Abstract:
Currently, Archipelagic Islam (Islam Nusantara) is a familiar term to Indonesian people. In addition to giving
a dystinctive color to Islam, it also promotes diversity, by adapting Islamic values into the local culture. Islam
Nusantara brings forward moderate understanding of Islam by accepting differences, promoting well-being,
tolerance, mutual respect and peace. On the other side, the puritans do not regard the culture as a national
identity based on textualist interpretation of the Qur’an ultimately leading to violence, coercion, infidelity,
misleading and intolerance. This paper will examine what Islam Nusantara means and what kind of Islam that
it promotes and how it plays a role in safeguarding the unity of the Republic of Indonesia from the puritan
groups who are easily to label others as infidels for not practicing Islam as found in the Middle East.
Keywords: Islam Nusantara, Nusantara, Puritans, Local Culture
Abstrak:
Istilah Islam Nusantara tidak asing lagi dimata masyarakat Indonesia. Selain memberi warna tersendiri bagi
corak keislaman, juga melahirkan keragaman menerepkan nilai-nilai Islam yang disesuaikan dengan budaya
setempat. Islam Nusantara sendiri cenderung pada paham moderat, yang menerima perbedaan, mengedepankan
kemaslahatan, toleransi, saling menghargai dan damai. Tidak seperti golongan-golongan puritan yang tidak
menghargai budaya sebagai indentitas bangsa dan pemahaman tentang Qur’an yang tekstualis yang akhirnya
berujung pada tindak kekerasan, paksaan, sedikit-sedikit kafir, menyesatkan dan intoleran. Tulisan ini akan
memaparkan apa itu Islam Nusantara, bagaimana corak Islam ala Nusantara, dan sikap maupun peran Islam
Nusantara untuk menjaga kesatuan Republik Indonesia dari kelompok puritan yang selama ini kerap jadi
kelompok yang gampang sekali mengkafirkan karena tidak sesuai dengan islam yang seperti halnya kawasan
Timur Tengah.
Kata Kunci: Islam Nusantara, Kelompok Puritan, Budaya Lokal
124 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
betul bagaimana Islam Nusantara muncul atau ciri khas, hal ini berarti mencatat
dan mengapa menjadi identitas keislaman karakteristik dan watak Islam yang tumbuh
khas Indonesia. Mengenai bagaimana Islam di Indonesia baik dari segi ibadah muāmalah
dan budaya bisa saling berkompromi yang dan mahḍah. Penjelasan tentang apa itu Islam
nantinya melahirkan Islam lokal atau Islam Nusantara juga di paparkan oleh Gus Mus (KH.
ala Nusantara. Pendapat beberapa tokoh Mustofa Bisri). Menurut beliau, kata Nusantara
kali setidaknya dapat memahamkan tentang akan salah maksud jika dipahami dalam
budaya dan agama yang saling berhubungan struktur na’at-man’ut atau penyifatan sehingga
dalam membentuk identitas keagamaan suatu berarti “Islam yang di-Nusantarakan”. Akan
wilayah. Menurut Akhmad Sahal, dimensi tetapi benar bila diletakkan dalam struktur
budaya dan keagamaan seharusnya saling idhāfah (penunjukan tempat) yang berarti
berjalin kelindan satu sama lain. “Islam di Nusantara”.5
Dimensi tersebut mengacu pada suatu Mengenai penjelasan Gus Mus tentang
cara Islam berkompromi dengan wilayah kebu Islam Nusantara di atas memanglah tidak salah
dayaan tertentu. Dampaknya adalah sikap Islam ketika dimaksudkan dalam konteks untuk
yang tidak lagi tertutup dan juga kaku, akan meredam segala ketakutan suatu kelompok
tetapi menghargai adanya perbedaan. Islam yang salah paham dalam memahami arti Islam
semacam ini nantinya akan mengakomodir Nusantara sesungguhnya. Akan tetapi perlu
nilai-nilai yang terkandung dalam suatu dicermati, penunjukan suatu wilayah juga
wilayah masyarakat tertentu. Hal ini sejalan dapat diartikan menguak segala sesuatu, segala
dengan pendapat Gus Dur, “Tumpang tindih unsur yang terdapat dalam suatu wilayah
