Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE

Pembimbing:
dr. Rosa Syafitri Sp.JP
dr. Heru Agusman

Disusun Oleh:
dr. Kelvin Pangestu

PROGRAM INTERNSIP
RUMAH SAKIT UMUM ADHYAKSA
PERIODE 13 JULI s/d 12 OKTOBER 2021
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 1
LEMBAR PENGESAHAN

Mini Project

Disusun oleh :
dr. Kelvin Pangestu

Sebagai salah satu syarat dokumentasi untuk program internsip Periode 13 Juli 2021 – 12 April
2021

Jakarta, 25 Agustus 2021

dr. Rosa Syafitri, Sp.JP

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkanNya,
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Mini Project.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. dr. Rosa Syafitri, Sp. JP
2. dr. Heru Agusman
Yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama Internsip di RSU
Adhyaksa pada periode 13 Juli 2021 – 12 Oktober 2021
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga laporan Mini Project
ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, 25 Agustus 2021

Penulis

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 3
DAFTAR ISI

COVER 1
LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I SAJIAN KASUS 5
BAB II LANDASAN TEORI………………………………..…………………………………19
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………………… 37
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….. 38

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 4
BAB 2

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. Kosim Sugiaman
No rekam medis : 069994
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 1 Januari 1976
Alamat : Jl Raya Jeger, Jakarta Timur
Status Perkawinan :Sudah Menikah
Warga negara : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS :12 Agustus 2021

1.1 Anamnesa
Dilakukan autoanamnesa kepada pasien pada tanggal 12 Agustus 2021 di IGD RSU Adhyaksa
pada pukul 23.30

1.1.1 Keluhan Utama


Sesak

1.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mulai merasakan sesak sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Sebelumnya,
pasien juga sudah merasakan sesak yang terpicu dengan aktivitas ringan seperti saat berjalan ke
rumah, berpergian ke rumah tetangga hingga saat naik motor. Sekarang ini pasien tetap
merasakan sesak meski dalam keadaan sedang duduk, hingga sedang beristirahat saat berada di
rumah sakit. Pasien mengaku tidak pernah mencoba melakukan tidur dengan menggunakan 2
bantal untuk mengurangi sesak yang timbul. Sesak yang muncul biasanya dapat terjadi baik pagi,
siang maupun pada malam hari tidak bergantung pada waktu.

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 5
Selain bengkak,pasien juga merasakan adanya bengkak pada kaki kanan, kaki kiri, betis
kanan, betis kiri, paha kanan, paha kiri dan di daerah perut terjadi sejak 2 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, pasien juga mengakui adanya bengkak pada daerah
skrotum. Pasien diketahui pernah didiagnosis oleh dokter sebelumnya bahwa adanya hidrokel di
daerah skrotum. Pasien lupa terkait berapa lama sudah terjadi pembengkakan di daerah skrotum
tersebut. Pasien mengaku dengan adanya bengkak yang terjadi di daerah betis, paha, kaki,
skrotum hingga perut, berat badan pasien meningkat drastis sebanyak 14 kg selama 2 minggu
terakhir. Sebelumnya pasien mengakui bahwa berat badan pasien tidak sebesar yang sekarang.
pasien melakukan pengukuran berat badan menunjukan kenaikan sebesar 7 kg setiap minggunya.
Riwayat pernah terjadinya demam, mual, muntah, keringat dingin, batuk, nyeri pada
bagian dada yang menjalar, mata kuning, disangkal oleh pasien. Riwayat pernah terjadinya nyeri
tenggorokan, diare akut, kehilangan penciuman, kehilangan perasa hingga pilek juga disangkal
oleh pasien. Selain itu, riwayat pernah dilakukan operasi pemasangan alat pacu jantung
(pacemaker), pernah dilakukan tindakan pemasangan stent juga disangkal oleh pasien. Pasien
mengakui bahwa riwayat buang air kecil dan buang air besar tidak menunjukan masalah bagi
pasien. Pasien juga mengakui bahwa nafsu makan pasien masih baik. Pasien memiliki riwayat
obat-obatan yang dikonsumsi seperti Metformin, furosemide, dan bisoprolol yang di minum rutin
oleh pasien. Pasien mengakui adanya beberapa obat obatan lain yg dikonsumsi namun pasien
tidak mengingat obat obatan lainnya yang dikonsumsi selain dari obat obatan yang disebutkan.

1.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Diabetes Mellitus (+), Hipertensi (-), alergi obat (-), kolesterol (+), riwayat TB (-), Riwayat
Asma (-), Riwayat Jantung (+), Riwayat penyakit ginjal sebelumnya (+), Riwayat Hidrokel (+)

1.1.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Diabetes Mellitus (+), Hipertensi (-), alergi obat (-), kolesterol (-), riwayat TB (-), Riwayat Asma
(-), Riwayat Jantung (+)

1.1.5 Riwayat Imunisasi


Riwayat imunisasi sebelumnya tidak diketahui oleh pasien.

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 6
1.2 Pemeriksaan Fisik
Tanggal pemeriksaan : 13/08/2021 jam 00.30
- Keadaan Umum : GCS E4V5M6, compos mentis
- Keadaan Utama : tampak sakit sedang
- Tanda Vital
• Tekanan darah : 136/80 mmHg
• Frekuensi nadi : 76x/menit
• Frekuensi napas : 25x/menit
• Suhu Tubuh : 36,7 C
• Saturasi Oksigen : 99 persen dengan room air -> 94 persen -> 98 persen
dengan nasal kanul 3 lpm
- Antropometri
• Berat badan : 94 kg
• Tinggi badan : 165 cm

1.3 Pemeriksaan Sistem

 Kepala : jejas (-)


