Anda di halaman 1dari 26

PENDIDIKAN KESEHATAN PADA REMAJA AWAL DENGAN KEPUTIHAN

PATOLOGIS: STUDI KASUS DI ERA PANDEMI

TUGAS AKHIR

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Derajat Ners

Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh :

ANNISA RISNASARI

20/458056/KU/22330

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN


KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

PENDIDIKAN KESEHATAN PADA REMAJA AWAL DENGAN KEPUTIHAN


PATOLOGIS: STUDI KASUS DI ERA PANDEMI

Diajukan Oleh:

ANNISA RISNASARI
20/458056/KU/22330

Telah diujikan dan diseminarkan


pada tanggal
Penguji 1 Penguji 2

Ika Parmawati, S.Kep., Ns., M.Kep Dr. Wiwin Lismidiati, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Mat
NIU. 111198909201607202 NIU. 111198201201304201

Penguji 3

k Widyawati, S.Kp.,M.Kes,PhD

NIP. 196805042002122001

Mengetahui,
Ketua Prodi S1 Keperawatan
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan

Haryani, S.Kp., M.Kes., Ph.D


NIP. 197607092005012002
PENDIDIKAN KESEHATAN PADA REMAJA AWAL DENGAN KEPUTIHAN
PATOLOGIS: STUDI KASUS DI ERA PANDEMI
Abstrak
Annisa Risnasari1, Ika Parmawati2, Wiwin Lismidiati2
Latar Belakang: Keputihan (fluor albus) merupakan cairan berlebih yang keluar dari vagina
selain darah. Keputihan yang terjadi pada remaja dapat bersifat fisiologis maupun patologis.
Perawatan perineal yang tidak baik menjadi pemicu terjadinya keputihan patologis. Banyak
remaja putri yang tidak tahu tentang perawatan perineal, keputihan, tatalaksananya dan
dampaknya. Selain itu, beberapa diantaranya merasa malu dan takut sehingga tidak
berkonsultasi ke dokter. Kurangnya pengetahuan meningkatkan risiko terjadinya keputihan,
sehingga dibutuhkan upaya untuk meningkatkan pengetahuan remaja melalui pendidikan
kesehatan.
Tujuan: Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pendidikan
kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan pada remaja dengan keputihan patologis.
Metode: Studi kasus ini dilakukan dengan metode wawancara melalui platform google meeting
dan zoom meeting, pemberian asuhan keperawatan berupa pendidikan kesehatan menggunakan
media power point (PPT) selama 4 minggu, evaluasi pengetahuan menggunakan pretest dan
posttest.
Hasil: Skor pengetahuan tentang organ reproduksi dan pubertas pada saat pretest adalah 60%
dan saat posttest adalah 100%. Skor pengetahuan tentang perineal hygiene, menstruasi dan
infeksi (tanda, cara pencegahan dan teknik cuci tangan) pada saat pretest adalah 80% dan saat
posttest adalah 100%. Skor pengetahuan tentang kesehatan keputihan pada saat pretest adalah
80% dan saat posttest adalah 100%. Sedangkan pengetahuan untuk Infeksi Menular Seksual
(IMS) pada saat pretest adalah 80% dan saat posttest adalah 100%.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa
pendidikan kesehatan menggunakan PPT yang ditayangkan melalui platform zoom
meeting/google meeting dapat meningkatkan pengetahuan tentang keputihan patologis.
Implikasi Keperawatan: Perawat dapat berperan dalam mengatasi keputihan pada pasien
remaja disekolah dengan cara memberikan pendidikan kesehatan dan konseling secara daring.
Materi pendidikan kesehatan antara lain motivasi untuk melakukan pemeriksaan kepada
petugas kesehatan, pemilihan pakaian dalam, cara perawatan perineal yang benar dan menstrual
hygiene.
Kata Kunci : Keputihan, patologis, pendidikan kesehatan, remaja

1Mahasiswa Profesi Ners, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Kesehatan
Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada
2Departemen Keperawatan Maternitas dan Anak, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada
A. Latar Belakang Masalah

Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tidak hanya
matang segi fisiknya saja tetapi juga matang segi psikologis dan sosialnya32. Batasan usia
remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah 12 sampai 24 tahun. Masa
remaja adalah periode peralihan dari masa kanak–kanak ke masa dewasa57.

Menurut data dari United Nations Children's Fund (UNICEF) jumlah remaja di dunia
tahun 2020 sebesar 1,2 miliar yang merupakan 16% populasi dari penduduk dunia 54. Jumlah
remaja usia 10-24 tahun berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 pada tahun
2020 telah mencapai sekitar 67,26 juta orang atau sekitar 25,09% dari total penduduk
Indonesia10. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menurut DIY dalam Angka
Tahun 2020, jumlah penduduk remaja usia 10-24 tahun mencapai 829.862 orang atau
sekitar 21,59% dari total penduduk Provinsi DIY9. Jumlah remaja usia 10-24 tahun
berdasarkan Buku Profil Kependudukan Kabupaten Bantul Tahun 2020 mencapai 205.032
orang atau sekitar 21,48% dari total penduduk Kabupaten Bantul16. Jumlah remaja usia 10-
24 tahun di Kecamatan Srandakan menurut Buku Data Agregat Kependudukan Kabupaten
Bantul Semester 2 Tahun 2020 yaitu sebanyak 6.324 orang atau sekitar 20,34% dari total
penduduk Kecamatan Srandakan dan merupakan urutan ke-16 se-Kabupaten Bantul15.

Menurut buku Pengantar Psikologi untuk Kebidanan (2010) karya Herri Zan Pieter,
masa ketika seseorang mengalami perubahan fisik, psikis dan pematangan fungsi seksual
disebut masa pubertas22. Masa pubertas ini mengakibatkan remaja mengalami perubahan
secara holistik (bio, psiko, sosial dan spiritual). Pada perkembangan fisiknya, remaja putri
akan mengalami pematangan organ reproduksi dan mulai berfungsinya organ reproduksi.
Kematangan organ reproduksi pada perempuan ditandai dengan adanya menarche
(mengalami haid atau menstruasi pertama kali). Organ reproduksi wanita akan mulai
berfungsi dan mengeluarkan sel telur setiap siklus menstruasi. Sedangkan perubahan secara
psikologis selama pubertas lebih banyak berkaitan dengan perubahan emosi27.

Secara anatomi, sistem reproduksi perempuan memiliki 3 saluran yang bermuara


diperineum dan letaknya berdekatan, yaitu lubang uretra, vagina dan anus. Uretra
perempuan merupakan lubang tempat keluarnya air kencing yang berasal dari kandung
kemih yang letaknya tepat di depan vagina, panjangnya hanya sekitar 4 cm. Uretra yang
pendek dan lurus serta lokasinya yang dekat dengan lubang anus menyebabkan perempuan
lebih mudah terkena infeksi organ reproduksi2. Selain itu Price & Wilson membagi siklus
menstruasi menjadi dua yaitu siklus ovarium dan endometrium dimana kedua siklus
tersebut saling mempengaruhi44. Pembuluh darah dalam rahim sangat mudah terinfeksi
ketika menstruasi karena kuman mudah masuk dan menimbulkan penyakit oleh salah satu
organisme yaitu Candida albicans, Trichomonas vaginalis dan Gardnerella vaginalis yang
dapat menyebabkan gejala seperti pruritus vulva, iritasi, inflamasi, sekresi vaginal dan rasa
perih12.

