D
I
S
U
S
U
N
KELAS : XII
B. STUDY : AGAMA
NILAI :
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
LATAR BELAKANG
A. ANALISIS STRUKTUR
4
J.A Telnoni. Tafsir Alkitab Kontekstual-Oikumenis Kejadian Pasal 1-11. Jakarta:BPK Gunung Mulia,
2017, hlm. 116
5
Tremper Longman III, Panorama Kejadian-Awal Mula Sejarah. Jakarta: Scripture Union Indonesia, 2016,
hlm. 155
Isi dari kejatuhan Manusia dalam dosa terdiri atas tiga bagian yaitu
pencobaan, Mutilog Penghakiman, dan Penghukuman.
Kejadian 3:1-7 dalam ayat ini menggambarkan bahwa ular sebagai binatang
yang paling cerdik yang melakukan berbagai cara untuk mempengaruhi atau
menggoda manusia. Ular berkata kepada perempuan yang berada di taman Eden
dan dia pun menurut apa yang dikatakan ular itu sehingga matanya terbuka.
Tipu muslihatnya menyebabkan perempuan itu meragukan pertama-tama firman
Allah (ay 1) dan kemudian kebaikan-Nya (ay 4a). Dengan melihat pohon itu
dari sudut pandang yang berbeda sama sekali (ay 6), ia mengambil buahnya dan
memakannya, lalu hal itu diikuti oleh laki-laki pula. Sebelum kejatuhan manusia
ke dalam dosa, semuanya berada dalam keadaan harmonis dan intim, tetapi
sekarang timbul rasa malu atas ketelanjangan mereka (ay 7).6
Kejadian 3:8-13 kelima ayat ini menampilkan satu mutilog yang bernuansa
penghakiman. Tuhan datang sebagai hakim untuk mengadili manusia dan
memintanya untuk bertanggung jawab atas apa yang dibuat-Nya. Mutilog yang
begitu padat tampaknya lancar , tetapi tidak seimbang oleh karena manusia
berada pada posisi yang salah. Mereka melarikan diri dari hadirat Allah penuh
ketakutan (ay 8).
B. TAFSIRAN TEKS
1. Kejadian 3:1-7:
8 J.A Telnoni. Tafsir Alkitab Kontekstual-Oikumenis Kejadian Pasal 1-11. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2017.
Hlm 117-141
9 J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab Kejadian sampai dengan Ester. Jakarta: Bina Kasih, 2012, hlm. 35-36
hubungan dengan “semua makhluk yang hidup di padang” (Ibr: kol-khayyat
hassadeh). Pengertian yang terkandung di sini adalah semua makhluk hidup
yang berkeliaran di daerah padang terbuka, menghadapi keadaan penuh
tantangan dan perjuangan untuk menjawab tantangan di sana. Meskipun
demikian, dalam pandangan kisah penciptaan bumi dan langit (Kej. 2:4b-25),
makhluk-makhluk hidup di daerah padang itu juga tunduk di bawah kuasa
manusia (bnd. Kej. 2:19). Kedua, kecerdikan ular di sini harus ditempatkan
dalam kemampuannya untuk menipu manusia yang sebenarnya menjadi
penguasa atasnya. Dalam hubungan inilah ular dinilai sebagai binatang yang
paling cerdik dari segala binatang di padang. Jika demikian, ular dalam cerita
ini bukanlah ular dalam arti yang sesungguhnya, yaitu binatang merayap yang
kita kenal setiap hari.
Ular hanya dipakai sebagai alat untuk menggambarkan bagaimana
gigihnya kuasa yang melawan Tuhan Allah untuk menghasut umat-Nya supaya
memberontak kepadaNya. Yang ditonjolkan di sini ialah cara kerja dari kuasa
penyesat itu. Kuasa itu digambarkan sebagai ular yang meniru dan
membelokkan firman Tuhan kepada manusia. Atau dengan perkataan lain, ada
kata-kata yang disuarakan oleh kuasa penyesat, yang sangat dekat dengan
Perintah Tuhan sehingga dengan kecerdikannya ia menjatuhkan umat Tuhan.
