Anda di halaman 1dari 15

Proposal Usaha

Praktikum Manajemen Marikultur

Usaha Budidaya Ikan Kuwe dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Teluk
Ambon Dalam

Disusun Oleh :
Diyah Putri Lestari (17/409559/PN/14947)
Luluk Syarifah (17/409563/PN/14951)
Put Pilihan Kinayungan (17/409556/PN/14954)
Willy Medi Christian Nababan (17/409570/PN/14958)
Abdillah Naufal Asrafi (17/412776/PN/15098)
Akhmad Khoirul Husein Basyri (17/412777/PN/15099)
Asthony Purwanda Febriawan (17/412782/PN/15104)
Bagus Dwi Cahyani (17/414677/PN/15258)
Difadin Qudsi (17/414678/PN/15259)
Nur Fatma Wikan Utami (17/414644/PN/15265)
Akuakutur

LABORATORIUM AKUAKUTUR
DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
I. Pendahuluan
Ikan merupakan hewan vertebrata aquatik berdarah dingin dan bernafas dengan
insang. Ikan didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup
di air dan secara sistematik ditempatkan pada Filum Chordata dengan karakteristik
memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan sirip
digunakan untuk berenang. Ikan hampir dapat ditemukan hampir di semua tipe
perairan di dunia dengan bentuk dan karakter yang berbeda-beda (Adrim, 2010).
Ciri-ciri umum dari golongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan
bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal atau berpasangan dan mempunyai
operculum, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta mempunyai bagian tubuh
yang jelas antara kepala, badan, dan ekor. Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang
kecil sampai yang besar. Kebanyakan ikan berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang
berbentuk tidak teratur (Siagian, 2009).
Perairan pantai adalah salah satu perairan laut yang memiliki khas tersendiri
dimana terdapat sumberdaya laut yang dapat dimanfaatkan manusia.
Bermacam-macam komunitas terdapat di daerah ini, antara lain komunitas ikan.
Kehadiran organisme pada perairan pantai khususnya pada daerah pasang surut ada
yang sifatnya menetap dan ada pula yang datang hanya untuk mencari makan.
Migrasi ikan di daerah pasang surut mengikuti naik-turunnya air pasang, menurut
(Gibson, 2003) tujuan ikan melakukan migrasi pasang-surut adalah untuk mencari
makan, melindungi diri dari predator dan memijah.
Salah satu organisme laut yang menggunakan perairan pantai sebagai tempat
hidup dan mencari makan adalah ikan dari Genus Caranx. Ikan ini memiliki nilai
ekonomis penting dan banyak dimanfaatkan. Hampir semua spesies dari Genus
Caranx ini memiliki nilai penting, tetapi ada sebagian kecil spesies yang bersifat
ciquatoxic di daerah tertentu (Halstead, 1987; Myers, 1991). Ikan kuwe (Caranx sp.)
merupakan salah satu jenis ikan permukaan (pelagis) ikan yang hidup pada perairan
pantai dangkal, karang dan batu karang. Ikan ini juga dikenal oleh masyarakat sebagai
ikan hias dengan nama ikan pidana kuning dan memiliki nama latin yaitu Caranx sp.
Daging ikan kuwe memiliki rasa yang enak, hal ini yang menyebabkan peluang yang
mendukung untuk keberhasilan membudidayakan ikan kuwe. Salah satu faktor
keberhasilan usaha budidaya tersebut adalah benih yang berkualitas, untuk itu sebagai
seorang akuakultur mempelajari sistematika dari ikan kuwe (Pustria, et al., 2017).

