Anda di halaman 1dari 14

ISLAM NUSANTARA: CORAK KEISLAMAN INDONESIA DAN PERANNYA DALAM

MENGHADAPI KELOMPOK PURITAN

Ali Mursyid Azisi*


alimursyidazisi18@gmail.com

Abstract:
Currently, Archipelagic Islam (Islam Nusantara) is a familiar term to Indonesian people. In addition to giving
a dystinctive color to Islam, it also promotes diversity, by adapting Islamic values into the local culture. Islam
Nusantara brings forward moderate understanding of Islam by accepting differences, promoting well-being,
tolerance, mutual respect and peace. On the other side, the puritans do not regard the culture as a national
identity based on textualist interpretation of the Qur’an ultimately leading to violence, coercion, infidelity,
misleading and intolerance. This paper will examine what Islam Nusantara means and what kind of Islam that
it promotes and how it plays a role in safeguarding the unity of the Republic of Indonesia from the puritan
groups who are easily to label others as infidels for not practicing Islam as found in the Middle East.
Keywords: Islam Nusantara, Nusantara, Puritans, Local Culture

Abstrak:
Istilah Islam Nusantara tidak asing lagi dimata masyarakat Indonesia. Selain memberi warna tersendiri bagi
corak keislaman, juga melahirkan keragaman menerepkan nilai-nilai Islam yang disesuaikan dengan budaya
setempat. Islam Nusantara sendiri cenderung pada paham moderat, yang menerima perbedaan, mengedepankan
kemaslahatan, toleransi, saling menghargai dan damai. Tidak seperti golongan-golongan puritan yang tidak
menghargai budaya sebagai indentitas bangsa dan pemahaman tentang Qur’an yang tekstualis yang akhirnya
berujung pada tindak kekerasan, paksaan, sedikit-sedikit kafir, menyesatkan dan intoleran. Tulisan ini akan
memaparkan apa itu Islam Nusantara, bagaimana corak Islam ala Nusantara, dan sikap maupun peran Islam
Nusantara untuk menjaga kesatuan Republik Indonesia dari kelompok puritan yang selama ini kerap jadi
kelompok yang gampang sekali mengkafirkan karena tidak sesuai dengan islam yang seperti halnya kawasan
Timur Tengah.
Kata Kunci: Islam Nusantara, Kelompok Puritan, Budaya Lokal

Pendahuluan di atas, sudah jelas bahwa Islam merupakan


Islam merupakan agama universal, dina­ agama welas asih (belas kasih) kepada semua
mis, humanis, kontekstualis dan ada selama­ makhluk yang ada di muka bumi baik (manusia,
nya.1 Islam juga merupakan sebuah risalah tumbuhan, hewan dan sebagainya). Dengan
yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk begitu, Islam juga dapat dikatakan sebagai
diajarkan ke seluruh umat manusia tanpa agama universal yang termanifestasikan dalam
kenal suku, ras, bangsa dan juga struktur sosial ajarannya, baik dalam bidang tauhid (akidah),
masyarakat. Islam juga berisi tentang panduan agama (fikih), dan akhlak (etika).
dan juga rahmat bagi seluruh umat manusia Dari pernyataan di atas, jelas bahwa Islam
dalam menjalankan kehidupan, sebagaimana merupakan agama yang mengedepankan
yang termaktub dalam Al-Qur’an yang toleransi dan saling menghargai terhadap
berbunyi: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, sesama manusia serta menyerukan kepada
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta penganutnya untuk menebar kasih sayang dan
alam” (Q.S. al-Anbiya: 107). Dari penggalan ayat mengayomi tanpa pandang bulu, baik bangsa,
suku, ataupun golongan. Pernyataan ini
* Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya sejalan dengan corak keislaman di Indonesia
1
Muhammad Makmun Rasyid, “Islam Rahmatan Lil
Alamin Perspektif KH. Hasyim Muzadi”, Episteme, Vol. 11, No.
yang dikenal dengan “Islam Nusantara”.
1, Juni 2016, hlm. 94. Meski Indonesia bukan negara Islam, akan

Islam Nusantara: Corak Keislaman Indonesia, Ali Mursyid Azisi 123


tetapi Indonesia tidak mudah terpengaruh Islam yang dianut oleh mayoritas muslim di
dengan gerakan arabisasi; justru mayoritas bumi Nusantara ini merupakan Islam yang
umat Islam di Indonesia yang multikultural ini berdasarkan moderasi (waṣatiyah), kese­
tetap memegang teguh budaya khas Indonesia imbangan (tawāzun), dan toleransi (tasāmuh).3
sendiri. Akan tetapi, bukan berarti Islam Ada beberapa hal yang terbilang unik
yang tumbuh di Indonesia menyimpang dari terhadap Islam yang selama ini orang jalani
kemurnian ajaran Islam.2 ketika hadirnya fenomena keberagamaan,
Selama ini memang masyarakat Indonesia yaitu kelompok yang mengatasnamakan Islam
dikenal sebagai masyarakat yang multikultural, tetapi menggelisahkan masyarakat dunia.
karena mengedepankan kebudayaan. Jika Fenomena tersebut membuat dunia bertanya-
terdapat penyebutan Islam Nusantara di tanya tentang Islam yang sesungguhnya,
Indonesia, tentunya akan terkait dengan yaitu Islam yang selama ini dikenal dengan
istilah pluralitas. Islam Nusantara sendiri penuh kasih sayang dan damai. Pertanyaan-
mengakui bahwa budaya merupakan bagian pertanyaan dunia tentang hal itu sudah dapat
dari agama. Jadi, mengapa dulu Islam dengan ditemukan dari corak keberagamaan dan
mudah diterima oleh masyarakat jawa pada perilaku keislaman yang terdapat di Nusantara.
waktu itu, karena mereka mengedepankan Dengan begitu, pola keislaman yang ada di
budaya tanpa mengurangi sisi kemurnian Indonesia akan membuat peradaban Islam
ajaran Islam sendiri. Dampaknya dari adanya yang damai tidak hanya di Nusantara, akan
akulturasi budaya dan agama ini yang nantinya tetapi bisa menjadi rujukan bagi dunia luar.
melahirkan produk Islam yang terkesan Sebagai masyarakat yang cinta tanah
merakyat dengan masyarakat Indonesia yang airnya, penting sekali tetap mempertahankan
di sebut dengan Islam Nusantara. Terdapat corak keislaman di Nusantara untuk tetap
hal menarik dari kajian Islam Nusantara mengedepankan toleransi dan kasih sayang.
yaitu platform yang mana untuk menegaskan Seperti halnya yang sudah diajarkan oleh para
bahwa Islam yang ada di bumi Nusantara sesepuh dan guru terdahulu yang sanadnya
ini mengadaptasi nilai-nilai lokal ciri khas sampai kepada Rasulullah SAW. Oleh karena
masyarakat Nusantara tersebut. Nantinya akan itu, sangat penting untuk dipahami dan
melahirkan sebuah produk baru yang berbeda tetap menanamkan nilai-nilai keislaman ala
dari segi corak kebeberagaman dengan Arab Nusantara yang mempunyai corak tersendiri
tempat lahirnya Islam. dalam menjalankan nilai-nilai keislaman
Juga dalam hal ekspresi keberagamaan, dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu,
Islam Nusantara memiliki ciri khas tersendiri. sangat perlu juga memahami tentang Islam
Berkat adanya dinamika tersebut, akhirnya puritan yang selama ini kerap kali memerangi
ciri khas dari budaya Nusantara ini semakin Islam ala Nusantara yang tidak sesuai dengan
hari semakin berkembang, yaitu dengan Islam yang ada di Timur Tengah. Dengan
mengutamakan unsur perdamaian, belas begitu, penting sekali untuk memahami
kasih, hidup secara harmoni dan menjaga mengenai peran Islam Nusantara yang begitu
tali silaturahmi. Beberapa unsur tersebut sentral dalam menjaga ideologi keislaman ala
merupakan wujud manifestasi dari inti ajaran Nusantara dari kelompok-kelompok puritan.
Islam, yaitu raḥmatan lil-‘ālamīn. Memang, Memahami Istilah Islam Nusantara
kenyataan tersebut disumbang baik oleh Istilah Islam Nusantara sudah tidak
budaya ciri khas dari nusantara pada awal asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Islam
Islam hadir dan juga dapat diyakini bahwa Nusantara tidak serta merta ditafsirkan sebagai
Islam yang sesat, tidak mengikuti sunnah
2
Hanim Jazimah Puji Astuti, “Islam Nusantara:
Sebuah Argumentasi Beragama dalam Bingkai Kultural”, Nabi dan hal lainnya. Dari sini harus paham
Interdisciplinary Journal of Communication, Vol. 2, No. 1, Juni
2017, hlm. 28. 3
Puji Astuti, “Islam Nusantara”, hlm. 29.

