Pembimbing:
dr. Rosa Syafitri Sp.JP
dr. Heru Agusman
Disusun Oleh:
dr. Kelvin Pangestu
PROGRAM INTERNSIP
RUMAH SAKIT UMUM ADHYAKSA
PERIODE 13 JULI s/d 12 OKTOBER 2021
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 1
LEMBAR PENGESAHAN
Mini Project
Disusun oleh :
dr. Kelvin Pangestu
Sebagai salah satu syarat dokumentasi untuk program internsip Periode 13 Juli 2021 – 12 April
2021
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkanNya,
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Mini Project.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. dr. Rosa Syafitri, Sp. JP
2. dr. Heru Agusman
Yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama Internsip di RSU
Adhyaksa pada periode 13 Juli 2021 – 12 Oktober 2021
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga laporan Mini Project
ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Penulis
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 3
DAFTAR ISI
COVER 1
LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I SAJIAN KASUS 5
BAB II LANDASAN TEORI………………………………..…………………………………19
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………………… 37
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….. 38
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 4
BAB 2
LAPORAN KASUS
1.1 Anamnesa
Dilakukan autoanamnesa kepada pasien pada tanggal 12 Agustus 2021 di IGD RSU Adhyaksa
pada pukul 23.30
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 5
Selain bengkak,pasien juga merasakan adanya bengkak pada kaki kanan, kaki kiri, betis
kanan, betis kiri, paha kanan, paha kiri dan di daerah perut terjadi sejak 2 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, pasien juga mengakui adanya bengkak pada daerah
skrotum. Pasien diketahui pernah didiagnosis oleh dokter sebelumnya bahwa adanya hidrokel di
daerah skrotum. Pasien lupa terkait berapa lama sudah terjadi pembengkakan di daerah skrotum
tersebut. Pasien mengaku dengan adanya bengkak yang terjadi di daerah betis, paha, kaki,
skrotum hingga perut, berat badan pasien meningkat drastis sebanyak 14 kg selama 2 minggu
terakhir. Sebelumnya pasien mengakui bahwa berat badan pasien tidak sebesar yang sekarang.
pasien melakukan pengukuran berat badan menunjukan kenaikan sebesar 7 kg setiap minggunya.
Riwayat pernah terjadinya demam, mual, muntah, keringat dingin, batuk, nyeri pada
bagian dada yang menjalar, mata kuning, disangkal oleh pasien. Riwayat pernah terjadinya nyeri
tenggorokan, diare akut, kehilangan penciuman, kehilangan perasa hingga pilek juga disangkal
oleh pasien. Selain itu, riwayat pernah dilakukan operasi pemasangan alat pacu jantung
(pacemaker), pernah dilakukan tindakan pemasangan stent juga disangkal oleh pasien. Pasien
mengakui bahwa riwayat buang air kecil dan buang air besar tidak menunjukan masalah bagi
pasien. Pasien juga mengakui bahwa nafsu makan pasien masih baik. Pasien memiliki riwayat
obat-obatan yang dikonsumsi seperti Metformin, furosemide, dan bisoprolol yang di minum rutin
oleh pasien. Pasien mengakui adanya beberapa obat obatan lain yg dikonsumsi namun pasien
tidak mengingat obat obatan lainnya yang dikonsumsi selain dari obat obatan yang disebutkan.
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 6
1.2 Pemeriksaan Fisik
Tanggal pemeriksaan : 13/08/2021 jam 00.30
- Keadaan Umum : GCS E4V5M6, compos mentis
- Keadaan Utama : tampak sakit sedang
- Tanda Vital
• Tekanan darah : 136/80 mmHg
• Frekuensi nadi : 76x/menit
• Frekuensi napas : 25x/menit
• Suhu Tubuh : 36,7 C
• Saturasi Oksigen : 99 persen dengan room air -> 94 persen -> 98 persen
dengan nasal kanul 3 lpm
- Antropometri
• Berat badan : 94 kg
• Tinggi badan : 165 cm
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 8
dan ketiak
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 10
ratio DIastolik
KPPS <10mm PW 18 7-11 mm
Sistolik
MVA >3cm2 PW Frac 23,2 >30%
T
E/A 3,42
Penemuan :
Katup katup:
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 11
Kardiomegali (CTR >55%)
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 12
Interpretasi : RBBB
1.6 Resume
Telah diperiksa pasien atas nama Tn K Berusia 45 Tahun dengan keluhan Pasien
mulai merasakan sesak sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. sesak yang terpicu dengan
aktivitas ringan seperti saat berjalan ke rumah, berpergian ke rumah tetangga hingga saat naik
motor sekarang sesak dengan beristirahat. Sesak yang muncul biasanya dapat terjadi baik pagi,
siang maupun pada malam hari tidak bergantung pada waktu.
