. Penghayatan yang baru saja berlangsung yang sangat penting bagi
pribadi yang afektif
11. Tekanan sosial yang berat dan menghimpit perasaan seseorang yang
bersangkutan

2.3 Klasifikasi Konflik


2.3.1 Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang.
Ini bisa terjadi ketika ada perbedaan antara dua atau lebih nilai, tujuan, atau
keinginan yang dimiliki oleh individu tersebut. Contohnya adalah ketika
seseorang ingin melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai atau
prinsip yang diyakini, atau ketika seseorang merasa terbelah antara dua pilihan
yang sulit.
Menurut Karen Horney, Konflik intrapersonal adalah konflik antara
aspek positif dan negatif dalam diri seseorang, atau antara keinginan untuk
memuaskan kebutuhan sendiri dan keinginan untuk memuaskan kebutuhan
orang lain.
Konflik intrapersonal dapat mempengaruhi emosi dan pikiran seseorang,
dan dapat menyebabkan ketidaknyamanan, stres, kecemasan, atau depresi.
Seiring waktu konflik intrapersonal dapat mempengaruhi perilaku dan
interaksi seseorang dengan orang lain. Oleh karena itu, penting untuk
mengenali dan menyelasaikan konflik intrapersonal dengan cara yang sehat
dan produktif.

2.3.2 Konflik Interpersonal


Konflik interpersonal adalah ketegangan atau perselisihan antar dua atau
lebih individu. Konflik ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti
perbedaan pendapat, perbedaan cara berfikir, kepercayaan, nilai-nilai, atau
preferensi pribadi.
Menurut David W. Johnson dan Frank P. Johnson, konflik interpersonal
adalah situasi ketika dua atau lebih individu memiliki tujuan yang berbeda,
motivasi yang berbeda, atau nilai-nilai yang berbeda, dan kesenjangan tersebut
menimbulkan ketegangan antar individu.
Konflik interpersonal dapat menghambat produktivitas dan efektivitas
kerja. Hal ini dapat menggangu hubungan kerja yang sehat dan positif antara
karyawan, serta mempengaruhi suasana kerja yang harmonis dan kondusif.
Konflik interpersonal juga dapat menurunkan semangat kerja dan bahkan
mempengaruhi kesehatan mental individu.

6
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi
konflik interpersonal dalam kerja:
1. Berbicara secara terbuka
Membicarakan masalah dengan jujur dan terbuka dapat membantu
mengurangi ketengangan dan menghindari konflik yang lebih besar
dikemudian hari.

2. Fokus pada masalah, bukan pada orang


Berbicara tentang masalah yang dihadapi, bukan mengkritik atau
menyalahkan individu tertentu, dapat membantu mengurangi defensiveness
dan membantu menyelesaikan masalah dengan lebih efektif.

3. Dengarkan dengan baik


Mendengarkan dengan baik dan memahami perspektif orang lain dapat
membantu hubungan kerja yang lebih baik dan menghindari konflik.

4. Temukan solusi yang saling menguntungkan


Mencari solusi yang saling menguntungkan untuk semua pihak dapat
membantu mengatasi konflik dan memperkuat hubungan kerja yang positif.

5. Jangan biarkan emosi mengambil alih


Menjaga emosi tetap terkendali dan menghindari konfrontasi dapat
membantu mengatasi konflik dengan lebih efektif.

2.3.3 Konflik Antara Anggota Kelompok


Konflik antara anggota kelompok adalah situasi dimana terjadi
perbedaan pendapat, pandangan, atau tujuan dalam konteks pekerjaan yang
dapat menghambat keberhasilan dan produktivitas kelompok. Konflik antar
anggota kelompok dalam dunia kerja dapat terjadi karena berbagai hal seperti,
perbedaan tugas, perbedaan cara berpikir, ketidaksetujuan dalam pengambilan
keputusan, atau persaingan antar anggota kelompok.
Menurut Deutsch (1973) mendefiniskan konflik sebagai perbedaan
antara individu atau kelompok yang melibatkan ketidaksepakatan,
ketidakcocokan, atau ketidaksetaraan dalam kepetingan, kebutuhan, atau
tujuan. Secara umum para ahli sepakat bahwa konflik antara anggota
kelompok terjadi karena adanya perbedaan pendapat, pandangan, atau tujuan
dalam kelompok yang dapat memunculkan ketegangan atau bahkan
pertengkaran antara anggota kelompok. Namun, penting untuk diingat bahwa
konflik dapat dikelola dengan baik jika diatasi dengan cara yang tepat dan
memperkuat hubungan antar anggota kelompok.
Untuk mengatasi konflik antara anggota kelompok dalam kerja,
diperlukan manajemen konflik yang efektif seperti mendengarkan semua pihak
yang terlibat, memahami perspektif masing-masing anggota kelompok,

7
mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak, dan mengambil tindakan
yang tepat untuk mencegah terulangnya konflik di masa depan.

