Anda di halaman 1dari 7

Perspektif Al-Qur’an Tentang Berprasangka Baik dan Buruk

The Qur'anic Perspective on Good and Bad Prejudice

Muhammad Hafiz Jihadillah, Muhammad Ikhsan, Rizky Trisna Pratama

Muhammad Hafiz Jihadillah


Institut PTIQ Jakarta, Indonesia
m.hafidzjihadillah@mhs.ptiq.ac.id

Muhammad Ikhsan
Institut PTIQ Jakarta, Indonesia
m.ikhsan@mhs.ptiq.ac.id

Rizky Trisna Pratama


Institut PTIQ Jakarta, Indonesia
rizkykrisnapratama@mhs.ptiq.ac.id
Abstrak

Al-Qur’an menjadi sebuah pedoman paten bagi seluruh umat muslimin yang hidup di muka bumi
ini, berbagai aspek kehidupan dalam 24 jam sehari semua telah tertuang dalam Al-Qur’an. Allah
SWT menurunkan Al-Qur’an kepada kita umat Baginda Nabi Muhammad agar Al-Qur’an ini bisa
menjadi penuntun kita dalam bersikap baik maupun sebaliknya, agar kita sebagai manusia tidak
pernah salah atau keliru dalam mengambil beberapa sikap ataupun memberikan sikap terhadap
apa yang tengah terjadi dihdapan kita pada saat itu, termasuk dalam hal husnuzon maupun
suuzon, dimana jika kedua hal ini kita salah atau keliru dalam menempatkannya, maka bisa jadi
kita terjerumus kepada sebuah kekeliruan dan berimbas kita mendapatkan dosa yang mungkin
kita tidak merasa bersalah dikarenakan kurangnya ilmu akan hal ini. Itulah yang akhirnya
menjadikan bahwa mendalami kembali perspektif Al-Qur’an tentang berprasangka baik dan
buruk ini sangat penting dan pokok untuk kembali kita kaji dan selami, kembali lagi dikarenakan
kita adalah manusia yang lemah dan tak berupaya, maka kita hanya bisa mengembalikannya
kepada Tuhan kita yaitu Allah SWT melalui risalah Nubuwwah yang telah Dia berikan kepada
Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai tanda bahwa kita adalah hamba sekaligus umat yang
disayangi oleh-Nya sehingga tak ada lagi alasan mendalam bagi kita jika kita masih mejadi orang
yang merasa tidak mengetahui apa-apa, karena sebegitu banyaknya pesan-pesan yang telah
diberikan kepada kita agar kehidupan kita baik dan tertata sesuai tuntutan syariah islam.

Kata Kunci: Perspektif Qur’an, husnudzon, suudzon

Abstract
The Qur'an is a patent guide for all Muslims who live on this earth, various aspects of life in 24
hours a day have all been stated in the Qur'an. Allah SWT sent down the Qur'an to us the people of
His Majesty the Prophet Muhammad so that this Qur'an can be our guide in being good or vice
versa, so that we as humans are never wrong or wrong in taking some attitudes or giving an attitude
towards what is being said. is happening in front of us at that time, including in the case of
Husnuzon and Suuzon, where if these two things we are wrong or wrong in placing them, then we
may fall into a mistake and result in us getting sins that we may not feel guilty due to lack of
knowledge about this matter. That's what finally makes it important to revisit the perspective of the
Qur'an about good and bad prejudice and it is very important for us to revisit and dive into it, again
because we are human beings who are weak and do not try, so we can only return it to our Lord.
namely Allah SWT through the treatise of Nubuwwah which He has given to His Majesty the
Prophet Muhammad SAW as a sign that we are servants as well as people who are loved by Him so
that there is no longer any deep reason for us if we are still people who feel that we do not know
anything, because there are so many messages that have been given to us so that our lives are good
and orderly according to the demands of Islamic sharia.

