Dosen Pengampu
Dr. Tadkiroatun Mushfiroh S.Pd., M.Hum.
Disusun Oleh
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
dan menyelsaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas tentang Penerapan Literasi Reseptif pada Anak. Makalah ini
disajikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Bahasa Anak
Usia Dini. Makalah disusun berdasarkan referensi terkait dari berbagai
sumber yang relavan.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan semangat kelompok kami dan usaha akhirnya
dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................8
C. Tujuan .......................................................................................................8
BAB II ISI
A. Literasi Reseptif AUD...............................................................................9
1. Konsep Literasi AUD..........................................................................9
2. Prinsip Pembelajaran Literasi Pada AUD........................................11
3. Penataan Lingkungan Pembelajaran
Keterampilan Dasar Bahasa.............................................................11
4. Konsep Reseptif AUD.........................................................................13
5. Aspek Keterampilan Bahasa Reseptif AUD.....................................13
B. Penerapan Literasi Reseptif AUD...........................................................17
1. Teknik Pengembangan Bahasa Reseptif AUD.................................18
a. Metode Permainan Bahasa..........................................................18
b. Metode Mengucapkan Syair........................................................18
2. Penerapan Pembelajaran Literasi pada AUD..................................19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
8
BAB II
PEMBAHASAN
11
penataan ruang kelas atau di luar kelas dan pilihan benda-benda atau perlengkapan
dapat mengembangkan, serta membatasi pengalaman anak, perilaku, bahkan emosi
anak. Oleh karenanya, Anziano menyarankan agar orang tua atau guru
memberikan fasilitas dan perlengkapan yang memadai pada anak dengan berbagai
pilihan benda-benda mainan yang beragam dan bervariasi baik di dalam kelas
maupun di luar kelas. Kelengkapan mainan dan pilihan benda-benda yang
beragam tersebut dapat mengembangkan bakat, pengalaman, perilaku, dan bahkan
emosi anak-anak.
Hal senada juga diungkapkan oleh Dodge (1998: 15), yang menyatakan “...
young children learn by actively exploring and interacting with their physical
environment. A well-organized and rich environment enhances learning and
growth”. Dodge menggambarkan bahwa anak-anak belajar melalui eksplorasi dan
interaksi dengan lingkungannya, dalam rangka memperkaya pengalaman dan
kelompok besar. Hal tersebut dipertegas menurut Kostelnik (1999: 151) yang
menyatakan, Learning centers in early childhood setting have proven to be an apt
and responssive vehicle for meeting the need of young children. Centers are
carefully designed areas that contain planned learning activities and materials
drawn from the program's basic skills curriculum and from the themes being
taught. Because they offer choice to children, the difficulties usually connected to
development and experimental differences are minimize. Centers enable youngest
to take charge of their own work. Menurut Beaty (1996: 52), sentra pembelajaran
yang ideal terdiri dari sentra balok, sentra buku atau perpustakaan, sentra
permainan drama, sentra matematika, sentra seni dan kerajinan tangan, sentra
motorik, sentra musik, sentra sains, sentra menulis, sentra komputer, sentra pasir,
sentra memasak, dan sentra pertukangan.
Penataan at-alat permaianan yang dapat dijangkau oleh anak dapat
menumbuh kembangkan kemandirian dan perasaan kompeten pada diri anak
sebagaimana yang dikemukakan oleh Kostelnik (1999:151), yaitu sebagai berikut.
When materials are accessible and children have been taught how to use and taste
care of them, the children are able to use them to investigate, express their ideas,
experiment, and construct representation. At the same time, independence and a
sense of competent are valued outcomes. On the other hands, when resources are
not a valuable, children wait for the adults to make all of the plans and decisions
before engaging in learning activities, dependences of actions and taught may be
undesired consequences of such physical organization of space. Berkenaan
dengan penataan alat permainan ini, Gestwicki (2007: 137), juga
merekomendasikan agar guru memberi label pada tempat alat-alat permainan yang
12
disiapkan. Pemberian label pada tempat untuk meletakkan alatalat permainan
dapat mendorong tumbuhnya tanggung jawab pada diri anak, sebagaimana
pernyataannya berikut ini. Centers are labeled so children can read the choices.
