Anda di halaman 1dari 8

KEJATUHAN MANUSIA DALAM DOSA

D
I
S
U
S
U
N

NAMA : NATALIA SIHOMBING

KELAS : XII

JURUSAN : AKUNTANSI KEUANGAN LEMBAGA

B. STUDY : AGAMA

NILAI :

NAMA GURU : EV. WIXON PINEM, S.Th


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kejatuhan manusia (fas. 3) – dosa disebabkan oleh kesombongan manusia


yang ingin menjadi seperti Allah. Hubungan manusia dengan Allah putus, baik
manusia maupun bumi dikutuk dan mulai menderita. 1 pasal ini, sama seperti
kejadian 2, berasal dari sumber Yahwist. Dari semua kekhasan sumber ini, yang
berhubungan erat dengan pasal 3 adalah tekanan terhadap perbuatan-perbuatan
besar yang dilakukan Tuhan, dan kesetiaan-Nya untuk menolong orang-orang
lemah. Titik tolak dan ukuran kesetiaan ini diletakkan pada peristiwa Sinai. 2
Keadaan manusia yang berdosa adalah satu kenyataan yang menjadi pertanyaan
sulit bagi orang-orang beriman.

Kitab Kejadian memberikan beberapa perincian mengenai dosa pertama itu.


hanya ada satu hal yang penting: Allah menandai satu pohon, sebagai yang
terlarang. Adam dan Hawa memutuskan berdasarkan sesuatu yang
menyenangkan mereka sendirii, dan kemudian dunia tidak pernah lagi menjadi
sama seperti sebelumnya. Adam dan Hawa bereaksi terhadap dosa mereka,
sama seperti manusia lainnya bereaksi terhadap dosa mereka. Mereka berusaha
mencari alasan, menjelaskan situasi mereka, dan mencari seseorang yang dapat
dijadikan kambing hitam. Mereka saling menyembunyikan diri karena untuk
pertama kalinya mereka merasa malu atas ketelanjangan mereka. Namun
mungkin perubahan besar yang terjadi adalah masalah hubungan mereka
dengan Allah. Sebelumnya, mereka dapat berjalan-jalan dan bercakap-cakap
dengan Allah di Taman Eden layaknya seorang sahabat. Sekarang ketika
mereka mendengar Dia, mereka bersembunyi. Kejadian pasal 3
memberitahukan berbagai perubahan sangat besar lain yang berdampak pada
dunia ketika makhluk-makhluk ciptaan memilih untuk melawan penciptaan
mereka. Penderitaan akan berlipat ganda, pekerjaan menjadi semakin berat, dan
muncul sebuah istilah baru, maut, yang memasuki perbendaharaan kata umat
manusia. Kesempurnaan menjadi rusak selama-lamanya.3
1
Dennis Green. Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2012, hlm 49.
2
J. Blommendaal, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993, hlm. 98
3
Philip Yancey, Brenda Quinn. Meet The Bible Dari Kejadian Sampai Wahyu. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2014, hlm. 11
Pada dasarnya tidak ada orang beriman yang suka berbuat dosa karena ia
mengandalkan Tuhan sebagai Yang Mahakuasa, yang disembah dan
diagungkan. Meskipun demikian, dalam berbagai komunitas umat beriman,
dosa adalah musuh yang akrab. Dosa tidak disukai, tetapi dosa juga selalu
mendekat kepada manusia, sekalipun manusia itu beriman.4 Hidup yang
diberkati bukan sekadar memiliki keberadaan, tetapi suatu kehidupan yang
melimpah yang dihidupi dalam hadirat Allah. Kondisi keberkatan ini dicirikan
dalam kehidupan Adam dan Hawa dalam Taman Eden. Namun, pemberontakan
manusia membuyarkan hubungan manusia dengan Allah. Meskipun demikian,
sejak dari awalnya (Kej. 3:15) Allah mengejar manusia dengan anugerah-Nya.
Ia menginginkan pemulihan hubungan dengan mereka dan sekali lagi
memberkati mereka sebelumnya.5
BAB II

LATAR BELAKANG

A. ANALISIS STRUKTUR
4
J.A Telnoni. Tafsir Alkitab Kontekstual-Oikumenis Kejadian Pasal 1-11. Jakarta:BPK Gunung Mulia,
2017, hlm. 116
5
Tremper Longman III, Panorama Kejadian-Awal Mula Sejarah. Jakarta: Scripture Union Indonesia, 2016,
hlm. 155

Isi dari kejatuhan Manusia dalam dosa terdiri atas tiga bagian yaitu
pencobaan, Mutilog Penghakiman, dan Penghukuman.