2.3.4 Konflik Antar Kelompok


Konflik antar kelompok adalah situasi ketika terjadi konflik atau
ketegangan antara dua atau lebih kelompok di tempat kerja. Konflik tersebut
dapat disebabkan oleh perbedaan padangan, nilai, tujuan, persaingan untuk
sumber daya, pengakuan, atau kekuasaan
Menurut Deutsch (1973), konflik antar kelompok adalah konflik yang
melibatkan dua kelompok atau lebih yang saling berlawanan dan saling
mempengaruhi dalam mencapai tujuan-tujuan yang berbeda. Dalam
keseluruhan, konflik antar kelompok melibatkan perbedaan-perbedaan dalam
nilai, norma, tujuan, kepentingan, atau lebih dan melibatkan proses saling
berlawanan dan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan dan kepentingan
yang berbeda.
Konflik antar kelompok dapat mempengaruhi kinerja individu dan
organisasi secara negatif. Misalnya, dapat menyebabkan penurunan
produktivitas, motivasi kerja, keterlibatan, dan kualitas hubungan antar
karyawan. Oleh karena itu, penting untuk mengatasi konflik antar kelompok
secara efektif.
Salah satu cara untuk mengatasi konflik antar kelompok adalah dengan
meningkatkan komunikasi yang terbuka dan jujur antar kelompok. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan atau diskusi antar kelompok
untuk membahas masalah dan mencari solusi yang saling menguntungkan.
Selain itu, mengidentifikasi dan mengakui keberadaan konflik, meningkatkan
kesadaran akan perbedaan, dan membangun tim yang efektif juga dapat
membantu mengatasi konflik antar kelompok.

2.3.5 Konflik Antar Organisasi


Konflik antar organisasi adalah pertentangan atau perselisihan yang
terjadi antara dua atau lebih organisasi yang memiliki tujuan atau kepentingan
yang berbeda dalam lingkungan kerja. Konflik semacam ini dapat terjadi
antara organisasi yang berbeda antara unit-unit atau departemen yang berbeda
dalam organisasi yang sama.
Menurut Pondy (1967), konflik antar organisasi terjadi ketika dua atau
lebih organisasi bersaing untuk sumber daya yang sama atau mencoba untuk
memaksimalkan keuntungan mereka dengan cara yang berlawanan. Dalam
keseluruhan, konflik antar organisasi terjadi ketika dua atau lebih organisasi
bersaing untuk sumber daya yang sama, memiliki tujuan atau kepentingan
yang berbeda, atau saling berlawanan dalam mencapai tujuan atau kinerja.
Konflik semacam ini dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk dalam
pasar persaingan, lingkungan politik atau regulasi, dan hubungan antar
perusahaan.

8
Konflik antar organisasi dalam kerja dapat menghambat efisiensi dan
efektivitas organisasi atau perusahaan yang terlibat, serta dapat mempengaruhi
hubungan dan kinerja antar organisasi atau perusahaan tersebut. Oleh karena
itu, penting untuk mengelola konflik dengan cara yang tepat dan konstruktif,
seperti dengan mencari solusi yang saling menguntungkan atau merumuskan
aturan dan kebijakan yang jelas dalam mengatur persaingan antar organisasi
dalam lingkungan kerja.
Beberapa contoh konflik antar organisasi adalah sebagai berikut:
1. Persaingan dalam mencari pelanggan atau konsumen yang sama.
2. Sengketa dalam perencanaan dan pengelolaan proyek yang sama.
3. Persaingan dalam penggunaan sumber daya seperti tenaga kerja,
ruang kantor, atau peralatan.
4. Persaingan dalam memperebutkan kontrak atau kesempatan
bisnis.
5. Persaingan dalam memperebutkan sumber daya pendanaan atau
dukungan dari pihak luar.