Labels are at child eye level, and include both a picture representation and print in
English and the children home language. Teachers create pictures or shape makers
on shelves
4. Konsep Bahasa Reseptif
Perkembangan bahasa reseptif merupakan proses yang kompleks. Bahasa reseptif
yakni kemampuan awal dalam penguasaan bahasa yakni mengerti dan dimengerti,
menerima dan mengkode atau menafsirkan bahasa dengan menyimak symbol
visual maupun verbal, seperti kegiatan membaca dan menyimak yang merupakan
kemampuan pemahaman. Kemampuan dalam saling mengenal dan merespon
seseorang terhadap suatu kejadian juga merupakan bahasa reseptif (Aulina, 2012;
Indah, 2011;McIntyre et al., 2017). Sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan RI No. 137 tahun 2014 mengenai bahasa reseptif yakni
mencakup kemampuan memahami cerita, perintah, aturan, menyenangi dan
menghargai bacaan. Reseptif secara harfiah bahasa Indonesia memiliki arti
menerima, terbuka, menerima pendapat (KBBI, 2020). Sehingga, bahasa reseptif
adalah kemampuan menerima dan memahami symbol bahasa, baik secara verbal
maupun non verbal. Bahasa reseptif dan ekspresif memiliki kecepatan yang
berbeda, seperti menulis memerlukan waktu yang lama dibanding kemampuan
bahasa reseptif. Contoh bahasa reseptif yakni mendengarkan dan membaca suatu
informasi merupakan kemampuan perkembangan yang lebih dulu dimiliki
manusia. Sebelum anak mulai memproduksi bahasa, anak belajar mengenali suara
manusia. Kemudian anak mulai menyegmentasikan dan mengasosiasikan makna
dari suara yang didengar dari lingkungan anak. Keterampilan pemahaman dan
menyusun dasar bersosialisasi di lingkungan dan membantu kegiatan belajar pada
anak dan mempengaruhi kemampuan pada aspek perkembangan lain seperti
potensi perkembangan anak berupa kognitif, sosial Bahasa. Bahasa reseptif juga
terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini,
Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa pada setiap tingkat usia
(Permendikbud, 2014). Standar ini bukan merupakan standar yang mutlak bagi
perkembangan anak namun dapat menjadi acuan apabila menilai sejauh mana
tingkat perkembangan dan melihat apakah terjadi suatu keterlambatan dalam
perkembangan anak berdasarkan tingkatan usia perkembangan. Tingkatan usia
yang terdapat dalam standar pencapaian anak usia dini ini juga mendefinisikan
13
bahwa di Indonesia anak usia dini merupakan anak yang berada pada usia 0-6
tahun.
5. Aspek Keterampilan Bahasa Reseptif
Albantani (2014), Aspek keterampilan berbahasa reseptif meliputi
mendengarkan/menyimak dan membaca.
1. Menyimak
Menyimak merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan
dalam bentuk reseptif lisan (Tantri, 2018). Menyimak merupakan
aktivitas penggunaan alat pendengaran yang dilakukan dengan
sengaja dan bertujuan untuk memperoleh pesan atau makna dari apa
yang disimak (Khoiriyah, 2019). Menyimak adalah mendengarkan
lambang-lambang bunyi yang dilakukan dengan sengaja dan penuh
perhatian disertai pemahaman, apresiasi, interpretasi, reaksi, dan
evaluasi untuk memperoleh pesan, informasi, menangkap isi, dan
merespon makna yang terkandung di dalamnya (Rosdia, 2014).