124 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
betul bagaimana Islam Nusantara muncul atau ciri khas, hal ini berarti mencatat
dan mengapa menjadi identitas keislaman karakteristik dan watak Islam yang tumbuh
khas Indonesia. Mengenai bagaimana Islam di Indonesia baik dari segi ibadah muāmalah
dan budaya bisa saling berkompromi yang dan mahḍah. Penjelasan tentang apa itu Islam
nantinya melahirkan Islam lokal atau Islam Nusantara juga di paparkan oleh Gus Mus (KH.
ala Nusantara. Pendapat beberapa tokoh Mustofa Bisri). Menurut beliau, kata Nusantara
kali setidaknya dapat memahamkan tentang akan salah maksud jika dipahami dalam
budaya dan agama yang saling berhubungan struktur na’at-man’ut atau penyifatan sehingga
dalam membentuk identitas keagamaan suatu berarti “Islam yang di-Nusantarakan”. Akan
wilayah. Menurut Akhmad Sahal, dimensi tetapi benar bila diletakkan dalam struktur
budaya dan keagamaan seharusnya saling idhāfah (penunjukan tempat) yang berarti
berjalin kelindan satu sama lain. “Islam di Nusantara”.5
Dimensi tersebut mengacu pada suatu Mengenai penjelasan Gus Mus tentang
cara Islam berkompromi dengan wilayah kebu­ Islam Nusantara di atas memanglah tidak salah
dayaan tertentu. Dampaknya adalah sikap Islam ketika dimaksudkan dalam konteks untuk
yang tidak lagi tertutup dan juga kaku, akan meredam segala ketakutan suatu kelompok
tetapi menghargai adanya perbedaan. Islam yang salah paham dalam memahami arti Islam
semacam ini nantinya akan mengakomodir Nusantara sesungguhnya. Akan tetapi perlu
nilai-nilai yang terkandung dalam suatu dicermati, penunjukan suatu wilayah juga
wilayah masyarakat tertentu. Hal ini sejalan dapat diartikan menguak segala sesuatu, segala
dengan pendapat Gus Dur, “Tumpang tindih unsur yang terdapat dalam suatu wilayah
antara agama dan budaya akan terjadi terus tersebut. Oleh karenanya, suka atau tidak
menerus sebagai suatu proses yang akan suka, mau tidak mau, masyarakat Indonesia
memperkaya kehidupan dan membuatnya ini harus tetap menjaga dan merangkul corak,
tidak gersang”. Pernyataan tersebut nantinya karakteristik dan watak dari sebuah wilayah
akan meluas pada domain tentang pemaknaan itu sendiri yang disebut nusantara. Maka dari
apa sebenarnya Islam Nusantara itu. Apakah itu, nusantara memiliki ciri khas tersendiri
Islam yang ada di Nusantara, atau Islam dalam menerapkan nilai-nilai keislaman yang
yang bersifat Nusantara?. Nah, di sini masih melebur terhadap kebudayaan masyarakat
terdapat ambiguitas terhadap pemaknaan Indonesia.6 Sejalan dengan pendapat Azyumardi
Islam Nusantara.4 Azra, Islam Nusantara mengacu pada Islam
Dari dua pernyataan di atas tentang Islam distingtif hasil dari kontekstualisasi, interaksi,
Nusantara memiliki makna yang berbeda. vernakularisasi dan Indigenisasi Islam yang
Pertama merujuk pada Islam yang ada di bumi universal dengan budaya, realitas sosial dan
nusantara, sedangkan pernyataan yang kedua agama di bumi Indonesia. Lebih singkatnya,
merujuk pada corak atau nilai-nilai keislaman dapat dikatakan bahwa Islam Nusantara
khas dari nusantara. Jika Islam Nusantara ini adalah praktik keislaman di nusantara sebagai
dimaknai sebagai Islam yang ada di nusantara implementasi dari hasil dialektika atau
atau nusantara sendiri disebutkan sebagai interaksi antara syariat dengan budaya dan
wilayah, maka sebutan Islam nusantara ini realitas sosial masyarakat.7
mendefinisikan berbagai ormas maupun aliran Menurut analisis mengenai Islam Nusantara
Islam yang terdapat di bumi Indonesia ini. Akan oleh Nurcholis Madjid, hasil pemikiran dan
tetapi, jika Islam Nusantara dimaknai sebagai peradaban manusia akan lebih tangguh jika
nilai-nilai yang mempunyai corak tersendiri
5
Puji Astuti, “Islam Nusantara”, hlm. 407.
4
Saiful Mustofa, “Meneguhkan Islam Nusantara Untuk 6
Puji Astuti, “Islam Nusantara”, hlm. 408.
Islam Berkemajuan: Melacak Akar Epistemologis dan Historis 7
Edy Susanto Karimullah, “Islam Nusantara: Islam Khas
Islam (di) Nusantara,” Episteme, Vol. 10, No. 2, Desember 2015, dan Akomodasi Terhadap Budaya Lokal”, Al-Ulum, Vol. 16, No.
hlm. 407. 1, Juni 2016, hlm. 65.

Islam Nusantara: Corak Keislaman Indonesia, Ali Mursyid Azisi 125


berakar pada tradisi atau kebudayaan, me­ Islam Nusantara ini justru melestarikan
ngan­dung (al-aṣlaḥ) orisinalitas, dan relevan budaya, merangkul budaya dan justru sangat
(up-to-date; mu’āsarah). Kemudian Cak Nur menghormati budaya. KH. Said Aqil Siraj
juga menambahkan bahwa budaya lokal bisa menambahkan bahwa Islam Nusantara ini
dijadikan sumber hukum jika tidak berten­ memiliki ciri khas yang antiradikal, ramah,
tangan dengan prinsip-prinsip Islam sendiri toleran dan inklusif, tidak seperti Islam yang
dan tidak melanggar ajaran tauhid, seperti ada di Timur Tengah yang sampai saat ini
halnya feodalisme, tahayul, mitologi.8 Dalam masih diliputi perang saudara.11
memahami Islam Nusantara, Teuku Kemal Kedatangan Islam Nusantara bukan untuk
Fasya dalam karya esainya “Dimensi Puitis merubah doktrin Islam, akan tetapi hanya
dan Kultural Islam”, mendefinisikan Islam ingin mencari metode bagaimana melabuhkan
Nusantara sebagai pengalaman dan proses Islam dalam konteks beragamnya budaya
lokalitas umat yang hidup di bumi Indonesia. masyarakat lokal. Islam Nusantara ini juga
Penekanan terhadap kata “Nusantara” di tidak memadukan agama Jawa dan Islam
sini bukan hanya pada nama tempat semata, atau upaya sinkretisme, namun kesadaran
namun lebih dari itu. Ia juga menegaskan budaya dalam melaksanakan strategi dakwah
bahwa adanya corak yang berbeda dari Islam seperti yang telah dicontohkan oleh para
yang ada di nusantara dengan Islam yang ada Walisongo.12 Sejalan dengan perkembangan
di tanah Arab atau Timur tengah lainnya. budaya Nusantara dapat kita lihat betapa nilai-
Keberhasilan atas Islam Nusantara yang nilai kebudayaan Islam telah melebur dengan
menjadi Islam khas Indonesia tidaklah lepas nilai-nilai budaya lokal di beberapa daerah di
dari adanya adaptasi dan peleburan budaya Indonesia, baik berwujud tradisi, seni budaya,
serta kesenian lokal.9 Pada 1980, Gus Dur (KH. hingga peninggalan fisik.13
Abdurrahman Wahid) memunculkan gagasan Corak atau perilaku keislaman di nusan­
yang beliau sebut sebagai “pribumisasi Islam”. tara tentunya sangat berbeda dengan jenis
Gagasan ini bermakna bahwa pribumisasi atau corak keislaman di Timur Tengah.
Islam sebagai bentuk transformasi dari unsur Hal tersebut dikarenakan, selain letak geo­
Islam terhadap unsur kebudayaan pribumi di grafis yang berbeda, Timur Tengah dan Bumi
Nusantara, hal ini sesungguhnya menyajikan Nusantra mempunyai peradaban dan kebu­
bentuk akulturasi budaya yang mana unsur da­yaan masing-masing yang tidak dapat
luar yang datang pada masyarakat lokal disamaratakan satu sama lain. Dengan begitu
diterima dengan baik.10 jangan heran jika kelompok yang bertujuan
Istilah Islam Nusantara kembali menjadi meng-Arab-kan Nusantara tidak akan
sorotan ketika dipublikasikan oleh ketua menemukan keberhasilan, karena kebudayaan
umum PBNU, KH. Said Aqil Siraj dalam acara yang melekat pada suatu wilayah tidak mudah
pembukaan Munas Alim Ulama Nahdlatul untuk dihapuskan. Kehadiran Islam ini, seiring
Ulama dan pembukaan Istighosah dalam berkembangnya zaman, secara terus-menerus
menyambut Ramadhan pada 14 Juni 2015, berdialog dengan budaya masyarakat lokal
bertempat di masjid Istiqlal Jakarta. Istilah ini yang kemudian menciptakan simbol-simbol
tertuju pada fakta sejarah penyebaran Islam
di Bumi Nusantara yang tidak menggunakan
kekerasan dan doktrin yang kaku, akan 11
Habib Sulthon Asnawi, Eka Prasetiawati, “Pribumisasi
Islam Nusantara dan Relevansinya dengan Nilai-Nilai Kearifan
tetapi menggunakan pendekatan budaya.
Lokal di Indonesia”, Fikri, Vol. 3, No. 1, Juni 2018, hlm. 226-227.
8
Zakiya Darajat, “Warisan Islam Nusantara”, Al-Turaz, 12
Khabibi Muhammad Luthfi, “Islam Nusantara: Relasi
Vol. XXI, No. 1, Januari 2015, hlm. 83. Islam dan Budaya Lokal”, Shahih, Vol. 1, No. 1, Januari-Juni
9
Saiful Mustofa, “Meneguhkan Islam Nusantara”, hlm. 2016, hlm. 7.
409. 13
Deden Sumpena, “Islam dan Budaya Lokal: Kajian
10
M. Noor Hasirudin, “’Urf Sebagai Sumber Hukum Islam Terhadap Interelasi Islam dan Budaya Sunda”, Academic Jurnal
(Fiqh) Nusantara”, Al-Fikr, Vol. 20, No. 1, 2016, hlm. 66. for Homiletic Studies, Vol. 6, No. 1, Juni 2012, hlm. 107.