pasien merasakan bengkak (+) pada kaki kanan, kaki kiri, betis kanan, betis kiri, paha
kanan, paha kiri dan di daerah perut terjadi sejak 2 minggu yang lalu dan bengkak pada skrotum
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 13
skrotum. Pasien diketahui pernah didiagnosis oleh dokter sebelumnya bahwa adanya hidrokel di
daerah skrotum. berat badan pasien meningkat drastis sebanyak 14 kg selama 2 minggu terakhir.
Riwayat pernah terjadinya demam (-), mual (-), muntah(-), keringat dingin(-), batuk(-),
nyeri pada bagian dada yang menjalar(-), mata kuning(-),nyeri tenggorokan (-), diare akut(-),
kehilangan penciuman(-), kehilangan perasa (-), pilek(-), riwayat pernah dilakukan operasi
pemasangan alat pacu jantung (pacemaker)(-) , pernah dilakukan tindakan pemasangan stent
(-).riwayat buang air kecil dan buang air besar baik. nafsu makan pasien masih baik. Pasien
memiliki riwayat obat-obatan yang dikonsumsi seperti Metformin, furosemide, dan bisoprolol
yang di minum rutin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi napas takipneu sebanyak
25x/menit, berat badan 94 kg dan tinggi badan 165 cm. , saturasi 94 persen dengan room air dan
perbaikan dengan menggunakan nasa kanul 3 lpm dengan saturasi 98 persen. Pada Pemeriksaan
leher didapatkan peningkatan JVP. Pada pemeriksaan paru terdapat ronkhi (+/+) dan wheezing
(+/+), Pada pemeriksaan jantung didapatkan adanya suara s3 gallop (+) dan bunyi suara jantung
1 dan 2 terdengar itregular. Pada pemeriksaan abdomen tampak abdomen membuncit, undulasi
(+). Pada pemeriksaan skrotum didapatkan skrotum tampak membesar tampak seperti cairan
dengan tes transluminasi (+). Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan edema (+) pada kaki
kanan dan kiri, paha kanan dan kiri, betis kanan dan kiri , perut serta skrotum.
Berdasarkan hasil pemeriksaan lab menunjukan penungkatan ureum dengan jumlah total
82 mg/dl, kreatinin dengan hasil 3,03 mg/dl, penurunan jumlah natrium dengan hasil 126
mmol/l, penurunan kadar hemoglobin dengan hasil 12,6 g/dl, penurunan jumlah trombosit
dengan hasil 146.000, penurunan jumlah albumin dengan hasil 3,3 g/dl, peningkatan kadar Gula
Darah Sewaktu dengan hasil 186 mg/dl, peningkatan kadar CRP dengan hasil 15, penurunan
MCHC dengan hasil 30g/dl dan meningkatan jumlah eosinofil dengan hasil 5%.
Berdasarkan hasil pemeriksaan echocardiography menunjukan dilatasi semua ruang
jantung (eccentric LVH) , penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri dengan abnormalitas gerakan
dinding dada regional, disfungsi diastolik grade III, regurgitasi mitral ringan, probabilitas PH
tinggi, dan kontraktilitas Ventrikel kanan yang menurun.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Rontgen Thorax, didapatkan Kerdiomegali dengan CTR
>55%, tampak perbesaran ventrikel kanan, atrium kanan dan ventrikel kiri, dan peningkatan
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 14
corakan bronkovaskular. Berdasarkan hasil pemeriksaan EKG, didapatkan RBBB dan Hipertrofi
ventrikel kanan.