2.4 Model Konflik Organisasi


2.4.1 Model Stimulasi Konflik
Model stimulasi konflik adalah teori yang menyatakan bahwa konflik
dapat merangsang kreativitas dan inovasi diantara individu atau kelompok
yang terlibat dalam konflik tersebut. Dalam model ini, konflik dianggap
sebagai sumber energi dan keinginan untuk mencapai tujuan atau mencapai
hasil yang lebih baik. Konflik dipandang sebagai kekuatan positif yang dapat
memotivasi dan memacu pertumbuhan, perubahan, dan pengembangan.
Model stimulasi konflik juga dapat diartikan sebagai pendekatan atau
teknik yang digunakan untuk membangkitkan atau meningkatkan konflik di
antara individu atau kelompok dalam situasi tertentu. Model ini biasanya
digunakan dalam konteks pendidikan, pelatihan, atau manajemen, dimana
tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang konflik dan cara
mengatasinya.
Beberapa contoh model stimulasi konflik antara lain:
1. Role-play
Para peserta memainkan peran yang berbeda dalam situasi yang
memicu konflik dan berinteraksi untuk menyelasaikan konflik
tersebut.

2. Debat
Peserta diberikan kesempatan untuk membahas isu yang kontroversial
dan berbeda pendapat, sehingga mendorong munculnya konflik yang
dapat diatasi melalui pemahaman yang lebih baik tentang sudut
pandang yang berbeda.

9
3. Simulasi
Peserta ditempatkan dalam situasi yang menimbulkan konflik, seperti
permainan peran atau situasi kasus, yang memungkinkan mereka
untuk merasakan dan memahami dampak konflik dan cara
mengatasinya.
Tujuan dari penggunaan model stimulasi konflik adalah untuk membantu
individu atau kelompok memahami konflik secara lebih baik, mengembangkan
kerterampilan dalam menyelesaikan konflik, dan meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dengan baik didalam dan diluar kelompok.
Menurut model ini, konflik dapat memacu berbagai kemampuan
individu atau kelompok, seperti kemampuan untuk berpikir kritis dan analitis,
dan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Konflik juga dapat
memicu kreativitas dan inovasi, karena individu atau kelompok cenderung
mencari cara baru dan lebih baik untuk menyelesaikan masalah atau mencapai
tujuan.
Namun, konflik yang tidak dielaborasi dengan baik dan dikelola dengan
bijak dapat menyebabkan kerusakan dan kehancuran dalam suatu kelompok
atau organisasi. Oleh karena itu, model stimulasi konflik perlu dikombinasikan
dengan kemampuan mengelola konflik yang baik agar dapat menjadi kekuatan
positif yang memberikan manfaat bagi kelompok atau organisasi.

2.4.2 Model Pengurangan (Reduce) Konflik


Model pengurangan (reduce) konflik dalam kerja adalah pendekatan atau
teknik yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan konflik yang
terjadi dalam konteks kerja. Model ini bertujua untuk meningkat kerja sama,
produktivitas, dan kepuasan kerja, serta mengurangi stres dan ketegangan di
antara karyawan atau tim kerja.
Beberapa contoh model pengurangan konflik dalam kerja antara lain :
1. Mediasi
Pendekatan yang melibatkan pihak ketiga netral untuk membantu
memfasilitasi dialog dan mencapai kesepakatan yang saling
menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.

2. Komunikasi terbuka
Menciptakan budaya dimana karyawan merasa nyaman untuk
berbicara secara terbuka dan jujur, serta membangun kepercayaan
diantara anggota tim.

3. Timbang-Tarik (win-win)
Teknik yang fokus pada pencapaiab kemenangan bersama dengan
mencari solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang
terlibat.

10
4. Mengelola perbedaan
Memahami dan menghargai perbedaan diantara karyawan, serta
mengambil tindakan untuk memperkuat kelebihan dan mengatasi
kelemahan dalam tim.

Tujuan dari model pengurangan konflik dalam kerja adalah untuk


menciptakan lingkungan kerja yang sehat, harmonis, dan produktif dengan
cara mengurangi atau mengatasi konflik yang terjadi di antara karyawan atau
tim kerja. Model ini membutuhkan komitmen dan keterampilan manajemen
yang kuat dalam memimpin, mengelola, dan memfasilitasi karyawan agar
bekerja sama secara efektif.
Model ini mengurangi antagonisme (permusuhan) yang ditimbulkan oleh
konflik. Model ini mengelola tingkat konflik melalui pendinginan suasana,
tetapi tidak menangani masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik.
Model ini ada dua. Pertama, mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan
dengan tujuan yang lebih bisa diterima kedua kelompok. Model kedua,
mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan untuk menghadapi
ancaman atau musuh yang sama.