1
Ikan bubara (Caranx sp.) di kenal juga sebagai ikan kuwe merupakan salah satu
komoditas perikanan laut yang mempunyai nilai ekonomis. Hal ini dapat dilihat
dengan semakin meningkatnya animo masyarakat untuk mengkonsumsi ikan ini. Ikan
bubara di masyarakat memiliki tempat tersendiri bagi para penggemar makan ikan
karena memiliki daging putih yang cenderung kesat dan kenyal serta rasanya sangat
enak (Aquatec, 2018).
Ikan bubara sangat digemari terutama masyarakat Maluku. Ikan Bubara atau
ikan Kuwe ini memiliki masa pertumbuhan yang sangat cepat yaitu 5-6 bulan siap
panen di KJA. Selama ini kebutuhan benih masih dipasok dari alam, untuk tahun ini
kebutuhan benih di Teluk Ambon sebagian besar sudah mulai dapat terpenuhi dari
hasil kegiatan pembenihan di Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon. Kebutuhan
rumah makan di Ambon 6 ton/bulan. Kegiatan budidaya di KJA baru dapat
memenuhi sekitar 33% dari total kebutuhan dan sisanya masih mengandalkan hasil
tangkapan alam, sehingga masih dibutuhkan lebih banyak KJA. Pemasaran ikan
bubara ukuran konsumsi masih tinggi, hal ini dikarenakan tingkat konsumsi ikan di
Ambon sangat tinggi, harga ikan bubara ukuran konsumsi sekitar Rp. 75.000/kg (2-3
ekor/kg) (Aquatec, 2018).

2
II. Pembahasan
A. Lokasi
Keramba jaring apung (KJA) merupakan bentuk alternative budidaya ikan
pelagis dengan memanfaatkan lingkungan perairan sesuai dengan habitat aslinya.
Salah satu hal yang sangat penting dalam perencanaan awal budidaya ikan Kuwe
(Caranx sp.) adalah pemilihan lokasi. Lokasi yang baik untuk kegiatan usaha
budidaya ikan di laut secara umum yang perlu diperhatikan, yaitu terlindung dari
deburan ombak dan angin kencang; benih yang berkualitas dan mudah didapat;
adanya pergerakan dan pertukaran air yang cukup; tidak kekeringan walaupun pada
waktu surut terendah; mudah dicapai dan ada akses transportasi; dekat dengan pusat
perekonomian; bebas dari pemcemaran; dan mudah menadapatkan sarana produksi.
Ambon merupakan daerah potensial untuk berbagai usaha perikanan. Potensi
perikanan dan budidaya laut, Dinas Perikanan Maluku mencatat TAD memiliki luas
kurang lebih 11, 03 km2 , sedangkan perairan yang merupakan habitat sumberdaya
ikan pelagis adalah seluas kurang lebih 9,387 km2. Salah satu wilayah yang
berpotensi dikembangkan sebagai lokasi budidaya laut adalah perairan Teluk
Ambon Dalam yang terletak di Kota Ambon. Teluk Ambon Bagian Dalam
terletak pada 128°11’29’’ BT sampai dengan 128°19’25” BT dan 3°37’40” LS
sampai 3°39’50” LS . Menerut Selanno et al., (2016) karakteristik TAD merupakan
perairan yang tertetutup, sehingga pada teluk bagian dalam arusnya cenderung lebih
tenang. Melihat karakteristiknya yang bersifat estuari, menunjukkan Teluk Ambon
Dalam mempunyai fungsi secara ekologis, yaitu sebagai sumber zat hara dan
bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut, sebagai penyedia habitat
bagi sejumlah hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung
dan tempat mencari makan, dan sebagai tempat berproduksi dan tumbuh besar
ikan dan organisme akuatik lainnya (Bengen, 2001). Selain itu Pemerintah Kota
Ambon telah menetapkan Teluk Ambon Dalam sebagai kawasan budidaya laut
sistem keramba jaring apung dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ambon
tahun 2011-2031 (Bappekot Ambon, 2011).
TAD merupakan lokasi yang strategis untuk budidaya dikarenakan dari segi
akses, lokasi tersebut mudah dijangkau serta telah didukung oleh Pelabuhan
Pendaratan Ikan (PPI). Selain itu kawasan tersebut juga dekat dengan industri
pengolahan ikan PT. Kreasi Himono Indonesia. Hal ini tentunya akan berpengaruh
terhadap mutu dan kualitas ikan yang diperoleh setelah panen. Sumber benih ikan

3
kuwe juga dapat diperoleh dari Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon yang
juga masih berada dalam satu kawasan.

