Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DI RSU BUNDA MARGONDA

Dosen Pembimbing : Ns. Agustini Liviana D R, M. Kep

”Sebagai salah satu persyaratan untuk lulus dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II”

Nama : Anita Agustina

NPM : 144012459

Tingkat : III Keperawatan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KARYA HUSADA JAKARTA
2022

34
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Konsep Dasar
1.      Pengertian
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif
dan irreversible dari berbagai penyebab dimana terjadi ketika tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya (Suharyanto dan Majid, 2017). CKD atau
gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga
terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2017). Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Setiati, 2018).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal yang
tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah penyakit
ginjal tahap akhir yang dapat disebabkan oleh berbagai hal.

2.      Etiologi

Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu sekitar
dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2020).
Menurut teori, hipertensi pada pasien gagal ginjal dapat terjadi karena adanya
penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh penumpukan lemak di dalam pembuluh
darah akibat dari tingginya kadar natrium dan cairan yang tidak seimbang, jika hal tersebut
terjadi pada pembuluh darah ginjal maka ginjal akan mengalami kerusakan yang berakibat pada
gagal ginjal, selain itu ginjal memproduksi enzim renin angiotensin yang diubah menjadi
angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah mengkerut dan mengeras (Asriani et al,
2018). Diabetes Melitus terjadi dengan adanya gangguan pada pankreas kemudian
meningkatkan kadar glukosa, lalu terjadi gangguan metabolisme karbohidrat sehingga
karbohidrat tidak dapat menjadi sumber energi secara sempurna, maka lemak dan protein yang
menjadi sumber energinya. Sel-sel tubuh juga tidak dapat menyimpan gula dalam bentuk
glikogen (Senthilkumar et al., 2017). Ureum merupakan produk akhir dari metabolisme asam
amino, dalam katabolisme protein dipecah menjadi asam amino dan deaminasi amonia, amonia
dalam proses ini disintesis menjadi urea. Reaksi kimia sebagian besar terjadi di hati dan sedikit

35
terjadi di ginjal. Kadar normal ureum adalah 10-40 mg/dL dan ureum dieksresikan rata-rata 30
gram sehari (Bhagaskara, Liana, & Santoso, 2015). Pemeriksaan ureum ini dapat dijadikan
sebagai skrining awal Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Namun diperlukan waktu 5-10 tahun
untuk menjadi masalah kerusakan ginjal (Loho, Rambert, & Wowor, 2016).

3.      Manifestasi Klinis

Menurut Brunner & Suddarth (2017) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi
oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan
tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi
yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub
perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kusmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas pada
telapak kaki, perubahan perilaku
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
4.      Klasifikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer (2017) antara lain adalah :

36
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diit
berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat
peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

5.      Patofisiologi

Faktor pencetus terjadinya gagal ginjal kronik yaitu dimulai dari zat toksik, vaskular infeksi
dan juga obstruksi saluran kemih yang dapat menyebabkan arterio sclerosis, kemudian suplay
darah dalam ginjal menurun yang mengakibatkan GFR (Glomerular Filtration Rate) menurun,
saat GFR menurun memicu adanya retensi natrium dalam tubuh, ketika sudah terjadi retensi
natrium dalam tubuh maka cairan juga akan menumpuk dan berpengaruh pada beban jantung
sehingga jantung harus bekerja lebih keras lagi dan jika cardiac output menurun maka aliran
darah dalam ginjal akan menurun, maka akan terjadi retensi Na dan cairan yang akan

37
menyebabkan ke lebihan volume cairan (Amin & Hardhi, 2015). Apabila kelebihan volume
cairan pada tubuh tidak segera diatasi maka akan berdampak pada beberapa masalah lain yaitu,
adanya edema perifer karena terjadi perubahan tekanan hidrostatik atau osmotic kapiler dan juga
dapat menyebabkan hipertensi, hipertensi dapat terjadi akibat dari peningkatan aktifitas renin
angiotensin, peningkatan resistensi vaskular, kelebihan volume cairan dan penurunan
prostaglandin. (Pricilla,2016).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah, sehingga terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2017).
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli
yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya
dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus
(akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurundan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi
juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi amonia

38
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) penurunan ekskresi fosfat dan asam
organic lain juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium
dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara
normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