 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
 Hidung : Bentuk normal
 Telinga : Bentuk normal, discharge (-/-),
 Mulut : lidah dan mulut tidak tampak kelainan
 Leher : tidak teraba perbesaran KGB, tiroid tidak teraba membesar ,
peningkatan JVP
• Thorax
1. Paru
-Inspeksi : pergerakan simetris saat diam maupun bergerak, tidak ada retraksi, tidak
ada bekas luka
-Palpasi : ekspansi paru normal, stem fremitus sama pada kedua lapang paru
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 7
-Perkusi : Seluruh lapang paru kanan dan kiri sonor
-Auskultasi : Suara Napas bronkovesikular, Ronkhi (- + +/- + +) Wheezing (+ - -/ + -
-)
2. Jantung
-Inspeksi : Pulsasi Iktus cordis tidak tampak
-Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, tidak ada pulsasi parasternal,
epigastrium, tidak ada thrill sistolik/diastolik
-Perkusi : atas ics 2 parasternal line sinistra
kanan di ics 7 midclavicular line dextra dan

kiri ics 7 axillaris anterior line sinistra


-Auskultasi : bunyi suara jantung normal terdengar bunyi suara jantung 1 dan
2 irregular, murmur (-) Gallop (+)
3. Abdomen
-Inspeksi : abdomen tampak membuncit
-Auskultasi : bising usus (+)
-Palpasi : supel, nyeri tekan pada seluruh kuadran (-), hepar dan lien sulit
dinilai
-Perkusi : redup pada lapang abdomen , undulasi (+),
 Anus dan Genitalia :
- inspeksi : tampak skrotum membesar
- palpasi : tampak cairan mengisi ruang scrotal, transluminasi
(+)
 Ekstremitas : atas : akral hangat (+/+),edema (-/-), sianosis (-) CRT
<2detik
: bawah : akral hangat (+/+), edema kaki (+/+), edema
betis (+/+), edema paha (+/+), deformitas (-/-) , sianosis
(-), ikterik (-). CRT <2 detik
 Pemeriksaan neurologis : Tidak dilakukan
 KGB : tidak terdapat perbesaran kelenjar getah bening pada leher

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 8
dan ketiak

1.5 Pemeriksaan Penunjang


 HB : 12,9 g/dl (13,2-17,3)
 Hematokrit : 43 % (40-52)
 Eritrosit : 4,8 jt/ul (4,4-5,9)
 Leukosit : 6140 (3800-10600)
 Trombosit : 148000 (150000-400000)
 MCV : 89 (80-100)
 MCH : 27 pg(26-34)
 MCHC : 30 g/dl (32-36)
 Basofil : 1 % (0-1)
 Eosinofil : 5 % (1-3)
 Neutrofil Batang : 2% (3-5)
 Neutrofil Segmen : 59% (50-70)
 Limfosit : 25% (25-40)
 Monosit : 2% (2-8)
 NLR Ratio : 2,44
 Limfosit Absolute : 1535/ul (1500-4000
 Albumin : 3,3 g/dl (3,5-5,2)
 GDS : 186 mg/dl (70-160)
 Natrium : 126 mmol/l (135-155)
 Kalium : 4,3 mmol/l (3,6-5,5)
 Clorida : 99 mmol/l (98-108)
 CRP Kuantitatif : 14 mg/l (<5)
 Ureum : 82 mg/dl (13-43)
 Kreatinin : 3,03 mg/dl (0,67-1,17)
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 9
Pengukuran Normal Normal
Aorta Root 50 20-37 Ventrikel EDD 54 35-52
Dimensi Kiri mm
Atrium Dimensi 46 15-40 ESD 13 26-36
Kiri mm
La/Ao <1,3 IVS 13 7-11 mm
Ratio Diastolik
Ventrikel Dimensi 59 <30mm IVS 16
Kanan Sistolik
Fungsi EF 46 53-77% IVS Frac >30%
Jantung T
IVS/FW <1,3 <1,3 PW 14

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 10
ratio DIastolik
KPPS <10mm PW 18 7-11 mm
Sistolik
MVA >3cm2 PW Frac 23,2 >30%
T
E/A 3,42

Penemuan :

Dilatasi semua ruangan jantung, eccentric hypetrophy

Fungsi sistolik LV menurun, EF 46%

Hipkinetik anteroseptal (basal, inferior, inferoseptal (basal-mid), inferoapikal

Disfungsi diastolic grade III

Katup katup:

Aorta 3 cupis, kalsifikasi (+), AS (-), AR (-)

Mitral : Mitral regurgitasi ringan (VC 0,3)

Trikuspid : Tricuspid regurgitasi berat (TR Vmax 3,15 m/s)

Probabilitas PH tinggi ( PV AT 88/m/s)

Pulmonal : dalam batas normal

Kontraktilitas RV menurun ( TAPSE 0,8)

SEC (+) di LV, Thrombus (-)

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 11
Kardiomegali (CTR >55%)

Perbesaran Atrium kanan dan ventrikel kanan

Peningkatan corakan bronkovaskular

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 12
Interpretasi : RBBB

Hipertrofi ventrikel kanan

1.6 Resume

Telah diperiksa pasien atas nama Tn K Berusia 45 Tahun dengan keluhan Pasien
mulai merasakan sesak sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. sesak yang terpicu dengan
aktivitas ringan seperti saat berjalan ke rumah, berpergian ke rumah tetangga hingga saat naik
motor sekarang sesak dengan beristirahat. Sesak yang muncul biasanya dapat terjadi baik pagi,
siang maupun pada malam hari tidak bergantung pada waktu.
pasien merasakan bengkak (+) pada kaki kanan, kaki kiri, betis kanan, betis kiri, paha
kanan, paha kiri dan di daerah perut terjadi sejak 2 minggu yang lalu dan bengkak pada skrotum