Keputihan (fluor albus) merupakan cairan berlebih yang keluar dari vagina selain darah.
Menurut ahli kebidanan dan kandungan Dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.Og (2008), ada dua jenis
keputihan, yaitu keputihan yang bersifat normal (fisiologis) dan tidak normal (patologis).
Keputihan patologis adalah keluarnya cairan yang disebabkan oleh infeksi biasanya disertai
dengan rasa gatal di dalam vagina dan disekitar bibir vagina bagian luar, jumlahnya banyak,
timbul terus menerus, warnanya berubah disertai adanya keluhan seperti gatal, panas, nyeri
serta berbau amis/busuk28.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2018 sekitar 75% perempuan
didunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan sebanyak 45%
akan mengalami dua kali atau lebih55. Sebanyak 75% wanita di Indonesia pernah
mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya dan setengah diantaranya
mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih. Berdasarkan data statistik tahun 2009
jumlah remaja putri di DIY yaitu 2,9 juta orang berusia 15-24 tahun dimana 68% mengalami
keputihan patologis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keputihan pada remaja dapat disebabkan


oleh jamur, bakteri, virus, parasit dan penyebab lain seperti membersihkan perineal dengan
air kotor, memakai celana dalam yang ketat dan tidak menyerap keringat, jarang mengganti
celana dalam, jarang mengganti pembalut saat menstruasi serta menggunakan sabun
kewanitaan secara berlebihan45. Faktor penyebab tersebut sama dengan hasil pengkajian
yang didapatkan pada An.R yaitu masih menggunakan celana dalam yang ketat,
menggunakan sabun ketika membersihkan perineal, membersihkan perineal dari belakang
ke depan serta tidak mengeringkan terlebih dahulu menggunakan handuk/tisu. Namun
keputihan juga dapat dipengaruhi oleh pengetahuan remaja yang masih rendah tentang
keputihan, kurangnya informasi yang didapatkan oleh remaja, akses pelayanan kesehatan
yang kurang memadai dan cara perawatan perineal yang kurang baik18.
Dampak yang bisa ditimbulkan keputihan yaitu jangka pendek dan jangka panjang.
Dampak jangka pendek yaitu timbulnya rasa gatal, nyeri juga rasa sakit dan panas saat
berkemih, rasa kesemutan serta banyak mengandung leukosit8. Sedangkan dampak jangka
panjang tidak hanya bisa mengakibatkan kemandulan tetapi juga bisa merupakan gejala
awal dari kanker leher rahim. Keputihan bisa dapat berujung kematian, juga dapat menekan
kejiwaan seseorang karena keputihan cenderung kambuh dan timbul kembali sehingga
dapat mempengerahui seseorang baik secara fisiologis maupun psikologis24.

Banyak remaja putri yang tidak mengetahui tentang keputihan sehingga menganggap
keputihan sebagai hal yang biasa terjadi. Selain itu, beberapa remaja merasa malu dan takut
untuk berkonsultasi ke dokter. Keputihan yang tidak dicegah dengan hygiene yang baik
akan dapat mengakibatkan terjadinya infeksi39. Kurangnya pengetahuan mengakibatkan
keputihan menjadi masalah besar, padahal keputihan dapat menjadi indikasi dari suatu
penyakit20.

Untuk meningkatan pengetahuan remaja tentang keputihan dapat dilakukan dengan


pemberian pendidikan kesehatan dan konseling. Pendidikan kesehatan adalah suatu proses
belajar yang dalam pendidikan itu terjadi proses perubahan ke arah yang lebih baik dari
individu, kelompok atau masyarakat4. Konseling adalah bantuan yang diberikan
oleh konselor kepada klien dalam rangka penuntasan masalah klien43. Dalam pemberian
pendidikan kesehatan banyak metode yang bisa dilakukan, tetapi dengan adanya kondisi
pandemi COVID-19 saat ini dimana kita harus mematuhi protokol kesehatan maka penulis
memilih untuk memberikan pendidikan kesehatan melalui telenursing (platform zoom
meeting dan google meeting). Dimana telenursing merupakan penggunaaan teknologi untuk
memberikan asuhan keperawatan dan praktek keperawatan jarak jauh kepada pasien yang
bertujuan untuk memperbaiki perawatan kesehatan19.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menulis studi kasus dengan judul Pendidikan
Kesehatan pada Remaja Awal dengan Keputihan Patologis. Tujuan studi kasus ini untuk
mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan
remaja dengan keputihan patologis.
B. Metode

Studi kasus ini dilakukan menggunakan metode wawancara melalui google meeting.
Wawancara dilakukan pada tanggal 14 Juli 2021. Pertama, penulis memperkenalkan diri
kepada pasien. Kemudian penulis memohon kesediaan pasien untuk ikut serta dalam
pengambilan data serta menjelaskan tujuan dari studi kasus. Penulis menjelaskan tentang
jalannya wawancara kemudian memberikan softfile lembar informed consent pada pasien.
Setelah pasien menyetujui, penulis kemudian melakukan wawancara kepada pasien
mengenai apa yang dikeluhkan. Setelah semua data terkumpul kemudian dilakukan
interpretasi dan analisis oleh penulis. Setelah itu melakukan intervensi berupa pendidikan
kesehatan selama 4 minggu. Pendidikan kesehatan dilakukan sebanyak 4 kali (1 kali
pertemuan dalam seminggu setiap hari Selasa) menggunakan platform google
meeting/zoom meeting selama 20 menit. Media yang digunakan dalam pendidikan
kesehatan yaitu Microsoft Power Point (PPT). Metode yang digunakan adalah ceramah,
demonstrasi dan tanya jawab. Instrumen yang digunakan dalam kegiatan adalah googleform
kuesioner pretest dan posttest.

C. Gambaran Kasus

An. R berusia 13 tahun 6 bulan, belum menikah, tinggi badan 154 cm, berat badan 44
kg, Indeks Massa Tubuh (IMT) 18,56 kg/m2 (normal), pekerjaan siswa SMP kelas 8,
mengalami keputihan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien tinggal dirumah bersama kakak, adik
dan kedua orangtuanya. Pasien berasal dari sosial ekonomi menengah.

