Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“SIFAT-SIFAT KENABIAN”

Mata Kuliah : Ilmu Tauhid


Dosen Pengampu : Taupiq,S.Pd.I.,M.Sy

DISUSUN OLEH :
Kelompok 8
Ainul Mardiah
221250640

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

FAKULTAS AYRI’AH

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan Rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini tentang “Sifat-Sifat Kenabian”. Dalam
menyusun Makalah ini, ada sedikit kesulitan dan hambatan yang kami alami,
namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang terdekat,
sehingga kami mampu menyelesaikannya.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir,
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Wassalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Muara Bulian, 3 November 2023

Penyusun
Ainul Mardiah

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ i

Daftar Isi ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 2

A. SIFAT-SIFAT RASULULLAH DAN PEMBAGIANNYA 2


a. Sifat Wajib............................................................................... 2
b. Sifat Mustahil .......................................................................... 7
c. Sifat Jaiz................................................................................... 8

BAB III PENUTUP .................................................................................... 11

A. Kesimpulan ............................................................................. 11
B. Saran ....................................................................................... 11

Daftar Pustaka ............................................................................................. 12

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam berisi ajaran yang menyangkut seluruh aspek kehidupan
manusia, baik sebagai hamba Allah, individu, anggota masyarakat maupun
sebagai makhluk dunia. Termasuk di dalamnya masalah kepemimpinan.
Kepemimpinan dalam Islam pada dasarnya aktivitas menuntun, memotivasi,
membimbing, dan mengarahkan agar manusia beriman kepada Allah SWT,
dengan tidak hanya mengerjakan perbuatan atau bertingkah laku yang diridhai
Allah SWT.

Islam sangat cermat dalam menetapkan pemimpin yang akan menjadi


teladan yaitu menyuburkan dan membangun kepribadian Muslim. Salah seorang
pemimpin yang memenuhi kualitas seperti itu, bagi seluruh umat Islam adalah
Nabi dan Rasul Allah Swt. Rasul sebagai utusan Allah Swt. memiliki sifat-sifat
yang melekat pada dirinya. Sifat-sifat ini sebagai bentuk kebenaran seorang rasul.
Sifat-sifat tersebut adalah sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz. Dan betapa
penting nya bagi kita untuk mengetahui sifat-sifat rasul.

B. Rumusan Masalah
1. Sifat-sifat wajib bagi rasul
2. Sifat-sifat mustahil bagi rasul
3. Sifat-sifat jaiz bagi rasul

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. SIFAT-SIFAT RASULULLAH DAN PEMBAGIANNYA

Rasul sebagai utusan Allah swt. memiliki sifat-sifat yang melekat pada
dirinya. Sifat- sifat ini sebagai bentuk kebenaran seorang rasul. Sifat-sifat tersebut
adalah sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.

a. Sifat Wajib

Sifat wajib artinya sifat yang pasti ada pada rasul. Tidak bisa disebut seorang
rasul jika tidak memiliki sifat-sifat ini. Sifat wajib ini ada 4, yaitu seperti berikut.

1. As - Shiddiq

Shiddiq adalah hadirnya suatu kekuatan yang dapat melepaskan diri dari sikap
dusta atau tidak jujur terhadap Tuhannya, dirinya sendiri, maupun orang lain.1

As-Shiddiq, yaitu rasul selalu benar. Apa yang dikatakan Nabi Ibrahim as.
Kepada bapaknya adalah perkataan yang benar. Apa yang disembah oleh bapaknya
adalah sesuatu yang tidak memberi manfaat dan mudarat, jauhilah. Peristiwa ini
diabadikan pada Q.S. Maryam/19: 41, berikut ini:

‫َو اْذ ُك ْر ِفى اْلِكٰت ِب ِاْبٰر ِهْيَم ۗە ِاَّنٗه َك اَن ِص ِّدْيًقا َّنِبًّيا‬
Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Kitab (Al-Qur'an),
sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan, seorang Nabi.

Peranannya sebagai seorang Rasul dan pemimpin telah diberikan oleh Allah
sebuah kitab sebagai penguat misinya itu. Nabi Muhammad Saw teladan umat telah
ditonjolkan oleh Allah sebagai manusia pilihan, oleh karena itu sunnahnya, cara
hidupnya menjadi satu-satunya perilaku yang sah bagi kaum muslim. Sebagaimana
sabda Nabi Saw.