2.4.3 Model Penyelesaian Konflik


Terdapat tiga model penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu
dominasi atau penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif.
a. Dominasi atau penekanan
Dominasi atau penekanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
▪ Kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan atau otokratik.
▪ Penenangan (smoting), merupakan cara yang lebih diplomatis.
▪ Penghindaran (avoidance), dimana manajer menghindar untuk
mengambil posisi yang tegas.
▪ Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk menyelesaikan
konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting)
melalui prosedur yang adil.

b. Kompromi
Manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui jalan tengah yang dapat
diterima oleh pihak yang bertikai. Bentuk-bentuk kompromi meliputi:
• Pemisahan (separation), dimana pihak-pihak yang bertikaai
dipisahkan sampai mereka mencapai persetujuan.
• Perwasitan (arbitrasi), dimana pihak ketiga (biasanya manajer)
diminta memberi pendapat.
• Kembali ke peraturan-peraturan yang berlaku, dimana kemacetan
dikembalikan pada ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan
menyetujui bahwa peraturan-peraturan yang memutuskan konflik.
• Penyuapan (bribing),

11
salah satu pihak menerima kompensasi dalam pertukaran untuk
tercapainya penyelesaian konflik.
• Pemecahan masalah integratif.

c. Integratif
• Konsensus. Kedua belah pihak bertemu bersama untuk mencari
penyelesaian terbaik masalah mereka dan buka mencari kemenangan
satu pihak.
• Konfrontasi. Kedua belah pihak menyatakan pendapatnya secara
langsung satu sama lain, dan dengan kepemimpinan yang terampil
serta kesediaan untuk menerima penyelesaian, suatu penyelesaian
konflik yang rasional sering dapat ditemukan penggunaan tujuan-
tujuan lebih tinggi.
• Seorang manajer tidak mampu mengatasi sendiri konflik yang
timbul, maka manajer bisa menggunakan tenaga eksternal sebagai
penengah atau mediator.

2.5 Manajemen Konflik


Manajemen konflik adalah strategi atau konsep yang digunakan dalam
menangani konflik. Manajemen konflik pada organisasi antara lain bertujuan
untuk mencegah terjadinya kekacauan di dalam organisasi tersebut. Selain
berguna dalam mengatasi konflik, strategi dalam manajemen konflik juga
dapat berfungsi sebagai evaluasi untuk mengetahui apakah sistem bekerja
dengan baik. Tahapan yang perlu dilakukan dalam menetapkan strategi
manajemen konflik secara berurutan adalah mengidentifikasi permasalahan,
melakukan diagnosa, membuat kesepakatan antara pihak yang berkonflik,
pengimplementasian, dan evaluasi. Konflik yang terjadi dalam suatu
organisasi selain berdampak negatif juga membawa dampak positif.
Menurut Stevenin dalam Handoko (2001: 48), terdapat lima langkah
dalam mengatasi konflik. Lima bangkah berikut ini bersifat mendasar dalam
mengatasi kesulitan:
1. Pengenalan Kesenjangan antara keadaan yang ada atau yang teridentifikasi
dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi
perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan
masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis, inilah langkah yang terpenting, Metode yang benar dan telah
diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil
dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada
hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi. Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar
yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis.

12
Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik.
Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan. Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian.
Namun hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi
pilihan dan arah pada kelompok tertentu.
5. Evaluasi Penyelesaian itu sendiri, dapat melahirkan serangkaian masalah
baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah -
langkah sebelumnya dan cobalah lagi.
Menurut Mangkunegara (2009) para manajer dan karyawan memiliki
beberapa strategi dalam menangani dan menyelesaikan konflik. Strategi
tersebut antara lain adalah:
1. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang
memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak
seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran
merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi
untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat dalam konflik
dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak
mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal
untuk melakukan diskusi” .
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi
pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang
lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi
kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang
menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan
menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih
banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau
ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini
mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang
penting untuk alasan- alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu
yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan
kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat
mempunyai tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari
semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling
memperhatikan satu sama lainnya.