An. R mengatakan terdapat keluhan baik sebelum maupun setelah menstruasi yaitu
timbulnya keputihan. Cairan keputihan yang keluar banyak, secara terus menerus selama 3
hari dan sering terjadi sebelum menstruasi dan 3 hari setelah menstruasi. Selain itu, cairan
keputihan memiliki konsistensi yang kental, berwarna putih kehijauan dan berbau amis.
Pasien mengatakan cairan tersebut menyebabkan gatal tetapi tidak sampai timbul bercak.
Pasien mengatasi keputihannya dengan cara membersihkan dengan air mengalir dan
dibersihkan menggunakan sabun. Pasien mengatakan ketika di toilet umum gayungnya
tidak dibersihkan terlebih dahulu. Pasien mengatakan tidak hobi berenang. Selain itu pasien
mengatakan ketika menstruasi berlangsung mengalami nyeri haid skala Numeric Pain Scale
(NPS) 3 (ringan), tidak terlalu menganggu aktivitasnya dan pasien mengatakan tidak ada
riwayat penyakit dalam keluarganya.
Pengkajian keperawatan yang digunakan pada studi kasus ini adalah pola kesehatan
fungsional menurut Gordon. Pada pengkajian pemeliharaan kesehatan didapatkan hasil
bahwa pasien sudah mengetahui penyakitnya yaitu keputihan dan hal yang dilakukan untuk
mengatasi keputihannya adalah membersihkan dengan air mengalir. Pada pengkajian pola
nutrisi didapatkan hasil bahwa pasien dalam sehari makan 3 kali dan minum 6 gelas air
putih serta 1 gelas susu. Pada pengkajian pola eliminasi didapatkan hasil bahwa pasien BAB
sehari sekali dan BAK 3-4 kali sehari. Pada pengkajian aktivitas dan latihan didapatkan
hasil bahwa pasien mampu melakukan aktivitas secara mandiri. Hasil pengkajian pola tidur
dan istirahat menunjukkan tidak ada gangguan, durasi tidur selama 8 jam. Pada pengkajian
persepsi kognitif dan sensori didapatkan hasil bahwa pasien tidak ada masalah mengenai
kognitif dan sensori, semua masih normal. Pada pengkajian pola konsep diri didapatkan
hasil bahwa gambaran diri pasien yaitu pasien mengatakan senang pada tubuhnya karena
ideal. Identitas diri, pasien mengatakan bersyukur diciptakan sebagai perempuan. Peran
diri, pasien mengatakan ketika dirumah menjadi seorang anak dan disekolah menjadi
seorang murid. Ideal diri, pasien mengatakan senang karena sehat. Harga diri, pasien
mengatakan penuh kasih sayang dirumah dan teman-temannya juga bersikap baik. Pada
pengkajian pola peran-hubungan didapatkan hasil bahwa pasien berhubungan baik dengan
keluarga, teman dan guru. Pada pengkajian pola managemen koping-stress didapatkan hasil
bahwa pasien pernah merasa stress dan cara kopingnya dengan mengurung diri di kamar.
Pada pengkajian pola reproduksi-seksualitas didapatkan hasil bahwa pasien berjenis
kelamin perempuan dan sudah mengalami menstruasi sejak umur 12 tahun. Pada pengkajian
pola nilai dan keyakinan didapatkan hasil bahwa pasien beragama islam, rutin sholat 5
waktu dan rajin mengajar di Taman Pendidikan Al- Qur’an (TPA) setiap hari.

Pada pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan hasil keadaan umum compos mentis
(CM), kepala normocephali, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, mukosa bibir
lembab, gigi tampak bersih, telinga simetris dan tampak bersih, tidak ada jejas di leher, dada
menonjol dan simetris, abdomen rata, tidak ada bekas luka di ekstremitas atas dan bawah
serta kulit berwarna sawo matang. Pasien mengatakan sudah tumbuh rambut di sekitar
kemaluan. Untuk pengkajian pengetahuan tentang reproduksi An.R mengatakan
mendapatkan informasi mengenai perubahan laki-laki dan perempuan selama pubertas
sewaktu ia kelas 6. Pada pengkajian praktik perineal hygiene An.R mengatakan mengganti
celana dalam 2 kali dalam sehari dan terkadang menggunakan celana dalam yang ketat.
Pada saat menstruasi menggunakan pembalut. Membersihkan perineal saat Buang Air Besar
(BAB) maupun Buang Air Kecil (BAK) dari arah belakang ke depan, menggunakan sabun
padat, tidak dikeringkan dahulu memakai handuk/tisu. Pasien selalu cuci tangan sebelum
dan sesudah membersihkan genital namun belum menerapkan 6 langkah cuci tangan.

Pada pengkajian menstruasi didapatkan hasil bahwa pasien mengalami menstruasi sejak
usia 12 tahun. Durasi menstruasi yaitu selama 6-7 hari. Siklus menstruasi dari bulan April-
Juli 2021 didapatkan hasil 30 hari, 32 hari dan 29 hari. Banyaknya darah yang dikeluarkan
dalam satu periode menstruasi yaitu antara 45-50 ml. Cara pasien mengelola pembalut
menstruasi yaitu dibilas menggunakan air sampai darahnya hilang, kemudian di peras,
dimasukkan dalam kantong plastik kecil, kemudian di ikat dan dimasukkan ke tempat
sampah. Pasien pernah membersihkan pembalut dengan sabun detergen. Pasien mengatakan
mengalami nyeri selama menstruasi selama 3 hari awal, cara mengatasi nyerinya dengan
meminum jamu kunyit asam sehari 1 gelas serta tidak pernah mengkonsumsi obat anti nyeri.

Pada pengkajian mengenai Premenstrual Syndrome (PMS) dan Premenstrual


Dysphoric Disorder (PMDD), pasien mengatakan pernah mendengarnya dari internet.
Gejala yang dialami pasien yaitu mengalami nyeri perut sebelum dan setelah menstruasi,
gejala lainnya mudah lelah, sakit kepala dan lebih sensitif.

Pasien mengalami tanda dan gejala keputihan patologis, hasil pengkajian dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Tanda dan Gejala Keputihan Patologis

