SEJARAH MINAT
DISUSUN OLEH :
KELAS : X IPS 1
Assalamuálaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunianya
sehingga makalah yang berjudul “Sejarah Minat” ini dapat terwujud sesuai dengan
yang direncanakan. Sesuai dengan judul makalah ini dimaksud untuk digunakan
sebagai pegangan dalam memahami dan mengetahui seputar Sejarah Minat.
Pemakalah percaya bahwa makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya
bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, pada kesempatan ini pemakalah
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, yang sudah membantu
terwujudnya tugas makalah ini. Sesuai dengan pribahasa yang berbunyi “Tak Ada
Gading Yang Tak Retak” maka pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik dari manapun akan
pemakalah terima dengan senang hati.
Akhir kata pemakalah berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, baik
bagi kami pemakalah sendiri maupun pembaca sekalian.
Wassalamuálaikum Wr.Wb
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Langkah-Langkah Penelitian Sejarah................................................... 2
1. Pemilihan Topik.............................................................................. 2
2. Tahapan Dalam Penelitian Sejarah................................................. 3
B. Sumber Sejarah..................................................................................... 3
1. Sumber Sejarah Berdasarkan Bentuknya........................................ 3
2. Sumber Tekstual Dan Non Tekstual............................................... 4
3. Sifat Sumber Sejarah...................................................................... 5
4. Kedudukan Sumber Sejarah........................................................... 5
C. Perkembangan Penulisan Sejarah (Historiografi) Di Indonesia........... 6
1. Historiografi Tradisional................................................................ 6
2. Historiografi Colonial..................................................................... 7
3. Historiografi Nasional.................................................................... 8
4. Historiografi Modern...................................................................... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 15
B. Saran..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesesuaian antara kisah sejarah dengan peristiwa yang sesungguhnya
terjadi merupakan sebuah tuntutan dalam ilmu sejarah. Dengan kata lain
objektivitas kisah sejarah merupakan sebuah tuntutan dalam ilmu sejarah. Oleh
karena itu, penulisan kembali peristiwa masa lalu memerlukan serangkaian
penelitian dengan tahapannya agar kisah masa lalu yang dihadirkan paling tidak
benar- benar mendekati objektif. Adapun langkah-langkah dalam penelitian
sejarah adalah sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Langkah-langkah penelitian sejarah
2. Bagaimana Sumber sejarah
3. Bagaimana Perkembangan penulisan sejarah (historiografi) di indonesia
C. Tujuan
1. Mengetahui Langkah-langkah penelitian sejarah
2. Mengetahui Sumber sejarah
3. Mengetahui Perkembangan penulisan sejarah (historiografi) di indonesia
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2. Tahapan dalam Penelitian Sejarah
Usaha penulisan kembali peristiwa-peristiwa masa lampau disebut
dengan istilah historiografi. Dalam melakukan penulisan kembali peristiwa
masa lampau tersebut, sejarawan akan berupaya agar karyanya benar-benar
merupakan karya tubs yang mengungkapkan peristiwa masa lalu seobjektif
mungkin. Untuk itu harus dilakukan serangkaian penelitian yang cermat
dengan didukung oleh sumber-sumber sejarah yang memadai. Ada empat
tahapan yang dilakukan oleh para sejarawan dalam melakukan penulisan
kembali masa lampau, yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan
historiografi.
B. Sumber Sejarah
Proses sejarah pada masa lampau banyak meninggalkan jejak-jejaknya, baik
berupa fosil, artefak, dokumen, maupun pelaku atau saksi-saksi sejarah^Melalui
jejak-jejak tersebut kehidupan masa lampau manusia atau suatu masyarakat dapat
diungkap dan dihadirkan kembali dalam bentuk kisah sejarah. Jejak-jejak tersebut
dapat menjadi sumber bagi penulisan sejarah atau lebih dikenal sebagai sumber
sejarah.