126 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
khas nusantara yang tentunya tidak sama sekurangnya empat model perkembangan dan
dengan kawasan Timur Tengah.14 pertumbuhan Islam Nusantara di Indonesia,
Contoh produk simbol-simbol keislaman yakni model Minang, model Jawa, model Goa
khas nusantara dapat dengan mudah dan model Aceh.17
ditemukan, salah satunya kebiasaan para santri Nampaknya keberhasilan perkawinan an­
dan kiai mengenakan sarung. Selain berfungsi tara Islam dan tradisi lokal sangat serasi sekali
untuk menutup aurat, sarung juga tidak pernah dan menghasilkan pelbagai produk kearifan
diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW pada lokal (local wisdom) yang dapat dengan mudah
zaman dahulu. Akan tetapi, Nabi mengadopsi ditemui dalam kehidupan masyarakat Muslim
pakaian tradisi bangsa Arab yaitu mengenakan di Nusantara. Contohnya adalah berbagai
jubah. Saat ini perlu kita ketahui bahwa model bangunan masjid yang mengenakan
sarung kini menjadi simbol keislaman yang model tradisi lama yang dipadukan dengan
secara kultural telah melekat sebagai identitas unsur keislaman, seperti bangunan Masjid
Muslim Nusantara. Hingga kini, tradisi Agung Kudus yang menjadi saksi betapa
mengenakan sarung oleh kalangan santri dan Hindu dan Islam bisa saling berasimilasi tanpa
juga masyarakat Nahdliyin terus di lestarikan. harus saling menjatuhkan satu sama lain.
Bahkan, Nahdlatul Ulama sendiri sering kali Bentuk menara masjid nampaknya didesain
di sebut dengan Organisasi Kaum Sarungan.15 sedemikian rupa hingga menyerupai bangunan
Hal yang perlu diperhatikan juga adalah kadar candi. Begitupun jua masjid yang dibangun
penerimaan masyarakat Indonesia terhadap oleh para Walisongo, yaitu Masjid Agung
hadirnya Islam tidaklah semua sama. Sebagian Demak, yang memadukan antara ruh Islam dan
masyarakat ada yang menerima Islam secara lokalitas kebudayaan jawa. Perkawinan antara
keseluruhan, dan ada juga yang menerima Islam dan budaya ini bisa dibilang seksi sekali,
secara setengah-setengah. Dampak dari sampai hari ini pun tetap eksis dan menjadi
perbedaan tingkat kadar penerimaan tersebut, simbol ciri khas kesilaman tersendiri dari
maka nantinya akan menyebabkan Islam Islam Nusantara.18
Nusantara pun tidaklah bersifat tunggal.16 Kawasan Islam Nusantara nampaknya
Juga perlu diketahui bahwa tingkat pene­ termasuk salah satu dari delapan ranah
rimaan Islam terhadap budaya yang tersebar religio-cultural Islam. Tujuh ranah agama-
di Indonesia begitu beragam dan tidak dapat budaya Islam lainnya meliputi Turki, Persia/
disamakan. Menurut Azyumardi Azra, tingkat Iran, Arab, Anak Benua India, Afrika Hitam,
penerimaan masyarakat terhadap Islam Dunia Barat dan Sino-Islam. Kedelapan ranah
pada suatu wilayah tidak hanya tergantung tersebut, selain memegang prinsip pokok
kapan pengenalan Islam itu terjadi, tetapi ajaran Islam yang sama dalam unsur ibadah
juga tergantung dari watak setiap wilayah dan akidah, akan tetetapi dari setiap ranah
masyarakat yang dihadapi Islam itu sendiri. tersebut memiliki corak keberagamaan dan
Berangkat dari sinilah lahir produk ekspresi kebudayaan yang berbeda satu sama lain.19
keislaman yang dibilang plural. Ada Islam KH. Ma’ruf amin juga angkat bicara mengenai
Minang, Islam Sasak, Islam Jawa, Islam bugis dan Islam Nusantara. Beliau mengemukakan bahwa
Islam lainnya yang menunjukkan kebhinekaan Islam Nusantara merupakan Islam ahl sunnah
dari Islam Nusantara. Hingga saat ini, Islam wal jamā’ah an-nahḍiyyah yang di anut oleh
Nusantara mengalami perkembangan yang ormas Islam terbesar di Indonesia dan bahkan
berbeda. Menurut Taufik Abdullah, tercatat dunia, yaitu Nahdlatul Ulama. Selanjutnya,
14
Abd Moqsith, “Tafsir Atas Islam Nusantara: Dari Islam Nusantara ini mencakup beberapa
Islamisasi Nusantara Hingga Metodologi Islam Nusantara”,
Jurnal Multikultural & Multireligius, Vol. 15, No. 2, Mei – Agustus 17
Moqsith, “Tafsir Atas Islam Nusantara,” hlm. 23.
2016, hlm. 22. 18
Zakiya Darajat, “Warisan Islam”, hlm. 83-84.
15
Moqsith, “Tafsir Atas Islam Nusantara,” hlm. 22. 19
Sulthon Asnawi, Eka Prasetiawati, “Pribumisasi Islam”,
16
Moqsith, “Tafsir Atas Islam Nusantara,” hlm. 22. hlm. 228.