Berdasarkan Literature Berdasarkan Pasien


Terdapat banyak leukosit Tidak menunjukkan karena pasien belum
periksa
Jumlahnya banyak Pasien mengatakan cairannya keluarnya
banyak
Timbul terus menerus Pasien mengatakan timbul 3 hari sebelum
menstruasi dan 3 hari setelah menstruasi
Warnanya putih kehijauan Pasien mengatakan cairannya berwarna putih
kehijauan
Disertai dengan keluhan (gatal, panas dan Pasien mengatakan gatal tetapi tidak sampai
nyeri) timbul bercak merah
Berbau (amis dan busuk) Pasien mengatakan baunya amis
Sumber: (Buku Penting Seputar Kesehatan Reproduksi oleh Daru Wijayanti, 2009)14
D. Asuhan Keperawatan
1. Analisis Data Keperawatan
Tabel 2. Analisa Data Keperawatan
No. Data Masalah Etiologi
1. DS: An.R mengatakan sudah Risiko Infeksi Faktor risiko:
mengalami keputihan sejak 1 Keputihan
tahun yang lalu. Keputihan
yang dialami An.R yaitu keluar
cairan banyak, berwarna putih
kehijauan, berbau amis, gatal
dan tidak nyaman di daerah
vagina. Pasien mengatakan
akan memeriksakan
keputihannya ke dokter pada
bulan berikutnya
DO: -
2. DS : An. R mengatakan belum Defisien pengetahuan Kurang informasi
tau cara mengatasi keputihan, Kurang sumber
melakukan perineal hygiene pengetahuan
dengan benar, kesehatan
reproduksi remaja, alat
kontrasepsi dan strategi untuk
mencegah penyakit infeksi
menular seksual (IMS)
DO : -
2. Rencana Asuhan Keperawatan (Nursing Care Plan)
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien remaja yang mengalami
keputihan dapat menghasilkan outcomes yang lebih baik. Intervensi keperawatan dapat
membantu mengatasi keputihan, menurunkan biaya perawatan dan meningkatkan
kualitas hidup pasien. Asuhan keperawatan menurut North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA)21 dan Nursing Interventions Classification (NIC)11
adalah sebagai berikut.
1) Risiko infeksi dengan faktor risiko keputihan [00004]
Intervensi:
a. Perlindungan infeksi [6550]
- Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana cara menghindari infeksi
b. Perawatan perineum [1750]
- Bantu klien bagaimana cara membersihkan area perineum yang benar
- Motivasi klien untuk menjaga agar area perineum tetap kering
- Motivasi klien untuk membersihkan area perineum secara teratur
- Edukasi klien untuk dapat memilih pembalut yang sesuai untuk menyerap mens
- Edukasi klien untuk memberikan lotion perlindungan yang tepat
- Edukasi klien untuk selalu memperhatikan tanda-tanda yang tidak normal pada
area perineum seperti infeksi, kulit pecah-pecah, gatal, cairan yang tidak normal
2) Defisien pengetahuan b.d kurang informasi dan kurang sumber pengetahuan
[00126]
Intervensi:
a) Pendidikan kesehatan [5510]
- Targetkan sasaran pada kelompok berisiko tinggi dan rentang usia yang akan
mendapat manfaat besar dari pendidikan kesehatan
- Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada individu,
keluarga dan kelompok sasaran
- Tekankan manfaat kesehatan positif yang langsung atau manfaat jangka pendek
yang bisa diterima oleh perilaku gaya hidup positif daripada menekankan pada
manfaat jangka panjang atau efek negatif dari ketidakpatuhan
- Berikan ceramah untuk menyampaikan informasi dalam jumlah besar pada saat
yang tepat
- Gunakan telekonferensi, telekomunikasi dan teknologi komputer untuk
pembelajaran jarak jauh
- Libatkan individu, keluarga dan kelompok dalam perencanaan dan rencana
implementasi gaya hidup atau modifikasi perilaku kesehatan
- Rencanakan tindak lanjut jangka panjang untuk memperkuat perilaku kesehatan
atau adaptasi terhadap gaya hidup
3. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dilaksanakan selama 4 minggu dapat dilihat pada
Tabel. 3 berikut.

Tabel 3. Implementasi keperawatan selama 4 minggu


No. Waktu Impelementasi
1. Minggu - Membina hubungan saling percaya
pertama - Pengkajian kesehatan reproduksi secara komprehensif
- Kontrak waktu kegiatan berikutnya
2. Minggu Intervensi 1: Pendidikan kesehatan [5510]
kedua - Pendidikan kesehatan tentang organ reproduksi dan pubertas
secara daring dan dievaluasi dengan pemberian soal pre-
posttest. Menggunakan media power point.
3. Minggu Intervensi 2: Perawatan perineum [1750] dan Perlindungan
ketiga infeksi [6550]
- Pendidikan kesehatan tentang perineal hygiene, menstruasi
dan infeksi (tanda, cara pencegahan dan teknik cuci tangan)
secara daring dan dievaluasi dengan pemberian soal pre-
posttest. Menggunakan media power point.
4. Minggu Intervensi 3: Pendidikan kesehatan [5510]
keempat - Konseling tentang masalah yang dihadapi pasien, yaitu
keputihan. Dalam konseling diberikan informasi yang relevan
terkait keputihan menggunakan media booklet (definisi, jenis,
penyebab, tanda gejala, tatalaksana farmakologi dan
nonfarmakologi)
Intervensi 4: Pendidikan kesehatan [5510]
- Pendidikan kesehatan tentang Infeksi Menular Seksual
(pengertian, jenis dan cara mengatasi) secara daring dan dan
dievaluasi dengan pemberian soal pre-posttest. Menggunakan
media power point.
4. Evaluasi
Tabel 4 merupakan hasil evaluasi kegiatan pendidikan kesehatan (pretest dan
posttest). Dapat diketahui bahwa pasien mengalami peningkatan pengetahuan terkait
organ reproduksi dan pubertas, perawatan genital dan infeksi, keputihan serta Infeksi
Menular Seksual (IMS).

Tabel 4. Pengetahuan Remaja Sebelum Dan Setelah Pendidikan Kesehatan

Intervensi Pretest Posttest


(% jawaban benar) (% jawaban benar)
Intervensi 1 60 % 100%
Organ reproduksi dan pubertas
(organ reproduksi serta perubahan
fisik dan psikis selama pubertas)
Intervensi 2 80 % 100 %
Perineal hygiene, menstruasi dan
infeksi (tanda, cara pencegahan,
teknik cuci tangan)
Intervensi 3 80 % 100 %
Keputihan
Intervensi 4 80 % 100 %
Infeksi Menular Seksual (pengertian,
jenis, cara mengatasi)
Dari hasil evaluasi secara kualitiatif berdasarkan wawancara kepada pasien,
didapatkan hasil bahwa

“Mbak, saya senang sekali bisa diajarin cara mengatasi keputihan”

Pasien mengatakan sangat senang dengan pendidikan kesehatan tentang cara


mengatasi keputihan. Pasien mengatakan ilmunya bertambah mengenai keputihan tidak
awam lagi.
“Edukasinya jelas banget mbak, PPTnya menarik, bookletnya juga menarik dan
ditampilin video juga jadi makin jelas hehe”
Pasien mengatakan pendidikan kesehatannya sangat jelas. Cara menjelaskannya
pelan-pelan sampai paham. Media pendidikan kesehatannya menarik warnanya cerah
dan ada gambar-gambarnya juga. Selain itu, disetelkan video juga mengenai cara
mengatasi keputihan sehingga mengerti gambarannya.
“Besok kalo keputihan lagi jadi tidak bingung mbak gimana cara mengatasinya,
sudah paham, saya akan mempraktekannya dan bulan depan mau periksa ke dokter
mbak”
Pasien mengatakan karena pendidikan kesehatan yang diberikan, pasien tidak
bingung lagi untuk mengatasi keputihannya. Pasien juga mengatakan akan
memeriksakan keputihannya ke dokter bulan depan agar mengetahui penyebab pasti
keputihan patologisnya. Selain itu, pasien akan menerapkan cara mengatasi keputihan
seperti cuci tangan 6 langkah sebelum/sesudah membersihkan perineal, membersihkan
perineal dari depan ke belakang, setelah membersihkan perineal dikeringkan
menggunakan handuk/tisu, menggunakan celana dalam yang berbahan sutra dan lebih
sering mengganti pembalut ketika lagi menstruasi.
E. Pembahasan