‫من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد‬

1
Rachmat Ramadhana al-Banjari,Prophetic Leadership, Jogjakarta, DIVA Press, 2008, hlm 154

2
Siapa yang mengikuti jejakku maka ia termasuk golonganku. Dan barangsiapa yang
membenci sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku2

Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi juga perbuatannya juga benar.
Sejalan dengan ucapannya. Beda sekali dengan pemimpin sekarang yang kebanyakan
hanya kata- katanya yang manis, namun perbuatannya berbeda dengan ucapannya.

‫ِاۡن ُهَو ِااَّل َو ۡح ٌى ُّيۡو ٰح ۙى‬


“Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya” [An
Najm/53: 4]

Dalil wajibnya sifat sidiq ini adalah jika seandainya para rasul tidak jujur
dalam menyampaikan ajaran kerasulannya, niscaya Allah swt pun juga tidak jujur
terhadap mukjizat yang diberikan kepada mereka. Mukjizat yang bersifat irasional
kemudian diberikan kepada para rasul menjadi jaminan bahwa mereka akan berbuat
jujur. Dengan demikian, wajib bagi mereka untuk memiliki sifat sidiq.3

‫ ِلَتْص ِد ْيِقِه َلُهْم ِباْلُم ْع ِج َز اِت اَّلِتي‬،‫ َلْو َك ِذ ُبْو ا ِفي َذ ِلَك َلَلِزَم اْلَك ِذ ُب ِفي َخ َبِر ِه َتَع اَلى‬:‫َفالَّد ِلْيُل‬
‫ "َص َدَق َع ْبِد ْي ِفي ُك ِّل َم ا ُيَبِّلُغ‬:‫َيْج ِر ْيَها هللا َع َلى َأْيِد ْيِهْم َتْأِيْيًدا َلُهْم َأِلَّنَها َناِز َلٌة َم ْنِز َلَة َقْو ِلِه‬

‫َع ِّنْي‬
Maka dalil (jujurnya para rasul) adalah: jika seandainya mereka berdusta dalam
ajarannya, niscaya berita dari Allah juga dusta, karena Allah telah membenarkan
mereka dengan adanya mukjizat, yang Allah berikan kepada mereka sebagai
jaminan. Dan, mukjizat ini sudah menempati posisi firman Allah: ‘Telah benar
hamba-Ku dalam setiap apa yang mereka sampaikan dari-Ku.4

Rasul adalah “contoh paling luhur” bagi umatnya yang wajib diteladani
i’tikadnya, perbuatannya, perkataannya dan akhlaqnya karena dia adalah teladan yang
baik dengan kesaksian Allah. Maka dari itu wajiblah i’tikadnya, perbuatannya,
perkataannya dan akhlaknya dalam kehidupannya (sesudah diangkat menjadi rasul)
selalu, mencerminkan ketaatan kepada Allah dan wajib pula terjauh dari semua
bentuk maksiat karena Allah telah memerintahkan semua umat untuk mengikuti dan

2
Abdul Hayyie al-Kattani dkk,Bagaimana Mencintai Rasulullah Saw,Jakarta, GEMA INSANI PRESS,
2002, hlm 96-100.
3
https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/mengenal-sifat-wajib-mustahil-dan-jaiz-bagi-para-rasul-RdFuT
4
Sayyid Husain, al-Hushun al-Hamidiyah lil Muhafazah ‘alal ‘Aqaid al-Islamiyah, [Mesir, Maktabah at-
Tijariyah: tt], hal 50

3
meneladani rasul mereka. Bila dimungkinkan para rasul melakukan kemaksiatan
setelah diangkat menjadi rasul. Maka perintah Allah untuk menjadikannya sebagai
teladan (tatkala maksiat itu merupakan sebagian dari perbuatannya) berarti
merupakan perintah juga untuk berbuat maksiat. Padahal yang demikian itu sangat
kontradiktif.5 Karena itu maka sudah tentu rasul-rasul itu mustahil bersifat dengan
sifat-sifat yang sebaliknya.6

2. Al-Amānah

Yaitu segala sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, baik yang


menyangkut dirinya, hak orang lain, maupun hak Allah SWT, atau sesuatu yang
diberikan kepada seseorang yang dinilai memiliki kemampuan untuk mengembannya.
Arti sesungguhnya dari penyerahan amanah kepada manusia adalah Allah SWT
percaya bahwa manusia mampu mengemban amanah tersebut sesuai dengan
keinginan Allah SWT.7

Karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin sebagaimana


karakter yang dimiliki Rasul yaitu sifat dapat dipercaya. Beliau jauh sebelum menjadi
Rasul pun sudah dibeli gelaral-Amin (yang dapat dipercaya). Sifat amanah inilah
yang dapat mengangkat posisi Nabi di atas pemimpin yang benar-benar bertanggung
jawab pada amanah, tugas, dan kepercayaan yang diberikan Allah Swt. Yang
dimaksud amanah dalam hal ini adalah apapun yang dipercayakan kepada Rasulullah
Saw meliputi segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun agama.