Gambar 1 Teluk Ambon Dalam


Daya dukung produksi (production carrying capacity) merupakan salah satu
pendekatan dalam perhitungan daya dukung untuk kegiatan akuakultur yang
mempertimbangkan produksi maksimum yang mampu didukung oleh suatu
lingkungan perairan. Menurut Selanno et al., (2016) TAD cukup layak dijadikan
lokasi budidaya ikan dalam keramba jaring apung. Kelayakan ini berdasarkan hasil
analisa terhadap beberapa parameter yaitu suhu (±30.9 oC), pH (±7.6), salinitas
(±31.4psu), kecerahan (8.6), amoniak (0.052), DO (5.7 – 8.7), BOD (9 – 45 mg/L),
dan TSS (2.76) yang masih berada di bawah ambang batas standar. Dari data
penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa teluk ambon sangat potensial
untuk dijadikan daerah pembuatan keramba jaring apung (KJA) untuk budidaya ikan
Kuwe (Caranx sp.).
B. Proses Budidaya
Perusahaan ini akan melakukan pembesaran ikan kuwe. Ikan kuwe dibesarkan
pada keramba jaring apung berukuran 2x3x2 m. Jumlah benih ikan kuwe yang ditebar
berjumlah 60 ekor/m3. Jumlah keramba jaring apung yang digunakan adalah 50 buah
sehingga diperlukan benih sebanyak 3600 ekor. Benih didapatkan dari BPBL Ambon.
Benih yang digunakan harus berasal dari hatchery karena memiliki ukuran yang
seragam.

4
Ikan kuwe diberi pakan ikan rucah dua kali sehari pada siang dan sore hari. Ikan
kuwe diberi pakan dua kali sehari karena ikan kuwe memerlukan waktu 12 jam untuk
mencerna makanannya (Usman et al, 1996). Pakan diberikan hingga ikan kuwe
kenyang. Tiap bulan, 30 ikan per keramba diambil untuk dilakukan pengukuran berat
dan panjangnya. Ikan dipelihara selama 5-6 bulan. Setelah dipelihara dalam kurun
waktu tersebut, ikan akan mencapai ukuran 500 gram/ekor. Ikan kuwe yang telah
mencapai ukuran tersebut siap dipanen dan dijual.
C. Bahan Baku, Sarana dan Prasana Pembesaran Ikan Kerapu
Benih : untuk dipelihara hingga ukuran yang siap dijual
Pakan : digunakan untuk pertumbuhan ikan dan sumber energi ikan, terdiri dari
ikan rucah dengan jenis ikan biji nangka (Upeneus mullocensin).
Obat : untuk menanggulangi ikan yang terserang penyakit.
Keramba : untuk media pemeliharaan.
Jaring keramba: untuk tempat pembesaran ikan kerapu.
Pelampung : untuk mengapungkan karamba.
Pemberat jaring : untuk menahan sarana budidaya dari pengaruh arus, angin dan
gelombang.
Perahu boat : sebagai alat transpotasi yang digunakan untuk mengangkut alat-alat
serta bahan-bahan yang diperlukan selama proses budidaya berlangsung.
Cool box : untuk menyimpan stok pakan ikan rucah supaya pakan tidak cepat
membusuk.
Rakit apung

5
D. Aspek Keuangan dan Dana
Tabel 1. Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Kuwe
Biaya
Harga Umur Biaya Penyusutan
Jumlah Jumlah Satuan Harga Total Ekonomi Penyusutan
No KJA Ukuran s (Siklus)
(Satuan) (Rp) (Rp) (Tahun) (Tahun) (Rp) (5 Bulan) (Rp)
Rakit rumah
1 jaga 1 Rakit 8mx6m 15.500.000 15.500.000 10 1.550.000 645.833,33
Rakit cuci
2 jaring 1 Rakit 6mx4m 5.000.000 5.000.000 10 500.000 208.333,33
3 Rakit cincang 1 Rakit 6mx4m 5.000.000 5.000.000 10 500.000 208.333,33
4 KJA + Jaring 50 Unit 4mx3m 3.500.000 17.500.000 10 1.750.000 729.166,67
1.3 m x 0.75
5 Pelampung 225 Buah m 190.000 42.750.000 10 4.275.000 1.781.250
Mesin
6 semprot 1 Unit 25 pk 20.000.000 20.000.000 5 4.000.000 1.666.666,67
7 Genset 1 Unit 6.000.000 6.000.000 5 1.200.000 500.000
8 Solar cell 1 Buah 100 wp 1.200.000 1.200.000 5 240.000 100.000
9 Acuu 1 Buah 1.000.000 1.000.000 2 500.000 208.333,33
10 Cool box 5 Buah 1 m x 0.5 m 2.000.000 10.000.000 5 2.000.000 833.333,33
11 Pompa 1 Buah 2" 1.200.000 1.200.000 2 600.000 250.000
12 Perahu motor 1 Buah 7 m x 1.5 m 7.500.000 7.500.000 6 1.250.000 520.833,33
13 Mesin perahu 1 Buah 15 pk 12.000.000 12.000.000 5 2.400.000 1.000.000
14 Tool box 1 Buah 500.000 500.000 2 250.000 104.166,67
15 Papan tulis 1 Buah 100.000 100.000 5 20.000 8.333,33
0.75 m x
16 Jangkar 10 Buah 0.75 m 800.000 8.000.000 10 800.000 333.333,33