antara agama dan budaya akan terjadi terus tersebut. Oleh karenanya, suka atau tidak
menerus sebagai suatu proses yang akan suka, mau tidak mau, masyarakat Indonesia
memperkaya kehidupan dan membuatnya ini harus tetap menjaga dan merangkul corak,
tidak gersang”. Pernyataan tersebut nantinya karakteristik dan watak dari sebuah wilayah
akan meluas pada domain tentang pemaknaan itu sendiri yang disebut nusantara. Maka dari
apa sebenarnya Islam Nusantara itu. Apakah itu, nusantara memiliki ciri khas tersendiri
Islam yang ada di Nusantara, atau Islam dalam menerapkan nilai-nilai keislaman yang
yang bersifat Nusantara?. Nah, di sini masih melebur terhadap kebudayaan masyarakat
terdapat ambiguitas terhadap pemaknaan Indonesia.6 Sejalan dengan pendapat Azyumardi
Islam Nusantara.4 Azra, Islam Nusantara mengacu pada Islam
Dari dua pernyataan di atas tentang Islam distingtif hasil dari kontekstualisasi, interaksi,
Nusantara memiliki makna yang berbeda. vernakularisasi dan Indigenisasi Islam yang
Pertama merujuk pada Islam yang ada di bumi universal dengan budaya, realitas sosial dan
nusantara, sedangkan pernyataan yang kedua agama di bumi Indonesia. Lebih singkatnya,
merujuk pada corak atau nilai-nilai keislaman dapat dikatakan bahwa Islam Nusantara
khas dari nusantara. Jika Islam Nusantara ini adalah praktik keislaman di nusantara sebagai
dimaknai sebagai Islam yang ada di nusantara implementasi dari hasil dialektika atau
atau nusantara sendiri disebutkan sebagai interaksi antara syariat dengan budaya dan
wilayah, maka sebutan Islam nusantara ini realitas sosial masyarakat.7
mendefinisikan berbagai ormas maupun aliran Menurut analisis mengenai Islam Nusantara
Islam yang terdapat di bumi Indonesia ini. Akan oleh Nurcholis Madjid, hasil pemikiran dan
tetapi, jika Islam Nusantara dimaknai sebagai peradaban manusia akan lebih tangguh jika
nilai-nilai yang mempunyai corak tersendiri
5
Puji Astuti, “Islam Nusantara”, hlm. 407.
4
Saiful Mustofa, “Meneguhkan Islam Nusantara Untuk 6
Puji Astuti, “Islam Nusantara”, hlm. 408.
Islam Berkemajuan: Melacak Akar Epistemologis dan Historis 7
Edy Susanto Karimullah, “Islam Nusantara: Islam Khas
Islam (di) Nusantara,” Episteme, Vol. 10, No. 2, Desember 2015, dan Akomodasi Terhadap Budaya Lokal”, Al-Ulum, Vol. 16, No.
hlm. 407. 1, Juni 2016, hlm. 65.
126 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
khas nusantara yang tentunya tidak sama sekurangnya empat model perkembangan dan
dengan kawasan Timur Tengah.14 pertumbuhan Islam Nusantara di Indonesia,
Contoh produk simbol-simbol keislaman yakni model Minang, model Jawa, model Goa
khas nusantara dapat dengan mudah dan model Aceh.17
ditemukan, salah satunya kebiasaan para santri Nampaknya keberhasilan perkawinan an
dan kiai mengenakan sarung. Selain berfungsi tara Islam dan tradisi lokal sangat serasi sekali
untuk menutup aurat, sarung juga tidak pernah dan menghasilkan pelbagai produk kearifan
diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW pada lokal (local wisdom) yang dapat dengan mudah
zaman dahulu. Akan tetapi, Nabi mengadopsi ditemui dalam kehidupan masyarakat Muslim
pakaian tradisi bangsa Arab yaitu mengenakan di Nusantara. Contohnya adalah berbagai
jubah. Saat ini perlu kita ketahui bahwa model bangunan masjid yang mengenakan
sarung kini menjadi simbol keislaman yang model tradisi lama yang dipadukan dengan
secara kultural telah melekat sebagai identitas unsur keislaman, seperti bangunan Masjid
Muslim Nusantara. Hingga kini, tradisi Agung Kudus yang menjadi saksi betapa
mengenakan sarung oleh kalangan santri dan Hindu dan Islam bisa saling berasimilasi tanpa
juga masyarakat Nahdliyin terus di lestarikan. harus saling menjatuhkan satu sama lain.