Ular (nahash) memiliki kemampuan untuk berbicara dan bercakap-cakap secara
bebas dengan korbannya. Ular ini merupakan makhluk yang lihai berakal busuk,
dan cerdik. Di dalam Wahyu 12:9 penggoda ini disebut “naga besar itu, si ular
tua yang disebut Iblis atau Setan” (Milton, Paradise Lost, Buku IX). Kata
nahash yang artinya membuat suara mendesis, tidak diragukan lagi mengacu
kepada makhluk yang kita kenal sebagai ular. Paulus menyatakan bahwa Iblis
menjadikan dirinya “seperti malaikat terang” (II Kor. 11:!4). iblis memilih
hewan paling cerdik, paling licik, paling berhati-hati, lalu menguasai
sepenuhnya makhluk tersebut untuk tindakan merusak yang dilakukannya.
Yesus mengatakan tentang Iblis, “Ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”
(Yoh. 8:44; bdg. Rm. 16:20; II Kor. 11:3; I Tim. 2:14; Why. 20:2).10
10 Charles F. Pfeiffer, Everett F. Harrison. The Wycliffe Bible Commentary. Malang: Gandum Mas, 2014, hlm.
36-37.
manusia yang ditempatkan-Nya di taman Eden (Kej. 2:16). Kata-kata pembuka
ini adalah permulaan dari upaya menyesatkan manusia. Rumusan demikian: ‘ap
kiamar ‘elohim. Secara harafiah kata-kata ini berarti “bahkan atau
sesungguhnya demikianlah Allah berkata.” Jadi, tepat sekali TB-LAI
menerjemahkan kata-kata ini dengan “Tentulah Allah berfirman...”
Kata ‘ap sendiri adalah partikel tambahan yang biasanya dipakai untuk
menunjukkan sesuatu yang lebih penting.11 Ini berarti bahwa dengan memakai
kata ini di sini, ular hendak mengatakan bahwa ada hal penting yang sungguh
meminta perhatian. “...Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan
buahnya, bukan...” (Ibr: mipperi betokh hanggan lo t’okel... Kej 3:1).
Terhadap kata-kata ini perempuan itu menjawab dengan mengatakan bahwa
pohon “yang ada di tengah-tengah taman” janganlah dimakan (Kej. 3:3).
Keterangan tempat ini berlawanan dengan keterangan tempat dalam kisah
taman di Eden, yaitu pohon kehidupan ada di tengah taman itu” (Kej. 2:9).
Sebaliknya, pohon pengetahuan baik dan jahat juga disebutkan, tetapi
tempatnya tidak disebutkan secara eksplisit (Kej. 2:17).
c. 3:4,5. “Ular itu berkata” (Ibr: wayy’omer hannakhas). Di sini ular
digambarkan sebagai yang berkuasa dan menyampaikan satu keputusan atau
perintah kepada perempuan itu. selanjutnya pernyataan “sekali-kali kamu
tidak akan mati” (Ibr: l’o-mot temutun) adalah satu serangan yang begitu tegas
dan begitu meyakinkan. Penegasan itu ditingkatkan dalam penjelasannya bahwa
yang dilarang oleh Tuhan Allah itu adalah cara untuk menghindarkan manusia
dari kemungkinan menjadi sama dengan Dia. Dari semua penjelasan ular itu,
yang amat penting ialah “...matamu akan terbuka dan kamu menjadi seperti
Allah...” (Ibr: nipqekhu ‘eyneykem wiheyitem ke’elohim). Secara harfiah,
penjelasan ini menunjukkan bahwa manusia akan memiliki kemampuan untuk
memandang dan memahami berbagai hal, lebih jauh dari apa yang diberikan
Tuhan kepadanya. Tingkat pengenalan itu terutama adalah untuk mengenal
yang baik dan yang jahat (ay. 6). Ini berarti bahwa manusia akan memiliki
kemampuan yang sama dengan Tuhan untuk mengenal siapa dan bagaimana
dirinya sehingga ia akan hidup bebas