Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERBUATAN RASULULLAH
Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : Bapak Ikin Sodikin, M. Hum.

Disusun Oleh :

Windi Widiasari (201.103.025)


Jepri Sani (201.103.007)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

AL-MUHAJIRIN PURWAKARTA

TAHUN AJARAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, tak lupa pula sholawat serta
salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Ucapan terima
kasih kepada Bapak Ikin Sodikin, M. Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah
Ushul Fiqih yang berkenan membimbing kami sehingga makalah ini dapat kami
selesaikan tepat waktu.

Makalah ini mengupas “Perbuatan Rasulullah”, melalui makalah ini kami


akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang.
Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan –
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat seluas-luasnya


terutama bagi mahasiswa dan para pembaca khususnya.

Purwakarta, Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. i

Daftar isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................ 3
C. Tujuan................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 4

A. Status Ma’Sum Para Nabi.................................................... 4


B. Perbuatan Rasulullah Saw Dalam Kerangka Pensyariatan. . 5
C. Iqrar Rasul............................................................................ 8

BAB III PENUTUPAN............................................................................... 10

A. Kesimpulan........................................................................... 10
B. Saran..................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rasulullah saw merupakan sosok yang paling mulia. Beliau
merupakan sosok yang sempurna sebagai utusan Allah swt dalam
mengemban ajaran agama Islam untuk umat manusia. Maka sangat pantas
beliau menjadi panutan dan suritauladan bagi umatnya. Rasulullah saw
datang ditengah-tengah kejahiliyahan umat pada masa itu. Jahiliyah yang
dimaksud adalah bukan bodoh dalam masalah kecerdasan, melainkan
bangsa arab jahiliyah dalam masalah aqidah dan ahlak. Sehingga
Rasululah mendapatkan tugas yang cukup berat untuk merombak atau
merubah budaya tatanan masyarakat yang sudah jauh dari ajaran Allah.
Perjuangan yang tidak mengenal lelah di kota Makkah banyak
mendapatkan perlawanan, sehingga beliau mendapatkan perintah Allah
untuk hijrah ke kota Madinah beserta para sahabatnya. Dengan kesabaran
dan pertolongan Allah swt, kurang lebih selama 23 tahun Rasulullah
akhirnya berhasil menjalankan tugas dengan baik, budaya Islam terbangun
di kota Madinah dan Makkah setelah ditaklukkan oleh Rasulullah.
Masyarakat yang memiliki akhlak yang sebelumnya jauh dari nilai-nilai
Islam, menjadi masyarakat yang selalu memegang teguh yang di ajarkan
oleh Allah melalui Rasulullah saw. Warisan terbesar dari Rasulullah
adalah Al-Qur'an dan Al Sunnah. Al-Qur'an adalah kitab suci yang
sempurna, serta berfungsi sebagai pelajaran bagi manusia, pedoman hidup
bagi setiap muslim, petunjuk bagi orang yang bertakwa. Allah berfirman :
‫ٰٓيَاُّيَها الَّناُس َقْد َج ۤا َء ْتُك ْم َّم ْو ِع َظٌة ِّم ْن َّرِّبُك ْم َو ِش َفۤا ٌء ِّلَم ا ِفى الُّص ُد ْو ِۙر َو ُهًدى َّو َرْح َم ٌة‬
‫ِّلْلُم ْؤ ِمِنْيَن‬
“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an)
dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman”. (QS. Yunus;57).

Al Qur'an sebagai pedoman hidup umat manusia kemudian di iringi


dengan sikap, prilaku atau perbuatan Rasulullah yang terangkum dalam al-

1
Sunnah merupakan warisan yang akan abadi sepanjang zaman. Selain
beliau meninggalkan warisan Al-Qur'an dan al Sunnah, beliau juga
meniggalkan para sahabat yang luar biasa, sahabat yang di didik, di bina
langsung oleh beliau menjadi sosok yang mengagumkan. Rasulullah
merupakan sosok yang langsung di didik oleh Allah, sehingga sudah
barang tentu segala tindakan dan perbuatannya medapat kontrol langsung
dari Allah. Jika ada yang kurang benar dalam diri Rasulullah, Allah akan
langsung memperingatkannya, jadi tidak heran jika beliau memiliki akhlaq
yang paling mulia dan hal itu merupakan tugas beliau di utus oleh Allah.
sebagaimana sabda beliau yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah.
ِ )‫َّنَم ا ُبِع ْثُت ِال ُ َتِّمَم َم َك اِرَم ْاَالْخ َال ِق (رواه مسلم‬
“sesungguhnya tidaklah aku diutus di muka bumi hanya untuk
menyempurnakan akhlak (H.R Muslim)”.

