Anda di halaman 1dari 5

SURVEY PENDAKIAN MASAL

Kala itu saya masih menjadi seorang mahasiswa semester 3, saya biasa dipanggil “Jiekon”
dengan teman-teman. Entah artinya apa saya juga tidak tahu, mungkin dari Bahasa korea atau jepang.
Waktu itu saya ikut organisasi pecinta alam atau yang biasa di sebut dengan Mapala, nama mapalanya
adalah HANCALA yang berasal dari bahsa sansekerta memiliki arti gunung. Agenda tahunan dari suatu
organisasi tentu saja salah satunya adalah mengadakan penerimaan anggota baru. Salah satu trik untuk
menarik minat mahasiswa baru agar tertarik untuk ikut maka kami mengadakan kegiatan pendakian
masal yang terbuka untuk umum. Waktu itu kami putuskan untuk mengadakan pendakian masal ke
gunung lawu, dengan pertimbangan jarak yang tidak terlalu jauh dari Yogyakarta dan trek pendakian
yang tidak terlalu sulit.

Dalam setiap kegiatan alam bebas tentunya kami selalu mengutamakan safety apalagi ketika
membawa rekan-rekan umum yang notabennya belum pernah melakukan pendakian. Sehingga kami
memutuskan untuk survey ke gunung lawu. Dalam survey kali ini kami berencana berangkat berempat,
yaitu saya, Fian (deblog) , Paul dan Mela. Namun karena teman saya Hana mau ikut akhirnya kami
memutuskan mengajak satu orang lagi yaitu Vero. Akhirnya kami berangkat berenam menggunakan
sepeda motor dari Yogyakarta. Kami start dari yogya pada pukul 07.00 dan sampai di basecamp cemoro
kendang sekitar pukul 10.00. sesampainya di basecamp selayaknya pendaki yang lain tentu kami
melaporkan tujuan pendakian kami kali ini dan sambil bercengkerama di bascmp. Waktu di basecamp
berlalu begitu cepat, perut kami muali keroncongan, namun jangan khawatir di basecamp cemoro
kendang banyak warung-warung makan salah satu menu favorit adalah sate kelinci. Setelah makan siang
dan sholat kami bersiap menata kembali ransel dan carier kami. Sekitar pukul 14.00 kami mulai start
pendakian kali ini. Sebelum start Paul selaku ketua rombongan memimpin kami berdoa. Selesai berdoa
langsung saja kita tancap gas melakukan pendakian, kami berencana mendirikan camp di pos 4
kemudian pagi harinya summit dan dilanjutkan ke warung mbok yem melihat kondisi mata air sembari
menikmati nasi goreng di warung tertinggi di Jawa.

Perjalanan kami mulai dengan riang dan Bahagia. Di perjalanan kami jarang sekali bertemu
dengan pendaki lain, mungkin karena pendakian dilakukan di hari kerja bukan hari libur. Sepuluh menit
baru mulai kami mulai merasakan kebutuhan oksigen yang semakin banyak, kami mulai saling menyapa,

Saya : “ gimana cul (panggilanku ke paul) masih sehat?? Mau diteruskan atau balik bescamp
saja”

Paul : “ walah nek ngene iki mah sehat aku, wes paling mbakone sing do metu”

Vero : “ kakean sih…”

Paul : “ Kakean opone ve?”

Candaan-candaan dan obrolan itu terus berlanjut dan menemani perjalanan kami. Tanpa terasa
pos I sudah sudah sampai. Di pos I kami beristirahat sejenak sembari makan manakan ringan. Paul
selaku ketua rombongan kami mengecek kondisi kami, dan alhamdulilah kami sehat dan baik-baik saja.
Setelah beristirahat sejenak Paul berkata “ Ayo lanjut…”. “Ya ayo kita lanjutkan keburu malam “ timpal
saya. Dari pos I menuju pos II kondisi badan kami mulai berbeda-beda. Paul yang memang jalannya
lambat akhirnya tercecer. Hana merasa mulai agak cape dan sedikit pusing jadi juga jalannya pelan.
Diperjalanan kami selalu memberikan semangat ,

“ Ayo han kamu bias han…” teriak Mela

“ iya han ayo semangat han, pos II sudah di depan..” saya juga berteriak, dalam hati saya iya pos
II di depan masa di belakang, hana menjawab “iya…” dengan nada yang lirih karena masih merasakan
cape dan pusing.