Pada masa Praaksara atau masa ketika manusia belum mengenal tulisan
yang diperkirakan hidup pada masa itu, yaitu manusia purba.Kita tidak
menjumpai sumber tertulis dari masa Praaksara. Hal ini karena mereka belum
mengenal budaya menulis sehingga tidak meninggalkan sumber tertulis. Para
peneliti mengan- dalkan fosil dan artefak untuk meng- ungkap kehidupan
masyarakat masa praaksara. Artefak merupakan peningalan benda-benda
bersejarah yang dibuat oleh manusia yang dapat dipindahkan tanpa merusak
bentuknya. Contoh artefak, misalnya alat-alat batu, logam dan tulang, gerabah,
prasasti, senjata-senjata logam (anak panah, mata panah, dan lain-Iain), dan
tanduk binatang. Melalui fosil dan artefak para ahli dapat melakukan penelitian
untuk mengungkap kehidupan masa Praaksara.
1. Sumber Sejarah Berdasarkan Bentuknya
Berdasarkan bentuknya sumber sejarah dapat digolongkan sebagai berikut.
a. Sumber Tertulis
Sumber tulisan adalah keterangan dari masa lampau yang
disampaikan secara tertulis dengan menggunakan media batu, rontal, dan
kertas. Sumber tulisan merupakan sumber sejarah yang sangat penting
3
dalam penulisan sejarah. Beberapa jenis sumber tertulis, yaitu sebagai
berikut : Prasasti, Kitab suci tradisional (Historiografi Tradisional), Surat
Pribadi, Catatan dan Buku Harian, Biografi dan Otobiografi, Dokumen
Resmi, Media Massa khususnya Surat Kabar
b. Sumber Lisan
Sumber lisan adalah segala keterangan yang dituturkan oleh pelaku
atau saksi peristiwa yang terjadi di masa lampau. Sumber lisan dapat
diperoleh melalui Sejarah Lisan.
c. Sumber Kebendaan
Sumber kebendaan berhubungan dengan aktivitas dan kreativitas
manusia pada masa lampau. Melalui bentuk dan wujud dari sumber-
sumber ini, maka seorang sejarawan mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk menyusun kembali kisah-kisah sejarah. Beberapa contoh
sumber kebendaan antara lain gerabah, candi, pathirtan, patung, relief,
masjid kuno, benteng, senjata, mata uang, dan bekas keraton. Sebagian
sumber benda kebendaan ini tersimpan di berbagai museum, dan sebagian
masih bisa disaksikan di lokasi seperti Candi Prambanan, Pathirtan
Jolotundo, dan Masjid Demak.
2. Sumber Tekstual dan Non-Tekstual
Peninggalan masa lampau meninggalkan beragam bukti sejarah yang
dapat dijadikan sebagai sumber sejarah. Pada umumnya penulis sejarah
mengandalkan bukti-bukti tertulis (sumber sejarah tekstual) yang tersedia
sebagai dasar penelitiannya sehingga ada ungkapan “no document no history’
(tidak ada dokumen tidak ada sejarah). Namun, dalam perkembangannya
dengan temuan teknologi rekaman mendorong para peneliti atau sejarawan
untuk tidak hanya mengandalkan sumber tertulis, tetapi juga menggunakan
sumber tidak tertulis (sumber non tekstual) sebagai bahan penelitiannya dalam
mengungkap masa lalu.
a. Sumber Tekstual
Sumber tekstual adalah sumber-sumber tertulis, baik yang ditulis
tangan, diketik, maupun dicetak, seperti yang terdapat dalam prasasti,
kitab-kitab kuno, laporan, surat kabar, buku harian, otobiografi,
b. Sumber Non-Tekstual
Sumber non-tekstual adalah sumber-sumber sejarah yang tidak
mentransmisikan (menyampaikan) pesan melalui tulisan, melainkan
4
berupa berupa gambar, ornamen, foto, rekaman suara, dan rekaman audio-
visual. Beberapa jenis sumber- sumber non-tekstual yaitu sebagai berikut.
3. Sifat Sumber Sejarah
Menurut Moh. Ali sifat-sifat sumber sejarah ditentukan oleh zaman
yang menghasilkan sumber sejarah itu (Moh. Ali, 2003). Semakin lampau
atau semakin jauh dari masa kini semakin langka sumber-sumber sejarah.