1.7 Diagnosis
• Diagnosis kerja
Acute Decompensated Heart Failure
Diagnosis Tambahan
Hypertensive Heart Disease
Chronic Kidney Disease
Diabetes Mellitus tipe II
Gangguan Keseimbangan Elektrolit (Hiponatremia)
Hipoalbumin
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 15
1.9.2 Rencana Terapi Non Farmakologis
Edukasi tentang restriksi pemberian garam 2-3 gram/hari
Edukasi tentang restriksi pemberian cairan
Edukasi tentang pembatasan aktivitas, olahraga dan istirahat yang cukup
1.10 Prognosis
Ad vitam : Dubia Ad Bonam
Ad functional : Dubia Ad Bonam
Ad sanationam : Dubia Ad Bonam
Hari 1 :
Pasien merasakan masih bengkak pada daerah kaki, betis, paha, skrotum, dan perut
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 16
pasien tampak sakit sedang, kesadaran CM,
Nadi : 76x/menit
Suhu : 36,7 C
Pernapasan : 25
Input : 300
Urine : 800
Balance : -852,5
Hari ke 2
Pasien masih merasakan bengkak pada daerah kaki, betis, paha, skrotum dan perut
Nadi : 70x/menit
Suhu : 36,6 C
Pernapasan : 22x/menit
Input : 670
urine 1500
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 17
Balans 1182,5
Hari ke 3
Nadi : 74x/menit
Suhu : 36,1 C
Pernapasan : 22x/menit
Input : 853
urine 4550
Balans -5107
Hari ke 4 :
Nadi : 72x/menit
Suhu : 36,7 C
Pernapasan : 23x/menit
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 18
Balans cairan 24 jam
Input : 553
Urine 3300
Balans -4157
Hari ke 5:
Pasien mengatakan sudah jauh berkurang baik pada kaki, betis, perut dan paha namun masih
sedikit keras, sesak jauh berkurang
Nadi : 70x/menit
Suhu : 36,7 C
Pernapasan : 20x/menit
Urine : 4300
Input : 506
Balans : -5234
Hari ke 6
Pasien sudah boleh dinyatakan pulang dengan kontrol kembali 1 minggu kemudian
Sekarang pasien menyatakan sesak sudah minimal, keluhan bengkak sudah jauh berkurang.
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 19
Tekanan darah : 112/70 mmHg
Nadi : 71x/menit
Suhu : 36,6 C
Pernapasan : 21x/menit
Input : 443
Urine : 3800
Balans : -4297
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.1 Pengertian
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 20
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang ditandai oleh
sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur
atau fungs jantung. Terdapat beberapa istilah dalam gagal jantung yakni :
Gagal jantung sistolik : ketidakmampuan kontraksi jantung memompa hingga curah jantung
menurun dan menyebabkan kelemahan, fatigue, menurunnya kemampuan aktivitas fisik dan
gejala hipoperfusi lainnya
Gagal jantung Diastolik : gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung
diastolic didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi >50% .
Low Output HF : gagal yantung yang disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi kelainan
katub dan perikard.
High Output HF : gagal jantung yang ditemukan pada kondisi penurunan resistensi vascular
sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri beri, dan paget.
Gagal Jantung akut : gagal jantung dikarenakan robekan daun katub secara tiba tiba akibat
endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung secara tiba tiba menyebabkan
penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Gagal jantung Kronis : Gagal jantung yangdisebkan karena kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan. Kongesti perifer sangat mencolok dan tekanan darah
umunya terpelihara dengan baik.
Gagal Jantung kiri : Gagal jantung yang terjadi akibat kelemahan ventrikel yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan vena pulmonalis dan paru sehingga menyebabkan sesak
napas dan ortopnea
Gagal Jantung kanan : Gagal jantung yang terjadi akibat kelemahan ventrikel kanan seperti pada
hipertensi pulmoner primer/sekunder, tromboemboli paru kronik yang menyebabkan kongesti
vena sistemik dan mengakibatkan edema perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis(1).
2.1.2 Klasifikasi
Terdapat klasifikasi criteria gagal jantung berdasarkan klasifikasi fraksi ejeksi, gejala
klinis dan adanya bukti kelainan structural dari jantung yakni sebagai berikut.
Tipe Gagal Jantung Gagal jantung Gagal Jantung Gagal jantung dengan
penurunan ejeksi penurunan sedikit fraksi ejeksi di
fraksi fraksi ejeksi pertahankan
1 Tanda dan gejala Tanda dan gejala Tanda dan gejala
2 LVEF <=40 LVEF 41-49 LVEF>=50
3 - - Adanya bukti kelainan
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 21
structural jantung atau
fungsional
abnormalitas dengan
adanya disfungsi LV
diastolic / peningkatan
LV pengisian
tekaanan termasuk
peningkatan
natriuretik peptide
2.1.3 Etiologi
Beberapa etiologi atau penyebab dari terjadinya gagal jantung tidak hanya terjadi murni
pada jantung saja. Melainkan dapat dilihat dari aspek selain pada jantung seperti Hipertensi,
gangguan katub, gangguan jantung congenital, ineksi, obat pencetus, penyakit infiltrative,
gangguan pericardial, endomyokardial, penyakit metabolic hingga penyakit neuromuscular.