Firman Allah yang yang berbicara tentang amanah yang emban oleh setiap
manusia terdapat dalam surat Al-Ahzab ayat 72

‫ِإَّنا َع َر ْض َنا ٱَأْلَم اَنَة َع َلى ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأْلْر ِض َو ٱْلِج َباِل َفَأَبْيَن َأن َيْح ِم ْلَنَها َو َأْش َفْقَن‬
‫ِم ْنَها َو َح َم َلَها ٱِإْل نَٰس ُن ۖ ِإَّن ۥُه َك اَن َظُلوًم ا َج ُهواًل‬
“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat zalim dan bodoh”.

Di saat kaum Nabi Nuh as. mendustakan apa yang dibawa oleh Nabi Nuh as.
lalu Allah Swt. Menegaskan bahwa Nuh as., adalah orang yang terpercaya (amanah).
Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. asy-Syu’āra/26 106-107 berikut ini:
5
Ibid., hlm. 41
6
Taib Tahir Muin, Ikhtisar Ilmu Tauhid, Ramadhani, Solo, 1998, hlm. 78
7
Rachmat Ramadhana al-Banjari,Op cit.,hlm 157

4
106 ۚ ‫ِاْذ َقاَل َلُهْم َاُخ ْو ُهْم ُنْو ٌح َااَل َتَّتُقْو َن‬.
107 ۙ ‫ِاِّنْي َلُك ْم َر ُسْو ٌل َاِم ْيٌن‬.
“Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak
bertakwa? Sesungguhnya aku ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus)
kepadamu.” (Q.S. asy-Syu’āra/26: 106- 107)

Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan
itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi Muhammad
SAW dijuluki oleh penduduk Mekkah dengan gelar “Al Amin” yang artinya
terpercaya jauh sebelum beliau diangkat jadi Nabi. Apa pun yang beliau ucapkan,
penduduk Mekkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong.

‫ُاَبِّلُغُك ۡم ِر ٰس ٰل ِت َر ِّبۡى َو َاَنا َلـُك ۡم َناِص ٌح َاِم ۡي ٌن‬


“Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi
nasehat yang terpercaya bagimu.” [Al A'raaf/7: 68]

Ketika Nabi Muhammad SAW ditawari kerajaan, harta, dan wanita oleh kaum
Quraisy untuk meninggalkan tugasnya menyiarkan agama Islam, beliau menjawab :
”Demi Allah…Wahai paman, seandainya mereka dapat meletakkan matahari di
tangan kanan ku dan bulan di tangan kiri ku agar aku meninggalkan tugas suci ku,
maka aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan (Islam) atau aku
hancur karena-Nya.”

Dalil wajibnya sifat amanah adalah seandainya para rasul berkhianat dengan
cara mengerjakan satu perbuatan maksiat, niscaya umatnya juga diperintah untuk
berbuat maksiat, karena tugas umat adalah mengikuti segala tindak tanduk rasulnya.
Dengan demikian, wajib bagi para rasul untuk memiliki sifat amanah,

‫ َلْو َخاُنْو ا ِبِفْع ِل َم ْع ِص َيٍة َلُكَّنا َم ْأُم ْو ِرْيَن ِبِه َأِلَّنُه َتَع اَلى َأَم َر َنا ِباِّتَباِع ِهْم ِفي َأْقَو اِلِهْم‬:‫َو الَّد ِلْيُل‬

‫ َو ُهللا اَل َيْأُم ُر ِباْلَم ْع ِص َيِة‬، ‫َو َأْفَع اِلِهْم َو َأْح َو اِلِهْم ِم ْن َغْيِر َتْفِص ْيٍل‬
“Jika seandainya para rasul berkhianat dengan mengerjakan kemaksiatan, niscaya
kita akan diperintah mengerjakannya pula, karena Allah ta’ala memerintahkan kita
untuk mengikuti mereka dalam ucapan, tindakan, dan perbuatannya tanpa diperinci,
sedangkan Allah tidak memerintahkan maksiat.” (Sayyid Husain, 51).