Kejadian 3:1-7 dalam ayat ini menggambarkan bahwa ular sebagai binatang
yang paling cerdik yang melakukan berbagai cara untuk mempengaruhi atau
menggoda manusia. Ular berkata kepada perempuan yang berada di taman Eden
dan dia pun menurut apa yang dikatakan ular itu sehingga matanya terbuka.
Tipu muslihatnya menyebabkan perempuan itu meragukan pertama-tama firman
Allah (ay 1) dan kemudian kebaikan-Nya (ay 4a). Dengan melihat pohon itu
dari sudut pandang yang berbeda sama sekali (ay 6), ia mengambil buahnya dan
memakannya, lalu hal itu diikuti oleh laki-laki pula. Sebelum kejatuhan manusia
ke dalam dosa, semuanya berada dalam keadaan harmonis dan intim, tetapi
sekarang timbul rasa malu atas ketelanjangan mereka (ay 7).6

Kejadian 3:8-13 kelima ayat ini menampilkan satu mutilog yang bernuansa
penghakiman. Tuhan datang sebagai hakim untuk mengadili manusia dan
memintanya untuk bertanggung jawab atas apa yang dibuat-Nya. Mutilog yang
begitu padat tampaknya lancar , tetapi tidak seimbang oleh karena manusia
berada pada posisi yang salah. Mereka melarikan diri dari hadirat Allah penuh
ketakutan (ay 8).

Kejadian 3:14-15. Penghukuman yang diberikan Tuhan di sini merupakan


puncak dari pertanyaan-pertanyaan (kej. 3:9-13). Dalam kisah taman Eden,
Allah menghakimi pertama-tama ular, lalu perempuan dan akhirnya laki-laki.
Dalam ayat 15, pertempuran barlarut-larut antara manusia dan ular dengan jelas
melambangkan perjuangan berat yang tak mengenal kasihan antara manusia dan
kuasa jahat dalam dunia. Ayat 15a menempatkan ular berlawanan dengan
perempuan dan keturunan ular berlawanan dengan keturunan perempuan. Tetapi
ayat 15b menempatkan keturunan perempuan berlawanan dengan ular itu
sendiri, bukan dengan keturunan ular. Jadi, seteru sesungguhnya adalah ular
taman Eden yang digambarkan sebagai kuasa rohani yang selalu bertentangan
dengan keturunan perempuan.7Adapun kerangka Kejadian 3:1-15 sebagai
berikut :

1. Mengeni Pencobaan (3:1-7)


a. 3:1. Dalam ayat 1 ini ular digambarkan sebagai binatang yang “paling
cerdik” (ibr: ‘arum) dari segala binatang di darat.
b. 3:2,3. Ular berkata kepada perempuan itu: “Tentulah Allah berfirman:
Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?”
c. 3:4,5. Ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu tidak
akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu
memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti
Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.
d. 3:6. Perempuan itu melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan
dan sedap kelihatannya, lagi pula pohon itu menarik hati, karena memberi
pengertian.
e. 3:6b. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya
juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun
memakannya.
f. 3:7. Maka Terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa
mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat
cawat

2. Kejadian 3:8-13: Penghakiman


a. 3:8. Mendengar bunyi Langkah Tuhan Allah yang berjalan-jalan dalam
taman itu pada hari sejuk...”...pada hari engkau
memakannya...”...bersembunyilah manusia itu dan istrinya terhadap
Tuhan di antara pohon-pohon dalam taman.
b. 3:9. Berfirmanlah Ia: dimanakah engkau?
c. 3:10. Telanjang
d. 3:11. “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau
telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang
engkau makan itu?”
e. 3:12. Manusia Itu Menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku,
dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.”
f. 3:13. Apakah yang telah kauperbuat ini? “ular itu yang memperdayakan
aku, maka kumakan”
3. Kejadian 3:14-15: Penghukuman
a. Terkutuklah engkau (3:14)
b. Aku akan mengadakan Permusuhan, keturunannya akan meremukkan
kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya (3:15)8