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber sejarah yang dihasilkan atau ditulis
oleh pihak-pihak yang secara langsung terlibat atau menjadi saksi mata
ketika suatu peristiwa sejarah terjadi. Contoh sumber primer, diantaranya
bangunan, lukisan, artefak, foto, film, data statistik, naskah pidato, koin,
foto dan hasil wawancara (sumber lisan). Keterangan yang diperoleh dari
Bung Hatta tentang Perhimpunan Indonesia (1920 - 1929) merupakan
contoh sumber primer dari hasil wawancara.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang dihasilkan oleh orang lain
sezaman, tetapi orang itu tidak terlibat secara langsung dalam peristiwa
tersebut. Misalnya, tulisan G.Mc.T Kahin yang menulis kesaksian Adam
Malik terhadap peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia, termasuk
sumber sekunder. Karena Adam Malik walaupun termasuk seorang tokoh
yang hidup pada masa proklamasi, namun tidak terlibat secara langsung
dalam peristiwa proklamasi, berbeda dengan tokoh yang terlibat langsung
dalam proklamasi Sukarni dan B.M. Diah.
c. Sumber Tersier
Sumber tersier adalah hasil penelitian dari sejarawan yang dijadikan
rujukan oleh para peneliti sejarah lainnya karena dianggap bermutu dan
mempunyai kredibilitas yang tinggi. Hasil penelitian yang bisa
digolongkan dalam sumber tersier misalnya, disertasi karya Sartono
Kartodirdjo berjudul “Pemberontakan Petani Banten 1888”.
4. Kedudukan Sumber Sejarah
Seorang sejarawan yang baik akan menggunakan semaksimal mungkin
berbagai sumber sejarah agar peristiwa yang ditulisnya tidak berpihak dan
tidak bersifat sepihak. Hal ini disebabkan bukan tidak mungkin berbagai
sumber sejarah yang ada akan lebih menjelaskan hubungan berbagai aspek
dari subjek yang ditulis. Sejarah mungkin berpihak dan tidak memihak, tetapi
5
seorang sejarawan harus dapat menjelaskan apa yang sesungguhnya telah
terjadi. Perlu diketahui bahwa sejarah merupakan sebuah pengetahuan yang
berbasis kepada subjek. Alhasil, subjek pengetahuan di masa lampau mustahil
akan melepaskan diri dari fakta. Sedangkan, fakta itu sendiri terekam dalam
bukti masa lampau dan dimunculkan sebagai sumber sejarah.
Oleh karena itu, memahami kata dan bahasa yang terkandung dalam
sumber sejarah menjadi kunci utama keberhasilan sejarawan dalam
menemukan dan menafsirkan fakta. Struktur kata dan bahasa meiupakan
sebuah cerminan dari suasana jiwa di zaman ketika sumber itu diciptakan oleh
para pelaku sejarah.
6
keyakinan akan kebenaran kisah sejarah itu diperoleh melalui pengakuan serta
pengabdiannya terhadap penguasa. Dalam historiografi tradisional terjalinlah
dengan erat unsur-unsur sastra, sebagai karya imajinatif dan mitologi,
pandangan hidup yang dikisahkan dan uraian peristiwa pada masa lampau,
seperti tercermin dalam Babad atau Hikayat. Walaupun demikian, adanya
sejarah tradisional memiliki arti dan fungsinya sendiri.
Pertama, dengan corak sejarah tradisional yang bersifat istana sentris,
maka ada upaya untuk menunjukkan kesinambungan yang kronologis dan
memberikan legitimasi yang kuat kepada penguasanya. Kedua, berbagai
legenda, mitos dan folklor yang terkait dengan tokoh-tokoh sejarah lokal,
seperti yang terdapat dalam kitab Babad Tanah Jawi, bertujuan untuk
meningkatkan solidaritas dan integrasi di bawah kekuasaan pusat. Ketiga,
penyusunan sejarah tradisional juga dimaksudkan untuk membuat simbol
identitas. Historiografi Tradisional memimiki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Istana sentris, artinya karya historiografi tradisional banyak
mengungkapkan di sekitar kehidupan keluarga istana/keraton, sedangkan
rakyat jelata tidak mendapat tempat di dalamnya.