6
17 Baut 1000 Buah 3.000 3.000.000 3 1.000.000 416.666,67
18 Timbangan 1 Buah 600.000 800.000 2 400.000 166.666,67
19 Tali jangkar 3 Ball 600.000 1.800.000 5 360.000 150.000
20 Tali PE 30 Ball 350.000 10.500.000 5 2.100.000 875.000
Pemberat
21 jaring 400 Buah 10.000 4..000.000 5 800.000 333.333,33
Drum air 0.75 m x 0.6
22 tawar 15 Buah m 250.000 3.750.000 5 750.000 312.500
Total 177.000.000 27.445.000 11.322.083,32

7
Tabel 2. Biaya Tetap Usaha Budidaya Ikan Kuwe
Harga Satuan
No. Biaya Tetap (Fixed Cost) Jumlah Harga Total (Rp.)
(Rp.)
1 Penyusutan Investasi Rp 5,661,042 Rp 5,661,042

Perawatan Sarana (5%


2 Rp 8,850,000 Rp 8,850,000
dari biaya investasi)

3 Tenaga Kerja 10 Rp10,000,000 Rp100,000,000


4 Teknisi 2 Rp15,000,000 30.000.000,00
5 Biaya Retribusi 10.000.000,00 Rp 10,000,000
Total Biaya Tetap Rp124,511,042

Tabel 3. Biaya Variabel Usaha Budidaya Ikan Kuwe dalam satu siklus produksi
Harga satuan
No Jenis Jumlah Satuan (Rp.) Total Harga (Rp.)
1 Benih 36000 ekor 5,000 180,000,000
Karun
2 Pakan 1000 g 300,000 300,000,000
3 Vitamin 50 pcs 22,000 1,100,000
bahan bakar
4 (genset) 2,000,000 2,000,000
5 Transport 10,000,000 10,000,000
Total 493,100,000

Total biaya produksi = Total Biaya Tetap + Total biaya variable


= Rp124,511,042 + Rp 493,100,000
= Rp 617,611,042

Analisis Finansial
Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan ketika pertama kali usaha tersebut
didirikan. Biaya investasi dipakai untuk membiayai usaha dalam jangka waktu yang
panjang. Uraian biaya investasi yang dibutuhkan dalam satu siklus produksi budidaya
ikan kuwe dapat dilihat di Tabel 1. Biaya investasi yang dikeluarkan CV. Budidaya
Marine untuk proses budidaya kuwe adalah Rp 177.000.000.
Biaya Operasional

8
Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan pada saat pelaksanaan kegiatan
produksi. Biaya operasional berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi biaya tetap dan
tidak tetap. Biaya operasional (biaya tetap + biaya variabel) yang dibutuhkan selama
satu siklus (5 bulan) pemeliharaan adalah Rp124,511,042 + Rp 493,100,000 = Rp
617,611,042.
a. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah pengeluaran bisnis yang tidak bergantung pada tingkat barang
atau jasa yang dihasilkan oleh bisnis tersebut. Biaya ini berkaitan dengan waktu,
seperti gaji, atau beban sewa yang dibayar setiap bulan, dan sering disebut
sebagai pengeluan tambahan. Uraian biaya tetap yang dibutuhkan dalam satu
siklus produksi budidaya ikan kerapu cantik dapat dilihat di Tabel 2. Biaya tetap
satu siklus produksi budidaya ikan kuwe sebesar Rp124,511,042
b. Biaya Variabel
Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya tergantung
pada besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang
berubah secara proporsional sesuai dengan aktivitas bisnis. Biaya variabel adalah
jumlah biaya marjinal terhadap semua unit yang diproduksi. Uraian biaya
variabel yang dibutuhkan dalam satu siklus produksi budidaya ikan kerapu cantik
dapat dilihat di Tabel 3. Biaya variabel selama satu siklus pemeliharaan
mencapai Rp 493,100,000
Pendapatan
Pendapatan total = Jumlah Total Produksi x Harga Jual
= 14.400 kg x Rp. 75,000
= Rp1,080,000,000
Keuntungan = Pendapatan Total – Total Biaya Produksi
= Rp 1,080,000,000 - Rp 617,611,042
= Rp 462,388,959
Pendapatan perbulan = Rp 462,388,959/ 5 bulan
= Rp 92,477,792
Jumlah total produksi dari usaha budidaya ikan kuwe adalah sebesar 14.400kg. Benih
yang ditebar sebanyak 36.000 ekor, dengan harapan diperoleh ikan yang hidup sampai
panen (SR) sebesar 80%, dengan masing-masing ikan seberat 500 gram untuk
memenuhi standar ekspor. Harga jual ikan kerapu cantik berada dikisaran harga Rp
75.000 per kg, maka dengan jumlah produksi sebanyak 14.400 kg dapat diperoleh