B. TAFSIRAN TEKS

1. Kejadian 3:1-7:

Mengenai Pencobaan Mengenai pencobaan harus diingat, bahwa Tuhan


mengizinkannya. Ia tidak melarangnya. Tidak ada jalan lain untuk mendidik
manusia mengatasi dosa, kecuali melalui konfrontasi dengan dosa dan
menghadapkannya kepada pemilihan ikut jalan Allah atau iut jalan Iblis.
Allah menempatkan manusia di bawah ujian (2:17) dan justru itulah yang
menyebabkan ia mungkin dicobai. Tapi pencoba hanya dapat mencobai saja.
Dosa bukanlah sesuatu yang tak dapat tidak harus terjadi, jadi tak ada alasan
bahwa ia tak dapat tidak harus tunduk. Perlu diingat, cobaan datang kepada
Hawa tatkala ia seorang diri. Inilah metode yang biasa dilakukan Iblis. Harus
diingat pula bahwa cobaan itu diselubungi dengan keelokan; sedang sifatnya
yang sesungguhnya tersembunyi. Mula-mula Iblis hanya bertanya tentang
Firman Allah (3:1); kemudian dibantah nyata-nyata (3:4); akhirnya apabila
manusia dicobai itu dengan bodoh mau terus mendengarkan, maka Iblis pun
melanjutkan dengan memburuk-burukkan maksud baik Allah (3:15).

Mengenai hal Mengalah kepada cobaan (3:6); Hawa membiarkan


telinganya mendengarkan perkataan pencoba, lalu membiarkan matanya
menikmati benda yang ditunjukkan oleh pencoba, kemudian membiarkan
keinginan hatinya menguasai kemauannya. “perempuan itu melihat, bahwa
buah pohon itu baik untuk dimakan” – (hawa nafsu daging); “dan sedap
kelihatannya” – (hawa nafsu mata); “lagi pula pohon itu menarik hati karena
memberi pengertian” – (kemegahan hidup).9

a. 3:1. Ular digambarkan sebagai binatang yang “paling cerdik” (ibr”


‘arum) dari segala binatang di darat. Pertama Kecerdikannya dalam

8 J.A Telnoni. Tafsir Alkitab Kontekstual-Oikumenis Kejadian Pasal 1-11. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2017.
Hlm 117-141
9 J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab Kejadian sampai dengan Ester. Jakarta: Bina Kasih, 2012, hlm. 35-36
hubungan dengan “semua makhluk yang hidup di padang” (Ibr: kol-khayyat
hassadeh). Pengertian yang terkandung di sini adalah semua makhluk hidup
yang berkeliaran di daerah padang terbuka, menghadapi keadaan penuh
tantangan dan perjuangan untuk menjawab tantangan di sana. Meskipun
demikian, dalam pandangan kisah penciptaan bumi dan langit (Kej. 2:4b-25),
makhluk-makhluk hidup di daerah padang itu juga tunduk di bawah kuasa
manusia (bnd. Kej. 2:19). Kedua, kecerdikan ular di sini harus ditempatkan
dalam kemampuannya untuk menipu manusia yang sebenarnya menjadi
penguasa atasnya. Dalam hubungan inilah ular dinilai sebagai binatang yang
paling cerdik dari segala binatang di padang. Jika demikian, ular dalam cerita
ini bukanlah ular dalam arti yang sesungguhnya, yaitu binatang merayap yang
kita kenal setiap hari.
Ular hanya dipakai sebagai alat untuk menggambarkan bagaimana
gigihnya kuasa yang melawan Tuhan Allah untuk menghasut umat-Nya supaya
memberontak kepadaNya. Yang ditonjolkan di sini ialah cara kerja dari kuasa
penyesat itu. Kuasa itu digambarkan sebagai ular yang meniru dan
membelokkan firman Tuhan kepada manusia. Atau dengan perkataan lain, ada
kata-kata yang disuarakan oleh kuasa penyesat, yang sangat dekat dengan
Perintah Tuhan sehingga dengan kecerdikannya ia menjatuhkan umat Tuhan.
Ular (nahash) memiliki kemampuan untuk berbicara dan bercakap-cakap secara
bebas dengan korbannya. Ular ini merupakan makhluk yang lihai berakal busuk,
dan cerdik. Di dalam Wahyu 12:9 penggoda ini disebut “naga besar itu, si ular
tua yang disebut Iblis atau Setan” (Milton, Paradise Lost, Buku IX). Kata
nahash yang artinya membuat suara mendesis, tidak diragukan lagi mengacu
kepada makhluk yang kita kenal sebagai ular. Paulus menyatakan bahwa Iblis
menjadikan dirinya “seperti malaikat terang” (II Kor. 11:!4). iblis memilih
hewan paling cerdik, paling licik, paling berhati-hati, lalu menguasai
sepenuhnya makhluk tersebut untuk tindakan merusak yang dilakukannya.
Yesus mengatakan tentang Iblis, “Ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”
(Yoh. 8:44; bdg. Rm. 16:20; II Kor. 11:3; I Tim. 2:14; Why. 20:2).10