Islam Nusantara: Corak Keislaman Indonesia, Ali Mursyid Azisi 127


pendekatan yaitu: aspek gerakan, pemikiran menerapkan nilai-nilai keislaman.24 Untuk
dan amaliyah. Adapun yang dimaksud aspek memperkokoh konsep keislaman khas
pemikiran dari warga Nahdlatul Ulama yaitu Nusantara, terdapat tiga komponen yang
bersifat moderat(tawāṣut), tidak liberal, tidak harus diteguhkan yaitu pendidikan, politik
tekstual dan bersifat dinamis. Pendekatan dan budaya. Sedangkan objek dari kajian Islam
yang menggunakan apa saja yang di mata Nusantara yang wajib diketahui terdapat enam
masyarakat dianggap baik boleh dilakukan unsur, yakni fiqh, teologi (kalam), tasawuf,
asalkan tidak bertentangan dengan syara’. pendidikan, politik dan tradisi atau budaya.25
Seperti halnya ritual keagamaan tahli, maulid
nabi, halal bihalal dan hal lainnya.20 Terbentuknya Tradisi dan Nilai Islam
Ciri khas yang lain yang mewakili Islam Nusantara
Nusantara yaitu adanya model khas terhadap Berbicara tentang proses terbentuknya
manuskrip-manuskrip tentang dinamika Islam Islam Nusantara, tidak lepas dari konteks sejarah
dan masyarakat Islam lokal yang selain di dan dinamika Islam di Indonesia. Pembahasan
tulis menggunakan bahasa Arab, juga terdapat kali ini lebih tertuju pada bagaimana
penulisan yang menggunakan bahasa lokal terbentuknya peradaban masyarakat lokal
seperti Batak, Bali, Aceh, Jawa Kuno, Madura, Nusantara melalui pengaruh Islam baik itu
Melayu, Bugis, Minangkabau, Sanskerta, tradisi dan nilai hasil peninggalan ulama
Sasak, Sunda,21 Sunda kuno, Ternate, Walio, salaf terdahulu dalam menyebarkan Islam di
beberapa bahasa Indonesia Timur, bahasa bumi Nusantara. Masuknya Islam di Indonesia
Sumsel dan Kalimantan.22 Dengan demikian, secara teoritis dalam ruang akademik terdapat
dalam memahami manuskrip Islam Nusantara empat teori yang menjadi sorotan utama: 1).
nantinya sama saja dengan menempuh jalan Islam yang berasal dari Arab, 2). Islam yang
pintas untuk mengetahui beberapa pola hasil berasal dari India, 3). Islam yang berasal dari
dari dialog atau interaksi dan pertemuan Cina; dan 4). Islam yang berasal dari Persia.
budaya lokal Nusantara dan Islam.23 Teori empat jalur sejarah hadirnya Islam di
Perlu ditegaskan kembali bahwa yang Indonesia didasarkan pada kemiripan tradisi
dimaksud Islam Nusantara di sini adalah model dan arsitektur bangunan Nusantara dengan
pemahaman, pemikiran serta pengamalan ke empat wilayah tersebut dan juga adanya
nilai-nilai keislaman yang dikemas dengan kesamaan mazhab Shāfi’ī” dan beberapa
tradisi atau juga dengan budaya yang kesamaan lainnya. 26 Dari ke empat teori Islam
berkembang di wilayah Nusantara. Agama masuk ke Nusantara nampaknya juga perlu
dan budaya merupakan satu paket yang saling dilihat dari sisi bukti sejarah, waktu, tempat
berpengaruh terhadap cara berperilaku dan yang di datangi dan siapa pembawanya.27
tradisi setiap manusia yang menjadi warna Hadinya Islam di Nusantara tidak dapat
terhadap kehidupan bersosial budaya untuk dapat dipresdiksi dengan pasti kapan awal
menunjukkan arah kesadaran etika supaya mula Islam berpijak di Nusantara. Pasalnya,
hasil dari berbudayanya ideal dan juga terdapat peninggalan berupa batu nisan di
bermakna, begitu juga tipe Islam Nusantara bagian barat Nusantara dengan bertuliskan
yang juga mewarnai setiap keragaman dalam 24
Kunawi Basyir, “Konsep dan Gerakan Tawhid dalam
20
Sulthon Asnawi, Eka Prasetiawati, “Pribumisasi Islam”, Perpektif Antropologi Agama”, Jurnal Studi Agama-agama, Vol.
hlm. 228-229. 4, No. 2, September 2014, hlm. 174.
21
Sulthon Asnawi, Eka Prasetiawati, “Pribumisasi Islam”, 25
Mujami Qomar, “Islam Nusantara: Sebuah Alternatif
hlm. 229. Model Pemikiran, Pemahaman, dan Pengamalan Islam”, El-
22
Khabibi Muhammad Luthfi, “Kontekstualisasi Filologi Harakah, Vol. 17, No. 2, 2015, hlm. 202.
dalam Teks-teks Islam Nusantara”, Ibda: Jurnal Kebudayaan 26
Taufik Bilfagih, “Islam Nusantara: Strategi Kebudayaan
Islam, Vol. 14, No. 1, Januari 2016, hlm. 113. NU di Tengah Tantangan Global”, Jurnal of Islam and Plurality,
23
Parhan Hidayat, “Menjadi Juru Kunci Islam Nusantara: Vol. 2, No. 1, Desember 2016, hlm. 59-60.
Peran Perpustakaan dalam Melestarikan Naskah Islam 27
Ahmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara”, Islamuna,
Nusantara”, Al-Turas, Vol. XXI, No. 2, Juli 2015, hlm. 272. Vol. 2, No. 2, Desember 2015, hlm. 237.

128 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
Arab. Sejak berabad-abad keberadaan batu yang masih menganut Hindu-Buddha untuk
nisan tersebut masih menjadi misteri, apakah memeluk Islam.30
batu nisan itu menjadi suatu tanda munculnya Perlu dipahami bahwa proses Islamisasi
Islam pertama kali yang dibawa oleh pedagang di Nusantara ini bukan merupakan hal yang
muslim, ataukah hanya sebuah batu pemberat mudah. Pasalnya, masyarakat yang kala itu
yang dibuang oleh kapal dagang kaum Islam menganut Hindu sangat kuat sekali tingkat
kala itu.28 Dalam versi lain, disebutkan dalam religiusitasnya terhadap ajaran agamanya.
serat Babad Tanah Jawi bahwa Islam hadir Versi lain mengatakan bahwa Islam hadir
pertama kali di kawasan Nusantara di pulau di Nusantara tidak lepas dari peran Sayyid
jawa, karena waktu itu pulau Jawa-lah yang Muhammad Al-Bakir yang dikenal dengan
sudah mengalami peradaban yang besar Syekh Subakir, yang kala itu menyiarkan Islam
sebelumnya dibandingkan pulau lain. Maka dengan memengaruhi penguasa-penguasa
dari itu, versi Babad Tanah Jawi menyebutkan kerajaan terdahulu. Meski demikian, Islam
Islam hadir pertama kali di pulau Jawa, karena kala itu belum mengalami pertumbuhan yang
Jawa kala itu menjadi pusat peradaban. signifikan. Ketika kehadiran Walisongo di
Terdapat ungkapan lain oleh sarjana Harry W bumi Nusantara, barulah Islam mengalami
Hazzard tentang hadirnya Islam di Nusantara, perkembangan yang signifikan dan hingga
yaitu dugaan Islam hadir di bumi Nusantara akhirnya penduduk peribumi banyak yang
pada abad ke-7.29 menganutnya.31
Dari adanya beberapa versi tentang kapan Hadirnya Walisongo ini menjadi tonggak
hadirnya Islam pertama kali di Nusantara, awal munculnya Islam Nusantara32 yang
belum ada titik temu pasti. Dalam sejarah, pada menjadi ciri khas model keislaman Nusantara
mulanya hadirnya Islam di Nusantara melalui yang memadukan unsur Islam dan budaya.
proses dakwah bil ḥāl atau mission sacre, yang Dalam mensyiarkan Islam, Walisongo
dahulu disyiarkan oleh pedagang sekaligus sangatlah bijak dengan tidak merusak budaya
mubalig. Para mubalig ini dalam strategi yang sudah melekat pada masyarakat Jawa
awal menyiarkan Islam dengan menerapkan sebelumnya. Salah satu strategi dakwah
nilai-nilai keislaman, seperti sikap santun Walisongo adalah membangun teologi Islam
terhadap siapa saja, suka menolong, menjaga dengan media wayang tanpa menyinggung
kebersihan badan, tempat ibadah, bersikap perasaan masyarakat lokal yang kala itu masih
sederhana, ketika bergaul dengan masyarakat menganut Hindu. Wayang sendiri merupakan
lokal menggunakan bahasa yang santun dan kebudayaan khas Hindu-Buddha yang diadopsi
saling menghormati satu sama lain, bahkan oleh Walisongo sebagai strategi berdakwah.
juga dengan membantu pengobatan dan saling Melalui media wayang inilah Walisongo,
menyayangi manusia maupun alam sekitar. khususnya Sunan Kalijaga, memanfatkannya
Para mubaligh ini pada intinya mengajarkan sebagi sarana untuk memperkenalkan ajaran
tata krama yang baik dalam hidup Islam melalui kesenian. Pada mulanya, wayang
bermasyarakat. Dengan begitu, daya tarik berisikan teologi dan filsafat Hindu yang
masyarakat local, yang kala itu masih memeluk kemudian oleh Walisongo dikonstruk ke dalam
Hindu-Buddha, mulai muncul terhadap Islam teologi Islam.33 Hingga kini, cerita pewayangan
dan selanjutnya mulai ada kadar keimanan masih menggunakan kisah-kisah dari kitab
dan mulai tertarik terhadap kepribadian kaum Ramayana dan Mahabaratha yang bernuansa
muslim tersebut. Dengan begitu kaum muslim Hindu. Kemudian kisah-kisah pewayangan dari
dengan mudah menarik masyarakat lokal 30
Taufik Bilfagih, “ Islam Nusantara”, hlm. 60.
31
Taufik Bilfagih, “ Islam Nusantara”, hlm., 61.
28
Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara”, hlm. 60. 32
Abdurrohman Kasdi, “The Role of Walisongo in
29
Alma’arif, “Islam Nusantara: Atudi Epistemologis dan Developing Islam Nusantara Civilization”, Addin, Vol. 11, No. 1,
Kritis”, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 15, No. 2, Desember 2015, February 2017, hlm. 1.
hlm. 274-275. 33
Taufik Bilfagih, “ Islam Nusantara”, hlm. 61.