13
2.6 Konflik Dan Pengaruhnya Dalam Kerja
2.6.1 Ciri Konflik Dalam Kerja
Menurut Nawawi (2010), adanya konflik kerja dalam suatu perusahaan atau
organisasi ditandai dengan adanya ciri-ciri sebagai berikut:
- Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antara individu atau
kelompok.
- Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya
perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi.
- Terdapat pertentangan norma, dan nilai-nilai individu maupun kelompok.
- Adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain
untuk memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya
organisasi yang terbatas.
- Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya
kreativitas, inisiatif atau gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan
organisasi.

2.6.2 Pengaruh Konflik Dalam Kerja


Dalam setiap kehidupan manusia termasuk di dalamnya kehidupan
sebuah organisasi apapun akan mengalami konflik, dan konflik itu sendiri
akan muncul serta sulit untuk dihindari. Lebih-lebih dalam sebuah organisasi
yang melibatkan banyak orang dimana mereka akan saling berinteraksi,
berkomunikasi dan tidak jarang dalam berinteraksi dan berkomunikasi itu
akan timbul perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan, dan perbedaan-
perbedaan yang lain. Sementara itu perbedaan-perbedaan itu menjadi salah
satu penyebab munculnya konflik. Karyawan sebagai ujung tombak pelaksana
kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi tidak dapat menghindarkan diri
dari keadaan-keadaan di lingkungan kerjanya. Berinteraksi, berkomunikasi
dan kemungkinan berkonflik dengan sejawat merupakan dinamika dalam
pelaksanaan pekerjaan, tinggal bagaimana karyawan menyikapi keadaan
tersebut. Dalam penelitian Jones (1984) ditemukan tiga perempat $32
miliar/tahun kerugian kerja terjadi di AS disebabkan ketidakmampuan
karyawan mengatasi kesukaran emosional atau stress, (Business Week, 1985
dalam Robin, 2001). Brimm mengatakan bahwa daya tahan terhadap stres
kerja dipengaruhi oleh cara pandang seseorang terhadap pekerjaannya. Artinya
apabila seseorang memiliki pandangan yang bersifat positif terhadap
pekerjaannya, maka hal ini akan memperkuat daya tahan terhadap stres kerja
dari orang tersebut. Sebaliknya apabila yang bersangkutan memandang bahwa
pekerjaanya negatif, maka hal ini dapat menyebabkan lemahnya ketahanan
orang tersebut terhadap stres kerja.

14
2.6.3 Persepsi Konflik Dalam Kerja

2.7 Frustasi Dan Kecelakaan Kerja


2.7.1 Gejala Frustasi Di Lingkungan Kerja
Iklim frustasi di perusahaan mudah diketahui dengan adanya gejala - gejala
sebagai berikut:

• Kritisisme yang berlebih-lebihan terhadap majikan dan para manajer.


• Produktivitas rendah.
• Fitnahan terhadap atasan dan banyak pergunjingan.
• Pelontaran kata
• kata tidak puas dan banyak ekspresi kekesalan hati.
• Pengerusakan alat-alat dan mesin-mesin perusahaan.
• Sikap-sikap politis yang agresif di pihak karyawan.
• Absensiisme yang tinggi.
• Banyaknya kasus neurotis dan psikosomatis di kalangan buruh dan
pegawai, juga para manajer.
• Banyak terjadi kecelakaan kerja dan terjangkit penyakit industri.
• Sering terjadi pemogokan kerja.
Gejala frustasi dalam kerja dikategorikan dalam 3 aspek yaitu :
o Gejala Psikologis
o Gejala Fisik
o Gejala Perilaku

15
2.7.2 Faktor Pengaruh Frustasi Sebagai Penyebab Kecelakaan Kerja
Burn out atau kelelahan kerja adalah hasil dari stres, kelelahan, dan
ketidakpuasaan di tempat kerja. Berdasarkan hasil penelitian University
Zaragoza di Spanyol, ada tiga kelompok faktor yang melatarbelakangi burn
out, antara lain adalah sebagai berikut :
• Bekerja Terlalu Keras
Salah satu penyebab burn out adalah karyawan bekerja terlalu keras karena
terobsesi dengan kesuksesan. Mereka biasanya memiliki beban kerja yang
berlebih daripada yang seharusnya, sehingga seringnya rela mengorbankan
kehidupan personal dan kesehatan.