Pada studi kasus ini pasien mengatakan mengalami keputihan sudah sejak 1 tahun yang
lalu. Penjelasan keputihan pasien yaitu keluar cairan banyak, lengket, berwarna putih
kehijauan, berbau amis dan terkadang gatal. Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah
dari liang vagina baik berbau maupun tidak berbau dan disertai rasa gatal35. Cairan
keputihan dihasilkan oleh kelenjar di dalam vagina dan leher rahim. Ketika keputihan
terjadi, cairan yang keluar melalui vagina dapat membawa keluar sel-sel mati dan bakteri
dari dalam3. Keputihan lebih banyak keluar ketika wanita dalam masa ovulasi menjelang
menstruasi, hal ini disebabkan oleh hormon estrogen meningkat sehingga lendir vagina
meningkat jumlahnya3.

Keputihan dapat terjadi secara fisiologis (normal) dan patologis (abnormal). Keputihan
yang dialami pasien yaitu keputihan patologis. Keputihan patologis disebabkaan oleh
ketidakseimbangan flora normal dalam organ perempuan. Seharusya terdapat
mikroorganisme baik yang melindungi organ perempuan namun berganti dengan kuman-
kuman yang disebabkan oleh infeksi, keganasan atau perilaku perineal hygiene yang tidak
baik. Oleh karena itu muncul keputihan patologis berupa cairan berwarna seperti susu atau
kehijauan, cairan yang keluar berbau, sangat gatal dan kadang disertai nyeri 57. Selain itu,
keputihan patologis disebabkan oleh infeksi perineal, benda asing atau penyakit lain pada
organ reproduksi40. Menurut Kemenkes RI kejadian keputihan banyak disebabkan oleh
jamur candidas/monilia dikarenakan banyak perempuan yang tidak mengetahui cara
membersihkan daerah vaginanya, penyebab lainnya yaitu bakteri gardnella dan parasit
trichomonas vaginalis26. Khusus di Indonesia data yang ada dari perempuan yang
mengalami keputihan sulit untuk didapatkan, hal ini karena sedikit sekali perempuan yang
memeriksakan masalah organ reproduksinya26.

Pasien dalam studi kasus ini mengalami keputihan sejak saat berusia 12 tahun dan saat
pengkajian sudah berusia 13 tahun 6 bulan. Data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia (SKRRI) menunjukkan bahwa perempuan yang rentan mengalami keputihan
yaitu perempuan yang berusia 15-24 tahun. Pada usia remaja awal, belum terbentuknya alat
kelamin secara sempurna dapat meningkatkan risiko mengalami keputihan. Belum
terbentuknya labia atau bibir vagina dan rambut pubis dapat mengurangi mekanisme
perlindungan area kemaluan3. Berdasarkan penelitian tentang kesehatan reproduksi yang
dilakukan menunjukan bahwa sekitar 75% wanita di dunia mengalami keputihan minimal
satu kali dan 45% diantaranya mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau bahkan lebih
(BKKBN, 2013).

Perilaku perawatan perineal pasien dalam kasus ini belum baik, dapat diketahui dari
hasil pengkajian bahwa pasien membersihkan area perinealnya dari belakang ke depan,
memakai sabun padat, sebelum memakai celana dalam tidak mengeringkan dengan
tisu/handuk dan menggunakan celana dalam yang ketat. Menurut teori, faktor yang
mempengaruhi keputihan yaitu masih banyak siswi yang jarang mengganti celana
dalamnya ketika lembab karena masih berada disekolah, penggunaan bahan celana dalam
yang tidak menyerap keringat dan membasuh perineal tidak menggunakan air keran secara
langsung. Selain itu keluarga atau orang-orang terdekat tidak membiasakan untuk
melakukan hygiene sehingga para remaja tidak melakukan hygiene yang baik49. Menurut
Azzam (2012), perilaku perineal hygiene yang kurang baik seperti memakai celana dalam
yang ketat, celana dalam berbahan nilon dan tidak menjaga vagina tetap kering akan
mengakibatkan kondisi vagina dan area vagina menjadi lembab, keadaan tersebut sangat
disukai oleh bakteri dan jamur untuk berkembang biak sehingga menyebabkan terjadinya
keputihan patologis7. Seorang perempuan sebaiknya berganti pakaian dalam yang berbahan
katun minimal 2 kali pada saat mandi, terutama pada wanita yang aktif dan mudah
berkeringat. Hal ini juga didukung oleh Wijayanti (2009), bahwa sebagian besar remaja
putri melakukan perawatan organ reproduksi yang kurang baik57. Perilaku perawatan
perineal yang kurang baik antara lain menggunakan celana dalam yang tidak berbahan
katun, memakai celana yang ketat dan tidak mengeringkan area perineal sebelum
menggunakan pakaian dalam. Kebiasaan tersebut dapat menjadikan area kewanitaan
lembab sehingga pertumbuhan jamur dan bakteri dapat memicu terjadinya keputihan
patologis.

Pencegahan terhadap keputihan yang paling utama adalah menjaga perineal terutama
daerah vagina25. Pasien mengatakan kurang mengetahui tentang keputihan dan cara
mengatasi keputihan, sehingga pasien menganggap keputihan adalah hal yang biasa. Selain
itu, pasien membersihkan area perineal dengan air mengalir dan terkadang menggunakan
sabun mandi padat. Kurangnya pengetahuan remaja tentang keputihan dapat mempengaruhi
kebiasaannya dalam memperhatikan kejadian keputihan yang dialaminya13. Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek
tertentu47. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, sehingga diharapkan
dengan pendidikan yang tinggi maka semakin luas juga pengetahuannya, tetapi bukan
berarti seseorang yang berpendidikan rendah dapat dikatakan rendah pengetahuannya
karena peningkatan pengetahuan tidak hanya didapatkan dari pendidikan formal saja tetapi
juga dapat diperoleh dari pendidikan nonformal23.

Penulis memberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan mengenai cara


membersihkan perineal dengan baik dan benar dan cara menghindari infeksi (praktik cuci
tangan 6 langkah). Salah satu faktor utama terciptanya kesehatan yaitu menjaga kebersihan
diri salah satunya kebersihan organ reproduksi 31. Oleh karena itu, memahami dan
mengetahui tentang cara membersihkan perineal dengan benar sangat penting dalam
menjaga kesehatan reproduksi. Pendidikan kesehatan reproduksi merupakan salah satu
alternatif, dengan memberikan informasi kepada remaja agar mengetahui bagaimana cara
menjaga kesehatan reproduksi kewanitaan agar terhindar dari penyakit organ reproduksi
mereka yaitu memberikan pengetahuan tentang bagaimana menjaga kebersihan organ
reproduksi48.