Bahkan, Nahdlatul Ulama sendiri sering kali Bentuk menara masjid nampaknya didesain
di sebut dengan Organisasi Kaum Sarungan.15 sedemikian rupa hingga menyerupai bangunan
Hal yang perlu diperhatikan juga adalah kadar candi. Begitupun jua masjid yang dibangun
penerimaan masyarakat Indonesia terhadap oleh para Walisongo, yaitu Masjid Agung
hadirnya Islam tidaklah semua sama. Sebagian Demak, yang memadukan antara ruh Islam dan
masyarakat ada yang menerima Islam secara lokalitas kebudayaan jawa. Perkawinan antara
keseluruhan, dan ada juga yang menerima Islam dan budaya ini bisa dibilang seksi sekali,
secara setengah-setengah. Dampak dari sampai hari ini pun tetap eksis dan menjadi
perbedaan tingkat kadar penerimaan tersebut, simbol ciri khas kesilaman tersendiri dari
maka nantinya akan menyebabkan Islam Islam Nusantara.18
Nusantara pun tidaklah bersifat tunggal.16 Kawasan Islam Nusantara nampaknya
Juga perlu diketahui bahwa tingkat pene termasuk salah satu dari delapan ranah
rimaan Islam terhadap budaya yang tersebar religio-cultural Islam. Tujuh ranah agama-
di Indonesia begitu beragam dan tidak dapat budaya Islam lainnya meliputi Turki, Persia/
disamakan. Menurut Azyumardi Azra, tingkat Iran, Arab, Anak Benua India, Afrika Hitam,
penerimaan masyarakat terhadap Islam Dunia Barat dan Sino-Islam. Kedelapan ranah
pada suatu wilayah tidak hanya tergantung tersebut, selain memegang prinsip pokok
kapan pengenalan Islam itu terjadi, tetapi ajaran Islam yang sama dalam unsur ibadah
juga tergantung dari watak setiap wilayah dan akidah, akan tetetapi dari setiap ranah
masyarakat yang dihadapi Islam itu sendiri. tersebut memiliki corak keberagamaan dan
Berangkat dari sinilah lahir produk ekspresi kebudayaan yang berbeda satu sama lain.19
keislaman yang dibilang plural. Ada Islam KH. Ma’ruf amin juga angkat bicara mengenai
Minang, Islam Sasak, Islam Jawa, Islam bugis dan Islam Nusantara. Beliau mengemukakan bahwa
Islam lainnya yang menunjukkan kebhinekaan Islam Nusantara merupakan Islam ahl sunnah
dari Islam Nusantara. Hingga saat ini, Islam wal jamā’ah an-nahḍiyyah yang di anut oleh
Nusantara mengalami perkembangan yang ormas Islam terbesar di Indonesia dan bahkan
berbeda. Menurut Taufik Abdullah, tercatat dunia, yaitu Nahdlatul Ulama. Selanjutnya,
14
Abd Moqsith, “Tafsir Atas Islam Nusantara: Dari Islam Nusantara ini mencakup beberapa
Islamisasi Nusantara Hingga Metodologi Islam Nusantara”,
Jurnal Multikultural & Multireligius, Vol. 15, No. 2, Mei – Agustus 17
Moqsith, “Tafsir Atas Islam Nusantara,” hlm. 23.