Menyimak dapat terjadi dalam 2 situasi yang berbeda, yaitu
secara interaktif dan non-interaktif. Menyimak secara interaktif
terjadi dalam percakapan tatap muka melalui telepon/sejenisnya
dimana komunikasi terjadi secara bergantian antara penutur yang satu
dengan penutur yang lainnya (2 orang/lebih) yang melakukan
aktivitas menyimak dan berbicara sehingga memiliki kesempatan
bertanya guna mendapatkan penjelasan, meminta lawan bicara
mengulang apa yang telah diucapkan/meminta penutur untuk
melambatkan tempo bicaranya.
Menyimak secara non-interaktif berlangsung tanpa ada
penutur yang berhadapan langsung dengan penuturnya. Situasi ini
memiliki kelemahan yaitu tidak dapat meminta penjelasan dari
pembicara, tidak dapat meminta pembicara mengulangi apa yang
diucapkannya, dan tidak dapat meminta pembicaraan diperlambat.
2. Mendengar
Kemampuan mendengarkan merupakan proses pemahaman
secara aktif untuk mendapatkan informasi, dan sikap dari pembicara
yang tujuannya untuk memahami pembicaraan tersebut secara
objektif (Wulan Sari, 2016). Mendengar merupakan suatu proses
fisiologis sementara mendengarkan menyangkut penerimaan
rangsangan. Pengertian menerima di sini menegaskan bahwa
seseorang dalam aktivitas mendengarkan itu berarti menyerap
14
rangsangan yang diterima lalu kemudian memprosesnya dengan cara
tertentu (Martoredjo, 2014).
3. Membaca
Membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis yang
bertujuan untuk memahami isi bacaan dan maksud penulisnya
(Mulyati, 2008). Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam
kehidupan sehari-hari, karena membaca tidak hanya untuk
memperoleh informasi, tetapi berfungsi sebagai alat untuk
memperluas pengetahuan bahasa seseorang (Irdawati, 2017).
Membaca merupakan kegiatan melisankan atau hanya dalam hati
dengan melihat tulisan pada sebuah teks bacaan (Khotimah,
Djuanda, & Kurnia, 2016). Membaca merupakan kegiatan berbahasa
yang dilakukan dalam bentuk reseptif tulis. Keterampilan membaca
merupakan modal dasar yang sangat krusial untuk menunjang
keberhasilan belajar siswa. Kurang terampilnya siswa dalam
membaca dapat menyebabkan terhambatnya siswa untuk mempelajari
bidang studi lain.
Membaca dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu membaca
permulaan dan membaca lanjut. Membaca permulaan adalah tahap
awal dalam belajar membaca yang difokuskan kepada mengenal
simbol-simbol atau tanda-tanda yang berkaitan dengan huruf-huruf,
sehingga menjadi pondasi agar dapat melanjutkan ke tahap membaca
lanjut (Dalwadi, 2002). Sedangkan membaca lanjut adalah anak tidak
sekedar mengenal simbol atau tanda-tanda tapi sudah mulai
mempergunakannya untuk membaca kata atau kalimat sehingga anak
memahami apa yang dibacanya (Amin, 1995).
Pada tahap membaca permulaan anak lebih diarahkan kepada
membaca huruf atau kata (Shodiq, 1996). Tahap membaca permulaan
dilakukan pada masa peka yaitu usia enam atau tujuh tahun bagi anak
normal dan sembilan tahun bagi anak tunagrahita. Tahap membaca
permulaan merupakan saat kritis dan strategis dikembangkannya
kemampuan membaca tanpa teks yaitu membaca dengan cara
menceritakan gambar situasional yang tersedia.
15
16
B. Penerapan Literasi Reseptif pada Anak
1. Teknik Pengembangan Bahasa Reseptif dan Produktif pada Anak
Usia Dini
Banyak cara yang dapat dilakukan guru, agar anak dapat
mengembangkan kelerampilan bahasanya baik secara reseptif
(menyimak dan membaca) maupun produklif (berbicara dan menulis).