Pertemuan selanjutnya penulis melakukan konseling secara intens kepada pasien


mengenai apa itu keputihan, jenis-jenis keputihan, faktor penyebab keputihan dan cara
mengatasi keputihan. Pasien sangat antusias dalam mengikuti konseling, sehingga akhirnya
pasien memilih 3 solusi untuk mengatasi keputihan yaitu pasien akan memeriksakan diri ke
dokter untuk mengetahui apa penyebab keputihan patologisnya, membersihkan perineal
dengan benar dari depan ke belakang tanpa menggunakan sabun dan akan menggunakan
celana dalam yang berbahan katun. Keputihan patologis tidak hanya dialami oleh wanita
dewasa tetapi juga dialami oleh remaja putri. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
informasi yang didapatkan oleh remaja putri sehingga kurang perhatian terhadap hygiene
kewanitaan sehingga dapat menyebabkan timbulnya keputihan. Keputihan itu juga dapat
disebabkan oleh kebiasaan menggunakan panty liner, menggunakan celana ketat yang
mempersempit celah pertukaran udara dan meningkatkan kelembaban sehingga candida
berkoloni dan memfasilitasi terjadinya keputihan. Kebiasaan yang salah dalam hal
membasuh kewanitaan sehabis buang air juga dapat menimbulkan keputihan. Gerakan
membasuh perineal dari belakang ke depan merupakan cara membasuh yang tidak tepat
karena kotoran yang berasal dari sekitar perineal akan mudah masuk ke vagina56. Oleh
sebab itu, sangat diperlukan pendidikan kesehatan untuk memberikan pengetahuan yang
positif tentang keputihan. Bila keputihan terjadi tetapi tidak disertai dengan informasi yang
benar, secara psikologis dapat menimbulkan kecemasan bagi remaja itu sendiri. Informasi
yang benar diharapkan dapat mengurangi angka kejadian keputihan56.

Banyak metode dalam memberikan pendidikan kesehatan, dalam studi kasus ini
dikarenakan situasi pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) maka penulis memilih
memberikan intervensi pendidikan kesehatan melalui telenursing (menggunakan platform
zoom meeting/google meeting). Sejalan dengan penelitian Padila et al (2018) menyatakan
bahwa home visit telenursing ini sangat bermanfaat dan berguna dalam layanan akses
kesehatan guna menurunkan angka hospitalisasi yang tidak terencana dan mengurangi
stress keluarga41. Telenursing merupakan penggunaaan teknologi untuk memberikan
asuhan keperawatan dan praktik keperawatan jarak jauh kepada pasien yang bertujuan
untuk memperbaiki perawatan kesehatan19. Sedangkan pendidikan kesehatan adalah suatu
proses belajar yang dalam pendidikan itu terjadi proses perubahan kearah yang lebih baik
dari individu, kelompok atau masyarakat4.

Pendidikan kesehatan akan mempunyai efek yang positif apabila dalam prosesnya
menggunakan metode maupun media yang baik. Metode pendidikan kesehatan yang
digunakan penulis dalam studi kasus ini adalah ceramah dan tanya jawab. Ceramah adalah
pidato yang disampaikan oleh seseorang pembicara didepan sekelompok pendengar,
metode ini baik untuk sarana yang berpendidikan rendah maupun yang berpendidikan
tinggi38. Penelitian yang dilakukan oleh Purwono pada siswa SMPN 34 Semarang
menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan menggunakan metode ceramah efektif terhadap
peningkatkan pengetahuan remaja tentang stress6. Sedangkan media yang digunakan
penulis adalah Microsoft Power Point (PPT).

Media power point (PPT) terdiri dari sejumlah template yang unik berisikan tulisan,
gambar maupun foto dalam tata warna yang menarik. Template-template yang disajikan
dalam power point akan bergerak dan berganti secara dinamis sesuai dengan informasi yang
tengah diberikan. Kelebihan media power point adalah mampu memberi informasi terdapat
peningkatan pengetahuan setelah mendapatkan sekaligus menghibur pembacanya
sehingga lebih menarik mereka untuk memperhatikan dan fokus pada materi yang
disajikan33. Pasien setelah diberikan pendidikan kesehatan, tingkat pengetahuannya
meningkat terbukti dengan skor pengetahuan tentang organ reproduksi dan pubertas pada
saat pretest adalah 60% dan saat posttest adalah 100%. Skor pengetahuan tentang perineal
hygiene, menstruasi dan infeksi (tanda, cara pencegahan, teknik cuci tangan) pada saat
pretest adalah 80% dan saat posttest adalah 100%. Skor pengetahuan tentang kesehatan
keputihan pada saat pretest adalah 80% dan saat posttest adalah 100%. Sedangkan
pengetahuan untuk Infeksi Menular Seksual (IMS) pada saat pretest adalah 80% dan saat
posttest adalah 100%. Pada evaluasi kualitatif pasien mengatakan sangat senang dengan
pendidikan kesehatan tentang cara mengatasi keputihan. Pasien mengatakan karena
pendidikan kesehatan yang diberikan, pasien tidak bingung lagi untuk mengatasi
keputihannya. Pasien juga mengatakan akan memeriksakan keputihannya ke dokter bulan
depan agar mengetahui penyebab pasti keputihan patologisnya. Selain itu, pasien akan
menerapkan cara mengatasi keputihan seperti cuci tangan 6 langkah sebelum/sesudah
membersihkan perineal, membersihkan perineal dari depan ke belakang, setelah
membersihkan perineal dikeringkan menggunakan handuk/tisu, menggunakan celana
dalam yang berbahan katun dan lebih sering mengganti pembalut ketika lagi menstruasi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sugiarsi (2011) yang berjudul “Pengaruh
Pendidikan Kesehatn Pada Kelompok Ibu PKK dalam Meningkatkan Pemahaman
Masyarakat untuk Mencegah Penyakit Kanker Serviks53. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat peningkatan pengetahuan setelah mendapatkan pendidikan kesehatan melalui
media power point. Menurut Rahmawati (2007), pemberian penyuluhan dengan
menggunakan media audio visual dapat meningkatkan pengetahuan responden karena
penyuluh menggunakan semua alat indra responden sehingga dapat meningkatkan sikap
responden dan merubah perilaku yang positif46.
Pendidikan kesehatan dapat berperan untuk merubah perilaku individu, kelompok dan
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Perubahan perilaku yang diharapakan
adalah dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya sakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat sehingga perubahan perilaku merupakan hasil dari pendidikan kesehatan36.
Perilaku seseorang atau masyarakat yang sehat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan. Pengetahuan kesehatan akan
berpengaruh kepada perilaku selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada
meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran pendidikan kesehatan36.