Berbeda dengan para sahabatnya yang merupakan manusia biasa,


namun berkat bimbingan beliau, menjadi sosok yang memiliki karakter
dan sifat sebagaimana Rasulullah, meskipun Rasulullah telah tiada namun
apa yang telah di ajarkan kepada para sahabat selalu dipegang teguh dan
diajarkan kembali kepada keturunan mereka. Siapa yang tidak mengenal
Khulafa’ur Rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin
Affan, dan Ali bin Abi Thalib merupakan sahabat dekat Rasulullah yang
langsung mendapatkan polesan didikan beliau, sehingga didalam
menjalankan tongkat estafet perjuangan menyebarkan agama Islam
berhasil sampai diluar Jazirah Arab.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Status Ma’Sum Para Nabi?
2. Apa Saja Perbuatan Rasulullah Saw Dalam Kerangka Pensyariatan?
3. Bagaimana Iqrar Rasul?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Status Ma’Sum Para Nabi?
2. Untuk Mengetahui Perbuatan Rasulullah Saw Dalam Kerangka
Pensyariatan?
3. Untuk Mengetahui Iqrar Rasul?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Status Ma’sum Para Nabi


Para nabi alaihimus shaldtu wassalam adalah hamba Allah yang
terpelihara (ma'shim). Mereka tidak mungkin berbuat dosa, dosa kecil
ataupun dosa besar, dengan kesengajaan ataupun kelalaian. Pendirian ini
sesuai dengan Al-Ustadz Abu Ishaq al-isfirayini, Abu al-Fath asy-
Syahrastani, Al-Qadli Iyadl dan Tagiyyuddin as-Subuki, serta pendapat
ashahh menurut Al-Qadli Husain, dan diklaim oleh Ibn Burhan sebagai
kesepakatan para ulama' muhaqqiqin.

Sehingga, nabi kita, Muhammad saw. tidak mungkin berkata-kata


batil, berbuat batil, ataupun menyetujui seseorang atas perbuatan kebatilan.
Sikap diam Rasul atas sebuah perbuatan, meski tanpa perasaan gembira,
menunjukkan atas bolehnya perbuatan tersebut bagi pelaku, begitu pula
bagi selain pelaku.

Segala perbuatan Rasulullah adalah baik dan mendapat ridla Allah,


adakalanya wajib, sunnah atau mubah. Tidak ada satupun perbuatan beliau
yang berstatus hukum haram, makruh, atau sekadar khilaful aula. Karena
makruh dan khifaful Aula jarang dilakukan oleh orang-orang yang
bertaqwa dari umat Nabi Muhammad saw., bagaimana mungkin keduanya
dilakukan oleh beliau dengan keluhuran derajat dan kemukaan yang beliau
sandang. Seandainya perbuatan makruh dan khilaful aula beliau lakukan,
berarti kita diperintahkan mengikuti beliau dalam berbuat makruh dan
khilaful aula tersebut. Dan, sernacam ini tidak mungkin terjadi.

Sedangkan perbuatan yang beliau lakukan sebagai penjelasan


bolehnya perbuatan tersebut dilakukan, bagi beliau hal ini bukanlah sebuah
kemakruhan ataupun khilaful aula, akan tetapi sebuah keutamaan, karena
menjelaskan syariat adalah tugas beliau.

Contoh: Dalam sebuah riwayat, Rasukuilah pernah berwudiu satu kali satu
kali. Dalam riwayat yang lain, beliau pernah berwudlu dua kali dua kali.

4
Semacam ini lebih utama bagi beliau daripada melakukannya tiga kali tiga
kali (tatslis).

B. Perbuatan Rasulullah Saw. Dalam Kerangka Pensyariatan


Secara sistematis, perbuatan Rasulullah saw. terbagi dalam dua
kategori, yakni kategori qurbah dan ghairu qurbah.
Kategori qurbah, yakni perbuatan beliau yang berdimensi ibadah dan
ketaatan. Ini terbagi dalam dua pemilahan :
4. Terdapat dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut
merupakan kekhususan pada diri Rasul.

Contoh:

a. Puasa wishdi (puasa hingga malam hari)


b. Beristeri lebih dari empat
c. Kewajiban shalat Dluha.
 Maka perbuatan tersebut diarahkan khusus untuk Rasul: bukan
pensyariatan bagi kita, umatnya. Sehingga, kita tidak boleh meniru
beliau dalam puasa wishal dan menikah lebih dari empat isteri: Kita
juga tidak wajib melakukan shalat Dluha sebagaimana diwajibkan atas
beliau.