Islam Nusantara: Corak Keislaman Indonesia, Ali Mursyid Azisi 129


kitab Hindu tersebut diadopsi oleh Walisongo Dari kisah Walisongo tersebut, sudah jelas
dengan memasukkan nilai-nilaiatau unsur bahwa Islam di Nusantara mampu berinteraksi
kesilaman.34 dan bersimbiosis dengan budaya setempat.
Produk hasil modifikasi Walisongo dalam Model ini yang akhirnya digunakan sebagai
mengkonstruksi filsafat atau teologi Hindu strategi untuk mencuri perhatian masyarakat
menuju Islam seperti berikut: pemaknaan lokal untuk tertarik terhadap Islam di
Jimat Kalimah Shada yang artinya Jimat Kali mana masyarakat lokal tidak serta merta
Maha Usada, yang sebelumnya bernuansa diposisikan sebagai objek yang salah dan perlu
teologi dimodifikasi menjadi “Azīmah Kalīmat dibenarkan. Dalam ajaran Islam, nilai-nilai
Shahādah”. Frase ini menunjukkan pernyatan yang bersifat universal seperti kemanusiaan,
seseorang tentang keyakinan tiada Tuhan persamaan dan keadilan menempati porsi
Selain Allah dan persaksian bahwa Muhammad yang begitu luas. Maka dari itu, strategi syiar
adalah utusannya. Jika sebelumnya jimat Islam menggunakan pewayangan mampu
dalam perpektif Hindu berwujud benda yang menjadikan ruang ideologisasi masyarakat
dianggap sebagai pemberian dari dewa, akan lokal untuk masuk dan mencintai Islam.37
tetapi jimat dalam perpektif Islam yang di bawa
oleh Walisongo hanyalah sebagai pernyatan Kelompok Pro dan Kontra Terhadap Islam
tentang keyakinan terhadap Tuhan (Allah) dan Nusantara
rasul-Nya. Semakin berkembangnya zaman,
Dengan media pewayangan inilah, Wali­ nampaknya ekspresi atau praktek keagamaan
songo juga menambah varian cerita yang ber­ umat Muslim di kawasan Nusantara begitu
tema tentang visi sosial kemasyarakatan Islam, variatif.38Terkait dengan Islam Nusantara,
yang mencakup sistem pemerintahan, pola tidak lepas dari adanya dua kelompok
kehidupan pribadi dan keluarga, hubungan yang bersebrangan yang menolak Istilah
dalam bertetangga. Hal yang menarik lagi, Islam Nusantara dan mendukung atas
Walisongo juga menambah figur-figur baru berkembangnya model Islam Nusantara.
yang sebelumnya tidak ada di pewayangan ala Kelompok yang mendukung dan menerapkan
Hindu, yaitu memunculkan figur punakawan Islam Nusantara ini tidak lain ormas yang
yang artinya mentor yang bijak bagi Pandawa. mendominasi di Indonesia yaitu golongan
Plot cerita yang disajikan oleh perilaku Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai
punakawan tersebut adalah berisi pengenalan pewaris terbesar gaya berislam ala Nusantara.
terhadap ajaran Islam, baik mencakup akhlak, Akan tetapi, tidak hanya terjadi terhadap
fikih, dan syariat.35 dua ormas tersebut belaka, ada beberapa
Selain menggunakan media pewayangan tipe cara berislam ala Nusantara yang
dalam menerapkan strategi dakwah, Walisongo menyesuaikan dengan budaya setempat dan
juga menyampaikan ajaran Islam dengan juga dilihat dari karakteristik tiap masyarakat
media seni sastra seperti halnya karya Sunan di suatu wilayah tertentu. Sebagaimana telah
Kalijaga yang tertulis dalam Serat Linglung. disinggung sebelumnya, tipe Islam Nusantara
Terdapat juga di beberapa kitab babat, hikayat, ala Jawa, Islam ala Goa, Islam ala Minang dan
serat, yang muncul di era para wali seperti Islam ala Aceh memiliki ciri khas tersendiri
halnya Sunan Bonang yang menulis beberapa yang disesuaikan dengan budaya dan tradisi
suluk di antaranya: Suluk Khalifah, Suluk Wijil, masyarakat setempat. Meskipun sumber
Suluk Wasiyat, Suluk Regol, Suluk Kaderesan, ajaran dan doktrin mengenai Islam itu satu,
Suluk Pipirangan dan beberapa suluk lain.36 Studies, Vol. 1, No. 1, Januari 2017, hlm. 7.
37
Al-Zastrouw, “Mengenal Sepintas Islam Nusantara”,
Taufik Bilfagih, “ Islam Nusantara”, hlm. 61.
34
hlm. 62.
Taufik Bilfagih, “ Islam Nusantara”, hlm., 62.
35 38
Hamidullah Ibda, “ Penguatan Nilai-nilai Sufisme dalam
36
Ngatawi Al-Zastrouw, “Mengenal Sepintas Islam Nyadran Sebagai Khazanah Islam Nusantara”, Jurnal Islam
Nusantara”, Hayula: Indonesian Jurnal of Multidiciplinary Islamic Nusantara, Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2018, hlm. 149.