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 13
skrotum. Pasien diketahui pernah didiagnosis oleh dokter sebelumnya bahwa adanya hidrokel di
daerah skrotum. berat badan pasien meningkat drastis sebanyak 14 kg selama 2 minggu terakhir.
Riwayat pernah terjadinya demam (-), mual (-), muntah(-), keringat dingin(-), batuk(-),
nyeri pada bagian dada yang menjalar(-), mata kuning(-),nyeri tenggorokan (-), diare akut(-),
kehilangan penciuman(-), kehilangan perasa (-), pilek(-), riwayat pernah dilakukan operasi
pemasangan alat pacu jantung (pacemaker)(-) , pernah dilakukan tindakan pemasangan stent
(-).riwayat buang air kecil dan buang air besar baik. nafsu makan pasien masih baik. Pasien
memiliki riwayat obat-obatan yang dikonsumsi seperti Metformin, furosemide, dan bisoprolol
yang di minum rutin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi napas takipneu sebanyak
25x/menit, berat badan 94 kg dan tinggi badan 165 cm. , saturasi 94 persen dengan room air dan
perbaikan dengan menggunakan nasa kanul 3 lpm dengan saturasi 98 persen. Pada Pemeriksaan
leher didapatkan peningkatan JVP. Pada pemeriksaan paru terdapat ronkhi (+/+) dan wheezing
(+/+), Pada pemeriksaan jantung didapatkan adanya suara s3 gallop (+) dan bunyi suara jantung
1 dan 2 terdengar itregular. Pada pemeriksaan abdomen tampak abdomen membuncit, undulasi
(+). Pada pemeriksaan skrotum didapatkan skrotum tampak membesar tampak seperti cairan
dengan tes transluminasi (+). Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan edema (+) pada kaki
kanan dan kiri, paha kanan dan kiri, betis kanan dan kiri , perut serta skrotum.
Berdasarkan hasil pemeriksaan lab menunjukan penungkatan ureum dengan jumlah total
82 mg/dl, kreatinin dengan hasil 3,03 mg/dl, penurunan jumlah natrium dengan hasil 126
mmol/l, penurunan kadar hemoglobin dengan hasil 12,6 g/dl, penurunan jumlah trombosit
dengan hasil 146.000, penurunan jumlah albumin dengan hasil 3,3 g/dl, peningkatan kadar Gula
Darah Sewaktu dengan hasil 186 mg/dl, peningkatan kadar CRP dengan hasil 15, penurunan
MCHC dengan hasil 30g/dl dan meningkatan jumlah eosinofil dengan hasil 5%.
Berdasarkan hasil pemeriksaan echocardiography menunjukan dilatasi semua ruang
jantung (eccentric LVH) , penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri dengan abnormalitas gerakan
dinding dada regional, disfungsi diastolik grade III, regurgitasi mitral ringan, probabilitas PH
tinggi, dan kontraktilitas Ventrikel kanan yang menurun.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Rontgen Thorax, didapatkan Kerdiomegali dengan CTR
>55%, tampak perbesaran ventrikel kanan, atrium kanan dan ventrikel kiri, dan peningkatan

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 14
corakan bronkovaskular. Berdasarkan hasil pemeriksaan EKG, didapatkan RBBB dan Hipertrofi
ventrikel kanan.

1.7 Diagnosis
• Diagnosis kerja
Acute Decompensated Heart Failure
 Diagnosis Tambahan
Hypertensive Heart Disease
Chronic Kidney Disease
Diabetes Mellitus tipe II
Gangguan Keseimbangan Elektrolit (Hiponatremia)
Hipoalbumin

1.8 Rencana Diagnostik


 Echocardiography

1.9 Rencana Terapi dan Evaluasi


1.9.1 Rencana terapi Farmakologis :
 Candesartan 1x16 mg -> Telmisartan
 Bisoprolol 1x2,5 mg
 Spironolakton 1x50 mg -> stop
 Simvastatin 1x20 mg
 Vip albumin 3x1 tab
 HCT 1x25 mg
 Gliquidon 2x30 mg
 Metformin 3x500 mg
 Tolvaptan 1x15 mg -> h+4 perawatan
 Furosemide 20mg/jam -> 30mg/jam -> 10mg/jam

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 15
1.9.2 Rencana Terapi Non Farmakologis
 Edukasi tentang restriksi pemberian garam 2-3 gram/hari
 Edukasi tentang restriksi pemberian cairan
 Edukasi tentang pembatasan aktivitas, olahraga dan istirahat yang cukup

1.9.3 Rencana Evaluasi


 Pemantauan efek samping dari pemakaian obat obatan yang akan rutin diberikan pada
pasien dengan gagal jantung.
 Kontrol perkembangan kondisi jantung pasien dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan
(mencegah perburukan lanjut pada gagal jantung pasien).

1.10 Prognosis
  Ad vitam : Dubia Ad Bonam
  Ad functional : Dubia Ad Bonam
  Ad sanationam : Dubia Ad Bonam

Follow Up Kondisi pasien dan pemeriksaan penunjang tambahan

Hari 1 :

Pasien merasakan masih bengkak pada daerah kaki, betis, paha, skrotum, dan perut

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 16
pasien tampak sakit sedang, kesadaran CM,

Tekanan darah : 136/80 mmHg

Nadi : 76x/menit

Suhu : 36,7 C

Pernapasan : 25

SpO2: 99 persen dengan nasal kanul 3 lpm

Balans cairan/6 jam

Input : 300

Urine : 800

Balance : -852,5

Hari ke 2

Pasien masih merasakan bengkak pada daerah kaki, betis, paha, skrotum dan perut

Pasien tampak sakit sedang, kesadaran CM

Tekanan darah : 108/60 mmHg

Nadi : 70x/menit

Suhu : 36,6 C

Pernapasan : 22x/menit

SpO2: 99 persen dengan nasal kanul 3 lpm

Balans cairan /6 jam

Input : 670

urine 1500

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 17
Balans 1182,5

Hari ke 3

Benkak kaki berkurang, betis masih, perut berkurang, paha masih

Pasien tampak sakit sedang, kesadaran CM

Tekanan Darah : 148/98 mmHg

Nadi : 74x/menit

Suhu : 36,1 C

Pernapasan : 22x/menit

SpO2: 95 persen dangan nasal kanul 4 lpm

Balans cairan 24 jam

Input : 853

urine 4550

Balans -5107

Hari ke 4 :

Bengkak di kaki berkurang, paha berkurang, perut berkurang

Pasien tampak sakit sedang, kesadaran CM

Tekanan darah : 126/76 mmHg

Nadi : 72x/menit

Suhu : 36,7 C

Pernapasan : 23x/menit

SpO2 : 96 persen dengan nasal kanul 3 lpm

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 18
Balans cairan 24 jam

Input : 553

Urine 3300

Balans -4157

Hari ke 5:

Pasien mengatakan sudah jauh berkurang baik pada kaki, betis, perut dan paha namun masih
sedikit keras, sesak jauh berkurang

Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis

Tekanan darah : 125/82 mmHg

Nadi : 70x/menit

Suhu : 36,7 C
Pernapasan : 20x/menit

SpO2: 97 persen dengan room air

Balans cairan 24 jam

Urine : 4300

Input : 506

Balans : -5234

Hari ke 6

Pasien sudah boleh dinyatakan pulang dengan kontrol kembali 1 minggu kemudian

Sekarang pasien menyatakan sesak sudah minimal, keluhan bengkak sudah jauh berkurang.