Keywords: Quranic perspective, husnudzon, suudzon

‫الملخص‬
‫القرآن هو دليل براءة اختراع لجميع المسلمين الذين يعيشون على هذه الأرض ‪ ،‬وقد‬
‫ورد ذكر جوانب مختلفة من الحياة خلال ‪ 24‬ساعة في اليوم في القرآن‪ .‬لقد أرسل‬
‫اهلل سبحانه وتعالى القرآن إلينا نحن أهل جلالة الرسول محمد صلى اهلل عليه وسلم‬
‫لا لنا في الخير أو العكس ‪ ،‬حتى لا نخطئ نحن البشر ً‬
‫أبدا أو‬ ‫ليكون هذا القرآن دلي ً‬
‫نخطئ في اتخاذ بعض المواقف أو إبداء موقف تجاه ما يقال‪ .‬يحدث أمامنا في ذلك‬
‫الوقت ‪ ،‬بما في ذلك في حالة حسنوزون وسوزون ‪ ،‬حيث إذا كنا مخطئين أو مخطئين‬
‫في وضعهما ‪ ،‬فقد نقع في خطأ و ينتج عنها ذنوب قد لا نشعر بالذنب بسبب قلة‬
‫ً‬
‫أخيرا إعادة النظر في منظور القرآن عن‬ ‫المعرفة بهذا الأمر‪ .‬هذا ما يجعل من المهم‬
‫التحيز الجيد والسيئ ومن المهم ً‬
‫جدا بالنسبة لنا أن نعيد النظر فيه والغوص فيه ‪ ،‬مرة‬
‫أخرى لأننا بشر ضعفاء ولا نحاول ‪ ،‬لذلك نحن لا يمكن إلا أن يعيدها إلى ربنا ‪ ،‬أي اهلل‬
‫سبحانه وتعالى من خلال أطروحة نبوة التي أعطاها لصاحب الجلالة النبي محمد صلى‬
‫اهلل عليه وسلم كعلامة على أننا عبيد وكذلك أناس يحبونه حتى لا يكون هناك أي‬
‫ل نعرف شيًئ ا ‪ ،‬لأن هناك العديد‬ ‫ً‬
‫أشخاصا نشعر أننا ا‬ ‫شيء‪ .‬سبب عميق لنا إذا كنا لا نزال‬
‫من الرسائل التي تم إعطاؤها لنا حتى تكون حياتنا جيدة ومنظمة ً‬
‫وفقا لمتطلبات‬
‫الشريعة الإسلامية‪.‬‬