130 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
keragaman dan peradaban budaya di setiap berkembangnya Islam tersebut menuju ke
wilayah tidak dapat dipungkiri, setiap wilayah arah perdamaian.41
memiliki karakteristik tersendiri dalam Hadirnya sesuatu di suatu wilayah tentu
berkehidupan sosial budaya.39 tidak semua menerima dengan baik. Keha­
Islam yang tumbuh berkembang di Nusan­ diran Islam di pelbagai wilayah tentunya
tara memang merupakan sebuah kreativitas mempunyai tantangan tersendiri yang harus
dari peradaban dan kebudayaan yang ada dihadapi. Memang perbedaan cara pandang
di wilayah tertentu yang didasarkan pada sudah lumrah terjadi, akan tetapi perlu
pengamalan dan penghayatan ajaran Islam. digaris-bawahi jika sampai kelompok yang
Perlu diakui bahwa, Islam juga memiliki peran tidak menerima mengancam keselamatan
yang begitu sentral terhadap peradaban dan maka hal tersebut menjadi masalah yang
perubahan arah dunia. Selain itu, Islam kini cukup serius. Tantangan yang harus di hadapi
juga semakin berkembang di berbagai belahan yaitu bersifat internal dan eksternal. Masalah
dunia, baik dari segi kuantitatif maupun Internal terkait dengan munculnya kelompok
kuantitatif. Seperti yang terjadi di beberapa Islam Puritan yang menganggap paling unggul
negara maju seperti Prancis, Amerika sendiri (supremasi), takfiri, sedikit-sedikit
Jepang dan Inggris. Kini pertambahan umat sesat, bid’ah dan kerap kali muncul kelompok-
Islam menduduki peringkat tertinggi. Juga kelompok teroris yang antikebudayaan dan
perlu dipahami bahwa Islam yang tumbuh akhirnya berujung pada tindak kekerasan
berkembang pada beberapa negara tersebut bahkan pembantaian.
memiliki corak tersendiri dalam menjalankan Kategori masalah eksternalnya meliputi
ajaran Islam.40 munculnya Islamophobia, yang memandang
Indonesia merupakan negara dengan Islam sebagai ancaman bagi mereka, baik
jumlah muslim terbesar di dunia, sedangkan pada level kelompok berskala kecil maupun
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi besar dan juga level negara. Kedua masalah
masyarakat (ormas) Islam terbesar di tersebut sangatlah saling memengaruhi. Tidak
Indonesia dan bahkan juga terbesar di dunia. bisa dipungkiri juga bahwa nantinya hal ini
NU memiliki peran yang sangat sentral juga berdampak pada dinamika kehidupan
dalam menjaga kelestarian budaya dan kebudayaan dan keagamaan pada umumnya.
corak keislaman di bumi Nusantara. Sejalan Akan tetapi dinamika tersebut cenderung dan
dengan perkembangan dan peradaban Islam menjerumus pada keresahan dan ketegangan
Nusantara yang memiliki paham moderat, masyarakat baik ranah lokal ataupun
toleransi, dan damai menjadikannya sebagai internasional.42
kiblat bagi dunis dalam menerapkan ajaran Kelompok-kelompok puritan yang
dan nilai-nilai keislaman dengan tidak lepas merasa paling unggul, ekstrem, sedikit-sedi­
dari unsur budaya. Dari setiap pertumbuhan kit menyesatkan, sedikit-sedikit mencap
jumlah kapasitas Muslim di seluruh dunia kafir (takfiri) ter­sebut merupakan kelompok
perlu ditanyakan kembali, apakah dengan anti­
toleran, memba­ hayakan karena bisa
pertumbuhan itu akan membawa ketenangan saja melakukan penyerangan baik terhadap
dan perdamaian, atau sebaliknya yang justru Muslim maupun non-Muslim yang tidak
menjadi sebuah ancaman. Hal inilah yang sependapat dengannya. Mereka dalam
seharusnys dilakukan oleh umat Islam di memahami Al-Qur’an secara tekstualis dan
Indonesia khususnya Islam Nusantara yang beranggapan Tuhan telah termanifestasikan
berkepentingan untuk memastikan dari ke dalam syariat. Oleh karenanya, tidak heran
39
Ramadi Ahmad, “Rancang Bangun Islam Nusantara”, 41
Ramadi Ahmad, “Rancang Bangun Islam Nusantara”,
Nuansa, Vol. VII, No. 1, Juni 2015, hlm. 2. hlm. 3-4.
40
Ramadi Ahmad, “Rancang Bangun Islam Nusantara”, 42
Ramadi Ahmad, “Rancang Bangun Islam Nusantara”,
hlm. 3. hlm. 4.

Islam Nusantara: Corak Keislaman Indonesia, Ali Mursyid Azisi 131


jika mereka melakukan perbuatan sesuai ayat hampir seluruh budaya yang menjadi ciri khas
yang perintah Al-Qur’an tanpa memahami Islam ala Nusantara di-judge bid’ah, sesat,
historisitas turunnya ayat tersebut. Hal yang bahkan syirik. Model Islam yang seperti ini
semacam ini menjadi masalah ketika hanya yang menggunakan paksaan, kekerasan baik
mengandalkan penafsiran Al-Qur’an dengan mencakup segi gerakan, amalan, pemikiran,
instan dan pemikirannya sendiri.43 dan keyakinan yang perlu di pahamkan
Sikap utama kelompok semacam ini kembali terkait agama dan budaya yang tidak
adalah eksklusif yang tidak mau menerima saling terlepas, dan dengan mendekatkan
perbedaan dan merasa paling benar sendiri. kepada budaya Islam Nusantara yang ramah,
Bisa kita amati seperti kelompok Wahabiyah moderat, toleran melalui tradisi lokal.47
yang membawa budaya Timur Tengah yang
diklaim sebagai Islam yang paling benar NU, Islam Nusantara, dan Perdamaian
dan menunjukkan sikap supremasi. Dapat Tentang Islam Nusantara bagi kalangan
kita temukan kelompok gerakan radikal dan kaum Nahdliyin bukanlah hal yang baru, pada
ektrem yang mengusung isu negara Islam Muktamar NU ke-33 bertepatan di Jombang,
yang berasal dari kalangan wilayah Irak dan dengan mengusung tema “Meneguhkan
Syria yang dikenal dengan ISIS (Islamic state of Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia
Iraq and Syria).44 Tentunya model Islam yang dan Dunia”, pengusungan tema tersebut
seperti ini yang mulai memasuki wilayah tidak hanya menegaskan ideologi semata,
Nusantara seperti ormas Islam HTI (Hizbut- akan tetapi juga bertujuan untuk menyemai
Tahrir Indonesia, MMI (Majelis Mujahidin peradaban yang damai dan toleran. Hal
Indonesia), dan FPI (Front Pembela Islam) yang ini tentu saja menggambarkan Muslim NU
pada intinya sama-sama mengusung jargon yang memegang teguh prinsip raḥmatan li
khilafah, sangat bertolakbelakang dengan al-ālamīn. Corak keislaman ala NU adalah
Islam Nusantara yang moderat.45 bentuk respons terhadap globalisasi. Menurut
Alasan kelompok puritan ini menentang Akhmad Sahal, Islam Nusantara yang dipahami
Islam Nusantara adalah mereka menganggap sebagai manifestasi dari sikap menghadapi
Islam yang sebenarnya dan yang paling benar, arus globalisasi dapat digambarkan dengan
yaitu Islam seperti yang ada di Timur Tengah, pengistilahan (Langgamnya Nusantara, tapi
terutama wilayah Arab. Oleh karenanya, Isinya Islam, Bajunya Indonesia tapi badannya
kelompok puritan ini cenderung ingin meng- Islam).
Arabisasi wilayah Nusantara, karena Islam Selanjutnya, Akhmad Sahal memahami
yang kaffah menurut mereka harus sesuai Islam Nusantara corak NU sebagai wujud
dengan di Arab dan juga yang dilakukan oleh kontekstualisasi Islam dari kacamata uṣūl fiqh.
Nabi Muhammad SAW. Berangkat dari sinilah Pernyatan tersebut memanglah benar, NU
kelompok ini dengan mudah men-judge kafir sangat mempertimbangkan berubahnya situasi
dan sesat terhadap umat Islam lain yang tidak kondisi suatu masyarakat dengan menjunjung
sependapat dengannya dan wajib dimusnahkan tinggi prinsip kemaslahatan umat sebagai
atau diperangi.46 Sejalan dengan hal tersebut, tolak ukur. NU juga menekankan pembaharuan
dalam memahami Islam karena mengalami
43
Ramadi Ahmad, “Rancang Bangun Islam Nusantara”,
hlm. 4.
perubahan konteks geograsif yang sebelumnya
44
Kunawi Basyir, “Perjumpaan Agama dan Budaya: berasal dari Arab menuju kawasan Nusantara.48
Melacak Konsep dan Ideologi Gerakan Keagamaan di Ormas Islam terbesar di dunia ini menjadi
Indonesia”, Vol. 11, No. 2, Desember 2017, hlm. 305.
45
Basyir, “Perjumpaan Agama.”, hlm. 305. cerminan bagi semua kalangan umat Muslim
46
Muhammad Agus Mushodia dan Suhono, “Ajaran Islam lainnya yang memiliki ciri tipologi yang khas
Nusantara di dalam Kamus Santri Tiga Bahasa Indonesia-
Inggris-Arab Karya Slamet Riyadi dan Ainul Farihin (Studi 2017, hlm. 210.
Analisis Simiotika dan Konsep Pribumisasi Islam Abdurrahman 47
Hamidullah Ibda, “ Penguatan Nilai-nilai.”, hlm. 149.
Wahid),” Jurnal Bahasa Lingua Scientia, Vol. 9, No. 2, November 48
Taufik Bilfagih, “Islam Nusantara”, hlm. 57.