Semua faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung pada kondisi tertentu(3,4).
2.1.4 Patogenesis
Gagal jantung didasari oleh suatu beban/penyakit miokard yang mengakibatkan remodeling
structural, lalu diperberat oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom
klinis yang disebut dengan gagal jantung. Remodelling structural ini dipicu dan diperberat oleh
berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relative normal. (gagal
jantung asimptomatik).
Sindrom gagal jantung yang simptomatis akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti
infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid, dan kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi
atau konsumsi gaam berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, virus, demam reumatik,
endokarditis infektif. Gagal jantung simptomatik juga akan tampak bila terjadi kerusakan
miokard akibat progresivitas penyakit yang mendasarinya(1).
2.1.4 Diagnosis
Kriteria mayor :
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 22
- Distensi Vena leher
- Ronki Paru
- Kardiomegali
- Gallop s3
- Refluks Hepatojugular.
Krtieria minor :
- Edema Ekstremitas
- Dyspneu d effort
- Hepatomegali
- Efusi Pleura
- Takikardi >120x/menit
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal bila memenuhi 1 kriteria mayor dan 2 kriteri minor.
(1)
Algoritma untuk diagnosis gagal jantung dapat dilihat sebagai berikut.
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 23
Gambar 2.1 algoritma diagnostic Gagal Jantung(3,4).
Selain itu, selain pada kondisi gagal jantung kronik, diagnosis gagal jantung akut juga
perlu untuk dikaji dan di telurusi untuk kondisi yang mengarahkan kea rah gagal jantung akut.
Berikut berupakan algoritma diagnosis untuk gagal jantung akut.
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 24
Gambar 2.2 diagnostik pemeriksaan pada kondisi gagal jantung onset baru(3,4).
- EKG : LVH, qrs kompleks memanjang, AF, Q wave yang dapat mengarahkan ke diagnosis
gagal jantung hingga terapi yang akan diberikan
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 25
- Natriuretic peptide : umumnya kadar konsentrasi BNP <35 pg/ml dan N-terminal proB-type
NNatriuretic Peptide < 125 pg/ml atau Mid regional pro atrial natriuretic peptide <40 pg/ml
- echocardiography untuk menentukan LVEF eksentrik atau konsentrik LVH, fungsi RV,
pulmonary hipertensi, valvular, marker fungsi diastolic.
- Rontgen thorax untuk investigasi penyebab sesak yang lainnya (pulmonary edema) atau bukti
gagal jantung lainnya (kardiomegali, kongesti pulmoner)(3,4).
2.1.6 Tatalaksana
Beberapa terapi yang direkomendasikan untuk pasien dengan gagal jantung dengan
menurunnya fraksi ejeksi seperti ACE-I/ARB/ARNI, beta blocker, MRA, SGLT-2 inhibitor,
Diuretik. Beberapa obat obatan lain seperti Ivabradine, Vericiguat, ISDN, Hidralazine dan
Digoxin memiliki tingkat rekomendasi yang hanya digunakan hanya pada kondisi penyakit
penyerta yang terjadi pada pasien atau kondisi tertentu pada pasien. Berikut merupakan dosis
pemberian terapi yang dapat diberikan sesuai kondisi pasien dengan gagal jantung dengan
menurunnya fraksi ejeksi dan algoritma tatalaksana pasien gagal jantung dengan menurunnya
fraksi ejeksi.
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 26
Gambar 2.3 Terapi Pada Gagal jantung
Gambar 2.4 Tatalaksana Manajemen pasien pada gagal jantung dengan menurunnya
fraksi ejeksi
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 27
2.1.6.2 Tatalaksana gagal jantung dengan sedikit menurunnya fraksi ejeksi
Pada kondisi pasien gagal jantung dengan sedikit menurunnya fraksi ejeksi, terapi
rekomendasi kelas I yang disarankan adalah dengan pemberian diuretic. Beberapa terapi lainnya
seperti ACE-I/ARB/ARNI, Beta blocker , MRA, mungkin dapat dipikirkan untuk di gunakan
pada kondisi gagal jantung dengan menurunnya fraksi ejeksi. Beberapa terapi obat lain seperti
Ivabradine dan Digoxin tidak menunjukan data yang cukup untuk dipakai sebagai rekomendasi
meskipun Digoxin dapat mengurangi hospitalisasi pada pasien dengan gagal jantung(3,4).