Akhirnya kami sampai di pos II, di pos ini kami beristirahat dan sambil membuat teh hangat
untuk menghangatkan badan sambil beristrahat. Kemudian sekitar pukul 17.00 kami melanjutkan
perjalanan menuju ke pos III. Pos II ke pos III merupakan perjalanan yang paling jauh. Kami berjalan
masih dalam rombongan ber-6, kemudian istirahat lagi di pos bayangan II untuk sholat maghrib. Di pos
bayangan II ini terkenal dengan mistisnya karena terdapat dupa dupa dan bunga-bunga yang digunakan
para peziarah di gunung lawu. Dari pos bayangan ini jalur pendakian mulai tidak kelihatan, gelap dan
angin musim kemarau yang berhembus membuat hawa semakin dingin.

Hana yang masih merasakan pusing tiba-tiba berbicara:

“Mas Paul saya duluan ya…”

Dengan melihat kondisi Hana yang sakit, maka Paul menjawab “ya silahkan…, nanti di pos II
istirahat ya kita masak dan makan malam dulu”

“ya mas “ jawab hana

“ ya saya tek menemani Hana cul…” timpal saya sambil menemani jalanya Hana.

Akhirnya, saya Vero dan Hana berjalan duluan, sementara Mela, Alfian dan Paul di belakang.
Mulai dari sini aya merasakan ada hal yang aneh dari Hana, Hana yang tadinya sakit dan jalanya pelan
sebentar-bentar berhenti, saat itu jalanya jadi begitu cepat, saya harus mengimbangi jalanya Hana
dengan terengah-engah. Vero pun demikian. Akhirnya Vero memutuskan untuk menunggu Paul dan
yang lainnya karena tidak bisa mengikuti kecepatan Hana.

“Han gimana han.. masih sehat “ tanyaku ke Hana

“ Iya masih..”

“oh ya udah oke.. oke…” jawabku memastikan Hana dalam keadaan baik-baik saja, walaupun
sambil menahan cape dan yang pasti ngos-ngosan karena ibarat hampir berlari, tapi dalam hatiku ga
apa-apa yang penting Hana sehat dan sampai di pos III dahulu. Perjalanan normal dari pos bayangan k
epos III biasanya ditempuh selama 1 jam dalam waktu normal namun, waktu itu saya dan Hana hanya
memakan waktu 35 menit dari pos bayangan sampai ke pos III. Sesampainya di pos III saya dan Hana
langsung masuk ke pondokan, disana Hana saya suruh istirahat dan mengeluarkan SB agar badanya
hangat, sementara saya memasak nasi dan minuman hangat untuk makan malam. Setelah saya istirahat
sekitar 1 jam lebih dan masakan sudah siap, dari bawah mulai terdengar suara.

“ Jikoonnnn….”. “ Mas agus….” Teriakan dari Paul, Mela dan lainnya mulai terdengar.

“ Pos III dah hampir sampai “ teriak ku dari pos III menjawab panggilan mereka.
Beberapa saat kemudian mereka berempat sampai di pos III. Setelah sampai di pos III maka
mereka langsung saya persilahkan makan, minum kopi maupun teh dan beristirahat. Melihat kondisi
Hana yang sudah tertidur dengan nyamannya didalam pondokan, dan Mela yang mulai merasakan perut
agak sakit, serta kondisi yang sudah malam, maka kami memutuskan mendirikan camp di pos III dan
melanjutkan perjalanan sumit besok dini hari. Malam itupun kami istirahat di pos III, ditemani suara
alam malam hari yang sangat syahdu. Pukul 02.30 kami bangun dan segera mempersiapkan perjalanan
selanjutnya, angin dan udara pagipun semakin dingin. Setelah semuanya siap kami melanjutkan
perjalanan ke pos IV di perjalanan tidak ada hal yang berbeda, Mela sudah sembuh dari sakitnya, dan
Hana juga sudah membaik kondisinya. Pukul 04.30 kami tiba dipos IV. Didalam pondokan pos IV ada
rombongan pendaki lain yang sedang beristirahat sambil bermain kartu menunggu pagi. Kami pun ikut
masuk kedalam pondokan tersebut.

Namun ketika sudah masuk kedalam pondokan tiba-tiba Hana menggigil dan mengatakan
pusing, kemudian kami putuskan untuk istirahat. Ketika di dalam pondokan karena tempat yang sempit,
pintu pondokan yang tidak ada tutupnya sehingga angin masih bertiup kedalam dengan kencang, serta
melihat kondisi Hana yang semakin menggigil maka saya dan Paul memutuskan untuk mendirikan tenda
di luar, dan kami suruh Hana masuk kedalam tenda tersebut. Setelah masuk kedalam tenda kondisi
Hana semakin memburuk, Hana semakin menggigil dan mulai mengigau tidak jelas. Kami berusaha
untuk menghilangkan dingin tersebut dengan berbagai cara.