2016, hlm. 22. 18
Zakiya Darajat, “Warisan Islam”, hlm. 83-84.
15
Moqsith, “Tafsir Atas Islam Nusantara,” hlm. 22. 19
Sulthon Asnawi, Eka Prasetiawati, “Pribumisasi Islam”,
16
Moqsith, “Tafsir Atas Islam Nusantara,” hlm. 22. hlm. 228.
128 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
Arab. Sejak berabad-abad keberadaan batu yang masih menganut Hindu-Buddha untuk
nisan tersebut masih menjadi misteri, apakah memeluk Islam.30
batu nisan itu menjadi suatu tanda munculnya Perlu dipahami bahwa proses Islamisasi
Islam pertama kali yang dibawa oleh pedagang di Nusantara ini bukan merupakan hal yang
muslim, ataukah hanya sebuah batu pemberat mudah. Pasalnya, masyarakat yang kala itu
yang dibuang oleh kapal dagang kaum Islam menganut Hindu sangat kuat sekali tingkat
kala itu.28 Dalam versi lain, disebutkan dalam religiusitasnya terhadap ajaran agamanya.
serat Babad Tanah Jawi bahwa Islam hadir Versi lain mengatakan bahwa Islam hadir
pertama kali di kawasan Nusantara di pulau di Nusantara tidak lepas dari peran Sayyid
jawa, karena waktu itu pulau Jawa-lah yang Muhammad Al-Bakir yang dikenal dengan
sudah mengalami peradaban yang besar Syekh Subakir, yang kala itu menyiarkan Islam
sebelumnya dibandingkan pulau lain. Maka dengan memengaruhi penguasa-penguasa
dari itu, versi Babad Tanah Jawi menyebutkan kerajaan terdahulu. Meski demikian, Islam
Islam hadir pertama kali di pulau Jawa, karena kala itu belum mengalami pertumbuhan yang
Jawa kala itu menjadi pusat peradaban. signifikan. Ketika kehadiran Walisongo di
Terdapat ungkapan lain oleh sarjana Harry W bumi Nusantara, barulah Islam mengalami
Hazzard tentang hadirnya Islam di Nusantara, perkembangan yang signifikan dan hingga
yaitu dugaan Islam hadir di bumi Nusantara akhirnya penduduk peribumi banyak yang
pada abad ke-7.29 menganutnya.31
Dari adanya beberapa versi tentang kapan Hadirnya Walisongo ini menjadi tonggak
hadirnya Islam pertama kali di Nusantara, awal munculnya Islam Nusantara32 yang
belum ada titik temu pasti. Dalam sejarah, pada menjadi ciri khas model keislaman Nusantara
mulanya hadirnya Islam di Nusantara melalui yang memadukan unsur Islam dan budaya.
proses dakwah bil ḥāl atau mission sacre, yang Dalam mensyiarkan Islam, Walisongo
dahulu disyiarkan oleh pedagang sekaligus sangatlah bijak dengan tidak merusak budaya
mubalig. Para mubalig ini dalam strategi yang sudah melekat pada masyarakat Jawa
awal menyiarkan Islam dengan menerapkan sebelumnya. Salah satu strategi dakwah
nilai-nilai keislaman, seperti sikap santun Walisongo adalah membangun teologi Islam
terhadap siapa saja, suka menolong, menjaga dengan media wayang tanpa menyinggung
kebersihan badan, tempat ibadah, bersikap perasaan masyarakat lokal yang kala itu masih
sederhana, ketika bergaul dengan masyarakat menganut Hindu. Wayang sendiri merupakan
lokal menggunakan bahasa yang santun dan kebudayaan khas Hindu-Buddha yang diadopsi
saling menghormati satu sama lain, bahkan oleh Walisongo sebagai strategi berdakwah.