Pada studi kasus ini penulis memberikan pendidikan kesehatan selama 4 minggu kepada
pasien dan hasilnya pengetahuan pasien meningkat. Hal ini disebabkan karena responden
memperhatikan materi pendidikan kesehatan menjadi lebih memahami arti pentingnya
berperilaku sehat. Dengan memperhatikan proses pendidikan kesehatan yang diberikan
penulis dan adanya proses tanya jawab kepada pasien semakin meningkatkan pemahaman
tentang kesehatan. Adisasmoto (2008) menyatakan bahwa dengan mendapat informasi
kesehatan dari narasumber seperti tenaga kesehatan setidaknya orang akan berpikir
mengenai pentingnya kesehatan dan berusaha untuk melakukan tindakan kesehatan1.
Pengetahuan tidak akan mengubah perilaku sesegera mungkin tetapi efek kumulatif dari
pengetahuan, pemahaman yang meningkat dan kemampuan untuk mengenali dan
mengingat akan menimbulkan dampak positif pada perilaku37.

F. Patient Perspective

Personal identity pasien tidak mengalami gangguan. Pasien merupakan seseorang yang
memiliki dukungan, motivasi yang baik dan agama yang menjadi landasan pasien.
Social identity pasien tidak mengalami gangguan. Deskripsi mengenai situasi dalam
keluarga, pasien yaitu seorang anak perempuan anak kedua dan mempunyai dua saudara
laki-laki. Pasien dapat bersosialisasi dengan baik dengan keluarga, tetangga, teman dan
guru.
Body image pasien tidak mengalami gangguan. Self-esteem pada pasien tidak
mengalami gangguan. Pasien menilai dirinya baik dan sehat, meskipun mengalami
keputihan sebelum menstruasi dan nyeri ketika menstruasi tidak mengurangi semangat
pasien untuk tetap menjalani kehidupan.
Pasien mengatakan ia tidak merasakan stress dan ia sudah menerima dengan ikhlas
mengenai keputihan dan nyeri menstruasi. Koping yang dilakukan pasien saat pasien
mengalami stress yaitu dengan mengaji, berdzikir dan berdoa tetapi pernah suatu kali
mengurung diri di kamar. Pasien memiliki support system yang baik dari keluarganya,
namun pasien memang belum memeriksakan ke tenaga kesehatan karena takut tetapi setelah
melakukan konseling dengan penulis, pasien bilang akan periksa ke tenaga kesehatan untuk
mengetahui penyebab pasti keputihannya.

G. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa asuhan
keperawatan pada pasien dengan keputihan dapat diatasi dengan diagnosis risiko infeksi
dengan faktor risiko keputihan dan defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi dan kurangnya sumber pengetahuan. Pendidikan kesehatan selama 4 minggu
berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan pasien. Berdasarkan studi kasus yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan dengan perawatan perineal yang baik dan benar, yaitu
membersihkan area perineal dari depan ke belakang tanpa menggunakan sabun, mengganti
celana dalam 2 kali sehari berbahan katun dan mengeringkan area genital dengan
handuk/tisu akan mengurangi kejadian keputihan patologis. Pemberian pendidikan
kesehatan terbukti meningkatkan pengetahuan pasien terkait perineal hygiene. Selain itu,
pendidikan kesehatan membantu dalam meningkatkan motivasi pasien untuk melakukan
perawatan dengan benar dan melakukan pemeriksaan kesehatan terkait gejala keputihan
yang dialami. Selain itu, laporan studi kasus ini dapat membantu perawat dan mahasiswa
keperawatan untuk memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan keputihan
patologis.
H. Implikasi Keperawatan

Perawat dapat berperan dalam mengatasi keputihan pada pasien remaja disekolah
dengan cara memberikan pendidikan kesehatan dan konseling secara daring. Materi
pendidikan kesehatan antara lain motivasi untuk melakukan pemeriksaan kepada petugas
kesehatan, pemilihan pakaian dalam, cara perawatan perineal yang benar dan menstrual
hygiene.