• Tidak Mendapat Apresiasi


Apresiasi terhadap hasil pekerjaan sangat penting dalam menjaga
kesehatan mental dalam bekerja, dan faktor kedua yang membuat
seseorang mengalami burn out dalam bekerja adalah merasa tidak cukup
diapresiasi sehingga merasa frustasi dengan pekerjaan. Kondisi seperti
inilah yang membuat seseorang merasa kurang tertantang dan mencoba
menjauhkan diri dari tanggung jawab pekerjaan.

• Dinamika Disfungsional di Tempat Kerja


Mendapatkan intimidasi di kantor, merasa diremehkan atau diacuhkan oleh
rekan kerja dan bos dapat menjadi penyebab perasaan tak berdaya karena
merasa tak memiliki peranan penting di dalam perusahaan. Kondisi ini
berakibat pada penurunan motivasi kerja karena mengganggap diri mereka
kurang kompeten dalam menjalankan tuntutan pekerjaan.

Menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh National Safety


Council (NSC), Amerika Serikat, sekitar 13 persen kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja itu berhubungan dengan fatigue. Studi tersebut juga menyatakan
bahwa faktor-faktor risiko yang menyebabkan fatigue burnout dapat
diidentifikasi dan dikendalikan. Di tempat kerja, , fatigue bisa mengakibatkan
efek yang beragam bagi pekerja, di antaranya:
1. Penurunan kemampuan kognitif
Kebanyakan pekerja tidak menyadari efek-efek akibat fatigue yang mereka
alami. Banyak dari pekerja juga kurang menyadari bahwa fatigue bisa
berdampak pada menurunnya kemampuan kognitif, antara lain:
- Mengurangi kemampuan mengambil keputusan.
- Mengurangi kemampuan dalam melakukan perencanaan kerja
yang kompleks.
- Mengurangi kemampuan komunikasi.
- Membuat produktivitas atau performa pekerja jadi menurun.
- Mengurangi tingkat kewaspadaan dan perhatian.
- Mengurangi kemampuan dalam menangani stres di tempat
kerja.
- Mengurangi kemampuan dalam mengingat sesuatu yang detail
atau mudah lupa.
- Membuat prestasi kerja jadi menurun.
- Mengurangi semangat untuk bekerja.

16
2. Microsleep
Microsleep atau tidur sesaat biasanya dialami seseorang yang
mengalami kelelahan atau mengantuk. Kejadian microsleep pada
umumnya hanya berlangsung beberapa detik. Seseorang yang
mengalami microsleep tidak akan menyadari jika dirinya tertidur atau akan
memasuki kondisi tidur.
Microsleep ditandai dengan gerakan kepala seperti mengangguk,
mengedipkan mata yang terlalu sering atau bahkan dapat terjadi dalam
keadaan mata terbuka dengan pandangan kosong. Microsleep ini dapat
menempatkan pekerja pada risiko serius jika mereka melakukan pekerjaan
berbahaya. Tidak hanya merugikan secara finansial, kecelakaan kerja dan
kecelakaan saat berkendara karena pekerja mengalami microsleep sering
kali mengancam jiwa pekerja.
Saat seseorang merasakan kelelahan ekstrem sehingga
mengalami microsleep, kemungkinan besar mereka kehilangan kesadaran
dan perhatian. Inilah mengapa microsleep yang disebabkan
oleh fatigue sangat berbahaya dan berpotensi mematikan karena bisa
meningkatkan risiko kecelakaan kerja dan juga kecelakaan saat berkendara
yang dapat mengakibatkan cedera ringan, cedera serius/ fatal hingga
kematian.

3. Meningkatkan risiko kecelakaan kerja


Sebuah studi menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami kelelahan
berisiko lebih tinggi mengalami kecelakaan kerja. Menurunnya
kemampuan kognitif dan microsleep menghambat kemampuan seorang
pekerja untuk melakukan tugasnya dengan aman.
CEO National Safety Council (NSC), Deborah Hersman, menyatakan
bahwa fatigue pada pekerja menyumbang lebih banyak kecelakaan kerja,
meningkatkan tingkat absensi pekerja, biaya kesehatan dan merugikan
finansial perusahaan.
Fatigue memberi kontribusi lebih dari 60 persen untuk kejadian
kecelakaan kerja. Tidak hanya itu, fatigue juga dapat meningkatkan risiko
pekerja mengidap penyakit jantung, diabetes dan masalah kesehatan
lainnya.