juga dengan membantu pengobatan dan saling Melalui media wayang inilah Walisongo,
menyayangi manusia maupun alam sekitar. khususnya Sunan Kalijaga, memanfatkannya
Para mubaligh ini pada intinya mengajarkan sebagi sarana untuk memperkenalkan ajaran
tata krama yang baik dalam hidup Islam melalui kesenian. Pada mulanya, wayang
bermasyarakat. Dengan begitu, daya tarik berisikan teologi dan filsafat Hindu yang
masyarakat local, yang kala itu masih memeluk kemudian oleh Walisongo dikonstruk ke dalam
Hindu-Buddha, mulai muncul terhadap Islam teologi Islam.33 Hingga kini, cerita pewayangan
dan selanjutnya mulai ada kadar keimanan masih menggunakan kisah-kisah dari kitab
dan mulai tertarik terhadap kepribadian kaum Ramayana dan Mahabaratha yang bernuansa
muslim tersebut. Dengan begitu kaum muslim Hindu. Kemudian kisah-kisah pewayangan dari
dengan mudah menarik masyarakat lokal 30
Taufik Bilfagih, “ Islam Nusantara”, hlm. 60.
31
Taufik Bilfagih, “ Islam Nusantara”, hlm., 61.
28
Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara”, hlm. 60. 32
Abdurrohman Kasdi, “The Role of Walisongo in
29
Alma’arif, “Islam Nusantara: Atudi Epistemologis dan Developing Islam Nusantara Civilization”, Addin, Vol. 11, No. 1,
Kritis”, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 15, No. 2, Desember 2015, February 2017, hlm. 1.
hlm. 274-275. 33
Taufik Bilfagih, “ Islam Nusantara”, hlm. 61.
130 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
keragaman dan peradaban budaya di setiap berkembangnya Islam tersebut menuju ke
wilayah tidak dapat dipungkiri, setiap wilayah arah perdamaian.41
memiliki karakteristik tersendiri dalam Hadirnya sesuatu di suatu wilayah tentu
berkehidupan sosial budaya.39 tidak semua menerima dengan baik. Keha
Islam yang tumbuh berkembang di Nusan diran Islam di pelbagai wilayah tentunya
tara memang merupakan sebuah kreativitas mempunyai tantangan tersendiri yang harus
dari peradaban dan kebudayaan yang ada dihadapi. Memang perbedaan cara pandang
di wilayah tertentu yang didasarkan pada sudah lumrah terjadi, akan tetapi perlu
pengamalan dan penghayatan ajaran Islam. digaris-bawahi jika sampai kelompok yang
Perlu diakui bahwa, Islam juga memiliki peran tidak menerima mengancam keselamatan
yang begitu sentral terhadap peradaban dan maka hal tersebut menjadi masalah yang
perubahan arah dunia. Selain itu, Islam kini cukup serius. Tantangan yang harus di hadapi
juga semakin berkembang di berbagai belahan yaitu bersifat internal dan eksternal. Masalah
dunia, baik dari segi kuantitatif maupun Internal terkait dengan munculnya kelompok
kuantitatif. Seperti yang terjadi di beberapa Islam Puritan yang menganggap paling unggul
negara maju seperti Prancis, Amerika sendiri (supremasi), takfiri, sedikit-sedikit
Jepang dan Inggris. Kini pertambahan umat sesat, bid’ah dan kerap kali muncul kelompok-
Islam menduduki peringkat tertinggi. Juga kelompok teroris yang antikebudayaan dan
perlu dipahami bahwa Islam yang tumbuh akhirnya berujung pada tindak kekerasan
berkembang pada beberapa negara tersebut bahkan pembantaian.
memiliki corak tersendiri dalam menjalankan Kategori masalah eksternalnya meliputi
ajaran Islam.40 munculnya Islamophobia, yang memandang
Indonesia merupakan negara dengan Islam sebagai ancaman bagi mereka, baik
jumlah muslim terbesar di dunia, sedangkan pada level kelompok berskala kecil maupun
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi besar dan juga level negara. Kedua masalah
masyarakat (ormas) Islam terbesar di tersebut sangatlah saling memengaruhi. Tidak
Indonesia dan bahkan juga terbesar di dunia. bisa dipungkiri juga bahwa nantinya hal ini
NU memiliki peran yang sangat sentral juga berdampak pada dinamika kehidupan
dalam menjaga kelestarian budaya dan kebudayaan dan keagamaan pada umumnya.