I. Saran
1. Bagi pelayanan kesehatan
Bagi unit pelayanan kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) agar
lebih meningkatkan program promosi kesehatan terkait pentingnya menjaga kesehatan
reproduksi khususnya tentang keputihan dan juga cara perineal hygiene yang baik dan
benar. Dalam hal ini pihak pelayanan kesehatan dapat bekerja sama dengan pihak
sekolah dan merealisasikan pembangunan pusat informasi dan konseling remaja dengan
kerja sama lintas sektoral
2. Bagi pendidikan keperawatan
Memasukkan materi tentang cara mengatasi keputihan baik secara farmakologi maupun
non farmakologi dalam kurikulum pendidikan keperawatan
3. Bagi remaja putri
Remaja putri menerapkan cara mengatasi secara farmakologi dan non farmakologi
dengan menjaga kebersihan perinealnya
4. Bagi instansi pendidikan
Instansi pendidikan dapat memfasilitasi maupun mencanangkan kegiatan pendidikan
kesehatan tentang kesehatan reproduksi remaja dan cara mengatasi keputihan
DAFTAR PUSTAKA
1. Adisasmoto. 2008. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
2. Adelina Haryono. (2019). Meski namanya Mirip, Fungsi Uretra dan Ureter Ternyata
Berbeda. Retrieve 18 Agustus 2021. Available from
https://www.sehatq.com/artikel/ureter-dan-uretra
3. Andika, Widyatama. (2020). Penyebab Sering Keputihan pada Remaja. Retrieve 10
Agustus 2021. Available from https://www.klikdokter.com/info-
sehat/read/3296330/penyebab-sering-keputihan-pada-remaja
4. Ariesta, R. (2012). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Terhadap Pengetahuan
Remaja Putri Dalam Menghadapi Menarche Di Sd N 01 Papahan. Retrieve 11 Agustus
2021. Available from http://perpustakaan.uns.ac.id.
5. Adisasmoto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
6. Andi Purwono. 2016. “Efektifitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Tentang Stress Melalui Ceramah Pada Remaja di SMPN 34 Semarang.”
Jurnal Stikes Husada Jombang 1–10.
7. Azzam, U. 2012. La Tahzan Untuk Wanita Haid. Jakarta: Qultum Media.
8. Bahari, H. 2012. Cara Mudah Atasi Keputihan. Yogyakarta.
9. BPS DIY. 2020. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2020.
Yogyakarta: Badan Pusat Satistik DIY.
10. BPS Indonesia. 2020. Statistik Indonesia 2020. Badan Pusat Statistik Indonesia.
11. Bulechek GM, Butcher HK, Dochtermasn JM, and Wagner CM. 2018. Nursing
Interventions Classification (NIC) 7th Edition 2018. Indonesia: Mocomedia.
12. Chaidar Warianto. 2011. Daur Menstruasi. Jakarta: Graha Ilmu.
13. Darmala, E. 2018. “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri dengan Kejadian
Flour Albus pada Remaja Putri do SMP Negeri 4 Kuranci Kecamatan Guguak Tahun
2018.” Journal of Linguistics 3(2):139–57. doi:
https://doi.org/10.18041/23823240/saber.2010v5n1.2536.
14. Daru Wijayanti. 2009. Fakta Penting Seputar Reproduksi Wanita. Yogyakarta: Book
Marks.
15. Dispenduk Bantul. 2020a. Buku Data Agregat Kependudukan Kabupaten Bantul
Semester 2 Tahun 2020. Yogyakarta: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Bantul.
16. Dispenduk Bantul. 2020b. Profil Kependudukan Kabupaten Bantul 2020. Yogyakarta:
Pemerintah Kabupaten Bantul Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
17. Dermawan, D. 2012. “Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja”.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
18. Efi Trimuryani. 2017. “Gambaran Tingkat Pengetahuan remaja Putri Kelas X Tentang
Keputihan Di SMK YPKK 2 Sleman”. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad
Yani Yogyakarta, Yogyakarta.
19. Fadhila, Rizka & Tuti Afriani. 2019. “Penerapan Telenursing Dalam Pelayanan
Kesehatan : Literature Review”. Jurnal Keperawatan Abdurrab 3(2):77–84. doi:
10.36341/jka.v3i2.837.
20. Febryary. 2016. “Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Remaja Putri Dalam
Penanganan Keputihan Di Desa Cilayung”. Jurnal Sistem Kesehatan 2:40–46.
21. Herdman TH & Kamitsuru S. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2018-
2020. Jakarta: EGC.
22. Herri Zan Pieter. 2010. Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
23. Irnawati, Yuli. 2016. “Perbedaan Tingkat Pengetahuan Perawatan Keputihan Pra
Training dan Post Training pada Siswi SMP Negeri 2 Jaken Kabupaten Pati”. 11.
24. Iskandar SS, 2002. Awas Keputihan bisa Mengakibatkan Kematian dan Kemandulan.
Retrieve 10 Agustus 2021. Available from http://www.mitra keluarga .com.
25. Johar, Wiwin Embo, Sri Rejeki & Nikmatul Khayati. “Persepsi dan Upaya Pencegahan
Keputihan pada remaja Putri di SMA Muhammadiyah Semarang”. 1(1):9.
26. Kemenkes RI. 2014. Kesehatan Remaja Dan Problem Solusinya. Jakarta: Salemba
Medika.
27. Kusmiran E. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita. Jakarta: Salemba
Medika.
28. Linda. 2004. Keputihan dan Infeksi jamur Kandida Lain. Jakarta: Arcan.
29. Manurung, S. 2011. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Asuhan Keperawatan
Intranatal. Jakarta: Trans Info Medika.
30. Maolinda. 2012. “Hubugan Pengetahuan Dengan Sikap Siswa Terhadap Pendidikan
Kesehatan Reproduksi Remaja di SMAN 1 Margahayu.” Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Padjajaran.
31. Mardalena. 2015. “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Tindakan Kebersihan
Organ Genetalia Eksterna Sebagai Upaya Pencegahan Keputihan Pada Mahasiswi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.” Univeristas Sumatera
Utara.
32. Maysaroh, Siti, and Ana Mariza. 2021. “Pengetahuan Tentang Keputihan pada Remaja
Putri.” Jurnal Kebidanan Malahayati 7(1):104–8. doi: 10.33024/jkm.v7i1.3582.
33. Misbahudin, Dede, Chaerul Rochman, Dindin Nasrudin, and Isoh Solihati. 2018.
“Penggunaan Power Point Sebagai Media Pembelajaran: Efektifkah?” WaPFi (Wahana
Pendidikan Fisika) 3(1):43. doi: 10.17509/wapfi.v3i1.10939.
34. Miswanto. 2014. “Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas pada
Remaja.” Jurnal Studi Pemuda 3(2).
35. Mumpuni, Andang. 2013. 45 Penyakit Musuh Kaum Perempuan Waspada!!!
Yogyakarta: Rapha Publishing.
36. Notoatmodjo S. 2005. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
37. Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
38. Notoatmodjo, S. 2012. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
39. Nur, Hirza Ainin. 2018. “Hubungan Persepsi, Sikap dan Perilaku Remaja Putri
Tentanag Personal Hygiene Genitalia Dengan Kejadia Fluor Albus (Keputihan)”.
5(1):13.
40. Nurul et al. 2011. Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) pada Perempuan Indonesia. Depok:
Pusat Komunikasi Kesehatan Perspektif Gender Bekerjasama dengan Ford Foundation.
41. Padila et al. 2018. “Perbedaan Efektivitas Senam Otak terhadap Peningkatan Fungsi
Kognitif antara Lansia Laki-Laki dan Perempuan”. Jurnal Keperawatan Silampari
2(1):154–68. doi: 10.31539/jks.v2i1.14.
42. Prawirohardjo. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonaterna. Jakarta: YBP-
SP
43. Prayitno. 2004. Layanan Bimbingan Kelompok Dan Konseling Kelompok. Padang:
Universitas Negeri Padang.
44. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Clinical Concepts of Desiase Process. Vol. 2. 6th
ed. Jakarta: EGC.
45. Purwoastuti & Walyani. 2015. Ilmu Obstetri & Ginekologi Sosial Untuk Kebidanan.
Jakarta.
46. Rahmawati, Sudargo, and Pramasatri. 2007. “Pengaruh Penyuluhan Dengan Media
Audio Visual Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Balita Gizi
Kurang Dan Buruk Di Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah”.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia 4(2):69–77.
47. Sani, Fakhrudin Nasrul. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Sehat-Sakit Dengan Sikap
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta Tentang Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat”. 7.
48. Sari. 2016. “Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Remaja Dengan Kejadian Fluor
Albus Remaja Putri SMKF X Kediri”. Jurnal Wiyata (1):1–4.
49. Sibagariang, E. 2016. Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi Revisi. Jakarta: Trans Info
Medika.
50. Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
51. Sjaiful F. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Infeksi Menular Seksual.
6th ed. Jakarta: Balai Pustaka FKUI.
52. Spence, Des, & Catriona Melville. 2007. “Vaginal Discharge.” BMJ 335(7630):1147–
51. doi: 10.1136/bmj.39378.633287.80.
53. Sri Sugiarsi. 2011. “Pendidikan Kesehatan Pada Kelompok Ibu PKK Dalam
Meningkatkan Pemahaman Masyarakat Untuk Mencegah Penyakit Kanker Serviks”.
04(04).
54. UNICEF. “Adolescents Statistics.” UNICEF data. Retrieved 30 July 2021. Available
from (https://data.unicef.org/topic/adolescents/overview/).
55. Utami, Uji, &Yeni Anggraini. 2018. “Perilaku Personal Hygiene Remaja Putri Pada
Saat Menstruasi di SMP N 1 Masaran”. (3):4.
56. Wandha & Misrawati. 2012. “Efektivitas Pendidikan Kesehatan Tentang Hygiene
Kewanitaan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Dalam Menangani
Keputihan”. Jurnal Ners Indonesia 2(2):116–23.
57. Widyastuti et al. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.
Lembar Informed Consent

Anda mungkin juga menyukai