39
Pathway

40
6. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa

komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer (2017) antara lain adalah :

1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diit
berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium
akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

7. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista,
obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia
lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
41
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises, dan
ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi
ginjal
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia
karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk
mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan
adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine /
ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin
Ureum:
42
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap
akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolik

8. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal
yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi
(Smeltzer, 2017). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat
progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan
dialisis atau transplantasi ginjal.
Ketika terapi konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, obat- obatan dan lain-lain
tidak bisa memperbaiki keadaan pasien maka terapi pengganti ginjal dapat dilakukan. Terapi
pengganti ginjal tersebut berupa hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal
(Rahardjo et al, 2017).
1. Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu cara dengan mengalirkan darah ke dalam dialyzer (tabung
ginjal buatan) yang teridiri dari 2 komparten yang terpisah yaitu komparetemen darah dan
komparetemen dialisat yang dipisahkan membran semipermeabel untuk membuang sisa-sisa
metabolisme (Rahardjo et al, 2017). Sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran
darah manusia itu dapat berupa air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan
zat-zat lain. Hemodialisis dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 3-4 jam terapi (Brunner
dan Suddarth, 2018).

2. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal merupakan terapi alternatif dialisis untuk penderita GGK dengan
3-4 kali pertukaran cairan per hari (Prodjosudjadi dan Suhardjono, 2014). Pertukaran cairan
terakhir dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan semalaman (Price,
Sylvia A & M. Wilson, 2015). Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien Dialisis
43
Peritoneal (DP). Indikasi medik yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien
yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke pasien dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality.
3. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk pasien
gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi ginjal jauh melebihi jumlah
ketersediaan ginjal yang ada dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang
memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga hal ini membatasi transplantasi ginjal
sebagai pengobatan yang dipilih oleh pasien (Price, Sylvia A & M. Wilson, 2019).
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap atau
transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
1. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
2. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
3. Overload cairan (edema paru)
4. Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
5. Efusi perikardial
6. Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

44
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

B. Asuhan Keperawatan    

1.      Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu

dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi

kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and

Bare, 2017 : Kinta, 2017).

1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,
pekerjaan orang tua.
2) Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara
minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi
penyakitnya
4) Aktivitas/Istirahat
kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot,
kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
5) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina), hipertensi, nadi
kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit
coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
6) Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan, menolak, ansietas,
takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
7) Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut), abdomen
45
kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
oliguria.
8) Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia,
nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia),
penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan
turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
9) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome kaki gelisah, rasa terbakar pada
telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, gangguan status
mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
10) Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati- hati/distraksi, gelisah.
11) Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak, takipnea, dyspnea,
peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer (edema paru).
12) Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat
secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari
normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
13) Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
14) Interaksi social
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran
biasanya dalam keluarga.
15) Penyuluhan atau pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun
lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

2. Diagnosis
1. Hipervolemia
46
2. Defisit nutrisi
3. Nausea
4. Gangguan integritas kulit/jaringan
5. Gangguan pertukaran gas
6. Intoleransi aktivitas
7. Resiko penurunan curah jantung
8. Perfusi perifer tidak efektif
9. Nyeri akut

3. Perencanaan
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga, dan orang
terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang
dialami pasien. Tahap perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai alat
komunikasi antar sesama perawat dan tim kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan
asuhan keperawatan bagi pasien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan
keperawatan yang ingin dicapai.
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen
tindakan keperawatan Hipervolemia
selama 3x8 jam maka Observasi:
hipervolemia meningkat 1. Periksa tanda dan gejala
dengan kriteria hasil: hipervolemia (edema,
1. Asupan cairan dispnea, suara napas
meningkat tambahan)
2. Haluaran urin meningkat 2. Monitor intake dan output
3. Edema menurun cairan
4. Tekanan darah membaik 3. Monitor jumlah dan warna urin
Turgor kulit membaik Terapeutik
4. Batasi asupan cairan dan
garam
5. Tinggikan kepala tempat tidur
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan

47
prosedur pemantauan
cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian
diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal replecement
therapy
(CRRT), jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen
keperawatan selama 3x8 Mual Observasi

jam diharapkan 1. Identifikasi pengalaman mual


2. Monitor mual (mis.
pemenuhan kebutuhan
Frekuensi, durasi, dan
nutrisi pasien tercukupi
tingkat keparahan)
dengan kriteria hasil:
Terapeutik
1. intake nutrisi tercukupi
3. Kendalikan faktor
2. asupan makanan dan
lingkungan penyebab (mis.
cairan tercukupi Bau tak sedap, suara, dan
rangsangan visual yang tidak
menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan keadaan
penyebab mual (mis.
Kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan
tidur cukup
6. Anjurkan sering
membersihkan mulut, kecuali
jika merangsang mual
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
48
mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)
3. Nausea Setelah dilakukan Manajemen
tindakan keperawatan Mual
selama 3x8 jam maka Observasi
nausea membaik dengan 1. Identifikasi pengalaman mual
kriteria hasil: 2. Monitor mual (mis.
1. Nafsu makan membaik Frekuensi, durasi, dan tingkat
2. Keluhan mual menurun keparahan)
3. Pucat membaik Terapeutik
4. Takikardia membaik (60- 3. Kendalikan faktor lingkungan
100 kali/menit) penyebab (mis. Bau tak sedap,
suara, dan rangsangan visual yang
tidak menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual (mis.
Kecemasan, ketakutan, kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan tidur
cukup
6. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang mual
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual (mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)

Kolaborasi
15. kolaborasi pemberian
ariemetik, jika perlu
4. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan Perawatan integritas
tindakan keperawatan kulit Obsevasi
49
selama 3x8 1.identifikasi penyebab
jam diharapkan integritas gangguan integritas kulit
kulit dapat terjaga dengan Terapeutik
kriteria hasil: 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika
1. Integritas kulit yang baik tirah baring
bisa dipertahankan 3. Lakukan pemijataan pada area
2. Perfusi jaringan baik tulang, jika perlu
3. Mampu melindungi kulit 4. Hindari produk berbahan

dan mempertahankan dasar alkohol pada kulit kering

kelembaban kulit 5. Bersihkan perineal dengan air


hangat
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion atau
serum)
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
8. Anjurkan minum air yang
cukup
9. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
5. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Pemantauan
tindakan keperawatan respirasi Observasi
selama 3x8 jam 1. Monitor frekuensi,
diharapkan pertukaran gas irama, kedalaman dan upaya
tidak terganggu dengan napas
kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
1. Tanda-tanda vital 3. Monitor saturasi oksigen
dalam rentang normal 4. Auskultasi bunyi napas
2. Tidak terdapat otot Terapeutik
bantu napas 5. Atur interval
3. Memlihara kebersihan pemantauan respirasi sesuai
paru dan bebas dari tanda- kondisi pasien
tanda distress pernapasan 6. Bersihkan sekret pada mulut
50
dan hidung, jika perlu
7. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
8. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
10. Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
6. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen
keperawatan selama 3x8 Energi
jam toleransi aktivitas Observasi
meningkat dengan kriteria 1. Monitor kelelahan fisik
hasil: 2. Monitor pola dan jam tidur
1. Keluhan lelah menurun Terapeutik
2. Saturasi oksigen 3. Lakukan latihan rentang
dalam rentang normal gerak pasif/aktif
(95%- 100%) 4. Libatkan keluarga dalam
3. Frekuensi nadi dalam melakukan aktifitas, jika
rentang normal (60- perlu
100 kali/menit) Edukasi
4. Dispnea saat 5. Anjurkan melakukan
beraktifitas dan setelah aktifitas secara bertahap
beraktifitas menurun 6. Anjurkan keluarga untuk
(16-20 kali/menit) memberikan penguatan
positif
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan

51
asupan makanan
7. Resiko penurunan curah Setelah dilakukan asuhan Perawatan
jantung keperawatan selama 3x8 Jantung
jam diharapkan penurunan Observasi:
curah jantung meningkat 1. Identifikasi tanda dan gejala
dengan kriteria hasil: primer penurunan curah
1. Kekuatan nadi perifer jantung (mis. Dispnea,
meningkat kelelahan)
2. Tekanan darah 2. Monitor tekanan darah
membaik 100-130/60- 3. Monitor saturasi oksigen
90 mmHg Terapeutik:
3. Lelah menurun 4. Posisikan semi-fowler
4. Dispnea menurun dengan atau fowler
frekuensi 16-24 x/menit 5. Berikan terapi oksigen
Edukasi
6. Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam
7. Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi
Kolaborasi
8. kolaborasi pemberian
antiaritmia,jika perlu
8. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan
efektif tindakan perawatan sirkulasi
selama 3x8 jam maka Observasi
perfusi perifer meningkat 1. Periksa sirkulasi perifer
dengan kriteria hasil: (mis. Nadi perifer, edema,
1. denyut nadi perifer pengisian kapiler, warna,
meningkat suhu)
2. Warna kulit pucat 2. Monitor perubahan kulit
menurun 3. Monitor panas, kemerahan,
3. Kelemahan otot nyeri atau bengkak
menurun 4. Identifikasi faktor
4. Pengisian kapiler risiko gangguan
52
membaik sirkulasi
5. Akral membaik Terapeutik
6. Turgor kulit membaik 5. Hindari pemasangan infus
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
6. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti
merokok
10. Anjurkan berolahraga
rutin
11.Anjurkan mengecek air
mandi untun menghindari kulit
terbakar
12.Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur

Kolaborasi
13. kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
9. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen
tindakan keperawatan Nyeri
selama 3x8 jam maka Observasi
tautan nyeri meningkat 1. Identifikasi factor pencetus
dengan kriteria hasil: dan pereda nyeri
1. Melaporkan nyeri 2. Monitor kualitas nyeri
terkontrol meningkat 3. Monitor lokasi dan
53
2. Kemampuan penyebaran nyeri
mengenali onset nyeri 4. Monitor intensitas nyeri
meningkat dengan menggunakan skala
3. Kemampuan 5. Monitor durasi dan
menggunakan teknik frekuensi nyeri
nonfarmakologis Teraupetik
meningkat 6. Ajarkan Teknik
4. Keluhan nyeri nonfarmakologis
penggunaan analgesik untuk mengurangi
menurun rasa nyeri
5. Meringis menurun 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Frekuensi nadi Edukasi
membaik 8. Anjurkan memonitor
7. Pola nafas membaik nyeri secara mandiri
8. Tekanan darah membaik 9. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
analgetik

4. Implementasi

Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan keperawatan

dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan keperawatan) yang telah

direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang di prioritaskan.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon

pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif

dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP


54
sebagai pola pikirnya.

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau

muncul masalah baru.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon

pasien

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1) Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan


dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2) Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
3) Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan

55
DAFTAR PUSTAKA

Bhagaskara, Liana, P., & Santoso, B. 2015. Hubungan Kadar Lipid dengan Kadar Ureum &
Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Kedokteran Dan Kesehatan, 2(2), 223–230
Brunner & Suddarth. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung.,
Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa.Jakarta: EGC
Le Mone, Priscilla. 2016. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Loho, I. K. A., Rambert, G. I., & Wowor, M. F. (2016). Gambaran Kadar Ureum Serum pada
Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis. Jurnal E-Biomedik, 4, 2–7
Senthilkumar, G. P., Anithalekshmi, M. S., Yasir, M., Parameswaran, S., Packirisamy, R. muthu, &
Bobby, Z. 2017. Role of omentin 1 and IL-6 in type 2 diabetes mellitus patients with diabetic
nephropathy. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research & Reviews, 8–11

Smeltzer, S. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
12. Jakarta : EGC
Suharyanto dan Abdul, Madjid. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan

Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media

Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3rd ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing 2018:1035-1040

The Renal Association. 2013. CKD Stages. Diakses dari:


http://www.renal.org/information-resources/the-uk-eckd-guide/ckd-stages pada tanggal 14
Oktober 2019

Yasir, R., Maiyesi, A. 2017. Pemeriksaan laboratorium cystatin c untuk uji fungsi ginjal. Jurnal
Kesehatan Andalas. 1(1): 10-5

KEMENKES (2018). Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal Dengan CERDIK dan
PATUH. Diakses pada tanggal 05 Januari 2022 dari www.depkes.go.id
Kinta, (2017). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gagal
Ginjal Kronik. Scribd. Diakses pada 05 Januari 2022

Kozier, Barbara (2018). Fundamentals of Canadian Nursing: Concepts, Process and


Practice, edisi2. Pearson Education Canada

Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2019). Askep Gangguan Sistem Perkemihan.


33
Jakarta: Salemba Medika

34
35

Anda mungkin juga menyukai