5. Tidak terdapat dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut


merupakan kekhususan pada diri Rasul. Permasalahan ini terbagi
dalam dua keadaan:
a. Sifat perbuatan tersebut diketahui, wajib, sunnah ataukah mubah.
Sifat perbuatan Nabi dapat diketatwii dengan :
- Nash atau perkataan lugas dari beliau. Misalnya beliau berkata,
“perbuatan ini wajib” atau “perbuatan ini sunnah”
- Penyamaan dengan obyek yang diketahui. Misalnya beliau
berkata, "Perbuatan ini sama dengan yang demikian”
- Terjadinya perbuatan sebagai penjelasan (bayan) dari dalil
menunjukkan hukum wajib, sunnah atau mubah.

5
Contoh:

“ Shalat atau thawaf yang dilakukan Rasul, sebagai penjelasan


dari dalil kewajiban shalat atau thawaf yang masih mujmal
(belum jelas tata caranya).

 Hukum dari shalat atau thawaf dengan tata cara seperti


dilakukan Rasul ini mengikut pada hukum dari dalil yang
dijelaskannya (mubayyan), dalam hal ini adalah wajib, bagi
Rasul dan bagi umatnya.
 Potong tangan hingga pergelangan, dilakukan Rasul sebagai
hukuman atas pencuri. Memotong tangan hingga pergelangan
ini sebagai penjelasan dari dalil kewajiban memotong tangan
sebagai hukuman atas pencuri. Karena dalam dalil tersebut
(QS. Al-Maidah) tidak ada kejelasan, sebatas mana tangan
dipotong. Maka kemudian perbuatan Rasul datang sebagai
penjelas.
 Hukum potong tangan dengan tata cara seperti dilakukan Rasul
ini mengikut pada hukum dari dalil yang dijelaskannya
(mubayyan), dalam hal ini wajib, bagi Rasul dan bagi umatnya
(yakni Imam negara).
 Terjadinya perbuatan sebagai pelaksanaan (imtitsal) dari dalil
menunjukkan hukum wajib, sunnah atau mubah. Semisal,
Rasul ber-shadagah setelah ada perintah kewajiban ber-
shadagah. Maka perbuatan ini berfungsi sebagai penguat
hukum wajib.
 Secara khusus, hukum wajib dari perbuatan Rasul bisa
diketahui dari tanda-tandanya.

Contoh: " Sebuah shalat isa diketahui berhukum wajib dengan


tanda dilakukannya adzan: karena berdasarkan istigrg'
disimpulkan bahwa shalat yang didahului adzan adalah shalat
wajib. " Bahwa seandainya tidak berhukum wajib, perbuatan
tersebut pasti tidak boleh dilakukan .

6
Contoh: khitan dan had (hukuman bagi pelaku pelanggaran),
yang merupakan bentuk penyiksaan (memotong anggota
badan, mencambuk dsb.). Bolehnya khitan dan had
menunjukkan bahwa kebolehan tersebut hukumnya wajib.

b. Sifat perbuatan tersebut tidak diketahui, wajib, sunnah ataukah


mubah. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di antara .
ulama:

Pendapat pertama: perbuatan Rasul tersebut diarahkan pada


hukum wajib, bagi beliau dan umatnya. Arahan wajib ini adalah
sebagai langkah hati-hati.

Pendapat kedua: perbuatan Rasul tersebut diarahkan pada


hukum sunnah, bagi beliau dan umatnya. Karena hukum sunnah
adalah yang bisa diyakini dari sebuah tuntutan.

Pendapat ketiga: menangguhkan dari arahan wajib atau sunnah,


karena pertentangan dalil-dalil dari pendapat pertama dan kedua.

Adapun perbuatan yang bukan dinamakan “qurbah”, maka hal itu


bagi Rasul adalah mubah, dan hukum melakukannya bagi kita
juga diperbolehkan.

Kategori kedua dari perbuatan Rasul adalah kategori Ghairu


Qurbah atau perbuatan-perbuatan beliau yang berdimensi bukan ibadah
dan ketaatan, yakni perbuatan-perbuatan yang bernuansa jibilli (watak
atau karakter manusiawi), seperti berdiri, duduk, makan, minum dan lain-
lain. Perbuatan Rasul dalam kategori ini diarahkan pada hukum mubah,
bagi Rasul dan bagi umatnya. Arahan mubah ini karena perbuatan Rasul
tidak mungkin berstatus haram, makruh atau khilaful aula. Dan, hukum
asal dalam perbuatan adalah ketiadaan hukum wajib dan sunnah.
Tinggallah tersisa hukum mubah. Dalam versi pendapat lain, sunnah
mengikuti jejak Rasul. Pendapat ini dipilih oleh Az-Zarkasyi

7
C. Iqrar Rasul

Jika Rasul membiarkan ucapan seseorang, maka hal ini seperti


halnya ucapan beliau sendiri, dalam arti ucapan tersebut boleh dilontarkan,
oleh pengucap dan selainnya. Seperti sikap Abu Bakar ra., tentang harta
benda salab' dari musuh yang terbunuh: Abu Bakar berkata, agar harta
saleb tersebut dari diberikan kepada pembunuhnya. Dan Nabi
membiarkannya. Berarti ucapan ini boleh dilontarkan oleh pengucap
(dalam hal ini Abu Bakar) dan selainnya. Karenanya, hal ini sama hainya
dengan Nabi mengatakan bahwa harta salab dari musuh yang terbunuh
adalah hak bagi pembunuhnya.