2.7.3 Penanggulangan Frustasi Dalam Kerja


➢ Penanggulangan Dari Pihak Pekerja
- Pertahankan kesehatan tubuh.
- Terima diri apa adanya.
- Tetap memelihara hubungan sosial yang baik dengan rekan
kerja dan atasan.
- Melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas yang bermanfaat.
- Mengikuti pelayanan konseling.
- Carilah psikiater jika frustasi semakin parah.

17
➢ Penanggulangan Dari Pihak Perusahaan
- Biarkan para pekerja berbicara bebas dan terbuka satu sama
lain.
- Mengurangi konflik-konflik pribadi pada pekerjaan.
- Beri pekerja kendali yang cukup besar dalam melaksanakan
pekerjaannya.
- Pastikan pengadaan staf dan anggaran yang cukup.
- Dukung upaya para pekerja.
- Berbicara secara terbuka dengan para pekerja.
- Menyediakan tunjangan-tunjangan cuti dan liburan.
- Kurangi jalur birokrasi yang ada.
- Akui dan beri imbalan kepada para pekerja karena prestasi dan
kontribusi mereka.

2.8 Dampak Frustasi Dalam Kerja


2.8.1 Dampak Positif Frustasi Dalam Kerja
• Pergerakan dan penambahan kegiatan
Contoh karena mendapat rintangan dalam usahanya, maka terjadilah
pemanggilan rangsangan sebagai memperbesar energi, potensi, kapasitas,
sarana, keuletan dan keberanian sebagai mengatasi semua kesulitan. Rasa
frustasi tersebut dengan demikian menjadi stimulus sebagai memobilisir
segenap energi dan tenaga hingga mampu menembus setiap rintangan.

• Berfikir secara mendalam disertai wawasan jernih


Setiap rasa frustasi memang memberikan masalah, maka dari itu
kejadian ini memaksa sebuah kondisi sebagai melihat realitas dengan
mengambil satu jarak sebagai berfikir lebih objektif dan lebih mendalam
agar dapat mencari jalan atau alternatif penyelesaian lain.

• Regignation (tawakkal, pasrah pada Tuhan)


Menerima keadaan dan kesulitan yang dihadapi dengan perbuatan yang
rasional dan perbuatan ilmiah. Semua ini dilakukan jika individu mulai
belajar menggunakan pola yang baik dalam menanggulangi setiap
kesulitan sejak berusia masih sangat muda.

• Membuat dinamika nyata suatu kebutuhan


Kebutuhan kebutuhan bisa mengalami lenyap dengan masing
masingnya, karena sudah tak diperlukan oleh sebuah kondisi dan sudah tak
sesuai lagi dengan kecenderungan serta aspirasi pribadi.

• Kompensasi atau subtitusi dari tujuan


Kompensasi adalah usaha sebagai mengimbangi kegagalan dan
kekalahan dalam satu bidang, tapi sukses dan menang di bidang lainnya.

18
Dan semua itu adalah jalan sebagai menghidupkan spirit perjuangan yang
agresif dan tak mengenal rasa menyerah.

• Sublimasi
Adalah usaha sebagai mengganti kecenderungan egois, nafsu seks,
dorongan dorongan biologis primitif dan aspirasi sosial yang tak sehat
dalam bentuk tingkah laku terpuji yang bisa diterima di masyarakat.