corak keislaman di bumi Nusantara. Sejalan Akan tetapi dinamika tersebut cenderung dan
dengan perkembangan dan peradaban Islam menjerumus pada keresahan dan ketegangan
Nusantara yang memiliki paham moderat, masyarakat baik ranah lokal ataupun
toleransi, dan damai menjadikannya sebagai internasional.42
kiblat bagi dunis dalam menerapkan ajaran Kelompok-kelompok puritan yang
dan nilai-nilai keislaman dengan tidak lepas merasa paling unggul, ekstrem, sedikit-sedi
dari unsur budaya. Dari setiap pertumbuhan kit menyesatkan, sedikit-sedikit mencap
jumlah kapasitas Muslim di seluruh dunia kafir (takfiri) tersebut merupakan kelompok
perlu ditanyakan kembali, apakah dengan anti
toleran, memba hayakan karena bisa
pertumbuhan itu akan membawa ketenangan saja melakukan penyerangan baik terhadap
dan perdamaian, atau sebaliknya yang justru Muslim maupun non-Muslim yang tidak
menjadi sebuah ancaman. Hal inilah yang sependapat dengannya. Mereka dalam
seharusnys dilakukan oleh umat Islam di memahami Al-Qur’an secara tekstualis dan
Indonesia khususnya Islam Nusantara yang beranggapan Tuhan telah termanifestasikan
berkepentingan untuk memastikan dari ke dalam syariat. Oleh karenanya, tidak heran
39
Ramadi Ahmad, “Rancang Bangun Islam Nusantara”, 41
Ramadi Ahmad, “Rancang Bangun Islam Nusantara”,
Nuansa, Vol. VII, No. 1, Juni 2015, hlm. 2. hlm. 3-4.
40
Ramadi Ahmad, “Rancang Bangun Islam Nusantara”, 42
Ramadi Ahmad, “Rancang Bangun Islam Nusantara”,
hlm. 3. hlm. 4.
132 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
tersendiri. Sikapnya yang moderat, toleransi, di bumi Nusantara. Sampai saat ini, strategi
menerima perbedaan, damai, melebur dengan dakwah ala Walisongo tetap dipelihara dan
budaya lokal, setidaknya berperan sebagai dilestarikan oleh warga NU yang merupakan
kiblat Islam dunia dalam menerapkan prinsip ciri khas dari munculnya Islam Nusantara.51
keislaman sesuai dengan keadaan tradisi Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj
dan budaya setempat tanpa mengurangi mengatakan bahwa NU, sebagai organisasi
teologi Islam sendiri. Begitu jauh berbeda keagamaan dan social, memiliki komitmen
dengan klaim kelompok-kelompok puritan tinggi terhadap gerakan kemanusiaan dan
yang menjargonkan ‘masuk Islam itu harus kebangsaan, dikarenakan NU menganut
kaffah’ yang merujuk pada kehidupan zaman ahlussunnah wal jamaah an-nahḍiyyah dalam
Nabi. Akan tetapi seiring berkembangnya tiga pilar utama yang meliputi: ukhwah
zaman, Islam mengalami perkembangan dan islāmiyyah (landasn iman atau teologi), ukhwah
membentuk peradaban baru sesuai dengan waṣaṭiyyah (solidaritas kebangsaan) dan ukhwah
budaya setempat yang nantinya melahirkan insāniyyah (kemanusiaan). Tantangan NU kali
produk baru yang dinamakan Islam lokal. Islam ini yang harus dihadapi adalah munculnya