Pasien tampak sakit sedang,kesadaran CM

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 19
Tekanan darah : 112/70 mmHg

Nadi : 71x/menit

Suhu : 36,6 C

Pernapasan : 21x/menit

Balans cairan 16 jam

Input : 443

Urine : 3800

Balans : -4297

Hasil Lab tambahan pada tanggal 18/ 8 2021

Ureum 115 mg/dl


Kreatinin 2,60 mg/dl
GFR 29 Ml/min/1,73 m2
Na 126 mmol/L
K 3,3 mol/L
CL 84 mmol/L

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Gagal Jantung

2.1.1 Pengertian

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 20
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang ditandai oleh
sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur
atau fungs jantung. Terdapat beberapa istilah dalam gagal jantung yakni :

Gagal jantung sistolik : ketidakmampuan kontraksi jantung memompa hingga curah jantung
menurun dan menyebabkan kelemahan, fatigue, menurunnya kemampuan aktivitas fisik dan
gejala hipoperfusi lainnya

Gagal jantung Diastolik : gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung
diastolic didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi >50% .

Low Output HF : gagal yantung yang disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi kelainan
katub dan perikard.

High Output HF : gagal jantung yang ditemukan pada kondisi penurunan resistensi vascular
sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri beri, dan paget.

Gagal Jantung akut : gagal jantung dikarenakan robekan daun katub secara tiba tiba akibat
endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung secara tiba tiba menyebabkan
penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.

Gagal jantung Kronis : Gagal jantung yangdisebkan karena kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan. Kongesti perifer sangat mencolok dan tekanan darah
umunya terpelihara dengan baik.

Gagal Jantung kiri : Gagal jantung yang terjadi akibat kelemahan ventrikel yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan vena pulmonalis dan paru sehingga menyebabkan sesak
napas dan ortopnea

Gagal Jantung kanan : Gagal jantung yang terjadi akibat kelemahan ventrikel kanan seperti pada
hipertensi pulmoner primer/sekunder, tromboemboli paru kronik yang menyebabkan kongesti
vena sistemik dan mengakibatkan edema perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis(1).

2.1.2 Klasifikasi

Terdapat klasifikasi criteria gagal jantung berdasarkan klasifikasi fraksi ejeksi, gejala
klinis dan adanya bukti kelainan structural dari jantung yakni sebagai berikut.

Tipe Gagal Jantung Gagal jantung Gagal Jantung Gagal jantung dengan
penurunan ejeksi penurunan sedikit fraksi ejeksi di
fraksi fraksi ejeksi pertahankan
1 Tanda dan gejala Tanda dan gejala Tanda dan gejala
2 LVEF <=40 LVEF 41-49 LVEF>=50
3 - - Adanya bukti kelainan
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 21
structural jantung atau
fungsional
abnormalitas dengan
adanya disfungsi LV
diastolic / peningkatan
LV pengisian
tekaanan termasuk
peningkatan
natriuretik peptide

2.1 Tabel klasifikasi heartfailure berdasarkan fraksi ejeksi(3,4)

2.1.3 Etiologi

Beberapa etiologi atau penyebab dari terjadinya gagal jantung tidak hanya terjadi murni
pada jantung saja. Melainkan dapat dilihat dari aspek selain pada jantung seperti Hipertensi,
gangguan katub, gangguan jantung congenital, ineksi, obat pencetus, penyakit infiltrative,
gangguan pericardial, endomyokardial, penyakit metabolic hingga penyakit neuromuscular.
Semua faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung pada kondisi tertentu(3,4).

2.1.4 Patogenesis

Gagal jantung didasari oleh suatu beban/penyakit miokard yang mengakibatkan remodeling
structural, lalu diperberat oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom
klinis yang disebut dengan gagal jantung. Remodelling structural ini dipicu dan diperberat oleh
berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relative normal. (gagal
jantung asimptomatik).

Sindrom gagal jantung yang simptomatis akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti
infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid, dan kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi
atau konsumsi gaam berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, virus, demam reumatik,
endokarditis infektif. Gagal jantung simptomatik juga akan tampak bila terjadi kerusakan
miokard akibat progresivitas penyakit yang mendasarinya(1).

2.1.4 Diagnosis

Untuk menentukan diagnosis sebagai gagal jantung, dapat menggunakan Kriteria


Framingham sebagai diagnosis gagal jantung kongestif yakni sebagai berikut

Kriteria mayor :

- Paroksismal nocturnal dyspneu

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 22
- Distensi Vena leher

- Ronki Paru

- Kardiomegali

- Edema Paru Akut

- Gallop s3

- Peninggian tekanan vena jugularis

- Refluks Hepatojugular.

Krtieria minor :

- Edema Ekstremitas

- Batuk malam hari

- Dyspneu d effort

- Hepatomegali

- Efusi Pleura

- Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

- Takikardi >120x/menit

- penurunan bb >4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal bila memenuhi 1 kriteria mayor dan 2 kriteri minor.
(1)
Algoritma untuk diagnosis gagal jantung dapat dilihat sebagai berikut.

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 23
Gambar 2.1 algoritma diagnostic Gagal Jantung(3,4).

Selain itu, selain pada kondisi gagal jantung kronik, diagnosis gagal jantung akut juga
perlu untuk dikaji dan di telurusi untuk kondisi yang mengarahkan kea rah gagal jantung akut.
Berikut berupakan algoritma diagnosis untuk gagal jantung akut.

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 24
Gambar 2.2 diagnostik pemeriksaan pada kondisi gagal jantung onset baru(3,4).

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang yang direkomenasikan untuk mendiagnosis pasien dengan


dugaan gagal jantung kronik yakni seperti

- EKG : LVH, qrs kompleks memanjang, AF, Q wave yang dapat mengarahkan ke diagnosis
gagal jantung hingga terapi yang akan diberikan

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 25
- Natriuretic peptide : umumnya kadar konsentrasi BNP <35 pg/ml dan N-terminal proB-type
NNatriuretic Peptide < 125 pg/ml atau Mid regional pro atrial natriuretic peptide <40 pg/ml

- Ureum, kreatinin, elektrolit, darah lengkap, fungsi hati, fungsi tiroid

- echocardiography untuk menentukan LVEF eksentrik atau konsentrik LVH, fungsi RV,
pulmonary hipertensi, valvular, marker fungsi diastolic.

- Rontgen thorax untuk investigasi penyebab sesak yang lainnya (pulmonary edema) atau bukti
gagal jantung lainnya (kardiomegali, kongesti pulmoner)(3,4).