Begitu pula perbuatan seseorang yang didiamkan Nabi, maka sama


halnya perbuatan tersebut dilakukan Nabi, dalam arti boleh dilakukan, oleh
pelaku, dan selainnya. Seperti Khalid bin Walid ra., yang memakan daging
Dob, dan Rasul mendiamkannya. Berarti memakan daging Dob adalah
boleh, bagi pelaku (dalam hal ini Khalid bin Walid) dan selainnya. Ini
karena keputusan Nabi atas seseorang sama hal yang keputusan Nabi atas
kelompok kaum muslimin.

Selanjutnya, jika di masa Rasulullah saw. sebuah perbuatan


dilakukan tidak di hadapan beliau, lalu beliau tahu dan mendiamkannya,
maka semacam ini sama halnya perbuatan yarg dilakukan di hadapan
Rasul, lalu velidu mendiamkannya. Artinya, kasus semacam ini
menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukan, oleh pelaku
maupun selainnya.

Contoh:

Abu Bakar ra. pernah bersumpah untuk tidak makan di saat marah,
Lalu suatu saat Abu Bakar melanggar sumpah, dan makan. Ini
dilakukannya karena dalam pandangannya, makan lebih baik baginya
daripada tidak makan. Rasulullah mengetahuinya, dan mendiamkan

8
kejadian ini. Dari hadis riwayat Muslim ini, diambil kesimpulan bahwa
boleh melanggar sumpah bahkan sunnah, jika hal semacam itu lebih baik.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Rasulullah saw merupakan sosok yang paling mulia. Beliau merupakan
sosok yang sempurna sebagai utusan Allah swt dalam mengemban ajaran
agama Islam untuk umat manusia. Maka sangat pantas beliau menjadi
panutan dan suritauladan bagi umatnya.
Warisan terbesar dari Rasulullah adalah Al-Qur'an dan Al Sunnah. Al-
Qur'an adalah kitab suci yang sempurna, serta berfungsi sebagai pelajaran
bagi manusia, pedoman hidup bagi setiap muslim, petunjuk bagi orang yang
bertakwa.
Secara sistematis, perbuatan Rasulullah saw. terbagi dalam dua
kategori, yakni kategori qurbah dan ghairu qurbah.
Kategori qurbah, yakni perbuatan beliau yang berdimensi ibadah dan
ketaatan. Ini terbagi dalam dua pemilahan :
1. Terdapat dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut merupakan
kekhususan pada diri Rasul.
2. Tidak terdapat dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut
merupakan kekhususan pada diri Rasul.
Kategori kedua dari perbuatan Rasul adalah kategori Ghairu Qurbah
atau perbuatan-perbuatan beliau yang berdimensi bukan ibadah dan ketaatan,
yakni perbuatan-perbuatan yang bernuansa jibilli (watak atau karakter
manusiawi), seperti berdiri, duduk, makan, minum dan lain-lain. Perbuatan
Rasul dalam kategori ini diarahkan pada hukum mubah, bagi Rasul dan bagi
umatnya.
Iqrar Rasul, jika di masa Rasulullah saw. sebuah perbuatan dilakukan
tidak di hadapan beliau, lalu beliau tahu dan mendiamkannya, maka semacam
ini sama halnya perbuatan yarg dilakukan di hadapan Rasul, lalu velidu
mendiamkannya. Artinya, kasus semacam ini menunjukkan bahwa perbuatan
tersebut boleh dilakukan, oleh pelaku maupun selainnya,

10
B. Saran

Demikian makalah yang dapat kami susun dan semoga pembahasan


yang terdapat didalamnya dapat memberikan informasi dan suatu
pengatahuan baru yang benar. Dan segala kekurangan yang terdapat dalam
makalah, kami ambil sebagai pembelajaran untuk memperbaiki di kemudian
hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Huda Nailul Afandi Kholid. M, Dari Teori Ushul Fiqih Ala Tashil ath-Thuruqat,
(Kediri: Santri Salaf Press, 2014)

12

Anda mungkin juga menyukai