“ Ayo semua SB keluarkan … kasih ke Hana semuanya” teriak Deblog akhirnya ke -6 SB yang ada
dibuka semuanya dan di pakaikan ke Hana namun Hana masih tetap saja menggigil. Melihat kondisi
Hana yang seperti itu dan tujuan pendakian adalah untuk survey maka kami putuskan untuk Paul dan
Vero tetap melanjutkan pendakian ke puncak untuk survey dan saya, Fian dan Mela menunggu di pos IV
menemani Hana. Ternyata dengan bantuan 6 buah SB belum bias menghilangkan kondisi menggigil dari
Hana, akhirnya saya minta Mela untuk masuk kedalam dome dan memeluk Hana sambil menjaganya
tetap dalam kondisi sadar,

Waktu itu saya berfikiran bahwa Hana terkena hipotermia, karena menunjukan gejala-gejala
hipotermia. Bebrapa saat kemudian dari dalam tenda terdengar suara tangisan dari Mela,

Sambil menangis mela berkata “ Han.. Jangan Bilang githu han,, jangan tinggalin kita han….”

“ayo han kamu kuat…” tambah Mela

Saya tanyakan ke mela : “ kenapa mel hana??”

Mela sambil menangis menjawab : “ gak tahu katanya Hana mau pergi aja… mau tinggal disini …
katanya sudah ga kuat lagi “.

Mendengar ucapan itu pikiran saya langsung macam-macam,” apakah hipotermianya sudah
sangat parah, apakah nyawanya sudah ga tertolong lagi, bagaimana kalua ga tertolong lagi? Ini masih di
pos IV membawa turun juga sangat Jauh”

Dengan hawa yang sangat dingin dan tangan yang sudah mulai membeku saya melepas sarung
tangan langsung mencari kayu kering untuk membuat perapian disekitar dome dengan harpan dapat
menghangatkan badan teman saya. Setelah api menyala ternyata Hana semakin menggigil dan
mengigau tidak karuan. Mela yang waktu itu menemani di dalam tenda juga menangis semakin tidak
karuan dan berbicara tidak jelas, dalam pikiran saya kondisi hipotermia Hana semakin parah, bahkan
Hana sudah hampir tak tertolong lagi.

Karena kondisi mela yang menemani juga semakin tidak jelas, menangis tidak karuan akhirnya
sayapun ikut masuk ke dalam tenda. Saya berusaha berkomunikasi dengan Hana.

“Han… Bangun han… kamu ga papa kan han?” tanyaku seraya panik.

Berkali-kali saya tanyakan hal serupa namun hana tetap mengigau tidak jelas. Pikiran saya
semakin kemana-mana dan berfikiran bahwa hipotermianya semakin parah. Karena suaranya yang
begitu kecil akhirnya saya dekatkan telinga saya ke Hana agar semakin jelas mendengar apa yang dia
bicarakan. Alangkah kagetnya saya ketika mendengar ucapan hana.

“Tolong jangan ganggu cucu saya, biarkan dia disini saja sama saya… “ agak samar-sama saya
mendengar dari mulut hana. Kemudian saya coba dengarkan baik baik lagi.

“Jangan ganggu dia, tolong jaga cucu saya ini… biarkan dia disii saja sama saya….” Suara itu
terdengar lirih darimulut Hana.

Ya saat itulah saya sadar bahwa yang menimpa Hana bukanlah hipotermia parah yang akan
menyebabkan kematian, seperti yang saya khawatirkan. Tetapi ada sesosok mahluk tak kasat mata yang
memasuki raga teman saya tersebut. Dan pengobatanyapun beralih dari yang tadinya berusaha
membuat hangat kita ganti dengan doa-doa agar membuat hawa panas bagi yang masuk ke raga teman
saya tersebut. Doa apapun yang saya bisa saya bacakan, dari mulai yang pendek-pendek sampai yang
Panjang-panjag yang penting bisa selamat. Kondisi hana mulai tenang namun masih tetap menggigil dan
berbicara tidak jelas. Ketika matahari mulai menampakan sinarnya saat itulah teman saya tersebut mulai
tersadar, dan dapat berkomunikasi lagi dengan kita semua.ya mungkin mahluk tersebut takut juga
dengan sinar matahari ya.. kaya di film-film vampire. Saya dan teman-teman semua serta pendaki yang
ada sudah merasa tenang dengan sadarnya teman kami. Kayu-kayu yang dipersiapkan untuk tandu dan
lain sebagainya pun akhirnya kami letakan disbelah pondokan pos IV.