2.1.6 Tatalaksana

2.1.6.1 Tatalaksana gagal jantung dengan menurunnya fraksi ejeksi

Beberapa terapi yang direkomendasikan untuk pasien dengan gagal jantung dengan
menurunnya fraksi ejeksi seperti ACE-I/ARB/ARNI, beta blocker, MRA, SGLT-2 inhibitor,
Diuretik. Beberapa obat obatan lain seperti Ivabradine, Vericiguat, ISDN, Hidralazine dan
Digoxin memiliki tingkat rekomendasi yang hanya digunakan hanya pada kondisi penyakit
penyerta yang terjadi pada pasien atau kondisi tertentu pada pasien. Berikut merupakan dosis
pemberian terapi yang dapat diberikan sesuai kondisi pasien dengan gagal jantung dengan
menurunnya fraksi ejeksi dan algoritma tatalaksana pasien gagal jantung dengan menurunnya
fraksi ejeksi.

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 26
Gambar 2.3 Terapi Pada Gagal jantung

Gambar 2.4 Tatalaksana Manajemen pasien pada gagal jantung dengan menurunnya
fraksi ejeksi

Selain terapi farmakologi, tindakan lainnya seperti pemasangan ICD (Implantable


cardioverter defibrillator) pada pasien dengan gagal jantung klasifikasi NYHA II-III dengan
etiologi adanya iskemik. Kondisi pada gagal jantung klasifikasi NYHA kelas IV atau adanya
riwayat pernah terjadinya infark miokard sebelumnya tidak direkomendasikan untuk
pemasangan ICD. Selain ICD, S-ICD dan CRT (Cardiac Resynchronization therapy) juga dapat
menjadi pertimbangan. CRT di rekomendasikan untuk pasien gagal jantung dengan pemanjangan
qrs kompleks,dan LBBB. Beberapa pertimbangan lainnya dapat dilakukan CRT bila hanya salah
satu dari kondisi terpenuhi. CRT tidak direkomendasikan bila tidak ada pemanjangan qrs
kompleks dengan tidak ada indikasinya dipasang pacing karena adanya AV Blok(3-7).

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 27
2.1.6.2 Tatalaksana gagal jantung dengan sedikit menurunnya fraksi ejeksi

Pada kondisi pasien gagal jantung dengan sedikit menurunnya fraksi ejeksi, terapi
rekomendasi kelas I yang disarankan adalah dengan pemberian diuretic. Beberapa terapi lainnya
seperti ACE-I/ARB/ARNI, Beta blocker , MRA, mungkin dapat dipikirkan untuk di gunakan
pada kondisi gagal jantung dengan menurunnya fraksi ejeksi. Beberapa terapi obat lain seperti
Ivabradine dan Digoxin tidak menunjukan data yang cukup untuk dipakai sebagai rekomendasi
meskipun Digoxin dapat mengurangi hospitalisasi pada pasien dengan gagal jantung(3,4).

2.1.6.3 Tatalaksana gagal jantung dengan fraksi ejeksi dipertahankan

Pada kondisi pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang dipertahankan, skrining dan
terapi sesuai dengan etiologi penyebab penyakit direkomendasikan dengan kondisi tersebut.
Selain itu, pemberian obat obatan seperti diuretic untuk mengurangi kongesti, antihipertensi
seperti ACE-I, ARB dan ARNI, statin, dan SGLT 2 inhibitors untuk mencegah dan
memperlambat onset gagal jantung serta pencegahan perawatan RS karena gagal jantung. Selain
itu, konseling diperlukan terkait perubahan gaya hidup, alcohol, pengurangan berat badan hingga
merokok yang dapat memperlanbat onset gagal jantung hingga mencegah terjadinya gagal
jantung(3,4).

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 28
2.1.6.4 Algoritma tatalaksana gagal jantung dekompensasi

Algoritma tatalaksana gagal jantung dekompensasi dapat dilihat dari tabel berikut

Gambar 2.5 Alur Tatalaksana pasien dengan gagal jantung dekompensasi akut(3,4).

2.2 Penyakit Ginjal Kronik


2.2.1 Pengertian Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik merupakan suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
bermacam macam yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya dapat berakhir dengan gagal ginjal. Sedangkan gagal ginjal merupakan suatu keadaan
klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible. Pada suatu derajat yang

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 29
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Sedangkan uremia adalah sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua orga akibat
adanya penurunan fungsi ginjal yang terjadi pada penyakit ginjal kronik(8).

2.2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik


Berdasarkan derajat penyakit, Penyakit ginjal kronik di bagi sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m3
1 Kerusakan ginjal dengan LFG >=90
normal atau meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan LFG 60-89
meningkat ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG 30-59
meningkat sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG 15-29
meningkat berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialysis
Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit ginjal kronik berdasarkan laju Filtrasi Glomerulus(8).

2.2.3 Etiologi Penyakit Ginjal Kronik


Penyebab dari penyakit ginjal kronik sangat bervariasi dari satu Negara ke Negara lain.
Di Indonesia, penyebab paling mungkin dikarenakan seperti diabetes mellitus, hipertensi,
glomerulonefritis, nefritis intersitialis, lupus, vaskulitis, kista, neoplasma, dan penyakit lainnya
yang tidak diketahui. Kondisi lain yang tidak diketahui diantaranya adalah nefritis lupus,
nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan dan tumor ginjal(8).

2.2.4 Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik


Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron
yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah di glomerulus. Proses tersebut diikuti dengan

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 30
penurunan fungsi nefron yang bersifat progresif walaupun tidak aktifnya penyakit yang
mendasari. Adanya peningkatan aksis rennin angiotensin aldosteron intrarenal memberikan
pengaruh terhadap hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas penyakit ginjal kronik. Aktivasi
jangka panjang rennin angiotensin aldosteron diperantarai oleh TGF B. Beberapa faktor lainnya
seperti hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia berperan dalam progresifitas penyakit ginjal
kronik. Terdapat variabilitas interindividual terhadap terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerular
maupun tubuloinfundibular.
Pada stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal pada keadaan basal LFG normal
atau meningkat. Lalu akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progressif yang ditandai dengan
peningkatan kadar ureum kreatinin. Sampai LFG 60%, umumnya pasien akan asimptomatik
sampai pada kondisi LFG 30% akan terjadi keluhan seperti lemah, nokturia, mual, nafsu makan
menurun, penurunan berat badan. Gejala uremia yang terjadi seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolism kalsium dan fosfor, pruritus, mual dan muntah. Kejadian
terjadinya ISK, infeksi saluran cerna hingga infeksi saluran napas akan lebih rentan terjadi pada
kondisi tersebut. Selain itu, gangguan keseimbangan cairan baik hipo atau hipervolemia,
gangguan elektrolit juga sering terjadi. Pada LFG di bawah 15 diperlukan dialysis atau
transplantasi ginjal yang merupakan stadium terakhir yang dikenal dengan stadium gagal
ginjal(8).