Nusantara di sini sebagai wujud manifestasi kelompok-kelompok puritan yang sedikit-
dari Islam lokal di Indonesia. sedikit mengkafirkan, merasa paling benar,
Azyumardi Azra mengungkapkan, Islam ekstrem, intoleran dan sejenisnya. Kelompok
Nusantara ala Nahdlatul Ulama ini memiliki ini menganggap Islam yang sesungguhnya
potensi untuk kemajuan bangsa guna adalah Islam seperti Arab, mereka tidak tahu
mewujudkan peradaban Islam yang raḥmatan mana agama dan mana budaya, yang akhirnya
li al-ālamīn. Salah satu modal terbesar sebagi men-judge sesat masyarakat pribumi dalam
wujud potensi yang dimiliki adalah kekayaan melaksanakan ibadah atau ritual keagamaan
dan beragamnya lembaga baik berupa sekolah, ala budaya lokal.52
masjid, pesantren, madrasah, klinik dan rumah Ajaran NU mengedepankan sikap tawaṣuṭ,
sakit, serta perguruan tinggi.49 tawāzun dan juga tasāmuḥ, yang dengan ini
Menurut Fazlur Rahman, Islam Nusantara akhirnya akan menjadikan umat NU khas
memiliki potensi yang begitu besar untuk Nusantara memperoleh penyegaran dalam
menjadi garda terdepan dalam memajukan memahami makna agama. Hal tersebut juga
peradaban Islam secara global. Dengan mene menunjukkan kematangan yang akhirnya tidak
rapkan peradaban jalan tengah (waṣaṣiyyah), emosional, tidak dangka, akan tetapi justru
kontribusi Islam Nusantara terhadap pera menerima dengan ikhlas karena prinsip hidup
daban dunia terutama dunia Islam kian me ini mengabdi dan khidmat terhadap Allah SWT
ningkat dengan menerapkan Islam harmonis, dan kepada umat.53 Upaya untuk membangun
damai dan humanis. Mengaca pada peristiwa kehidpan yang damai dan harmonis di tengah
yang terjadi di Timur Tengah yang hingga masyarakat yang sifatnya multikultural sangat
saat ini mengalami perang saudara, NU dan perlu untuk menerapkan dan mengembangkan
ormas Islam waṣaṭiyyah lainnya tidak hanya local wisdom yang kita ketahui sampai hari ini
meningkatkan amal usaha dan pikiran di berhasil membangun kerukunan antar umat
Nusantara saja, akan tetapi juga lebih ekspansif beragama.54 Nahdlatul Ulama di sini juga
dalam menyebarkan Islam waṣaṭiyyah ke sebagai wujud manifestasi dari penerapan
pelbagai belahan dunia.50 Islam ala NU yang local wisdom yang tidak menghilangkan sisi
membaur dengan masyarakat dan budaya lokal kebudayaan pribumi, tetapi memadukan unsur
menghadirkan ketenangan dan kedamaian
51
Taufik Bilfagih, “Islam Nusantara.”, hlm. 58.
49
Taufik Bilfagih, “Islam Nusantara”, hlm., 58. 52
Taufik Bilfagih, “Islam Nusantara.”, hlm. 63.
50
Nur Khalik Ridwan, dkk, Gerakan Kultural Islam Nusantara, 53
Taufik Bilfagih, “Islam Nusantara.”, hlm. 64.
(Yogyakarta: Jamaah Nahdliyin Mataram (JNM) bekerjasama 54
Kunawi Basyir, “Membangun Kerukunan Antar Umat”,
dengan Panitia Muktamar NU Ke-33, Agustus 2015), hlm. 21. hlm. 188.