2.8.2 Dampak Negatif Frustasi Dalam Kerja


Ditinjau dari gejala psikologis, stres atau frustasi dapat menyebabkan
ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan
ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Itulah dampak psikologis
yang paling sederhana dan paling jelas dari stres. Stres juga dapat muncul
dalam keadaan psikologis lain, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah
marah, kebosanan, dan suka menunda-nunda. Semakin sedikit kendali yang
dipegang orang atas kecepatan kerja mereka, makin besar stres dan
ketidakpuasan. Walaupun diperlukan lebih banyak riset untuk memperjelas
hubungan itu, bukti mengemukakan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang
memberikan keragaman, nilai penting, otonomi, umpan balik, dan identitas
pada tingkat yang rendah ke pemangku pekerjaan akan menciptakan stres dan
mengurangi kepuasan serta keterlibatan dalam pekerjaan itu.
Gejala perilaku sebagai konsekuensi dari stres mencakup perubahan
produktivitas, absensi, tingkat keluar-masuknya karyawan, kebiasaan makan,
meningkatnya merokok, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur. Straus dan
Sayles, 1980 (dalam Handoko, 2008), bahwa kepuasan kerja juga penting
untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak
akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan
menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai
semangat kerja yang rendah, cepat lelah, dan bosan, emosinya tidak stabil,
sering absen, dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan
pekerjaan yang harus dilakukan.
Frustasi bisa mengakibatkan bermacam-macam bentuk tingkah laku
yaitu menimbulkan reaksi yang negatif, seperti:
- Menyerang dan menghancurkan seseorang.
- Merusak dan menyebabkan disorganisasi struktur kepribadian.
- Mengakibatkan destruksi diri (bunuh diri) disebabkan timbulnya rasa
putus asa.

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konflik dapat muncul karena perbedaan makna yang disebabkan oleh
perbedaan pengalaman. Perbedaan pengalaman dapat dilihat dari perbedaan latar
belakang budaya yang membentuk individu yang berbeda. Seseorang akan
dipengaruhi oleh pola pikir dan pembentukan kelompok. Perbedaan pemikiran dan
pendirian tersebut pada akhirnya akan menimbulkan perbedaan kepribadian individu
yang dapat menimbulkan konflik. Di setiap organisasi/perusahaan, ketidaksepakatan
seringkali disengaja atau dibuat sebagai salah satu strategi perubahan pemimpin.
Perubahan ini dapat dilakukan dengan menciptakan konflik. Namun, konflik juga
dapat terjadi secara spontan karena kondisi objektif yang dapat menimbulkan konflik.
Pada hakekatnya konflik merupakan suatu pertarungan menang kalah antara
kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam
organisasi atau dengan kata lain, konflik adalah segala macam interaksi pertentangan
atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Pertentangan kepentingan ini berbeda
dalam intensitasnya tergantung pada sarana yang dipakai. Masing-masing ingin
membela nilai-nilai yang telah mereka anggap benar, dan memaksa pihak lain untuk
mengakui nilai-nilai tersebut baik secara halus maupun keras. Untuk mengetahui
adanya konflik, sebenarnya dapat diketahui dari hubungan-hubungan yang ada, sebab
hubungan yang tidak normal pada umumnya suatu gejala adanya konflik. Misalnya
ketegangan dalam hubungan, kekakuan dalam hubungan, saling fitnah-memfitnah.
Suatu konflik dapat terjadi karena masing-masing pihak atau salah satu pihak merasa
dirugikan. Kerugian ini bukan hanya bersifat material, tetapi dapat juga bersifat non
material.

3.2 Saran
Apapun penyebab dan bentuk dari konflik itu harus segera diatasi/ditangani,
karena akan tercipta suasana kerja yang kurang kondusif. Meskipun tipikal setiap
orang itu berbeda-beda tetapi ketika ada konflik dalam pekerjaannya atau lembaga
kerjanya tentunya akan mempengaruhi motivasi kerja mereka.

20
DAFTAR PUSTAKA
Muspawi, M. (2014). Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik dalam Organisasi).
Nawawi, Hadari. (2010). Perencanaan Sumber Daya Manusia Untuk Organisasi Profit Yang
Kompetitif. Yogyakarta: UGM Press.
Nimran, Umar. (1997). Perilaku Organisasi. Surabaya: Citra Media.
Riadi, Muchlisin. (2020). Konflik Kerja (Pengertian, Bentuk, Ciri, Penyebab dan Metode
Penyelesaian).
Rivai,Veithzal. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, dari Teori ke
Praktik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tommy, Y. (2010). Skripsi: Pengaruh Konflik Kerja terhadap Burnout pada pegawai Bagian
Produksi UD. Abadi Lestari Bojonegoro. Malang: Universitas Negeri Malang.
Wahyudi, Bambang. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Sulita.
Wexley, K.N., dan Yuki, G.A. (2005). Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia.
Jakarta: Bina Aksara.
Zimbio. (2014). Strategi Mengatasi Konflik. Diakses pada 8 Maret 2023, dari
http://www.zimbio.com/member/igndjoko/articles/9QRMTF_pMWb/Strategi+Menga
tasi +Konflik.

Anda mungkin juga menyukai