2.2.5 Gambaran Klinis


Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, biasanya bergantung pada kondisi penyakit
penyerta yang mendasari. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, dapat terjadi sindrom
uremia dengan gambaran seperti lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, volume
overload, neuripati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang hingga sampai terjadinya
penurunan kesadaran yang berujung ke koma bila tidak ditangani segera. Gejala komplikasi dari
penyakit ginjal kronik antara lain payah jantung, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, asidosis
metabolic, hingga gangguan keseimbangan elektrolit(8).

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 31
Pemeriksaan laboratorium dan radiologi ditujukan bergantung pada etiologi penyakit
yang mendasari pasien. Begitu pula dengan pemeriksaan biopsy dan histopatologi ginjal yang
diperlukan bila kondisi ginjal masih kondisi mendekati normal. Pemeriksaan biopsy dan
histopatologi ginjal tidak dilakuakan pada kondisi atrofi , polikistik ginjal, gagap napas, obesitas
dan gangguan pembekuan darah(8).

2.2.7 Prinsip Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik


Prinsip tatalaksana pada Penyakit Ginjal kronik meliputi :
- Terapi spesifik penyakit yang mendasari
- Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
- Memperlambat perburukan fungsi ginjal : pembatasan asupan protein, terapi farmakologi
- Pencegahan dan terapi pada penyakit kardiovaskular
- Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi : anemia, osteodistrofi renal, hiperfosfatemia,
pengganti ginjal, pembatasan cairan dan elektrolit(8).

2.3 Hypertensive Heart Disease


Hipertensi dapat menjadi faktor resiko terjadinya penyakit jantung seperti, CAD
(Coronary Artery Disease), gagal jantung hingga terjadinya LVH (Left ventricle Hypertrophy).
Pemberian antihipertensi dapat menurunkan resiko terjadinya gagal jantung dan perawatan gagal
jantung pada pasien dewasa tua dan lanjut usia. Pemberian obat antihipertensi mulai disarankan
untuk tekanan darah >140/90 mmHg meskipun tidak disarankan untuk menurunkan sampai
<120/70mmHg(3,4).

2.4 Gangguan Keseimbangan elektrolit (Hiponatremia dan Hipokalemia)

2.4.1 Kondisi dan klasifikasi Hiponatremia

Seseorang dapat terjadi Hiponatremia bila jumlah asupan air melebihi kemampuan
eksresi yang dikeluarkan, ketidakmampuan menekan sekresi ADH contoh pada gagal jantung,
kehilangan cairan melalui saluran cerna, sirosis hati hingga SIADH (syndrome of inappropriate
ADH secretion). Oleh karena itu, Hiponatremia dapat dikelompokan menjadi sebagai berikut :

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 32
- Hiponatremia dengan osmolalitas plasma rendah serta ADH meningkat : terjadi gangguan
pemekatan di nefron sehingga osmolaltas urin meningkat lebih dari 100 mosm/kg H2O. Lebih
sering terjadi pada kondisi muntah, diare, perdarahan, jumlah urin meningkat, gagal jantung,
insufisiensi renal, hipotiroidisme.

- Hiponatremia dengan osmolalitas plasma rendah serta ADH tertekan fisiologis : tidak ada
gangguan pemekaran di nefron sehngga osmolalitas urin rendah kurag dari 100 mosm/kg H2O.
Lebih sering terjadi pada polidipsia primer dan gagal ginjal

- Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi: sering terjadi pada pemberian
manitol, hiperglikemia, pemberian cairan isoosmotik, pada keadaan hiperproteinemia dan
hiperlipidemia.

Pada hiponatremia osmolalitas plasma rendah serta ADH meningkat, dapat dibagi
kembali menjadi 2 yaitu :

- volume sirkulasi efektif menurun: gagal jantung, muntah akut, hiperaldosterion, diare, muntah
lama, sirosis hati, hipoalbuminemia

- volume sirkulasi ekeftif tidak turun : SIADH, insufisiensi adrenal dan hipotiroidisme.

Sedangkan menurut waktu terjadinya hiponatremia, dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

- Hiponatremia akut : >48 jam

- Hiponatremia kronik : <48 jam(9).

Berikut merupakan algoritma pendekatan pasien dengan hipokalemia.

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 33
Gambar 2.6 Algoritma pendekatan pasien dengan Hiponatremia(13).

2.4.3 Patofisiologi Hiponatremia dan Hipoalbuminemia

Patofisiologi Hiponatremia dan Hipoalbuminemia dapat dilihat sebagai berikut

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 34
Gambar 2.7 Patofisiologi terjadinya Hiponatremia(12).

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 35
Gambar 2.8 Patofisiologi Hipoalbuminemia

2.4.2 Tatalaksana Hiponatremia

Tatalaksana pada pasien dengan Hiponatremia adalah dengan mencari sebab terjadinya
hiponatremia dengan :

- Anamnesis

- Pemeriksaan fisik yang terkait

- Pemeriksaan gula darah, lipid darah

- Pemeriksaan osmolalitas darah

- Pemeriksaan osmolalitas urine

- Pemeriksaan Natrium, kalium dan klorida

Setelah mencari sebab dari hiponatremia, pengobatan diperlukan terkait kondisi


hiponatremia :

- bila pada hiponatermia akut, koreksi natrium cepat dengan natrium hipertonik intravena. Kadar
natrium dinaikan 5 meq/l 1 jam pertama lalu 1 meq/L untuk setiap 1 jam sampai kadar natrium

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 36
130 meq/L dengan menggunakan rumus 0,5 x BB x delta na (selisih natrium yg diinginkan
dengan natrium awal. )

- Pada hiponatremia kronik, pemberian dapat diberikan 0,5 meq/L tiap 1 jam dengan maksimal
20 meq/24 jam. Bila yg dibutuhkan 8 meq/L maka di buat dalam16 jam. Dapat diberikan secara
intravena atau natrium oral. Rumus yang digunakan sama seprti pada penghitungan pada
hiponatremia akut(9). Algoritma tatalaksana pasien dengan hiponatremia dapat dilihat sebagai
berikut :

Pada kondisi hiponatremia berat, pemberian 3% salin 100ml bolus dapat mengurangi
gejala yang timbul pada hiponatremia berat. Koreksi natrium tidak boleh melebihi 6-8 meq/L
dalam 24 jam atau 12-14 meq/L dalam 48 jam. Pada kondisi asimptomatik atau gejala
hiponatremia ringan, terapi dibagikan berdasarkan tipe dari hiponatremia yaitu :

Hipovolemik hiponatremia : pemberian normal salin -> diganti dengan larutan hipotonik seperti
½ Nornal saline.