134 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136
Islam ala Nusantara jauh berbeda dengan Relevansinya dengan Nilai-Nilai Kearifan
Islam yang dianut oleh para kelompok puritan Lokal di Indonesia”, Fikri, Vol. 3, No. 1, Juni
yang cenderung saling menyesatkan, takfiri, 2018.
merasa paling unggul (supremasi), radikal, Astuti, Hanim Jazimah Puji, “Islam Nusantara:
dan suka melakukan kekerasan terhadap Sebuah Argumentasi Beragama dalam
siapa saja yang tidak sependapat dengannya. Bingkai Kultural”, Interdisciplinary Journal
Mereka dalam memaknai teks Al-Qur’an secara of Communication, Vol. 2, No. 1, Juni 2017.
tekstualis tanpa mengaca pada historisitas
turunnya ayat. Dengan begitu kelompok Basid, Abdul, “Islam Nusantara: Sebuah
semacam ini cenderung sering mengkafirkan Kajian Post Tradisionalisme dan Neo
dan memerangi siapa saja baik sesama muslim Modernisme”, Tafaqquh: Jurnal Penelitian
maupun nonmuslim yang dianggap sesat. Hal dan Kajian Keislaman, Vol. 5, No. 1, Juni 2017.
semacam ini yang sedang di hadapi oleh Islam Basyir, Kunawi, “Membangun Kerukunan
Nusantara di era globalisasi ini. Setidaknya Antar Umat Beragama berbasis Budaya
Islam Nusantara tetap menjadi garda terdepan Lokal Menyama Braya di Denpasar Bali”,
menghadang Arabisasi Bumi Indonesia oleh Religio: Jurnal Studi Agama-agama, Vol. 6, No.
kelompok puritan yang sering mengkafir- 2, 2016.
kafirkan. Dengan begitu, Islam Nusantara
________, “Konsep dan Gerakan Tawhid dalam
memiliki peran penting dalam upaya menjaga
Perpektif Antropologi Agama”, Jurnal Studi
cara ber-Islam ala Nusantara. Islam yang cinta
Agama-agama, Vol. 4, No. 2, September
tanah airnya, akan menjunjung tinggi nilai
2014.
budaya dan melestarikan budaya yang menjadi
identitas tersendiri; semua itu ada dalam ________,“Perjumpaan Agama dan Budaya:
tubuh Islam Nusantara. Islam ala Nusantara Melacak Konsep dan Ideologi Gerakan
ini setidaknya dapat menjadi kiblat bagi umat Keagamaan di Indonesia”, Vol. 11, No. 2,
Muslim di seluruh dunia yang mengedepankan Desember 2017.
toleransi, menghormati, menjunjung Bilfagih, Taufik, “ Islam Nusantara: Strategi
perdamaian, tidak radikal, damai, dan juga Kebudayaan NU di Tengah Tantangan
moderat. Global”, Jurnal of Islam and Plurality, Vol. 2,
No. 1, Desember 2016.
Darajat, Zakiyat, “Warisan Islam Nusantara”,
DAFTAR PUSTAKA Al-Turaz, Vol. XXI, No. 1, Januari 2015.
Hasirudin, M. Noor, “’Urf Sebagai Sumber
Ahmad, Ramadi, “Rancang Bangun Islam Hukum Islam (Fiqh) Nusantara”, Al-Fikr,
Nusantara”, Nuansa, Vol. VII, No. 1, Juni Vol. 20, No. 1, 2016.
2015.
Hidayat, Parhan, “Menjadi Juru Kunci Islam
Al-Zastrouw, Ngatawi, “Mengenal Sepintas Nusantara: Peran Perpustakaan dalam
Islam Nusantara”, Hayula: Indonesian Jurnal Melestarikan Naskah Islam Nusantara”, Al-
of Multidiciplinary Islamic Studies, Vol. 1, No. Turas, Vol. XXI, No. 2, Juli 2015.
1, Januari 2017.
Ibda, Hamidullah, “Penguatan Nilai-nilai
Alma’arif, “Islam Nusantara: Atudi Sufisme dalam Nyadran Sebagai Khazanah
Epistemologis dan Kritis”, Jurnal Studi Islam Nusantara”, Jurnal Islam Nusantara,
Keislaman, Vol. 15, No. 2, Desember 2015. Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2018.
Asnawi, Habib Sulthon, Eka Prasetiawati,
“Pribumisasi Islam Nusantara dan
136 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 29 No. 2 Juli 2020 | 123-136