9
pendapatan total sebesar Rp1,080,000,000 . Keuntungan dari usaha budidaya kuwe
dapat dihitung dengan mengurangkan pendapatan total dengan total biaya produksi,
sehingga diperoleh keuntungan dari satu siklus produksi sebesar Rp462,388,959.
Pendapatan perbulan yang dapat diperoleh dari keuntungan selama 1 siklus adalah
sebesar Rp92,477,792.
Benefit/Cost Ratio (B/C)
Berikut Perhitungan B/C ratio :
B/C Ratio = Total Pendapatan / Total Biaya
= Rp 1,080,000,000 / Rp 617,611,042
= 1,75
Analisis B/C Ratio digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu usaha
untuk dijalankan. Berdasarkan perhitungan B/C Ratio perusahaan CV., didapatkan
hasil perhitungan sebesar 1,75. Karena nilai B/C Ratio lebih dari 1, maka usaha layak
untuk dijalankan.
Break Event Point (BEP)
Berikut Perhitungan BEP :
BEP (Harga) = Total Biaya / Total Produksi
= Rp 617,611,042 / 14.400 kg
= Rp 42,889.66
BEP ( Unit) = Total Biaya / Harga Jual
= Rp 617,611,042 / Rp 75,000
= 8234,8 kg
Break Even Point adalah analisa yang digunakan untuk menentukan titik impas. Pada
kondisi titik impas tersebut suatu usaha tidak mendapatkan keuntungan dan tidak pula
mengalami kerugian. BEP dapat dinyatakan dalam dua bentuk yaitu dalam bentuk
harga dan dalam bentuk unit. Berdasarkan hasil perhitungan BEP, usaha budidaya
ikan kuwe akan mengalami titik impas pada harga jual Rp 42,889.66 , dan akan
mengalami titik impas dengan total produksi sebesar 8234,8 kg.