132 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
tersendiri. Sikapnya yang moderat, toleransi, di bumi Nusantara. Sampai saat ini, strategi
menerima perbedaan, damai, melebur dengan dakwah ala Walisongo tetap dipelihara dan
budaya lokal, setidaknya berperan sebagai dilestarikan oleh warga NU yang merupakan
kiblat Islam dunia dalam menerapkan prinsip ciri khas dari munculnya Islam Nusantara.51
keislaman sesuai dengan keadaan tradisi Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj
dan budaya setempat tanpa mengurangi mengatakan bahwa NU, sebagai organisasi
teologi Islam sendiri. Begitu jauh berbeda keagamaan dan social, memiliki komitmen
dengan klaim kelompok-kelompok puritan tinggi terhadap gerakan kemanusiaan dan
yang menjargonkan ‘masuk Islam itu harus kebangsaan, dikarenakan NU menganut
kaffah’ yang merujuk pada kehidupan zaman ahlussunnah wal jamaah an-nahḍiyyah dalam
Nabi. Akan tetapi seiring berkembangnya tiga pilar utama yang meliputi: ukhwah
zaman, Islam mengalami perkembangan dan islāmiyyah (landasn iman atau teologi), ukhwah
membentuk peradaban baru sesuai dengan waṣaṭiyyah (solidaritas kebangsaan) dan ukhwah
budaya setempat yang nantinya melahirkan insāniyyah (kemanusiaan). Tantangan NU kali
produk baru yang dinamakan Islam lokal. Islam ini yang harus dihadapi adalah munculnya
Nusantara di sini sebagai wujud manifestasi kelompok-kelompok puritan yang sedikit-
dari Islam lokal di Indonesia. sedikit mengkafirkan, merasa paling benar,
Azyumardi Azra mengungkapkan, Islam ekstrem, intoleran dan sejenisnya. Kelompok
Nusantara ala Nahdlatul Ulama ini memiliki ini menganggap Islam yang sesungguhnya
potensi untuk kemajuan bangsa guna adalah Islam seperti Arab, mereka tidak tahu
mewujudkan peradaban Islam yang raḥmatan mana agama dan mana budaya, yang akhirnya
li al-ālamīn. Salah satu modal terbesar sebagi men-judge sesat masyarakat pribumi dalam
wujud potensi yang dimiliki adalah kekayaan melaksanakan ibadah atau ritual keagamaan
dan beragamnya lembaga baik berupa sekolah, ala budaya lokal.52
masjid, pesantren, madrasah, klinik dan rumah Ajaran NU mengedepankan sikap tawaṣuṭ,
sakit, serta perguruan tinggi.49 tawāzun dan juga tasāmuḥ, yang dengan ini
Menurut Fazlur Rahman, Islam Nusantara akhirnya akan menjadikan umat NU khas
memiliki potensi yang begitu besar untuk Nusantara memperoleh penyegaran dalam
menjadi garda terdepan dalam memajukan memahami makna agama. Hal tersebut juga
peradaban Islam secara global. Dengan mene­ menunjukkan kematangan yang akhirnya tidak
rapkan peradaban jalan tengah (waṣaṣiyyah), emosional, tidak dangka, akan tetapi justru
kontribusi Islam Nusantara terhadap pera­ menerima dengan ikhlas karena prinsip hidup
daban dunia terutama dunia Islam kian me­ ini mengabdi dan khidmat terhadap Allah SWT
ning­kat dengan menerapkan Islam harmonis, dan kepada umat.53 Upaya untuk membangun
damai dan humanis. Mengaca pada peristiwa kehidpan yang damai dan harmonis di tengah
yang terjadi di Timur Tengah yang hingga masyarakat yang sifatnya multikultural sangat
saat ini mengalami perang saudara, NU dan perlu untuk menerapkan dan mengembangkan
ormas Islam waṣaṭiyyah lainnya tidak hanya local wisdom yang kita ketahui sampai hari ini
meningkatkan amal usaha dan pikiran di berhasil membangun kerukunan antar umat
Nusantara saja, akan tetapi juga lebih ekspansif beragama.54 Nahdlatul Ulama di sini juga
dalam menyebarkan Islam waṣaṭiyyah ke sebagai wujud manifestasi dari penerapan
pelbagai belahan dunia.50 Islam ala NU yang local wisdom yang tidak menghilangkan sisi
membaur dengan masyarakat dan budaya lokal kebudayaan pribumi, tetapi memadukan unsur
menghadirkan ketenangan dan kedamaian
51
Taufik Bilfagih, “Islam Nusantara.”, hlm. 58.
49
Taufik Bilfagih, “Islam Nusantara”, hlm., 58. 52
Taufik Bilfagih, “Islam Nusantara.”, hlm. 63.
50
Nur Khalik Ridwan, dkk, Gerakan Kultural Islam Nusantara, 53
Taufik Bilfagih, “Islam Nusantara.”, hlm. 64.
(Yogyakarta: Jamaah Nahdliyin Mataram (JNM) bekerjasama 54
Kunawi Basyir, “Membangun Kerukunan Antar Umat”,
dengan Panitia Muktamar NU Ke-33, Agustus 2015), hlm. 21. hlm. 188.

Islam Nusantara: Corak Keislaman Indonesia, Ali Mursyid Azisi 133


Islam dan budaya sebagai identitas beragama Islam Nusantara yang memegang paham
ala Nusantara. Dengan menerapkan kehidupan ahlussunnah waljamāah ini setidaknya menjadi
ber­negara, Islam Nusantara lebih memilih benteng untuk menjaga kesatuan Indonesia
paham moderat yang mengedepankan tole­ dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang
ransi antar umat beragama, pluralisme, mengedepankan toleransi, saling menghargai,
demokrasi maupun civil society.55 damai dan tentram.57 Dengan memegang
Karakter dari Islam Nusantara terutama prinsip raḥmatan lilālamīn, Islam Nusantara
kalangan NU yaitu dari segi keilmuan sangat mengemuka sebagai Islam yang sesungguhnya
jelas sanadnya yang bersambung sampai Nabi dengan menebar kebaikan terhadap seluruh
Muhammad SAW dan menggunakan cara alam dan menjadi garda terdepan untuk
berfikir sesuai dengan mazhab. Karakter Islam mewujudkan perdamaian antar umat beragama
Nusantara kedua adalah lebih mengedepankan baik skala lokal maupun Internasional.
kebajikan (maṣlaḥah) dan kearifan lokal (local
wisdom), dengan begitu Islam dengan mudah Kesimpulan
di terima oleh masyarakat lokal. Dengan Islam Nusantara merupakan Islam yang
begitu Islam Nusantara setidaknya bisa murni produk dari akulturasi Islam dan
mencontohkan bagaimana cara menerapkan budaya lokal Indonesia, yang menjadi ciri
nilai-nilai keislaman tanpa membuang unsur khas tersendiri dalam menerapkan nilai-
budaya. Karakteristik Islam Nusantara ketiga nilai keislaman. Islam Nusantara dan Islam
adalah tidak radikal dan frontal, akan tetapi di Nusantara tentu saja berbeda dan perlu
tegas, tidak kaku. Para ulama nusantara selalu pemahaman kembali. Islam di Nusantara
menjaga prinsip-prinsip yang tidak dapat lebih fokus merujuk pada Islam yang ada di
dikompromikan dengan cara-cara yang lentur. Nusantara, baik itu berbagai ormas Islam dan
Perlu diketahui juga bahwa Islam Nusantara aliran-aliran Islam baik yang moderat, puritan,
terutama ala NU merawat dan menjaga radikal yang ada di Nusantara dan bersifat
cara beragama dengan mengedepankan umum.
sikap menghargai dan saling mengerti atas Islam Nusantara lebih tertuju pada bagai­
perbedaan.56 mana nilai-nilai keislaman mempunyai corak
Islam Nusantara menduduki peran yang tersendiri yang disesuaikan dengan budaya
sentral untuk mengokohkan budaya lokal dan setempat, juga berkaitan dengan bagaimana
menjaga kesatuan Republik Indonesia dari para karakteristik ber-Islam ala Nusantara baik
kelompok puritan. Islam hadir di nusantara ibadah mahḍah maupun muāmalah. Tentunya
dengan tujuan mengislamkan masyarakat lokal Islam corak seperti ini sangat jauh berbeda
tanpa merusak tradisi dan budaya. Tentunya dengan Islam yang berasal dari Arab maupun
Islam kawasan Arab dengan Islam yang ada di kawasan Timur lainnya. Setiap wilayah
wilayah Nusantara sangat jauh berbeda dalam mempunyai budaya dan nilai-nilai sosial
segi budaya. Dengan begitu, tidak mudah masing-masing. Dengan begitu Islam Nusantara
bagi kelompok puritan yang merasa paling berusaha untuk menampilkan bagaimana cara
benar tersebut meng-Arab-isasi Nusantara menerapkan nilai-nilai Islam dengan budaya
ini. Indonesia sebagai tuan rumah atas Islam lokal nusantara tanpa mengurangi sedikit pun
Nusantara yang menjadi corak keislaman sisi teologi Islam itu sendiri. Islam Nusantara
khas, haruslah menjaga budaya dan memberi sangat dengan mudah menerima perbedaan
tempat serta membina Islam sebaik mungkin dan juga mengedepankan kemaslahatan,
supaya tidak berbenturan dengan budaya. toleransi, berifat damai, teduh dan saling
menghargai dan moderat.
55
Abdul Basid, “ Islam Nusantara: Sebuah Kajian Post
Tradisionalisme dan Neo Modernisme”, Tafaqquh: Jurnal
Penelitian dan Kajian Keislaman, Vol. 5, No. 1, Juni 2017, hlm. 7.
56
Ngatawi Al-Zastrouw, “ Mengenal Sejarah”, hlm. 13. 57
Puji Astuti, “Islam Nusantara”, hlm. 49.