Euvolemik hiponatremia : restriksi cairan dengan pemberian maksimal setidaknya 500 cc atau
dengan emberian tablet sodium 3x3 gram. Selain itu, pemberian loop diuretic seperti Furosemide
dapat diberikan 2-3 kali dengan sediaan 20-40 mg.

Hipervolemik hiponatremia : restriksi cairan dan pemberian diuretic dan ACE-I dapat
memperbaiki hiponatremia yang terjadi. Pemberian vasopressin V2 reseptor antagonis terbukti
efektif dalam meningkatkan serum natrium namun tidak boleh diberikan pada pasien dengan
sirosis hepatis(13).

2.4.3 Kondisi dan Gejala Hipokalemia

Seseorang dapat dikatakan mengalami kondisi hipokalemia bila kadar kalium dalam
plasma kurang dari 3,5 meq/l. Penyebab dari hipokalemia dapat disebabkan asupan yang
berkurang, pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna, hingga kalium yang
masuk ke dalam sel. Gejala dari hipokalemia meliputi perasaan lemah, kelemahan pada otot,
nyeri otot, restless leg syndrome, hingga dapat menyebabkan rhabdomyolisis dan kelumpuhan
bila tidak ditangani(9).

2.4.4 Tatalaksana Hipokalemia

Indikasi terapi koreksi kalium pada hipokalemia dibagi menjadi :

- Indikasi mutlak : pengobatan digitalis, ketoasidosis diabetikum, kelemahan otot pernapasan,


kadar kalium <2 meq/L

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 37
- Indikasi kuat : insufisiensi koroner/iskemik otot jantung, ensefalopati hepatikum dan obat yang
menyebabkan perpindahan kalium ke intrasel

- Indikasi sedang : kadar K 3-3,5 meq/L

Pemberian dosis oral lebih disarankan dan lebih sering digunakan karena lebih mudah.
Pemberian KCL intravena diberikan dengan kecepatan 10-20 meq/jam KCL dilarutkan sebanyak
20 meq dalam 100 cc Nacl isotonic. Pada aritmia dapat diberikan 40-100 meq/jam sedangkan
bila melalui vena perifer, kecepatan maksimal 60 meq dilarutkan dalam Nacl isotonic 1000 cc(9).

2.5 Sindroma Kardiorenal

2.5.1 Pengertian Sindroma Kardiorenal

Sindrom Kardiorenal (SKR) adalah suatu keadaan terjadinya gangguan fungsi jantung
atau ginjal yang disebabkan oleh gangguan akut atau kronik dari salah satu organ yang akan
menginduksi gangguan akut atau kronik organ yang lainnya. Istilah SKR dipilih untuk
menunjukkan adanya hubungan dua arah antara jantung dan ginjal yang ditemukan pada
berbagai sindrom atau kelainan yang telah dikenal sebelumnya tapi belum didefinisikan secara
baik.(11)

2.5.2 Klasifikasi Sindroma Kardiorenal

Sindroma Kardiorenal dibagi menjadi 5 bagian yaitu :

Sindroma kardiorenal tipe 1: ditandai dengan penurunan fungsi jantung secara cepat yang
menyebabkan gangguan fungsi ginjal akut. Penurunan fungsi jantung dapat berupa edema paru
hipertensi dengan fungsi sistolik ventrikel kiri masih baik, dekompensasi akut dari gagal jantung
kronik, syok kardiogenik dan gagal jantung ventrikel kanan.

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 38
Gambar 2.9 Sindroma Kardiorenal tipe 1

Sindroma Kardiorenal tipe 2 : ditandai dengan adanya kelainann jantung kronik yang
menyebabkan Penyakit ginjal kronik yang progresif. Penurunan fungsi ginjal ini akan
mempengaruhi prognosis penyakit jantung dan memperpanjang masa perawatan pasien(13).

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 39
Gambar 2.10 Sindroma Kardiorenal tipe 2

Sindroma Kardiorenal 3: disebut juga sebagai sindrom kardiorenal akut yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang tiba tiba(gangguan fungsi ginjal akut, iskemia atau
glomerulonefritis). Yang menyebabkan terjadinya disfungsi jantung yang akut (iskemia, aritmia,
gagal jantung).

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 40
Gambar 2.11 Sindrom Kardiorenal tipe 3

Sindrom Kardiorenal tipe 4: sindrom renokardiak kronik yang ditandai dengan suatu kondisi
primer PGK yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi jantung, hipertrofi ventrikel,
disfungsi diastolic dan atau peningkatan resiko kejadian kardiovaskular.

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 41
Gambar 2.12 Sindrom Kardiorenal tipe 4

Sindrom Kardiorenal tipe 5 : ditandai dengan adanya kombinasi disfungsi jantung dan ginjal
yang disebabkan oleh kelainan sistemik akut dan kronik. Beberapa penyakit akut dan kronis
dapat mempengaruhi kedua organ secara bersamaan atau penyakit into menginduksi salah satu
organ, kemudian organ tersebut mempengaruhi organ lain secara timbale balik contoh pada
sepsis, sarkodiosis, amilodosis, diabetes mellitus dan SLE(11).

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 42
Gambar 2.13 Sindrom kardiorenal tipe 5

2.5.4 Biomarker pada ginjal dan jantung terkait Sindrom kardiorenal

Beberapa biomarker yang dapat digunakan untuk deteksi kerusakan pada ginjal dan
jantung terkait kondisi pada sindrom kardiorenal seperti :

Ginjal : SIstatin C, Lipocalin, Sitokin (IL-6, IL-8, IL-18), KIM-1, NAG, A-GST, L-FABP, phi-
GST

Jantung : Troponin,BNP, NT-proBNP, MPO, Procalcitonin(11).

2.5.5 Tatalaksana Sindrom Kardiorenal

Penatalaksanaan pada sindrom kardiorenal dapat dibagi berdasarkan tipe sindrom


kardiorenal sebagai berikut :

1. Sindrom kardiorenal tipe 1:

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 43
Pengobatan gagal jantung harus memperhatikan kemungkinan timbulnya gangguan fungsi ginjal

- Vasodilator dan loop diuretic dipilih pada kasus dekompensasi akut gagal jantung dan SKR tipe
1 dengan memperhatikan kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit, hipovolemia,
atau penurunan fungsi ginjal.