‫الكلمات المفتاحية‪ :‬المنظور القرآني ‪ ،‬حسن الظن ‪ ،‬سوؤ الظن‬

‫‪KATA PENGANTAR‬‬

‫‪Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan‬‬
‫‪karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, meskipun banyak sekali‬‬
‫‪kekurangan yang bisa ditemukan di dalam makalah ini. Kemudian sholawat serta salam‬‬
‫‪selalu tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, tidak lupa juga kami‬‬
berterima /8kasih kepada Bapak Amiril Ahmad, MA. selaku dosen pada mata kuliah
Tafsir Maudhui Ijtima’i yang telah memberikan kiat-kiat menyelesaikan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai kitab-kitab tafsir klasik, sehingga bukan hanya sekedar
membaca Al-Qur’an, tapi kita juga bisa sekalian memahami apa yang dimaksud dan
disarikan dari ayat-ayat yang kita baca.
Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan, kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di
waktu yang akan datang.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Artikel ini berbicara tentang Al-Qur’an, berarti membahas tentang suatu kitab
yang suci nan sakral. Al-Qur’an sebagai rahmat linnas wa rahmatal lil ‘aalamiin,
menjadikan kitab suci ini sebagai landasan dan huda dalam menapak jejak kehidupan di
dunia ini. Dalam Al-Qur’an yang menjadi mukjizat Rasulullah Saw, didalamnya banyak
terkandung hikmah dan interpretasi yang luas, sehingga ketika membaca Al-Qu’an maka
kita akan mendapatkan makna-makna yang lain ketika kita membacanya lagi. Inilah yang
menjadikan Al Qur’an terasa nikmat ketika dibaca dan terasa tenang dihati ketika
mendengarnya, walaupun yang mendengarnya itu seorang ‘Ajami yang tidak paham
bahasa Al-Qur’an.
Dalam bermu’amalah dengan Al-Qur’an, terkadang kita mendapatkan ayat-ayat yang
sulit untuk dipahami maksudnya. kita memerlukan sebuah perangkat untuk memahami
kandungan Al-Qur’an, yang kita kenal dengan istilah tafsir. Bahkan sahabat nabi
terkadang masih sulit untuk memahami Al-Qur’an. Sehingga ketika para sahabat tidak
mengetahui makna atau maksud suatu ayat dalam Al-Qur’an, mereka langsung merujuk
kepada Rasulullah dan menanyakan hal tersebut.
Sebagai umat Islam yang baik, tentunya kita tidak pernah luput dalam bersentuhan
dengan Al-Qur’an, setidaknya dengan senantiasa membacanya. Namun apakah cukup
hanya dengan membacanya saja? tentunya untuk meningkatkan kualitas kita dalam
bergaul dengan Al-Qur'an, dan untuk merasakan mukjizat Al-Qur’an lebih dalam lagi,
adalah disamping kita membacanya, kita juga membaca dan menelaah tafsir-tafsir
sebagai bayan yang menjelaskan dari Al-Qur’an itu sendiri. Salah satu jalan yang harus
ditempuh dalam bergelut dalam dunia tafsir, setidaknya dengan mengetahui pengarang
dan metodologi yang dipakai dalam menginterpretasi Al-Qur’an. Pada makalah ini,
penulis mencoba memaparkan pembahasan yang berjudul perspektif Al-Qur’an tentang
berprasangka baik dan buruk yang kita kenal dengan sebutan husnudzon dan suudzon.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Husnuzan/Berprasangka baik?
2. Apa itu Suuzan/Berprasangka buruk?
3. Bagaimana mengimplementasikan keduanya?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi husnuzan
2. Mengetahui definisi suuzan
3. Mengetahui cara mengimplementasikannya dengan benar

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Husnudzon dan Suudzon


Husnudzon atau prasangka baik berasal dari kata Arab yaitu husnu yang artinya
baik, dan zan yang artinya prasangka. Dalam bahasa Indonesia pun kita bisa temukan
juga makna dari Husnudzon itu sendiri, yaitu prasangka baik 1 Jadi prasangka baik atau
positive thinking dalam terminologi Islam dikenal dengan istilah husnudzon. Secara
istilah, husnudzon adalah sikap orang yang selalu berpikir positif terhadap apa yang telah
diperbuat oleh orang lain .2

Menurut Pinandito, ḥusnuẓẓan menjadi sebuah landasan pokok bagi manusia dalam
berpikir positif atas segala peristiwa yang dialami. Imam Ja’far Shadiq berkata,
“Berprasangka baik kepada Allah berarti bahwa kamu tidak boleh berharap kecuali
kepada-Nya dan kamu tidak boleh takut terhadap apapun kecuali dari dosa-dosa yang
kamu lakukan.3

Sikap ḥusnuẓẓan akan melahirkan keyakinan bahwa segala kenikmatan dan kebaikan
yang diterima manusia berasal dari Allah, sedangkan keburukan yang menimpa manusia
disebabkan dosa dan kemaksiatannya. Tidak seorang pun bisa lari dari takdir yang telah
ditetapkan Allah. Tidak ada yang terjadi di alam semesta ini melainkan apa yang Dia
kehendaki dan Allah SWT tidak meridhai kekufuran untuk hambaNya, Allah SWT telah
menganugerahkan kepada manusia kemampuan untuk memilih dan berikhtiar. Segala
perbuatannya terjadi atas pilihan dan kemampuannya yang harus
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Sedangkan arti suudzon adalah buruk sangka. Dalam bahasa Inggris kita sering
juga mendengar “negative thinking”. Suuzan berasal dari 2 (dua) kata dalam bahasa Arab.
Su’u yang berarti jelek dan dzon yang berarti sangkaan. 4