10
E. Peluang
Permintaan terhadap daging ikan oleh masyarakat di Pulau Ambon termasuk jenis
ikan demersal cenderung mengalami peningkatan selain karena permintaan pengusaha
lokal untuk tujuan ekspor, juga permintaan pasar lokal maupun sejumlah restoran
seafood di Kota Ambon dan sekitarnya. Budidaya ikan kuwe sangat berpotensi untuk
dilakukan karena memiliki pertumbuhan yang cepat dengan SR yang cukup tinggi.
Perairan Pulau Ambon merupakan salah satu daerah penangkapan (fishing ground)
potensial dari berbagai jenis sumberdaya perikanan. Mulai dari perairan pantai (in
shore) hingga lepas pantai (off shore), di permukaan perairan (pelagic) hingga laut
dalam (deep sea). Didukung kualitas air yang dilakukan di Balai Perikanan Budidaya
Laut Ambon meliputi beberapa parameter, seperti oksigen, pH, suhu, dan salinitas.
Oksigen dibutuhkan ikan guna proses pembakaran untuk menghasilkan sejumlah
aktivitas seperti berenang, pertumbuhan dan reproduksi. Oleh karena itu ketersediaan
oksigen bagi biota air menentukan lingkaran aktivitasnya. Menurut kajian Balai Benih
Laut (BBL) Ambon, kandungan oksigen pada perairan adalah 5 ppm. Menurut
Ghufron dan Kordi (2009) konsentrasi oksigen yang baik dalam budidaya perairan
adalah 5-7 ppm, karena suhu ini merupakan kandungan optimum untuk pertumbuhan
ikan di laut. Menurut Ghufron dan Kordi (2009), pH air dapat memengaruhi tingkat
kesuburan perairan. Pada pH yang rendah (keasaman yang tinggi), ikan dapat mati,
karena kandungan oksigen terlarut berkurang. Akibatnya konsumsi oksigen menurun
dan aktivitas pernapasan ikan naik sehingga selera makan akan berkurang.
Pertumbuhan optimal ikan terjadi pada pH 6,5 – 9,0. Hasil kajian BBL Ambon
terhadap pH adalah 8.0, sehingga dapat diasumsikan usaha budidaya ikan dengan
sistem KJA di Ambon akan berhasil baik. Menurut Ghufron dan Kordi (2009), suhu
memengaruhi aktivitas metabolisme organisme. Karena itu penyebaran organisme di
lautan maupun perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat
berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Secara umum laju
pertumbuhan ikan meningkat, sejalan dengan kenaikan suhu. Suhu yang tinggi dapat
menekan kehidupan ikan bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu
sampai ekstrim (dratis). Secara umum kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan
adalah antara 25-320C. Bila suhu rendah, maka ikan akan kehilangan nafsu makan,
sehingga pertumbuhannya terhambat. Sebaliknya bila suhu terlalu tinggi ikan akan
stres bahkan mati kekurangan oksigen. Berdasarkan hasil kajian BBL Ambon, suhu
adalah 270C -280C. Menurut Ghufron dan Kordi (2009), salinitas adalah konsentrasi

11
rata-rata seluruh larutan garam yang terdapat di dalam air laut. Untuk keperluan
budidaya ikan laut, maka salinitas disesuaikan dengan jenis ikan yang dibudidayakan.
Ikan kuwe menyukai perairan yang salinitasnya antara 33 – 35 ppt dan untuk jenis
ikan kuwe hidup pada salinitas 33-35 ppt. Melihat potensi sumber daya perikanan
yang sangat banyak untuk dimanfaatkan di Ambom. Saat ini harga ikan kuwe di
pasaran sekitar Rp. 60.000 – 70.000/kg. Adanya kegiatan budidaya masyarakat ikan
kuwe dalam keramba jaring apung (KJA) sangat berpotensi meningkatkan
perekonomian.
F. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam budidaya ikan kuwe antara lain tersedianya
bibit dipasaran yang kurang mencukupi, ketersediaan pakan dan pengolahan limbah
dalam Karamba Jaring Apung (KJA). Bibit yang digunakan dalam usaha budidaya
ikan kuwe ini berasal dari BPBL Ambon. Di Indonesia sendiri, ikan kuwe belum
banyak dikembangkan, terutama untuk pembenihan ikan kuwe. Sehingga, benih yang
digunakan untuk budidaya ikan kuwe ini masih sangat rendah. Budidaya ikan kuwe
belum banyak dilakukan. Di Jawa belum ada petani budidaya yang mengembangkan
ikan kuwe. Hal ini disebabkan karena benih yang dihasilkan masih terbatas.
Transportasi yang dilakukan dengan jarak jauh memungkinkan kematian yang besar
pada benih. Kualitas benih yang dihasilkan juga masih kurang baik, sehingga akan
menurunkan tingkat keberhasilan dalam budidaya. Bibit yang dihasilkan, kadang kala
masih ditemukan yang cacat (Bawia et al., 2015).
Biaya yang digunakan untuk pakan dapat mencapai 60% dari biaya produksi.
Sehingga pakan menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam budidaya.
Ikan kuwe merupakan salah satu ikan pemakan daging. Usaha budidaya ikan kuwe
biasanya dilakukan degan memberi makan berupa ikan rucah. Ketersediaan ikan
rucah ini sangat bergantung pada musim. Saat-saat tertentu, jumlah ikan rucah ini
sangat sedikit di alam. Alternatif yang diberikan untuk mengatasi ketersediaan pakan
dialam adalah dengan memberikan pakan buatan atau pakan komersil (Mansauda et
al., 2013). Permasalahan yang dapat ditimbulkan dari penggunaan pakan komersil
yaitu pencemaran akibat sisa pakan ikan pada perairan. Pencemaran limbah ini dapat
mengakibatkan kematian masal pada ikan apabila terjadi upwelling (Putri et al., 2016).