3. Tabligh

5
Tabligh yaitu menyampaikan risalah atau ajaran yang diperintahkan oleh
Allah agar disampaikan kepada manusia. Sebaliknya, mustahil bagi para rasul
memiliki sifat perlawanannya, yaitu sifat Kitman, yaitu menyimpan atau menahan
risalah yang seharusnya disampaikan kepada manusia.

Dalil wajibnya sifat Tabligh adalah seandainya para rasul menyimpan apa
yang wajib mereka sampaikan, niscaya kita akan diperintah untuk menyimpan ilmu,
karena Allah memerintahkan manusia untuk mengikuti mereka. Dan, perintah untuk
menyimpan ilmu tidak-lah benar, maka menyimpan risalah bagi para nabi juga tidak
benar. Oleh karena itu, wajib bagi para nabi untuk memiliki sifat Tabligh dan
mustahil bagi mereka memiliki sifat Kitman.

4. Fathanah

Yaitu cerdas dan pintar, dan mustahil bagi mereka mempunyai sifat Baladah,
yang berarti bodoh. Sedangkan dalil wajibnya sifat ini adalah, seandainya para rasul
itu adalah orang-orang bodoh, maka mereka tidak akan mampu untuk memangun
argumentasi dalam menghadapi kelompok-kelompok yang menentang risalah yang
dibawanya.

Sebab, ketidak mampuan para rasul untuk membangun argumentasi ketika


berhadapan dengan penentang risalahnya bertentangan dengan dengan pangkat dan
martabat mereka sebagai utusan. Oleh karena itu, wajib bagi para rasul untuk
memiliki sifat yang keempat ini, untuk meyakinkan mereka agar bisa menerima
risalahnya,

‫ َفَو َج َب ِبَذ ِلَك َلُهْم‬،‫َو َهَذ ا ُيَخاِلُف َم ْنَص َبُهْم اَّلِذ ي ُأْر ِس ُلْو ا ِبِه َو ُهَو ِهَداَيُة اْلَخ ْلِق ِاَلى اْلَح ِّق‬

‫ َو اْسَتَح اَل َع َلْيِهْم ِض ُّد َها‬،‫الَفَطاَنُة‬


“Dan ini (ketidak mampuan rasul untuk membantah argumentasi penentangnya)
bertentangan dengan pangkat mereka yang telah diutus untuk memberikan jalan
hidayah kepada makhluk untuk menuju al-haq (Allah). Oleh karena itu, wajib bagi
para rasul untuk memiliki sifat Fathanah, dan muhal bagi mereka memiliki sifat
perlawananya (Baladah).” (Sayyid Husain, 51).

b. Sifat Mustahil

Sifat mustahil bagi Rasul artinya sifat yang tak mungkin ada dalam diri rasul.
Karena, Rasul adalah manusia yang dipilih oleh Allah yang dan diberikan tugas untuk

6
menyampaikan seluruh risalah-Nya untuk mengajak umat manusia beriman kepada
Allah SWT.8 Sifat mustahil bagi para rasul ini ada empat yakni kidzib, khianah,
Kitman, dan juga baladah. Berikut empat sifat mustahil bagi rasul yang perlu untuk
diketahui:

1. Al-Kidzib

Al-kidzib artinya yakni berdusta. Mustahil bagi rasul untuk melakukan dusta
atau bohong. Semua perkataan dan juga perbuatan rasul tidak pernah palsu dan
mengada-ada. Hal ini telah ditegaskan melalui surah an-Najm: 2-4, berikut ini:

‫ ِإْن ُهَو ِإاَّل َو ْح ٌي ُيوَح ٰى‬. ‫ َو َم ا َيْنِط ُق َع ِن اْلَهَو ٰى‬. ‫َم ا َض َّل َص اِح ُبُك ْم َو َم ا َغ َو ٰى‬
“Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru, dan tidaklah yang
diucapkan itu (al-Qur’ān) menurut keinginannya tidak lain (al-Qur’an) adalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. an-Najm: 2-4)

2. Khianah

yaitu mustahil bagi rasul untuk berkhianat. Semua yang diamanatkan


kepadanya pasti akan dilaksanakan. Hal ini telah dijelaskan di dalam surat al-An’am
ayat 106:

‫اَّتِبْع َم ا ُأوِح َي ِإَلْيَك ِم ْن َر ِّبَك ۖ اَل ِإَٰل َه ِإاَّل ُهَو ۖ َو َأْع ِر ْض َع ِن اْلُم ْش ِر ِكيَن‬
“Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad), tidak ada Tuhan
selain Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS. al-An’am: 106).