Unluk itu perlu diingat kemampuan yang diharapkan dapal dicapai,
seperti yang dituangkan dalam [2] GPPPSS-TK (Oepdiknas, 2002). Hal-
hal tersebut adalah: (I) menirukan kembali urulan angka, urulan kala, (2)
mengikuli beberapa perinlah sekaligus, (3) menjawab pertanyaan, (4)
menyanyikan lagu dan mengucapkan sajak, (5) mengenalkan kala tunjuk
yang mengarah ke suatu tempat, (6) memperagakan gerakan
sederhanadalam kehidupan anak seharihari, (7) menceritakan tentang
keJadian di sekilar anak secara sederhana, (8) menjawab pertanyaan
sederhana dan cerita pendek yang disampaikan guru, (9) menceritakan
kembali secara sederhana cerila pendek yang telah disampaikan guru,
(10) memberikan informasi tentang sesuatu hal, (1J) memberi batasan
tentang kata atau benda, (12) mengurutkan dan menceritakan isi gambar,
(13) melengkapi kalimat sederhana, (14) melanjutkan cerita/sajak/lagu
yang sudah dimulai guru, (15) menyebutkan sebanyak-banyaknya nama
benda, binatang, tanaman yang mempunyai wama, bentuk, atau menurut
ciri-ciri sifat tertentu, (16) menyebutkari sebanyak-banyaknya kegunaan
dari suatu benda, (17) membayangkan akibat dari suatu kejadian yang
belum tentu terjadi, (18) menceritakan gambar yang telah disediakan,
(19) menceritakan gambar yang dibuat sendiri, (20) mengekspresikan
diri melalui dramatisasi, (21) mengucapkan suku kata dalam nyanyian,
(22) mengenalkan hurufawal dari kata yang bermakna, (23)
mengenalkan bunyi hurufakhir dari kata yang bermakna, (24) membuat
17
kata dari suku kata awal yang disediakan dalam bentuk lisan, (25)
mengenalkan lawan kata, dan (26) menggunakan kata ganti "aku" atau
Berdasarkan kemampuan yang ingin dicapai tersebut, dalam praktiknya
guru hendaklah memperhatikan pemilihan metode yang tepat. Beberapa
metode yang dimaksud adalah (I) bercerita, (2) permainan bahasa, (3)
sandiwara boneka, (4) bercakap-cakap, (5) tanya jawab, (6) dramatisasi,
(7) mengucapkan syair, (8) bermain peran, dan (9) karya wisata [2]
(Depdikbud,1996).
Melalui metode ini, diharapkan guru mampu menumbuh kembangkan
kemampuan berbahasa anak. Berikut dicontohkan dua metode
"permainan bahasa" dan "metode mengucap syair" yang dipilih dari
(Hastuti, 1999).
a. Metode Permainan Bahasa
Dalam kegiatan ini, anak diminta menebak dengan menjawab secara
cepat nama anak binatang yang disebutkan guru. Dengan cara adu cepat
dalam menjawab pertanyaan, mereka menyebut dan menjawab
pertanyaan guru dengan bebas. Guru kemudian menyampaikan
tebakannya melalui cerita, selanjutnya anak-anak menjawabnya secara
bersahut-sahutan. Dengan sebutan nama yang diminta guru itulah anak
mengenal dan mengembangkan bahasanya secara nyata. Kegiatan ini
akan lebih bagus lagi jika guru menunjukkan alat peraga sambil
menirukan nama atau suara dari yang ditanyakan atau di contohkan
dalam tebak-tebakan tersebut. Tebak-tebakan ini dapat memberikan nilai
positifbagi anak, selain mengembangkan bahasanya, juga dapat
memancing anak untuk mengembangkan daya kognitif: kreativitas,
emosi, dan sosialnya.