134 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
Islam ala Nusantara jauh berbeda dengan Relevansinya dengan Nilai-Nilai Kearifan
Islam yang dianut oleh para kelompok puritan Lokal di Indonesia”, Fikri, Vol. 3, No. 1, Juni
yang cenderung saling menyesatkan, takfiri, 2018.
merasa paling unggul (supremasi), radikal, Astuti, Hanim Jazimah Puji, “Islam Nusantara:
dan suka melakukan kekerasan terhadap Sebuah Argumentasi Beragama dalam
siapa saja yang tidak sependapat dengannya. Bingkai Kultural”, Interdisciplinary Journal
Mereka dalam memaknai teks Al-Qur’an secara of Communication, Vol. 2, No. 1, Juni 2017.
tekstualis tanpa mengaca pada historisitas
turunnya ayat. Dengan begitu kelompok Basid, Abdul, “Islam Nusantara: Sebuah
semacam ini cenderung sering mengkafirkan Kajian Post Tradisionalisme dan Neo
dan memerangi siapa saja baik sesama muslim Modernisme”, Tafaqquh: Jurnal Penelitian
maupun nonmuslim yang dianggap sesat. Hal dan Kajian Keislaman, Vol. 5, No. 1, Juni 2017.
semacam ini yang sedang di hadapi oleh Islam Basyir, Kunawi, “Membangun Kerukunan
Nusantara di era globalisasi ini. Setidaknya Antar Umat Beragama berbasis Budaya
Islam Nusantara tetap menjadi garda terdepan Lokal Menyama Braya di Denpasar Bali”,
menghadang Arabisasi Bumi Indonesia oleh Religio: Jurnal Studi Agama-agama, Vol. 6, No.
kelompok puritan yang sering mengkafir- 2, 2016.
kafirkan. Dengan begitu, Islam Nusantara
________, “Konsep dan Gerakan Tawhid dalam
memiliki peran penting dalam upaya menjaga
Perpektif Antropologi Agama”, Jurnal Studi
cara ber-Islam ala Nusantara. Islam yang cinta
Agama-agama, Vol. 4, No. 2, September
tanah airnya, akan menjunjung tinggi nilai
2014.
budaya dan melestarikan budaya yang menjadi
identitas tersendiri; semua itu ada dalam ________,“Perjumpaan Agama dan Budaya:
tubuh Islam Nusantara. Islam ala Nusantara Melacak Konsep dan Ideologi Gerakan
ini setidaknya dapat menjadi kiblat bagi umat Keagamaan di Indonesia”, Vol. 11, No. 2,
Muslim di seluruh dunia yang mengedepankan Desember 2017.
toleransi, menghormati, menjunjung Bilfagih, Taufik, “ Islam Nusantara: Strategi
perdamaian, tidak radikal, damai, dan juga Kebudayaan NU di Tengah Tantangan
moderat. Global”, Jurnal of Islam and Plurality, Vol. 2,
No. 1, Desember 2016.
Darajat, Zakiyat, “Warisan Islam Nusantara”,
DAFTAR PUSTAKA Al-Turaz, Vol. XXI, No. 1, Januari 2015.
Hasirudin, M. Noor, “’Urf Sebagai Sumber
Ahmad, Ramadi, “Rancang Bangun Islam Hukum Islam (Fiqh) Nusantara”, Al-Fikr,
Nusantara”, Nuansa, Vol. VII, No. 1, Juni Vol. 20, No. 1, 2016.
2015.
Hidayat, Parhan, “Menjadi Juru Kunci Islam
Al-Zastrouw, Ngatawi, “Mengenal Sepintas Nusantara: Peran Perpustakaan dalam
Islam Nusantara”, Hayula: Indonesian Jurnal Melestarikan Naskah Islam Nusantara”, Al-
of Multidiciplinary Islamic Studies, Vol. 1, No. Turas, Vol. XXI, No. 2, Juli 2015.
1, Januari 2017.
Ibda, Hamidullah, “Penguatan Nilai-nilai
Alma’arif, “Islam Nusantara: Atudi Sufisme dalam Nyadran Sebagai Khazanah
Epistemologis dan Kritis”, Jurnal Studi Islam Nusantara”, Jurnal Islam Nusantara,
Keislaman, Vol. 15, No. 2, Desember 2015. Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2018.
Asnawi, Habib Sulthon, Eka Prasetiawati,
“Pribumisasi Islam Nusantara dan

Islam Nusantara: Corak Keislaman Indonesia, Ali Mursyid Azisi 135


Kasdi, Abdurrohman, “The Role of Walisongo in Susanto, Edy, Karimullah, “Islam Nusantara:
Developing Islam Nusantara Civilization”, Islam Khas dan Akomodasi Terhadap
Addin, Vol. 11, No. 1, February 2017. Budaya Lokal”, Al-Ulum, vol. 16, no. 1, Juni
Luthfi, Khabibi Muhammad, “Islam Nusantara: 2016.
Relasi Islam dan Budaya Lokal”, Shahih, Syafrizal, Ahmad, “Sejarah Islam Nusantara”,
Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2016. Islamuna, Vol. 2, No. 2, Desember 2015.
_______, “Kontekstualisasi Filologi dalam -
Teks-teks Islam Nusantara”, Ibda: Jurnal
Kebudayaan Islam, Vol. 14, No. 1, Januari
2016.
Moqsith, Abd, “Tafsir Atas Islam Nusantara: Dari
Islamisasi Nusantara Hingga Metodologi
Islam Nusantara”, Jurnal Multikultural &
Multireligius, Vol. 15, No. 2, Mei – Agustus
2016.
Mushodia, Muhammad Agus, Suhono, “Ajaran
Islam Nusantara di dalam Kamus Santri
Tiga Bahasa Indonesia-Inggris-Arab Karya
Slamet Riyadi dan Ainul Farihin (Studi
Analisis Simiotika dan Konsep Pribumisasi
Islam Abdurrahman Wahid), Jurnal Bahasa
Lingua Scientia, Vol. 9, No. 2, November
2017.
Mustofa, Saiful, “Meneguhkan Islam Nusantara
Untuk Islam Berkemajuan: Melacak
Akar Epistemologis dan Historis Islam
(di) Nusantara”, Episteme, Vol. 10, No. 2,
Desember 2015.
Qomar, Mujamir, “Islam Nusantara: Sebuah
Alternatif Model Pemikiran, Pemahaman,
dan Pengamalan Islam”, El-Harakah, Vol.
17, No. 2, 2015.
Rasyid, Muhammad Makmun, “Islam Rahmatan
Lil Alamin Perspektif KH. Hasyim Muzadi”,
Episteme, Vol. 11, No. 1, Juni 2016.
Ridwan, Nur Khalik, dkk, Gerakan Kultural Islam
Nusantara, Yogyakarta: Jamaah Nahdliyin
Mataram (JNM) bekerjasama dengan
Panitia Muktamar NU Ke-33, Agustus 2015.
Sumpena, Deden, “Islam dan Budaya Lokal:
Kajian Terhadap Interelasi Islam dan
Budaya Sunda”, Academic Jurnal for Homiletic
Studies, vol. 6, no. 1, Juni 2012.

136 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136

Anda mungkin juga menyukai