3. Kitman

Yaitu mustahil jika rasul menyembunyikan kebenaran. Setiap firman yang


rasul terima dari Allah SWT pasti akan disampaikan kepada para umatnya. Hal ini
juga telah disebutkan dalam surat al-An’am ayat 50:

‫ُقْل اَل َأُقوُل َلُك ْم ِع ْنِد ي َخَزاِئُن ِهَّللا َو اَل َأْع َلُم اْلَغْيَب َو اَل َأُقوُل َلُك ْم ِإِّني َم َلٌك ۖ ِإْن‬
‫َأَّتِبُع ِإاَّل َم ا ُيوَح ٰى ِإَلَّي ۚ ُقْل َهْل َيْسَتِو ي اَأْلْع َم ٰى َو اْلَبِص يُرۚ َأَفاَل َتَتَفَّك ُروَن‬
“Katakanlah (Muhammad), Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang gaib dan aku
tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku hanya mengikuti apa

8
NU Online Ilmu Tauhid (mengenal sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi para rosul)

7
yang di wahyukan kepadaku. Katakanlah, Apakah sama orang yang buta dengan
orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya).” (QS. al-An’am: 50)

4. Baladah

Yaitu mustahil apabila rasul itu bodoh. Al-Baladah, artinya bodoh. Mustahil
bila rasul-rasul itu bersifat bodoh atau tumpul otaknya. Sehingga tidak sanggup
memberikan dalil-dalil dan keterangan untuk berhujjah dengan lawan-lawannya.
Sebaliknya rasul-rasul itu bersifat fathonah atau cerdik pandai

Rasulullah memanglah merupakan orang yang ummi (tak dapat membaca dan
menulis) tetapi beliau diberikan anugerah kecerdasan yang luar biasa dari Allah
SWT.9

c. Sifat Jaiz

sifat-sifat kebolehan yang berupa sifat-sifat manusiawi biasa seperti yang


dimiliki orang biasa pada umumnya, asalkan sifat-sifat tersebut tidak mengurangi
martabat kerasulannya yang mulia itu. Sifat-sifat manusia biasa itu misalnya ialah
makan, minum, tidur, kawin, sedih, gembira dan sebagainya. Sifat-sifat manusiawi
biasa seperti ini juga boleh dimiliki para rasul. Sebab betapapun mereka itu juga
masih tetap manusia yang dengan sendirinya dalam hal-hal tertentu yang tida bisa
lepas dari sifat-sifat kemanusiaannya. 10

Bahkan sifat jaiz (boleh) bagi rasul jika terkena suatu cacat atau penyakit,
asalkan cacat / penyakit itu bersifat ringan dan tidak menghalanginya dalam
melaksanakan tugas kerasulannya.11

Contoh tentang hal ini ialah Nabi Musa AS. Beliau sebelum menjadi rasul
mempunyai cacat, kalau berbicara tidak begitu terang (bahasa Jawa: pelo). Sudah
barang tentu cacatnya itu akan sangat menyulitkan beliau dalam memberikan
keterangan-keterangan kepada umatnya. Maka ketika diangkat sebagai rasul, beliau
memohon kepada Allah agar cacatnya segera disembuhkan. Nabi Musa AS bero’a:

‫َر ِّب اْش َر ْح ِلي َص ْد ِر ي َو َيِّسْر ِلي َأْم ِر ي َو اْح ُلْل ُع ْقَد ًة ِم ْن ِلَس اِني َيْفَقُهوا َقْو ِلي‬

9
Ibid., hlm. 32-33
10
Ustad Ja’far Amir, Ilmu Tauhid, Ramadani, Solo, 1998, hlm. 78
11
Abdul Amdid, et.al., Islam, Pusat Dokumentasi dan Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang,
hlm. 80

8
Berkata Musa, “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah
untukku urusanku, dan lepasakanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti
perkataanku.” (QS Thaha: 25- 28)12

Selain itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga pernah merasakan


sakit. Dalam banyak riwayat dikisahkan bahwa Nabi Muhammad menderita sakit
mata hebat dan membuat kakeknya kerepotan saat usia beliau baru 7 tahun. Penyakit
ini membuat matanya menjadi merah dan mengeluarkan kotoran berwarna kuning
kehijauan.

