Anda di halaman 1dari 4

Nama : Mohammad Rifky Kamil

Kelas : Akuntansi A2
NIM : 03111210042

Motto Hidup
Kita tau seorang manusia yang terlahir di dunia ini memliki tujuan hidup. Ketika kita
memiliki tujuan hidup, pasti tujuan hidup tidak akan lepas dari motto hidup atau pedoman
hidup. Motto sendiri diartikan sebagai kalimat, frasa, atau kata yang digunakan sebagai
semboyan, pedoman, atau prinsip. Biasanya motto hidup itu memberika motivasi dan
inspirasi ketika kita menjalani hidup dan membuat hidup seseorang lebih mudah dijalani dan
lebih bermakna.
Disini saya memiliki 2 motto hidup yaitu:
1. DUIT (Doa, Usaha, Ikhtiar, Tawakal).
 Doa
Doa adalah bentuk permohonan yang dilakukan setiap waktu oleh manusia. Di
agama apapun, doa adalah inti dari ibadah dan doa adalah cara bagaimana kita bisa
berkomunikasi dengan tuhan. Dengan doa, apa yang kita inginkan bisa terwujud
karena tuhan lebih menyukai hambanya yang sering meminta kepada-Nya.
 Usaha
Usaha merupakan sebuah kegiatan atau aktivitas manusia yang memiliki tujuan
untuk mencari keuntungan yang guna untuk mememenuhi kebutuhan sehari-hari.
Usaha dan doa adalah satu paket ketika kita menginginkan sesuatu yang kita butuh.
Usaha tanpa dibarengi dengan doa akan sulit untuk mencapai keinginan kita,
sebaliknya doa tanpa usaha hanya membuat keinginan kita menjadi sebuah harapan
saja. Maka dari itu jangan sampai lepas satu paket ini yaitu doa dan usaha.
 Ikhtiar
Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya , baik dari segi
material, spiritual, kesehatan dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat
sejahtera dunia dan akhirat. Ikhtiar dengan usaha itu sama saja artinya tapi ikhtiar itu
ketika usahanya dilakukan dengan sepenuh hati dan memaksimalkan kemampuan
dan ketrampilannya serta apabila gagal hendaknya tidak putus asa.

 Tawakal
Tawakal dalam bahsa Arab artinya berserah dan bersabar. Menurut KBBI, tawakal
adalah berserah dengan sepenuh hati dan percaya kepada tuhan terhadap penderitaan,
percobaan, dan hal apapun yang terjadi di dunia. Ketika usaha yang kita lakukan
gagal, kita jangan sampe menyerah disitu saja tapi kita berserah, kita berdoa kepada
tuhan untuk mencari jalan keluar dari kegagalan tersebut.
2. Menjadi leader bukan follower, Bisa mempengaruhi bukan dipengaruhi, dan
Menciptakan tren bukan mengikuti tren.
Motto ini saya dapat ketika saya menjadi siswa SMA. Motto ini menjadi motivasi
saya untuk berubah menjadi yang lebih baik. “Menjadi leader bukan follower” kalimat
ini menunjukan bahwa seorang manusia dilahirkan di dunia ini terlahir sebagai seorang
pemimpin bukan pengikut. “Bisa mempengaruhi bukan dipengaruhi” ketika kita
dilahirkan sebagai seorang pemimpin kita harus memiliki pengaruh yang baik bagi diri
sendiri dan orang lain. Jangan sampai kita menjadi pengaruh buruk bagi diri sendiri dan
orang lain. “Menciptakan tren bukan mengikuti tren” kalimat ini membuat saya untuk
berpikir bagaimana cara membuat hal yang baru. Hal yang baru di kehidupan saya
adalah cara mengatur waktu. Dulu ketika SMA, waktu yang didapatkan itu banyak
waktu luangnya dan terkadang dimanfaatkan untuk main atau hal-hal apapun tetapi
ketika sudah memjadi mahasiswa lebih banyak lagi waktu luangnya tapi waktu
luangnya itu harus dipakai untuk belajar karena mahasiswa itu bukan anak SMA lagi
yang setiap belajar bakal dikasih atau diarahkan terus. Mahasiswa harus bisa belajar
individu dan mencari tau hal-hal yang belum diketahui.