b. Metode Mengucapkan Syair
Mengucapkan syair adalah salah satu bentuk kegiatan belajar pada AUD
yang lebih ditekankan pada pengembangan bahasa, khususnya pada
upaya menumbuhkan kesiapan membaca dan keberanian tampil
18
berbicara. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kesadaran tonologis,
yakni melalui kegiatan bemyanyi atau pun berdeklamasi. Kesadaran
fonologis merupakan sensitivitas seseorang akan struktur bunyi dari
kata-kata yang diucapkan dalam bahasa seseorang [2] (Torgessen, ctkk
melalui Ayriza 2001). Selanjumya'dinyatakan Ayriza dalam makalahnya
bahwa, anak yang mempunyai kesadaran fonologis yang tinggi akan
menyadari bahwa antara "makan" dan "bukan"mempunyai silabel akhir
yang bunyinya sarna. Pada tingkatan yang lebih tinggi, anak akan dapat
menyadari bahwa bunyi / kani merupakan kesatuan bunyi dari fonem
/k/, fa! , dan fni secara berurutan. Dicontohkan Ayriza lagu bersilabel
yang dapat dikenalkan pada anak tersebut misalnya lagu "Satu-satu Aku
Sayang Ibu". Dua contoh teknik pengembangan bahasa dengan metode
di atas, lebih mengaktifkan kreativitas anak dalam berpikir, bertindak,
berasa, secara alamiah. Untuk itu, dalam pelaksanaan pembelajarannya
hendaklah dipilih teknik yang tepat agar anak dapat mengembangkan
bahasanya secara maksirnal.
2. Penerapan Pembelajaran Literasi pada Anak Usia Dini
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.23 Tahun 2015
tentang gerakan literasi sekolah (GLS) menetapkan bahwa sekolahan
wajib melakukan kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran
sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk
menumbuh kembangkan minat baca peserta didik serta meningkatkan
keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih
baik.
Berikut ini adalah tahapan Gerakan Literasi Sekolah, yaitu :
a. Pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di
ekosistem sekolah. Pembiiasaan ini bertujuan untuk
menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan
membaca dalam diri warga sekolah sekolah. Penumbuhan
minat baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan
19
kemampuan literasi peserta didik.
20
Adapun tahapan dalam pengadaan literasi dasar di perpustakaan,
yakni:
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reseptif anak usia dini di Indonesia juga terkait dengan pemerolehan
bahasa dari fonologi, yakni anak usia dini di Indonesia membutuhkan
waktu yang lama dalam berbahasa karena bahasa Indonesia kebanyakan
katanya polisilabik (Chairunnisa, 2018: 129). Hal tersebut menyebabkan
anak perlu untuk menganalisis kata terlebih dahulu baru menentukan
suku mana yang akan diambil. Presentase literasi dan kecenderungan
sulitnya pemerolehan bahasa Indonesia pada anak usia dini menjadi salah
satu dorongan agar dalam pengguasaan bahasa Bahasa pada anak usia
dini perlu diberikan lebih maksimal, dengan lebih mengoptimalakan
faktor stimulus bahasa reseptif pada anak usia dini. Faktor-faktor inilah
yang kemudian menjadi jembatan agar perkembangan bahasa, khususnya
bahasa reseptif pada anak usia pra sekolah atau usia 3-6 tahun. Banyak
cara yang dapat dilakukan guru, agar anak dapat mengembangkan
kelerampilan bahasanya baik secara reseptif (menyimak dan membaca)
maupun produklif (berbicara dan menulis). Adapun secara khusus dalam
makalah ini memberikan dua contoh metode dalam penerapan literasi
dan reseptif yang bisa dilakukan untuk Anak Usia Dini adalah Metode
Permainan Bahasa dan Metode Mengucapkan syair dan melakukan
kegiatan gerakan literasi disekolah yaitu : 1) Pembiasaan kegiatan
membaca yang menyenangkan di ekosistem sekolah. 2) Pengembangan
minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi. 3) Pelaksanaan
pembelajaran berbasis literasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
[4] Lely Diah Eko Priyantini , 2020. “Pengaruh Kegiatan Iterasi Dan Read
23