Bahkan rasul juga dapat terkena cacat atau suatu penyakit selama sifatnya
ringan serta tidak akan menghalangi mereka ketika menjalankan tugas kerasulannya.
Seperti yang terjadi pada Nabi Musa as sebelum diangkat menjadi rasul.

Saat itu beliau memiliki kekurangan yang membuat bicaranya tidak begitu
jelas (pelo). Kekurangan ini pasti akan membuatnya kesulitan saat menyampaikan
ajaran Allah kepada umatnya. Maka dari itu, Nabi Musa as lantas memohon agar
kekurangan tersebut disembuhkan pada saat diangkat sebagai rasul.

Doa Nabi Musa as kepada Allah SWT saat itu kemudian diabadikan di dalam
Al-Qur’an surat Thaha ayat 25 – 28:

25 ﴿ ‫﴾َقاَل َر ب اْش َر ْح ِلي َص ْد ِر ي‬

‫ ﴾ يَْفَقُهوا َقْو ِلي‬27 ﴿ ‫ ﴾ َو اْح ُلْل ُع ْقَد ًة ِم ْن ِلَس اِني‬26 ﴿ ‫َو َي سْر ِلي َأْم ِري‬

“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku,


dan lepasakanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.”

Beberapa sifat jaiz rasul yang lainnya ialah:

 Dapat merasakan haus dan membutuhkan minum

 Bisa merasa lelah dan butuh waktu untuk tidur atau istirahat

 Bisa meninggal dunia

 Dapat menikah serta membina keluarga

12
Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir al-Qur’an, op.cit., hlm. 478

9
Dari sifat kemanusiaan yang ada pada rasul, dapat disimpulkan bahwa Allah
SWT sengaja memilih Nabi dan Rasul dari manusia, bukan malaikat. Dengan begitu,
setiap syariat yang dibawa oleh para rasul bisa dijalankan oleh manusia lainnya.

Di luar sifat kemanusiaan yang umum, rasul juga mempunyai sifat jaiz lain
yang agak spesial karena tidak akan dimiliki oleh manusia lain, yaitu Iltizamurrasul
dan Ishmaturrasul.

10
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan

Setelah kita menjabarkan mulai dari mengenal Rasul sampai sifat-sifat wajib
dan mustahil Rasullullah,maka dapat kita simpulkan bahwa Rasullullah adalah
panutan yang baik untuk kita contoh baik secara bathin dan secara dhohir. Rasullullah
memang wajib kita panuti.

B. Saran

Saran dari penulis adalah marilah kita menjadikan kehidupan maupun sifat
pribadi beliau yaitu Rasullullah sebagai contoh atau panutan dalam kehidupan sehari-
hari kita yang sesuai dengan syariah yang semestinya dan sekaligus pembawa kita
kedalam kehidupan yang bahagia baik itu di dunia dan akhirat kelak nanti.

11
DAFTAR PUSTAKA

Rachmat Ramadhana al-Banjari,Prophetic Leadership, Jogjakarta, DIVA Press,


2008, hlm 154
Abdul Hayyie al-Kattani dkk,Bagaimana Mencintai Rasulullah Saw,Jakarta,
GEMA INSANI PRESS, 2002, hlm 96-100.
https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/mengenal-sifat-wajib-mustahil-dan-jaiz-bagi-
para-rasul-RdFuT
Sayyid Husain, al-Hushun al-Hamidiyah lil Muhafazah ‘alal ‘Aqaid al-Islamiyah,
[Mesir, Maktabah at-Tijariyah: tt], hal 50
Ibid., hlm. 41
Taib Tahir Muin, Ikhtisar Ilmu Tauhid, Ramadhani, Solo, 1998, hlm. 78
Rachmat Ramadhana al-Banjari,Op cit.,hlm 157
NU Online Ilmu Tauhid (mengenal sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi para rosul)
Ibid., hlm. 32-33
Ustad Ja’far Amir, Ilmu Tauhid, Ramadani, Solo, 1998, hlm. 78
Abdul Amdid, et.al., Islam, Pusat Dokumentasi dan Publikasi Universitas
Muhammadiyah Malang, hlm. 80
Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir al-Qur’an, op.cit., hlm. 478

12

Anda mungkin juga menyukai