Pada kondisi pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang dipertahankan, skrining dan
terapi sesuai dengan etiologi penyebab penyakit direkomendasikan dengan kondisi tersebut.
Selain itu, pemberian obat obatan seperti diuretic untuk mengurangi kongesti, antihipertensi
seperti ACE-I, ARB dan ARNI, statin, dan SGLT 2 inhibitors untuk mencegah dan
memperlambat onset gagal jantung serta pencegahan perawatan RS karena gagal jantung. Selain
itu, konseling diperlukan terkait perubahan gaya hidup, alcohol, pengurangan berat badan hingga
merokok yang dapat memperlanbat onset gagal jantung hingga mencegah terjadinya gagal
jantung(3,4).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 28
2.1.6.4 Algoritma tatalaksana gagal jantung dekompensasi
Algoritma tatalaksana gagal jantung dekompensasi dapat dilihat dari tabel berikut
Gambar 2.5 Alur Tatalaksana pasien dengan gagal jantung dekompensasi akut(3,4).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 29
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Sedangkan uremia adalah sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua orga akibat
adanya penurunan fungsi ginjal yang terjadi pada penyakit ginjal kronik(8).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 30
penurunan fungsi nefron yang bersifat progresif walaupun tidak aktifnya penyakit yang
mendasari. Adanya peningkatan aksis rennin angiotensin aldosteron intrarenal memberikan
pengaruh terhadap hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas penyakit ginjal kronik. Aktivasi
jangka panjang rennin angiotensin aldosteron diperantarai oleh TGF B. Beberapa faktor lainnya
seperti hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia berperan dalam progresifitas penyakit ginjal
kronik. Terdapat variabilitas interindividual terhadap terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerular
maupun tubuloinfundibular.
Pada stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal pada keadaan basal LFG normal
atau meningkat. Lalu akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progressif yang ditandai dengan
peningkatan kadar ureum kreatinin. Sampai LFG 60%, umumnya pasien akan asimptomatik
sampai pada kondisi LFG 30% akan terjadi keluhan seperti lemah, nokturia, mual, nafsu makan
menurun, penurunan berat badan. Gejala uremia yang terjadi seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolism kalsium dan fosfor, pruritus, mual dan muntah. Kejadian
terjadinya ISK, infeksi saluran cerna hingga infeksi saluran napas akan lebih rentan terjadi pada
kondisi tersebut. Selain itu, gangguan keseimbangan cairan baik hipo atau hipervolemia,
gangguan elektrolit juga sering terjadi. Pada LFG di bawah 15 diperlukan dialysis atau
transplantasi ginjal yang merupakan stadium terakhir yang dikenal dengan stadium gagal
ginjal(8).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 31
Pemeriksaan laboratorium dan radiologi ditujukan bergantung pada etiologi penyakit
yang mendasari pasien. Begitu pula dengan pemeriksaan biopsy dan histopatologi ginjal yang
diperlukan bila kondisi ginjal masih kondisi mendekati normal. Pemeriksaan biopsy dan
histopatologi ginjal tidak dilakuakan pada kondisi atrofi , polikistik ginjal, gagap napas, obesitas
dan gangguan pembekuan darah(8).
Seseorang dapat terjadi Hiponatremia bila jumlah asupan air melebihi kemampuan
eksresi yang dikeluarkan, ketidakmampuan menekan sekresi ADH contoh pada gagal jantung,
kehilangan cairan melalui saluran cerna, sirosis hati hingga SIADH (syndrome of inappropriate
ADH secretion). Oleh karena itu, Hiponatremia dapat dikelompokan menjadi sebagai berikut :
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 32
- Hiponatremia dengan osmolalitas plasma rendah serta ADH meningkat : terjadi gangguan
pemekatan di nefron sehingga osmolaltas urin meningkat lebih dari 100 mosm/kg H2O. Lebih
sering terjadi pada kondisi muntah, diare, perdarahan, jumlah urin meningkat, gagal jantung,
insufisiensi renal, hipotiroidisme.
- Hiponatremia dengan osmolalitas plasma rendah serta ADH tertekan fisiologis : tidak ada
gangguan pemekaran di nefron sehngga osmolalitas urin rendah kurag dari 100 mosm/kg H2O.
Lebih sering terjadi pada polidipsia primer dan gagal ginjal
- Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi: sering terjadi pada pemberian
manitol, hiperglikemia, pemberian cairan isoosmotik, pada keadaan hiperproteinemia dan
hiperlipidemia.