Setelah mentari menyingsing kamipun bercengkerama seperti biasanya, bercanda, foto-foto,


makan dan lain-lain. Sampai ketika vero dan paul turun dari puncak kamipun segera berkemas untuk
turun ke basecamp.. ketika perjalanan turun kami pun turun seperti biasanya. Dalam perjalanan turun
pikiran saya selalu tertuju ke Hana, namun saya belum berani untuk membahas kejadian yang ada.
Sesampai di pos bayangan II kami beristirahat,

“Blog (panggilanku ke fian)… apa yang masuk ke Hana itu berasal dari pos bayangan ini ya??
Masalahnya kemarin malam kan mulai dari pos ini Hana mulai berubah, dia jalan begitu cepat, saya aja
mengikuti sampai termenggeh-menggeh.. padahal sebelumnya kan dia sakit jalan sangat pelan” tanyaku
ke deblog

“iya apa ya Kon…. Ya sudah kita jangan bilang-bilang.. mari baca doa aja, ayat Qursi dan doa
keselamatan” jawab Alfian

Kamipun membaca ayat kursi dan doa untuk keselamatan kita semua, dan dilanjutkan turun ke
basecamp. Akhirnya sekitar pukul 14.00 kami sampai di basecamp dengan selamat. Kamipun bersih
bersih seperti tidak ada yang terjadi apapun. Bahkan Hana pun seperti biasanya. Sebelum pulang ke
jogja kami sempatkan makan kembali sate kelinci buat mengobati rasa lapar kami dan bekal perjalanan
pulang ke jogja. Dalam perjalanan saya yang kebetulan berboncengan dengan Hana tidak merasakan hal
yang aneh sedikitpun, saya bercerita banyak dalam perjalanan tersebut,

Satu hari setelah pendakian tersebut, sekitar pukul 21.00 saya di telpon oleh Mela, saya terkejut
sekali dengan apa yang dikatakan oleh mela.

“Mas… Sini ke kosnya Hana, Hana kesurupan lagi, Bicaranya sama kaya kemarin pas dipos 4”
kata mela.

Saya pun bergegas ke kos Hana dan ternyata benar mahluk yang kemarin ternyata belum keluar
dari tubuh Hana. Dan minta untuk diantarkan pulang lagi ke gunung Lawu. Dengan cepat saya
memanggil teman saya yang bisa berhubungan dengan hal hal gaib seperti itu, ketika itu sembuh dan
sadar kembali. Namun malam berikutnya kambuh kembali, teman saya tersebut tidak sanggup
mengeluarkanya dari tubuh Hana dan tetap minta di antarkan balik ke gunung Lawu. Kejadian tersebut
terjadi hamper sampai satu minggu. Tiap malam selalu kambuh dan minta balik ke gunung Lawu. Kami
sudah berusaha semaksimal mungkin memanggil kiyai, orang pintar bahkan keluarganya membawa
orang pintar dari Palembang. Namun tetap saja hasilnya nihil. Tidak bisa membersihkan tubuh Hana.
Dan terakhir kami mencoba menghubungi guru teman saya yang terdapat di Bantul. Alhamdulillah
beliau bisa membersihkan tubuh teman saya tersebut dari gangguan mahluk halus.

Usut punya usut ternyata Hana ketika mengikuti pendakian tersebut dia habis di putus sama
pacarnya, sehingga pikiranya sering ngalamun dan kosong. Dia mengikuti pendakian itu agar bisa
melupakan hubungan yang berakhir dengan sang mantan. Namun karena faktor pikiran kosong maka
dengan mudahnya di masuki oleh mahluk lain. Kebetulan juga pada saat itu dia juga sedang kedatangan
tamu bulanan, sehingga saya kira menjadi jalan masuk yang sangat baik, tubuh lagi berhalangan
ditambah pikiran yang sering kosong memikirkan mantan pacarnya. Ya saya berharap tidak akan pernah
mengalami hal yang seperti itu lagi, kita harus percaya bahwa di dunia ini bukan hanya mahluk kasat
mata saja, tetapi mahluk yang lainpun banyak apalagi di setiap gunung. Menurut saya mendaki saat
berhalangan tidak masalah yang penting tahu kondisi dan pikiran tidak kosong.

Anda mungkin juga menyukai