12
III. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
1. Budidaya ikan kuwe dilakukan di Teluk Ambon Dalam (TAD) dengan sistem KJA
2. Budidaya ikan kuwe dilakukan dengan padat tebar 60 ekor per KJA yang berukuran
2x2x3 meter. Pakan yang digunakan adalah ikan rucah dengan frekuensi
pemberian pakan sebanyak dua kali sehari pada siang dan sore hari. Benih yang
digunakan diperoleh dari BPBL Ambon. Ukuran benih yang digunakan adalah
5cm. Satu siklus budidaya yaitu 5 hingga 6 bulan, dengan ukuran 500 gram/ekor
saat panen.
3. Masalah yang dihadapi dalam budidaya ikan kuwe adalah ketersediaan ikan rucah
yang bergantung musim, kurangnya kualitas bibit dan rendahnya ketersediaan
bibit di Indonesia.
4. Usaha budidaya ikan kuwe sangat prospek dilihat dari nilai B/C ratio yang cukup
tinggi dan keuntungan yang diperoleh dalam satu siklus cukup besar.
B. Saran
Dilakukan pengembangan lagi mengenai budidaya ikan kuwe, sehingga dapat
menghasilkan keuntungan yang lebih besar karena ikan kuwe memiliki harga
ekonomi yang tinggi. Perlu dicari sumber pakan lain yang ketersediaannya dialam
tidak terbatas dan menghasilkan limbah yang tidak banyak, sehingga budidaya ikan
kuwe dapat berlangsung dengan baik saat ketersediaan ikan rucah menurun.

13
Daftar Pustaka

Adrim, M dan Fahmi. 2010. Panduan Penelitian Untuk Ikan Laut. Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI, Jakarta.
Bappekot Ambon, 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ambon
Tahun 2011-2031. Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappekot) Ambon,
Ambon.
Bawia, J., S.V Rantung, dan J.A Andaki. 2015. Analisis Finansial Usaha Budidaya
Ikan Kuwe (Caranx sp.) Keramba Jaring Tancap di Kelurahan Batulubang
Kota Bitung. Akulturasi. 3(6):163-166.
Bengen, D.G., 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta
Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan,in: Bengen, D.G. (Ed.),
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.29 Oktober-3
November 2001. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor, pp. 28–55.
Ghufron H.M dan K Kordi . 2009. Budi Daya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Gibson R. N. 2003. Go With the Flow: Tidal Migration in Marine Animals. Scottish
Association for Marine Science. Dunstaffnage Marine Laboratory, Oban, Argyll,
PA37 IQA Scotland.
Halstead, M. D. 1987. Poissonous and Venomous Marine Animals of the World. 1168
pp.
Mansauda, G.F., J. Sampekalo, C. Lumenta. 2013. Pertumbuhan ikan kuwe putih
Caranx sexfasciatus di karamba jaring apung yang diberi pakan rucah dengan
bahan tambahan yang berbeda. Budidaya Perairan. 1(2):81-86
Myers, R.F. 1991. Micronesian Reef Fishes, a Practical Guidea to the Identification
on the Coral Reef Fishes Of the Tropical Central and Western Pacific. Coral
Graphics. Guam. 298 hal.
Putri, M.R.A., S.T Hartati, dan F. Satria. 2016. Kematian Massal Ikan dan Sebaran
Parameter Kualitas Air di Teluk Jakarta. Widya Riset Perikanan Tangkap.
8(2):77-90.
Selanno, D.A.J., N.Chr. Tuhumury, dan F.M. Handoyo. 2016. Status Kualitas Air
Perikanan Keramba Jaring Apung Dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan
Di Teluk Ambon Bagian Dalam. Jurnal TRITON Vol 12 (1).
Siagian, C. 2009. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya
Dengan Kualitas Perairan di Danau Toba Balige Sumatera Utara. Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Tesis.
Usman, Daud S., Rachmansyah.1996. Beberapa Aspek Biologi dan Kebiasaan Makan
Ikan Kuwe (Carangidae) di Selat Makasar dan Teluk Ambon. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia 11(3) : 12-18.

14

Anda mungkin juga menyukai