Pada hiponatremia osmolalitas plasma rendah serta ADH meningkat, dapat dibagi
kembali menjadi 2 yaitu :
- volume sirkulasi efektif menurun: gagal jantung, muntah akut, hiperaldosterion, diare, muntah
lama, sirosis hati, hipoalbuminemia
- volume sirkulasi ekeftif tidak turun : SIADH, insufisiensi adrenal dan hipotiroidisme.
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 33
Gambar 2.6 Algoritma pendekatan pasien dengan Hiponatremia(13).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 34
Gambar 2.7 Patofisiologi terjadinya Hiponatremia(12).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 35
Gambar 2.8 Patofisiologi Hipoalbuminemia
Tatalaksana pada pasien dengan Hiponatremia adalah dengan mencari sebab terjadinya
hiponatremia dengan :
- Anamnesis
- bila pada hiponatermia akut, koreksi natrium cepat dengan natrium hipertonik intravena. Kadar
natrium dinaikan 5 meq/l 1 jam pertama lalu 1 meq/L untuk setiap 1 jam sampai kadar natrium
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 36
130 meq/L dengan menggunakan rumus 0,5 x BB x delta na (selisih natrium yg diinginkan
dengan natrium awal. )
- Pada hiponatremia kronik, pemberian dapat diberikan 0,5 meq/L tiap 1 jam dengan maksimal
20 meq/24 jam. Bila yg dibutuhkan 8 meq/L maka di buat dalam16 jam. Dapat diberikan secara
intravena atau natrium oral. Rumus yang digunakan sama seprti pada penghitungan pada
hiponatremia akut(9). Algoritma tatalaksana pasien dengan hiponatremia dapat dilihat sebagai
berikut :
Pada kondisi hiponatremia berat, pemberian 3% salin 100ml bolus dapat mengurangi
gejala yang timbul pada hiponatremia berat. Koreksi natrium tidak boleh melebihi 6-8 meq/L
dalam 24 jam atau 12-14 meq/L dalam 48 jam. Pada kondisi asimptomatik atau gejala
hiponatremia ringan, terapi dibagikan berdasarkan tipe dari hiponatremia yaitu :
Hipovolemik hiponatremia : pemberian normal salin -> diganti dengan larutan hipotonik seperti
½ Nornal saline.
Euvolemik hiponatremia : restriksi cairan dengan pemberian maksimal setidaknya 500 cc atau
dengan emberian tablet sodium 3x3 gram. Selain itu, pemberian loop diuretic seperti Furosemide
dapat diberikan 2-3 kali dengan sediaan 20-40 mg.
Hipervolemik hiponatremia : restriksi cairan dan pemberian diuretic dan ACE-I dapat
memperbaiki hiponatremia yang terjadi. Pemberian vasopressin V2 reseptor antagonis terbukti
efektif dalam meningkatkan serum natrium namun tidak boleh diberikan pada pasien dengan
sirosis hepatis(13).
Seseorang dapat dikatakan mengalami kondisi hipokalemia bila kadar kalium dalam
plasma kurang dari 3,5 meq/l. Penyebab dari hipokalemia dapat disebabkan asupan yang
berkurang, pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna, hingga kalium yang
masuk ke dalam sel. Gejala dari hipokalemia meliputi perasaan lemah, kelemahan pada otot,
nyeri otot, restless leg syndrome, hingga dapat menyebabkan rhabdomyolisis dan kelumpuhan
bila tidak ditangani(9).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 37
- Indikasi kuat : insufisiensi koroner/iskemik otot jantung, ensefalopati hepatikum dan obat yang
menyebabkan perpindahan kalium ke intrasel
Pemberian dosis oral lebih disarankan dan lebih sering digunakan karena lebih mudah.
Pemberian KCL intravena diberikan dengan kecepatan 10-20 meq/jam KCL dilarutkan sebanyak
20 meq dalam 100 cc Nacl isotonic. Pada aritmia dapat diberikan 40-100 meq/jam sedangkan
bila melalui vena perifer, kecepatan maksimal 60 meq dilarutkan dalam Nacl isotonic 1000 cc(9).