b. Religio magis, artinya dalam historigrafi tradisional seorang raja ditulis
sebagai manusia yang memiliki kelebihan secara batiniah. Raja dianggap
memiliki kekuatan energi gaib. Seorang raja dianggap sebagai perwujudan
atau perwakilan dari Tuhan di bumi. Hal ini bertujuan agar seorang raja
mendapat apresiasi yang besar dari rakyatnya sehingga rakyat takut, patuh,
dan mau melaksanakan perintahnya.
c. Regio sentrisme (kedaerahan), penulisan historiografi tradisional
menonjolkan regio (wilayah) kekuasaan suatu kerajaan. Contohnya
peggunaan nama wilayah kekuasaannya tertentu dalam babad, seperti
Babad Cirebon, dan Babad Banten.
d. Etnosentrisme, artinya dalam historiografi tradisional ditulis dengan
penekanan pada penonjolan terhadap suku bangsa dan budaya yang ada
dalam wilayah kerajaan.
e. Tidak membedakan hal yang khayal dan nyata, artinya antara hal-hal yang
nyata dan khayal bercampur baur.
2. Historiografi Kolonial
Pembicaraan mengenai perkembangan historigrafi Indonesia tidak dapat
menga- baikan buku-buku historiografi yang diha- silkan oleh sejarawan
7
kolonial. Tidak dapat disangkal bahwa historigrafi kolonial turut memperkuat
proses historiografi Indonesia. Dalam setiap penulisan sejarah selalu dimulai
dengan pemilihan tema yang disesuaikan dengan minat si penulis. Oleh
karenanya, sejarawan Belanda banyak mengisahkan tentang peranan orang-
orang Belanda di Indonesia dan memberikan tekanan pada aspek politik dan
ekonomi. Hal ini merupakan perkembangan logis dari situasi kolonial ketika
penulisan sejarah bertujuan utama mewujudkan sejarah dari golongan yang
berkuasa beserta lembaga-lembaganya. Salah satu contoh historiografi
kolonial yaitu karya F.W. Stepel yang berjudul Geschidenis van Nederlandche
Indie (Sejarah Hindia Belanda).
Penulisan sejarah kolonial tentunya tidak lepas dari kepentingan
pemerintah kolonial Indonesia. Kepentingan itu mewarnai penafsiran mereka
terhadap suatu peristiwa bersejarah yang tentunya berbeda penafsiran dengan
penulis Sejarah Nasional Indonesia. Perlawanan Diponegoro misalnya, dalam
pandangan pemerintah kolonial dianggap sebagai tindakan ekstrimis yang
mengganggu stabilitas jalannya pemerintahan. Sebaliknya bagi penulis
Sejarah Nasional perlawanan tersebut dianggap sebagai perjuangan untuk
menegakkan kebenaran, keadilan, dan cinta tanah air.
Dalam sejarah Belanda sentris menonjolkan peranan bangsa Belanda
sebagai “pemersatu” maka dalam menuliskan sejarah Hindia-Belanda
(Indonesia), kehadiran bangsa Belanda pada khususnya, sengaja atau tidak
sengaja mendorong ke arah integrasi. Historiografi kolonial memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
a. Belanda sentrisme atau Nerlando Sentris artinya penulisan sejarah
kolonial mengungkapkan aktivitas orang-orang Belanda di Indonesia.
Oleh karenanya historiografi kolonial mengungkap peran orang-orang
Belanda dalam sejarah. Sebaliknya, peran penduduk pribumi hanya sedikit
yang diungkap. Akibatnya peran orang-orang Belanda dalam historiografi
kolonial ditulis dengan memakan banyak halaman.
b. Aktivitas rakyat di tanah jajahan hanya sedikit ditulis. Hal ini karena
sejarawan Belanda lebih menfokuskan pada peran orang-orang Belanda
dengan aktivitasnya yang saat itu sebagai penguasa kolonial di Indonesia.