Untuk meraih kesuksesan dari motto hidup saya, saya melakukannya dengan di jalani
dan bersabar karena apapun yang kita lakukan pasti memiliki tujuan dan tujuan itu pasti
mengarah ke hal yang baik. Yang terpenting harus optimis dan berpikiran positif.
Nama : Mohammad Rifky Kamil
Kelas : Akuntansi A2
NIM : 03111210042

KH. M. Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy’ari lahir pada tanggal 10 April 1875, di Desa Gedang, Kecamatan Diwek,
Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Dan pada tanggal 25 Juli 1947 (72 tahun) beliau
dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang. Beliau merupakan pendiri Nahdhatul Ulama,
organisasi massa Islam terbesar di Indonesia serta putra dari Kyai Asy’ari. Beliau adalah
ulama sekaligus pemimpin dari Pondok Pesantren Keras, berada di selatan Jombang.
Sementara ibunda beliau bernama Halimah, memiliki silsilah keturunan dari Raja Brawijaya
VI, yang dikenal dengan Lembung Peteng, ayahanda dari Jaka Tingkir (Raja Pajang).
Sedangkan keturunan ke delapan dari Jaka Tingkir adalah kakenya, Kyai Ustman yang
memimpin Pondok Pesantren Gedang, dengan seluruh santri berasal dari Jawa pada akhir 19.
Ayah dari kakek beliau yaitu Kyai Sihah yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Tambak
Beras, Jombang. Di kalangan Nahdhiyin dan ulama pesantren KH. Hasyim
Asy’ari dijuluki Hadratus Syeikh yang berarti maha guru. KH. Hasyim merupakan putra
ketiga dari sebelas bersaudara. Sejak beliau berumur 14 tahun telah banyak mendapat
wejangan serta pengajaran tentang ilmu agama langsung dari ayah dan kakek beliau.
Berbagai motivasi besar yang beliau dapatkan dari kalangan keluarga, serta minat besar
dalam menuntut ilmu yang beliau miliki, membuat KH. Hasyim Asy’ari muda tumbuh
menjadi seorang yang pandai. Beliau juga pernah mendapat sebuah kesempatan yang
diberikan sang ayah untuk membantu mengajar di pesantrennya, karena kepandaian beliau.
Ketika usia menginjak 15 tahun, beliau berkelana (mondok) di pesantren lain. Hal ini karena
beliau merasa belum cukup menimba ilmu yang diterima sebelumnya. Tak hanya satu pondek
pesantren saja beliau singgahi, tapi banyak pondok pesantren yang disinggahinya, antara lain
menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren
Trenggilis (Semarang), Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Ketika beliau merantau di
Ponpes Siwalan beliau belajar kepada Kyai Jakub, dan akhirnya beliau dijadikan menantu
Kyai Jakub. Pada tahun 1892, KH. Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah Haji, beliau di
Mekkah sekaligus menimba ilmu kepada Syech Ahmad Khatib dan Syech Mahfudh At-
Tarmisi, merupakan guru di bidang Hadist. Ketika pulang, KH. Hasyim Asy’ari
menyempatkan diri untuk singgah ke Johor, Malaysia. Di sana beliau mengajar kepada para
santri sampai tahun 1899. Kyai Hasyim Asy’ari mendirikan ponpes di Tebuireng yang kelak
menjadi pesantren terbesar dan terpenting di tanah Jawa pada abad ke-20. Mulai tahun 1900,
beliau memosisikan Pesantren Tebuireng menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam
Tradisional. Dalam pesantren tersebut bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, namun juga
pengetahuan umum ikut mengiringi pengajaran agama Islam. Para santri belajar membaca
huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi,
dan berpidato. Cara demikian mendapat sambutan tidak mengenakkan dirinya, karena
dikecam bid’ah. Meskipun kecamatan itu terus bergulir tapi beliau tetap teguh dalam
pendiriannya. Menurutnya, mengajarkan agama Islam berarti memperbaiki manusia.
Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat, adalah salah satu
tujuan utama perjuangan Kyai Hasyim Asy’ari. Meski mendapat kecaman, pesantren
Tebuireng menjadi masyur ketika para santri angkatan pertama berhasil mengembangkan
pesantren di berbagai daerah dan ikut manjadi besar.

Alasan saya mengambil tokoh KH. M. Hasyim Asyari karena beliau adalah seorang
ulama besar yang ada di Indonesia, pendiri organisasi islam yaitu Nahdatul Ulama (NU), dan
pendiri resolusi jihad. Beliau sendiri melakukan pergerakan yaitu resolusi jihad untuk
membela Negara Indonesia diikuti oleh para santri yang mengakibatkan terjadinya 10
November 1945 di Surabaya. Resolusi jihadnya itu terjadi pada tanggal 22 Oktober 1945
yang sekarang diresmikan oleh bapak presiden Joko Widodo sebagai Hari Santri Nasional.
Beliau juga memiliki pemikiran yang sangat kritis bagi umat muslim yang akhirnya beliau
terapkan di NU yaitu Ahlussunna Wal Jamaah atau komunitas atau sekelompok orang-orang
yang selalu berpedoman pada sunnah nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, baik
secara aspek akidah, agama, amal-amal lahiriah, ataupun akhlak hati. Walaupun beliau sudah
tiada tapi rasa atas perjuangannya selalu ada di organisasi NU

Anda mungkin juga menyukai