Sindrom Kardiorenal (SKR) adalah suatu keadaan terjadinya gangguan fungsi jantung
atau ginjal yang disebabkan oleh gangguan akut atau kronik dari salah satu organ yang akan
menginduksi gangguan akut atau kronik organ yang lainnya. Istilah SKR dipilih untuk
menunjukkan adanya hubungan dua arah antara jantung dan ginjal yang ditemukan pada
berbagai sindrom atau kelainan yang telah dikenal sebelumnya tapi belum didefinisikan secara
baik.(11)
Sindroma kardiorenal tipe 1: ditandai dengan penurunan fungsi jantung secara cepat yang
menyebabkan gangguan fungsi ginjal akut. Penurunan fungsi jantung dapat berupa edema paru
hipertensi dengan fungsi sistolik ventrikel kiri masih baik, dekompensasi akut dari gagal jantung
kronik, syok kardiogenik dan gagal jantung ventrikel kanan.
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 38
Gambar 2.9 Sindroma Kardiorenal tipe 1
Sindroma Kardiorenal tipe 2 : ditandai dengan adanya kelainann jantung kronik yang
menyebabkan Penyakit ginjal kronik yang progresif. Penurunan fungsi ginjal ini akan
mempengaruhi prognosis penyakit jantung dan memperpanjang masa perawatan pasien(13).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 39
Gambar 2.10 Sindroma Kardiorenal tipe 2
Sindroma Kardiorenal 3: disebut juga sebagai sindrom kardiorenal akut yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang tiba tiba(gangguan fungsi ginjal akut, iskemia atau
glomerulonefritis). Yang menyebabkan terjadinya disfungsi jantung yang akut (iskemia, aritmia,
gagal jantung).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 40
Gambar 2.11 Sindrom Kardiorenal tipe 3
Sindrom Kardiorenal tipe 4: sindrom renokardiak kronik yang ditandai dengan suatu kondisi
primer PGK yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi jantung, hipertrofi ventrikel,
disfungsi diastolic dan atau peningkatan resiko kejadian kardiovaskular.
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 41
Gambar 2.12 Sindrom Kardiorenal tipe 4
Sindrom Kardiorenal tipe 5 : ditandai dengan adanya kombinasi disfungsi jantung dan ginjal
yang disebabkan oleh kelainan sistemik akut dan kronik. Beberapa penyakit akut dan kronis
dapat mempengaruhi kedua organ secara bersamaan atau penyakit into menginduksi salah satu
organ, kemudian organ tersebut mempengaruhi organ lain secara timbale balik contoh pada
sepsis, sarkodiosis, amilodosis, diabetes mellitus dan SLE(11).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 42
Gambar 2.13 Sindrom kardiorenal tipe 5
Beberapa biomarker yang dapat digunakan untuk deteksi kerusakan pada ginjal dan
jantung terkait kondisi pada sindrom kardiorenal seperti :
Ginjal : SIstatin C, Lipocalin, Sitokin (IL-6, IL-8, IL-18), KIM-1, NAG, A-GST, L-FABP, phi-
GST
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 43
Pengobatan gagal jantung harus memperhatikan kemungkinan timbulnya gangguan fungsi ginjal
- Vasodilator dan loop diuretic dipilih pada kasus dekompensasi akut gagal jantung dan SKR tipe
1 dengan memperhatikan kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit, hipovolemia,
atau penurunan fungsi ginjal.
- Dipilih sebagai terapi awal pasien dengan gagal jantung akut bila tidak ada hipotensi.
Vasodilator akan mengurangi pre-load dan afterload.
- Bila didapatkan kongesti dengan penurunan tekanan darah, disarankan untuk menggunakan
agen inotropik (dopamine, dobutamin, milrinone).
- Ultrafiltrasi dipilih pada dekompensasi akut gagal jantung yang resisten terhadap diuretic
- Hati hati pemakaian loop diuretic, ACE-I dan spironolakton yang bisa menginduksi GgGA.
- ACE-I, ARB dan antagonis aldosteron secara bermakna dapat menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas gagal jantung kongestif.
- Digoksin dan diuretic memperbaiki gejala tapi tidak mempunyai efek terhadap angka
mortalitas.
- Terapi re-sinkronisasi jantung saat ini banyak direkomendasikan untuk pasien gagal jantung
kongestif kelas III dan IV (NYHA) dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang rendah dan QRS
yang memanjang.
- Pasien gagal jantung kongestif yang disertai gangguan fungsi ginjal umumnya hipervolemik,
sehingga dibutuhkan terapi diuretic yang intensif (lebih disarankan dengan pemakaian loop
diuretic)
- Pemakaian ACE-I dan ARB dapat memperburuk ginjal dan menyebabkan hiperkalemia
sehingga membutuhkan evaluasi ketat.