3. Historiografi Nasional
Historiografi nasional adalah karya tubs sejarah yang ditulis oleh
sejarawan- sejarawan Indonesia dengan sudut pandang bangsa Indonesia
8
sendiri. Usaha perintisan penulisan Sejarah Nasional muncul setelah revolusi
kemerdekaan Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut.
a. Penulisan sejarah yang ada pada waktu itu merupakan penulisan sejarah
yang dilakukan pada zaman kolonial yang bersifat Belanda Sentris.
b. Bangsa Indonesia sebagai negara yang baru merdeka membutuhkan
penulisan sejarah yang dapat menunjukkan jati diri sebagai bangsa serta
dapat memberikan legitimasi pada keberadaan bangsa Indonesia yang
baru, setelah bertahun-tahun berada dalam masa penjajahan.
c. Pada waktu itu bagi rakyat Indonesia pada umumnya membutuhkan
identitas yang baru setelah zaman penjajahan yang diwarnai dengan
adanya deskriminasi rasial.
d. Sejarah Nasional juga diharapkan dapat menjadi alat pemersatu bagi
keberadaan bangsa Indonesia yang baru.
e. Penulisan sejarah nasional juga dibutuhkan untuk pendidikan bagi
generasi muda sebagai warga negara.
Seminar Nasional Sejarah Pertama di Jogyakarta pada akhir tahun 1957
merupakan kebangkitan penulisan sejarah nasional Indonesia. Seminar
tersebut membicarakan pencarian identitas nasional bangsa Indonesia melalui
rekonstruksi penulisan sejarah nasional. Seminar tersebut membicarakan
tentang upaya penulisan Sejarah Nasional yang berpandangan Indonesia
Sentris.
Sejarah nasional merujuk kepada sejarah berbagai suku bangsa dan
wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, Sejarah Nasional harus dapat
memanfaatkan sumber-sumber dari penulisan sejarah tradisional dan kolonial
untuk dilakukan rekonstruksi ulang menjadi sejarah yang berorientasi kepada
kepentingan nasional. Objek penelitian Sejarah Nasional meliputi berbagai
aspek dengan menggunakan pendekatan multidimensional, baik aspek
ekonomi, ideologi, sosial-budaya, sistem kepercayaan dan sebagainya. Contoh
historiografi nasional, antara lain sebagai berikut.
a. Sejarah Perlawanan-Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan
Imperialisme, editor Sartono Kartodirdjo.
b. Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara, karya R. Moh.
Ali.
c. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid I sampai dengan XI, karya
A.H. Nasution.
9
d. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid I sampai dengan jilid VI, terbitan Balai
Pustaka, editor Marwati Joened poesponegoro, Nugroho Notosusanto.
Guna meningkatkan kualitas akademik penulisan sejarah nasional maka
diperlukan metodologi yang lebih mutakhir. Hal ini disebabkan metodologi
konvensional sudah tidak mampu lagi mengungkapkan kompleksitas aktivitas
bangsa Indonesia pada masa lampau.
Untuk itulah Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, guru besar sejarah dari
Universitas Gajah Mada (UGM) menawarkan sebuah konsep, yakni
pendekatan multidimensional. Dengan pendekatan ini, penulisan sejarah
nasional, diharapkan dapat mengungkapkan berbagai aspek dari kehidupan
bangsa Indonesia pada masa lampau.
4. Historiografi Modern
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan akademis untuk
memperoleh pemahaman sejarah yang objektif dan komprehensif
(menyeluruh) menyebabkan berkembangnya Historiografi Indonesia Modern.
Selain itu, semangat nasionalisme berlebihan mengakibatkan tingginya tingkat
subjektifitas yang dapat mengaburkan kisah sejarah. Seperti tulisan
Muhammad Yamin tentang Gajah Mada dianggap merupakan pandangan
sejarah yang cenderung spekulatif dengan pandangan subyektifitas yang
berlebihan.
Sementara itu, sejarah kritis menuntut adanya ketepatan teknik dalam
upaya mendapatkan fakta sejarah dan dalam melakukan rekonstruksi kisah
sejarah. Hal inilah yang mendorong perkembangan historiografi modern.
Selain menggunakan metode kritis, historiografi modern juga menggunakan
berbagai ilmu-ilmu bantu baru yang bermunculan. Secara bertahap berbagai
ilmu bantu dalam rangka penulisan sejarah terus berkembang mulai dari ilmu
tentang penguasaan bahasa serta ketrampilan membaca tulisan kuno
(epigrafi), ilmu tentang mata uang kuno (;numismatik), dan ilmu yang
mempelajari arsip-arsip (archivology).