b. 3:2,3. Ular berkata kepada perempuan itu: yang diucapkan ular


adalah pembelokan dari kata-kata yang dipakai dalam amanat Tuhan kepada

10 Charles F. Pfeiffer, Everett F. Harrison. The Wycliffe Bible Commentary. Malang: Gandum Mas, 2014, hlm.
36-37.
manusia yang ditempatkan-Nya di taman Eden (Kej. 2:16). Kata-kata pembuka
ini adalah permulaan dari upaya menyesatkan manusia. Rumusan demikian: ‘ap
kiamar ‘elohim. Secara harafiah kata-kata ini berarti “bahkan atau
sesungguhnya demikianlah Allah berkata.” Jadi, tepat sekali TB-LAI
menerjemahkan kata-kata ini dengan “Tentulah Allah berfirman...”
Kata ‘ap sendiri adalah partikel tambahan yang biasanya dipakai untuk
menunjukkan sesuatu yang lebih penting.11 Ini berarti bahwa dengan memakai
kata ini di sini, ular hendak mengatakan bahwa ada hal penting yang sungguh
meminta perhatian. “...Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan
buahnya, bukan...” (Ibr: mipperi betokh hanggan lo t’okel... Kej 3:1).
Terhadap kata-kata ini perempuan itu menjawab dengan mengatakan bahwa
pohon “yang ada di tengah-tengah taman” janganlah dimakan (Kej. 3:3).
Keterangan tempat ini berlawanan dengan keterangan tempat dalam kisah
taman di Eden, yaitu pohon kehidupan ada di tengah taman itu” (Kej. 2:9).
Sebaliknya, pohon pengetahuan baik dan jahat juga disebutkan, tetapi
tempatnya tidak disebutkan secara eksplisit (Kej. 2:17).
c. 3:4,5. “Ular itu berkata” (Ibr: wayy’omer hannakhas). Di sini ular
digambarkan sebagai yang berkuasa dan menyampaikan satu keputusan atau
perintah kepada perempuan itu. selanjutnya pernyataan “sekali-kali kamu
tidak akan mati” (Ibr: l’o-mot temutun) adalah satu serangan yang begitu tegas
dan begitu meyakinkan. Penegasan itu ditingkatkan dalam penjelasannya bahwa
yang dilarang oleh Tuhan Allah itu adalah cara untuk menghindarkan manusia
dari kemungkinan menjadi sama dengan Dia. Dari semua penjelasan ular itu,
yang amat penting ialah “...matamu akan terbuka dan kamu menjadi seperti
Allah...” (Ibr: nipqekhu ‘eyneykem wiheyitem ke’elohim). Secara harfiah,
penjelasan ini menunjukkan bahwa manusia akan memiliki kemampuan untuk
memandang dan memahami berbagai hal, lebih jauh dari apa yang diberikan
Tuhan kepadanya. Tingkat pengenalan itu terutama adalah untuk mengenal
yang baik dan yang jahat (ay. 6). Ini berarti bahwa manusia akan memiliki
kemampuan yang sama dengan Tuhan untuk mengenal siapa dan bagaimana
dirinya sehingga ia akan hidup bebas

Anda mungkin juga menyukai