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 44
- Penurunan fungsi ginjal bisa terjadi setelah dilakukan pemeriksaan radiologi yang
menggunakan kontras atau setelah operasi jantung sehingga pada keadaan ini diperlukan
pencegahan.
- Untuk mencegah nefropati kontras, pemberian cairan isotonic memiliki hasil yang baik,
sedakan pemakaian asetilsistein belum memberikan hasil yang konsisten.
- Bila sudah timbul SKR tipe 3, pemakaian diuretic dan ACE-I untuk pengobatan fungsi jantung
dapat memperburuk fungsi ginjal sehingga membutuhkan pengawasan ketat.
- Bila terjadi GgGA yang berat yang memerlukan terapi pengganti, harus dipilih jenis pengganti
terapi yang dapat menghindari perubahan cepat cairan dan elektrolit yang dapat memicu
hipotensi, aritmia dan iskemia miokard
- Fokus pada PGK adalah untuk memperlambat atau bila mungkin mencegah progresivitas PGK
dengan mengobati kondisi penyebab seperti pada hipertensi, dm, dislipidemia, diet, pencegahan
hiperkalemia, kontrol keseimbangan kalsium fosfat, dan kontrol asidosis metabolic
- Terapi Pengganti ginjal diperlukan untuk pasien yang mengalami progresivitas hinggamencapai
PGK tahap 5
- Pada sepsis diberikan antibiotic yang adekuat, bila timbul syok sepsis diberikan obat obatan
golongan vasoaktif(11).
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 45
BAB 3
KESIMPULAN
Pendekatan Pasien terhadap penyakit baik pada kasus Gagal jantung yang disertai dengan
komorbid penyakit lain seperti pada CKD, hipertensi, diabetes mellitus maupun gangguan
elektrolit lain merupakan kondisi yang saling berpengaruh satu sama lain. Ketelitian diagnosis
terhadap penyakit baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diperlukan
terkait dengan klasifikasi, jenis dan tipe dari penyakit yang diderita pasien.
Terkait dengan diagnosis, tindakan penanganan terhadap pasien dengan kondisi penyakit
penyerta perlu pelaksaanaan dengan teliti dan benar. Dimulai dari pemberian nutrisi gizi yang
diperlukan, pembatasan asupan makanan yang diperlukan sesuai kondisi penyakit penyerta yang
ada, tatalaksana terapi farmakologis terkait penyakit yang diderita, rekomendasi terapi yang
seharusnya diberikan pada pasien hingga terapi yang tidak disarankan atau mungkin dapat
menjadi pilihan bila terapi lainnya tidak menunjukan perbaikan. Selain itu, terapi pencegahan
terkait penyakit yang akan datang, penjelasan komplikasi penyakit yang dapat timbul akibat
penyakit yang diderita hingga pembatasan cairan yang diperlukan. Semua terapi farmakologi dan
nonfarmakologi yang dilakukan semata untuk memperlambat progresifitas penyakit hingga
mencegah terjadinya perburukan terhadap kondisi penyakit yang dialami oleh pasien.
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 46
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-35.
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1136-54.
3. McDonagh AT, Metra M, Adamo M, Gardner SR, Baumbach A, Bohm Michael, et al. 2021
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. European
Heart Journal. 2021;(00):1-50.
4. Ponikowski P, et al. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure. European Heart Journal. 2016;(37):2129-2200
5. Effectlacha, M., dan Owusu, S. I. O. Heart Failure: Cause and Nursing Management Literature
Review, Bachelor’s Thesis, School of Health Care and Social Work.2015.
6. Inamdar, A. A., dan Inamdar A. C. Heart Failure : Diagnosis, Management and Utilization.
Journal of Clinical Medicine. 2016; 5(62):1-28
7. Kurmani, A., dan Squire, I. “Acute Heart Failur : Definition, Classification and
Epidemiology”. CrossMark, 2017;(14): 385-392.
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:2245-49.
9. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:2159-65.
10. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:2315-27.
11. . Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
II. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:2184-91.
12. Calgary guide. 2019. Hyponatremia Physiology. Available from calgaryguide.org.
13.The Hospitalist. 2014. How should Hyponatremia be Evaluated and Managed?. Available
from : https://www.the-hospitalist.org/hospitalist/article/126121/how-should-hyponatremia-be-
evaluated-and-managed [Diakses 10 September 2021]
Program Internsip
Rumah Sakit Umum Adhyaksa
Periode 13 Juli 2021-12 Oktober 2021 47