Allah SWT berfirman:


‫ب‬ ْ ‫م َّو َلا َت َج َّس ُس ۡوا َو َلا َي ۡغ َت‬
ُّ ‫ب َّب ۡع ُض ُك ۡم َب ۡع ًضا‌ ؕ َا ُي ِح‬ ‌ٌ ۖ ‫الظ ِّن ِا ۡث‬
َّ ‫الظ ِّن ِا َّن َب ۡع َض‬ ۡ ‫ٰۤي َـا ُّي َها َّال ِذ ۡينَ ٰا َم ُنوا‬
َّ َ‫اج َت ِنب ُۡوا َك ِث ۡي ًرا ِّمن‬

ٌ ‫نن َّي ۡا ُك َل َل ۡح َم َا ِخ ۡي ِه َم ۡي ًتا َف َك ِر ۡه ُت ُم ۡو ُ‌ه ؕ َوا َّت ُقوا اهّٰلل َ‌ ؕ ِا َّن اهّٰلل َ َت َّو‬
‫اب َّر ِح ۡي ٌم‬ ۡ ‫َا َح ُد ُك ۡم َا‬
Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, hindarilah jauh-jauh sangka menyangka, sedikit
persangkaan sudah merupakan dosa. Janganlah saling memata-matai keburukan orang,
dan jangan saling mengumpat; sukakah di antaramu makan daging saudara sendiri yang

1 https://tirto.id/pengertian-husnudzon-dan-contoh-perilakunya-dalam-islam-gaXa

2 Satrio Pinandito, Husnuzan dan Sabar Kunci Sukses Meraih Kebahagiaan Hidup KiatKiat Praktis
Berpikir Positif Menyiasati Persoalan Hidup, (Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011), hal. 13

3 https://tirto.id/arti-suudzon-dalam-islam-contoh-perilaku-dan-macam-macamnya-glSH
4 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/husnuzan
sudah mati, pasti kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah. Allah sungguh Maha
Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." (Q.S.Al-Hujurat : 12)

Ayat ini menjelaskan secara gamblang bahwa kita dilarang untuk berprasangka, baik atau
buruknya prasangka tersebut termasuk dalam maksud ayat tersebut, terlebih lagi kalau
kita berbicara yang konteksnya mengerucut kepada pembahasan berprasangka buruk,
tentu kita sudah termasuk orang-orang yang tengah terjerumus dalam dosa dan
diwajibkan untuk bertaubat kepada-Nya.

Diibaratkan seperti makan daging saudara sendiri, menjadikan perbuatan mengumpat


dan berprasangka buruk ini seperti sangat keji jika kita lontarkan kepada saudara muslim
kita sendiri, oleh karenanya kita diperintah agar selalu berbuat baik kepada saudara
muslim kita.

Ssayyid Quthb dalam tafsirnya “fi zilalil qur’an” beliau menceritakan bahwa ketika
seseorang berusaha menjauhi berbuat buruk kepada orang lain, maka ia akan diberikan
kemuliaan dan kehormatan yang akhirnya manusia bisa terlepas dari cengkraman dosa
yang menghantuinya dengan solusi berupa pembersihan diri atau bercermin kepada diri
sendiri yang belum sempurna ini sehingga tidak mudah terjerumus kepada perbuatan
dosa yang merusak hubungan kita dalam bermuasyarah sesama manusia. 5

5 Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Quran, terj. As’ad dkk (Jakarta: Gema Insani, 2004), 421.

Anda mungkin juga menyukai