- Dipilih sebagai terapi awal pasien dengan gagal jantung akut bila tidak ada hipotensi.
Vasodilator akan mengurangi pre-load dan afterload.

- Bila didapatkan kongesti dengan penurunan tekanan darah, disarankan untuk menggunakan
agen inotropik (dopamine, dobutamin, milrinone).

- Ultrafiltrasi dipilih pada dekompensasi akut gagal jantung yang resisten terhadap diuretic

- Hati hati pemakaian loop diuretic, ACE-I dan spironolakton yang bisa menginduksi GgGA.

2. Sindrom kardiorenal tipe 2:

- Penatalaksanaan meliputi eliminasi dan mengobati penyebab progresivitas gagal jantung


kongestif.

- ACE-I, ARB dan antagonis aldosteron secara bermakna dapat menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas gagal jantung kongestif.

- Digoksin dan diuretic memperbaiki gejala tapi tidak mempunyai efek terhadap angka
mortalitas.

- Terapi re-sinkronisasi jantung saat ini banyak direkomendasikan untuk pasien gagal jantung
kongestif kelas III dan IV (NYHA) dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang rendah dan QRS
yang memanjang.

- Pasien gagal jantung kongestif yang disertai gangguan fungsi ginjal umumnya hipervolemik,
sehingga dibutuhkan terapi diuretic yang intensif (lebih disarankan dengan pemakaian loop
diuretic)

- Pemakaian ACE-I dan ARB dapat memperburuk ginjal dan menyebabkan hiperkalemia
sehingga membutuhkan evaluasi ketat.

- Pada kasus refrakter dibutuhkan terapi pengganti ginjal.

3. Sindrom Kardiorenal tipe 3:

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 44
- Penurunan fungsi ginjal bisa terjadi setelah dilakukan pemeriksaan radiologi yang
menggunakan kontras atau setelah operasi jantung sehingga pada keadaan ini diperlukan
pencegahan.

- Untuk mencegah nefropati kontras, pemberian cairan isotonic memiliki hasil yang baik,
sedakan pemakaian asetilsistein belum memberikan hasil yang konsisten.

- Bila sudah timbul SKR tipe 3, pemakaian diuretic dan ACE-I untuk pengobatan fungsi jantung
dapat memperburuk fungsi ginjal sehingga membutuhkan pengawasan ketat.

- Bila terjadi GgGA yang berat yang memerlukan terapi pengganti, harus dipilih jenis pengganti
terapi yang dapat menghindari perubahan cepat cairan dan elektrolit yang dapat memicu
hipotensi, aritmia dan iskemia miokard

4. Sindrom Kardiorenal tipe 4:

- Etiologi terjadinya gagal jantung pada PGK multifaktorial

- Fokus pada PGK adalah untuk memperlambat atau bila mungkin mencegah progresivitas PGK
dengan mengobati kondisi penyebab seperti pada hipertensi, dm, dislipidemia, diet, pencegahan
hiperkalemia, kontrol keseimbangan kalsium fosfat, dan kontrol asidosis metabolic

- Terapi Pengganti ginjal diperlukan untuk pasien yang mengalami progresivitas hinggamencapai
PGK tahap 5

5. Sindrom kardiorenal tipe 5:

- Pencegahan ditujukan terutama pada faktor sistemik.

- Pada sepsis diberikan antibiotic yang adekuat, bila timbul syok sepsis diberikan obat obatan
golongan vasoaktif(11).

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 45
BAB 3

KESIMPULAN

Pendekatan Pasien terhadap penyakit baik pada kasus Gagal jantung yang disertai dengan
komorbid penyakit lain seperti pada CKD, hipertensi, diabetes mellitus maupun gangguan
elektrolit lain merupakan kondisi yang saling berpengaruh satu sama lain. Ketelitian diagnosis
terhadap penyakit baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diperlukan
terkait dengan klasifikasi, jenis dan tipe dari penyakit yang diderita pasien.
Terkait dengan diagnosis, tindakan penanganan terhadap pasien dengan kondisi penyakit
penyerta perlu pelaksaanaan dengan teliti dan benar. Dimulai dari pemberian nutrisi gizi yang
diperlukan, pembatasan asupan makanan yang diperlukan sesuai kondisi penyakit penyerta yang
ada, tatalaksana terapi farmakologis terkait penyakit yang diderita, rekomendasi terapi yang
seharusnya diberikan pada pasien hingga terapi yang tidak disarankan atau mungkin dapat
menjadi pilihan bila terapi lainnya tidak menunjukan perbaikan. Selain itu, terapi pencegahan
terkait penyakit yang akan datang, penjelasan komplikasi penyakit yang dapat timbul akibat
penyakit yang diderita hingga pembatasan cairan yang diperlukan. Semua terapi farmakologi dan
nonfarmakologi yang dilakukan semata untuk memperlambat progresifitas penyakit hingga
mencegah terjadinya perburukan terhadap kondisi penyakit yang dialami oleh pasien.

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 46
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-35.
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1136-54.
3. McDonagh AT, Metra M, Adamo M, Gardner SR, Baumbach A, Bohm Michael, et al. 2021
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. European
Heart Journal. 2021;(00):1-50.
4. Ponikowski P, et al. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure. European Heart Journal. 2016;(37):2129-2200
5. Effectlacha, M., dan Owusu, S. I. O. Heart Failure: Cause and Nursing Management Literature
Review, Bachelor’s Thesis, School of Health Care and Social Work.2015.
6. Inamdar, A. A., dan Inamdar A. C. Heart Failure : Diagnosis, Management and Utilization.
Journal of Clinical Medicine. 2016; 5(62):1-28
7. Kurmani, A., dan Squire, I. “Acute Heart Failur : Definition, Classification and
Epidemiology”. CrossMark, 2017;(14): 385-392.
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:2245-49.
9. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:2159-65.
10. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:2315-27.
11. . Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
II. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:2184-91.
12. Calgary guide. 2019. Hyponatremia Physiology. Available from calgaryguide.org.
13.The Hospitalist. 2014. How should Hyponatremia be Evaluated and Managed?. Available
from : https://www.the-hospitalist.org/hospitalist/article/126121/how-should-hyponatremia-be-
evaluated-and-managed [Diakses 10 September 2021]

Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 47

Anda mungkin juga menyukai