Dengan demikian, maka ketepatan pengujian terhadap sumber-sumber
sejarah terus ditingkatkan. Begitu pula dengan metode-metode baru dalam
pengumpulan sumber (heuristik) terus dikembangkan. Misalnya, ketika
sumber- sumber tertulis masih belum bisa memberikan keterangan yang
lengkap dalam merekonstruksi peristiwa sejarah tertentu, maka dikembangkan
penelitian sejarah lisan. Dengan penulisan sejarah lisan, dapat pula diuangkap
10
kisah masyarakat kebanyakan atau rakyat kecil, artinya bukan hanya
menceritakan kisah kaum elit, tapi juga menuliskan kisah rakyat kecil atau
masyarakat kebanyakan yang juga terlibat dan menjadi saksi suatu peristiwa
sejarah.
Historiografi modern juga melakukan penelitian terhadap tradisi lisan
dan sumber- sumber tradisonal lainnya seperti syair, hikayat dan babad.
Ketika sumber-sumber tradisonal ini dijadikan sumber dalam penulisan
sejarah, maka diperlukan metodologi dan alat analisa disertai dengan ilmu
bantu sejarah yang memadai.
Sejarah modern juga ditandai dengan berkembangnya pendekatan multi-
dimensional atau pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam kajian sejarah. Dengan
demikian, ilmu sejarah juga menggunakan ilmu bantu sejarah seperti
sosiologi, antropologi, ekonomi dalam melakukan rekonstruksi sejarah. Selain
itu, penulisan sejarah bukan hanya mengisahkan aneka ragam kisah para raja
dan orang besar lainnya, melainkan juga rakyat kecil, petani, orang
kebanyakan yang juga berperan dalam kisah sejarah secara keseluruhan.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpuln
1. Sebelum melakukan penelitian perlu ditentukan topik atau pemilihan topik.
2. Pemilhan topik hendaknya tidak terlalu luas ataupun terlalu sernpit. Selain itu,
pemilihan topik juga didasarkan pada kedekatan emosional dan kedekatan
intelektual.
3. Penelitian sejarah melalui empat tahapan, yaitu sebagai berikut.
a. Heuristik atau pengumpulan sumber-sumber sejarah.
b. Verifikasi atau kritik sumber.
c. Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber.
d. Historiografi atau penulisan sejarah.
4. Sumber sej arah adalah bahan-bahan yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan informasi yang mendukung dalam penulisan sejarah.
5. Berdasarkan bentuknya sumber sejarah dapat digolongkan sebagai berikut.
a. Sumber tertulis, yaitu keterangan yang disampaikai) secara tertulis dengan
menggunakan media batu, rontal, dan kertas.
b. Sumber lisan, yaitu segala keterangan yang dituturkan oleh pelaku atau
saksi peristiwa yang terjadi di masa lampau.
c. Sumber benda (kebendaan), yaitu berhubungan dengan hasil aktivitas atau
kreativitas manusia pada masa lampu.
6. Sumber sejarah dapat pula digolongkan atas sumber Tekstual dan Non
Tekstual.
a. Sumber teksual adalah sumber-sumber tertulis, baik yang ditulis tangan,
diketik, maupun dicetak.
b. Sumber Non-Tekstual adalah sumber-sumber sejarah yang tidak
mentransmisikan (menyampaikan) pesan melalui tulisan, melainkan
berupa gambar, ornament, foto, rekaman suara, dan rekaman, audio visual.
7. Berdasarkan urutan penyampaiannya sumber sejarah digolongkan sebagai
berikut.
a. Sumber primer, yaitu sumber sejarah yang dihasilkan atau ditulis oleh
pihak-pihak yang secara langsung terlibat atau menjadi saksi mata suatu
peristiwa.
12
b. Sumber sekunder, yaitu sumber yang dihasilkan oleh orang lain sezaman,
tetapi orang tersebut tidak terlibat secara langsung dalam peristiwa
tersebut.
c. Sumber tersier, yaitu hasil penelitian yang dijadikan rujukan oleh para
peneliti sejarah lainnya karena mempunyai kredibilitas yang tinggi.
8. Perkembangan historiografi di Indonesia, yaitu historiografi tradisional,
historiografi kolonial, historiografi nasional, dan historiografi modern.
13
DAFTAR PUSTAKA
14